BIRU [HIATUS]

By sorazoe

53.2K 4.6K 269

[HIATUS SELAMANYA] More

Prolog
Ch.1
Ch.2
Ch.3
Ch.4
Ch.5
Ch.6
Ch.7
Ch.8
Ch.9
Ch.10
Ch.11
Ch.12
Ch.13
Ch.14
Ch.15
Ch.16
Hal yang penting
Ch.17
Ch.19
Ch.20
Ch.21
Ch.22
Ch.23
Ch.24
Ch.25
Ch.26
Ch.27
Ch.28
Ch.29
Ch.30
Ch.31
Ch.32
Ch.33
Ch.34
Ch.35
Ch.36
Ch.37
Ch.38

Ch.18

1K 94 1
By sorazoe

     Pukul 04.00 pagi. Belum ada tanda-tanda kembalinya mereka yang mencari Bagas. Biru sudah berada di rumah Bagas sejak satu jam setengah yang lalu. Hati Biru sempat tersayat melihat Wulan, Nenek Bagas menangis hingga meronta-ronta, sedangkan Arif-Kakek Bagas duduk termenung di teras rumah dengan pandangan kosong, seolah sedang menanti titik semu.

     Saat ini, Biru sedang duduk di tepi ranjang, menemani Wulan supaya wanita tua itu tertidur. Mata wulan membengkak karena terus mengeluarkan air mata, sungguh Biru sangat tidak tega melihat Wulan rapuh seperti ini. Dalam hatinya terbesit pertanyaan, akankah sang Bunda akan seperti Nenek Bagas saat Biru tak ada, hilang entah kemana? Biru menghela napas berat.

     "Gas, pulang dong... Gak kasihan sama Nenek? Nenek khawatir..." Lirih Wulan, beberapa detik kemudian tubuhnya kembali terguncang dengan hebat.

     Biru mengambil napas dan menghembuskannya pelan. Gadis cantik itu mengelus pundak Wulan dengan iba, sesekali Biru menghapus aliran air di pipi keriput Wulan dan memeluknya. Sedari tadi Wulan tak banyak bertanya dan seolah tak peduli siapakah gadis yang sedang menemaninya dan menenangkannya saat ini, mungkin efek karena terlalu mengkhawatirkan Bagas hingga beliau tak peduli keadaan sekitar.

     Drrrt...

     Drrrt...

     "Halo?" Sapa Biru dengan nada panik.

     "Ru!" Jerit seorang gadis di seberang sana. Suaranya benar-benar parau, perