outbreak (l.h.)

By aishaandriana

2.7K 271 46

luke hemmings and kelly gibson are now living in the very different world. together they try to stay safe, to... More

(0) prologue
(1) first runaway
(2) hospital
(3) rescue
(4) friends
(5) breaking news
(6) knife
(7) surprise
(8) his help
(9) permission
(10) holes
(11) drawings
(12) healer
(13) promise

(14) getting out

26 7 2
By aishaandriana

Kelly Gibson

.

.

"Berjanjilah padaku untuk menemuiku di tempat parkir."

Suara Luke terus terngiang-ngiang di dalam kepalaku. Jantungku berdetak dengan cepat seiring dengan langkah kakiku yang sudah kumaksimalkan kecepatannya. Untungnya, tidak ada Corpse yang menghalangi jalanku sejak tadi dan aku sampai di ruang perawatan dengan selamat.

"Kita harus segera pergi." Aku panik menatap Tom dan Ayah.

Mereka sudah sadar akan keributan di luar sana. Hiruk pikuk di ruang perawatan itu tidak terelakkan. Terlalu ramai sampai-sampai aku sendiri tidak tau apakah Tom dan Ayah bisa mendengar suaraku.

Aku mengemasi barang-barang milik Ayah. Sebenarnya aku agak khawatir dengan keadaan Ayah yang belum sembuh dengan sempurna. Sakitnya itu perlu waktu yang cukup lama untuk sembuh dan sayangnya saat ini kita tidak punya banyak waktu.

Ayah sudah meraih tongkatnya dan memasukkan pistol miliknya ke celana. Aku tidak protes. Aku mengerti kalau Ayah masih bisa menembak dan melindungi dirinya sendiri. Tidak ada waktu lagi untuk berdebat dengannya.

Tom sudah menggendong tas ransel. "Kau berjaga di belakang Ayah dan aku akan memimpin jalan."

Aku mengangguk cepat. "Kita harus pergi ke tempat parkir sekarang juga, aku tidak bisa membiarkan Luke menunggu kita lebih lama lagi."

"Luke?" Tom mengangkat sebelah alisnya.

"Iya. Kita akan pergi dengannya."

Tom memutuskan untuk tidak bertanya-tanya lagi. Ia berjalan memimpinku dan Ayah. Di tangannya sudah ada pistol yang siap ditarik pelatuknya. Tom sudah sangat siaga dengan apa yang akan dihadapinya.

Kami keluar dari ruang perawatan dengan mulus. Jarak tempat parkir dan ruang perawatan sendiri tidak dekat. Masih banyak kemungkinan buruk yang bisa muncul di tengah perjalanan. Di sekitar, banyak orang yang berteriak sambil berlarian menyelamatkan diri. Aku sendiri mendengar jeritan tangis dari kejauhan, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa.

Kami terus berjalan. Akhirnya dari beberapa meter tempat parkir itu sudah terlihat. Tom menembakkan pistolnya ke arah Corpse yang sudah siap menutupi jalan kami. Ayah tertatih-tatih melangkah, belum terbiasa dengan tongkat jalannya.

Tiba-tiba dari samping ada yang mengagetkanku. Seorang Corpse muncul dan mengikutiku. Aku mendekati Corpse itu lalu menancapkan pisau ke kepalanya dan membantingnya ke tanah. Kemudian aku mengejar langkah kembali ke belakang Ayah.

Suara pistol Tom menarik perhatian para Corpse. Aku harus melindungi Ayah dari belakang meski banyak yang mengejar kami. Beberapa detik kemudian, muncul segerombolan Corpse di depan mataku. Aku membelakangi ayahku sambil menggenggam pisau dengan erat.

Seorang Corpse meraih bahuku. Dengan cepat aku menghentakkan tanganku dan menggorok lehernya sehingga darah menyemprot ke tubuhku. Hal itu tidak terlalu penting sekarang. Yang penting keselamatan Ayah. Tinggal sedikit lagi kami sampai.

Bruk!

Aku tersandung batu di tanah karena berjalan mundur dan tidak berhati-hati. Aku panik. Ayah sepertinya tidak sadar, begitu juga Tom. Mereka sudah mencapai tempat parkir dan aku masih di sini. Lima sampai sepuluh langkah lagi, aku sudah dalam jangkauan Corpse dan bisa habis jadi bangkai. 

Aku bangkit dari tempatku, mengabaikan rasa nyeri di kaki saat aku jatuh tadi. Corpse sudah semakin dekat. Senjataku hanyalah pisau, senjata jarak dekat. Tidak bisa kalau untuk dipakai melawan Corpse sebanyak ini. Aku butuh bantuan dan sekarang aku seorang diri.

Kemudian aku mendengar suara letusan senjata dan satu per satu Corpse itu jatuh tidak berdaya. Sekilas aku menoleh ke samping dan bisa kulihat Luke dengan senjatanya sambil mengedipkan mata ke arahku. Syukurlah. Kemudian aku meraih Corpse terdekat dan menusuk pisauku ke bawah dagunya lalu menariknya lagi. Ia pun terkulai.

Luke berlari ke arahku dan kemudian menarikku agar melangkah lebih cepat. Kami terus berlari. Aku segera menghampiri mobilku dan Luke meneruskan langkahnya ke mobilnya. Di dalamnya hanya ada Bibi. Luke tidak akan pergi meninggalkan Ollie, tapi ke mana pria itu?

"Kau tidak apa-apa, Kels?" tanya Ayah di dalam mobil.

Aku mengangguk. Masih syok dengan apa yang baru saja terjadi. Ayah memelukku sementara mataku masih melebar dan napasku tersengal-sengal.

"Kita berangkat?" tanya Tom.

"Tidak, kita menunggu Luke. Ia sudah menyelamatkan adikmu." balas Ayah.

Aku sedikit tertegun. Ayah rela menunggu Luke di saat yang genting seperti ini.

"Apa yang membuat Luke menunda keberangkatannya padahal dia sudah berada di mobil sejak tadi?" Tom menatap mobil di depannya dengan heran.

Para Corpse sudah mendekati mobil kami. Tebakanku, sebentar lagi mereka akan menggedor-gedor jendela mobil kami seperti saat kami menyelamatkan Ayah. Dari balik jendela, aku juga melihat Ollie. Ada seseorang yang mengikuti Ollie dan sepertinya Ollie juga melindungi orang itu. Gadis itu masuk mobil Luke lebih dulu karena Ollie harus membunuh beberapa Corpse yang menghalangi jalan mereka ke mobil.

Lalu aku baru menyadari kalau Tom keluar dari mobil kami. Aku semakin tersadar saat mendengar Ayah meneriakkan nama Tom di dekatku. Apa yang dipikirkan Tom?

"Yah, apa yang dilakukan Tom?"

"Ia lupa akan sesuatu." jawab Ayah.

Tak lama kemudian, Tom kembali. Tangannya menggenggam tangan seseorang. Tentu saja seharusnya aku sudah bisa menebak siapa yang rela ia jemput melewati para Corpse. Kenapa aku tidak memikirkan Brighton?

Aku membuka pintu untuk Brighton dan buru-buru menutupnya lagi. Corpse itu sudah satu meter jaraknya dengan Brighton. Aku tidak bisa membiarkan mereka menghambat perjalanan kami lagi.

Tom memberikan tanda pada mobil Luke dengan mengedipkan lampu mobil. Luke sepertinya menyadari dan segera membawa mobilnya keluar dari area peristirahatan ini. Aku masih terdiam mencerna apa saja yang terjadi barusan.

Tubuhku sudah menghadap belakang mobil kami. Bisa dilihat dari sini, mobil ini berjalan menjauhi area peristirahatan. Di satu sisi aku senang, di sisi lain aku juga merasa aneh. Aku baru saja berniat untuk menyukai tempat itu, tapi rupanya takdir berkata lain. Walaupun sudah lumayan jauh, aku masih bisa melihat beberapa Corpse mengerubuti orang yang berteriak sia-sia di akhir hidup mereka. Aku langsung kembali menghadap depan, melihat hal itu sudah membuat aku ngeri. Mentalku belum sesiap itu untuk melihat kematian yang benar-benar di depan mata.

Aku melirik Brighton yang duduk di sampingku. "Brighton, kau baik-baik saja?"

Brighton tidak menghiraukan ucapanku. Kepalanya tertunduk lesu. Aku tidak tau apa yang terjadi padanya tapi bisa disimpulkan dari kedua matanya, ia benar-benar terpukul dengan kejadian tadi.

Tom melirikku dari kaca spion tengah di dalam mobil. Aku mengangkat alis berharap mendapatkan petunjuk sementara Tom membalasnya dengan memelototiku. Dari situ, aku tau bahwa aku sebaiknya tidak bertanya-tanya pada Brighton lagi.

Perjalanan kami saat itu tidak terasa menyenangkan. Ayah sudah tertidur tepat saat kami berhasil keluar dari kejaran Corpse di area peristirahatan. Aku memutuskan untuk tidak bertanya apa yang terjadi pada Brighton walaupun aku sendiri sangat penasaran.

Mobil Luke masih berada di depan mobil kami. Kemudian mobil kami menepi di depan sebuah rumah. Rumah itu kecil dan tampak gelap. Di sekitarnya tidak terdapat rumah lain. Hanya pepohonan yang terlihat di sekeliling rumah itu. Tom turun lebih dulu kemudian aku menyusulnya. Entah apa yang mendorongku saat itu, tapi aku ingin bertemu Luke.

Luke sudah berdiri di depan rumah tersebut. Di tangannya terdapat crossbow miliknya. Di belakang Luke ada Ollie. Mereka bersiap mengecek situasi di dalam rumah kosong yang memang kelihatannya tidak berpenghuni. Aku dan Tom mengikuti mereke.

Luke membuka pintu dengan Ollie yang berjaga kalau-kalau ada yang tiba-tiba menerkam mereka. Namun yang diduga tidak terjadi. Mereka melanjutkan untuk masuk ke rumah, memeriksa tiap ruangan yang ada.

"Aman!" teriak Luke.

Aku, Tom, dan Ollie juga saling menyahut membalas teriakan Luke setelah berpencar memeriksa ruangan. Kami menurunkan senjata kami.

"Kita bisa mengambil barang-barang di dalam rumah ini sebelum melanjutkan perjalanan." Ollie melirik perabotan di dalam rumah itu.

Aku mengangkat bahu. "Bukan ide buruk. Bagaimana Tom?"

"Tidak masalah," Tom mengangguk. "Aku harus melanjutkan pengobatan Ayah. Aku bisa melakukannya di sini."

"Tentu, lagi pula kita bisa beristirahat di sini lebih dahulu sebelum menentukan ke mana kita akan pergi." timpal Luke.

Kami berempat kembali ke mobil untuk memberitahu yang lain. Ternyata Ayah sudah bangun tapi tidak turun. Katanya Ayah mau menemani Brighton. Brighton sendiri masih terlihat murung seperti terakhir kali aku melihatnya.

"Yah, kita berhenti di sini sebentar ya. Sekalian berunding untuk perjalanan selanjutnya." jelas Tom saat sudah di dalam mobil.

Ayah mengangguk. "Apa rumahnya aman?"

Aku mengiyakan. "Kata Tom, Ayah harus diberi obat sekarang. Jadi kita bisa melakukannya di dalam."

"Kalian tidak perlu mengkhawatirkan Ayah. Ayah sudah pernah melalui yang lebih buruk dari ini." Ayah berusaha menenangkan sambil tersenyum kecil.

"Tidak apa-apa, Yah. Di dalam keadaan rumahnya masih baik. Ada sedikit makanan yang bisa kita bawa untuk bekal." kataku.

Tom berpaling menghadap Brighton. "Brighton, kau mau turun?"

Brighton sedikit terkejut. Rupanya dari tadi dia tenggelam dalam lamunannya. Kemudian gadis itu mengangguk.

"Kels, kau bisa bantu Ayah turun. Aku dan Brighton akan menyusul kalian." Lalu Tom mengambil ranselnya dan peralatan lain di bagasi mobil.

Aku tidak membantah dan segera menemani Ayah berjalan ke dalam rumah kecil itu.

"Yah, Brighton kenapa diam sekali ya?"

"Mungkin dia masih syok dengan peristiwa tadi. Terlebih lagi, dia tidak bisa menggunakan senjata seperti kau dan Tom. Pasti dia tadi sangat ketakutan."

Aku baru paham setelah mendengar penjelasan Ayah. Aku tidak tahu kalau Brighton tidak bisa melawan Corpse dengan atau tanpa senjata. Selama ini aku tidak menyadari kalau aku tidak pernah melihat dia membawa senjata.

Ayah segera duduk di sofa sesaat setelah kami sampai. Luke sudah di sana lebih dulu, ia menemani Bibi beristirahat. Aku ingin berterimakasih pada Luke tapi sepertinya lebih baik nanti saja. Kalau aku dan Luke hanya berdua.

"Kalian baik-baik saja?" tanya Luke.

"Kami baik-baik saja, bagaimana dengan kalian?" balas Ayah.

Bibi Ellie tersenyum. "Kalau tidak ada Luke, mungkin aku tidak tau nasibku selanjutnya."

Kami semua menunggu yang lain masuk ke rumah. Aku memandangi dua mobil yang terparkir. Ollie keluar dari mobil bersama gadis yang tadi kulihat. Gadis itu tinggi semampai dan berambut pirang. Wajahnya manis dan tampak lugu.

"Luke, itu siapa?" tanyaku saat Ollie dan temannya itu berjalan mendekat.

"Nanti akan kukenalkan." kata Luke.

Jadi Luke sudah kenal? Atau jangan-jangan teman mereka? Tapi kalau teman mereka kenapa aku baru melihatnya?

Ollie melewati pintu dan matanya melirik ke arahku dan Luke. Luke mengisyaratkan Ollie dengan kepalanya untuk menjelaskan siapa gadis itu pada aku dan Ayah.

Ollie sadar dan berdeham. "Ah, ya, Kelly, kenalkan ini temanku, Rachel."

Rachel tersenyum ramah dan mengulurkan tangannya. "Rachel."

"Kelly."

Ollie berjalan ke dapur dengan cuek dan mengecek persediaan makanan yang sudah aku lihat sekilas saat pertama kali masuk rumah ini. Rachel mengambil tempat duduk di samping Luke. Sepertinya Rachel bukan orang asing untuk Luke. Ia bahkan tidak segan untuk duduk dengannya.

"Kalian sudah berteman lama?" tanyaku.

Luke menjawab, "Tidak, baru tadi saling kenal. Dia temannya Ollie."

Sebelum aku bisa bertanya lebih jauh lagi, aku mendengar suara deru mobil yang kemudian berhenti di dekat mobil kami. Semua yang berada di dalam rumah menengok keluar. Tom dan Brighton baru saja menutup pintu mobil ketika si pengemudi mobil yang baru saja ini turun.

"Byron?"

-----------------------------------------------

I know its been a year since the last update, but I guess I cant guarantee if I'd post every chapter frequently. So sorry, but I got lots of things to do and I'm still in the med school which makes my life not so easy as other people. Anyway, you can see Rachel on the media. Halston Sage as Rachel. Hehe

p.s. I am few steps to graduate (yay)


Continue Reading

You'll Also Like

MPREG NCT By ola

Fanfiction

86.9K 1K 5
ONESHOOT!! request? dm! kumpulan oneshot nct, mpreg alias cowok hamil sampai proses melahirkan. 21+ dosa ditanggung masing-masing xoxo.
169K 8.3K 28
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
262K 20.8K 100
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
192K 29.8K 54
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...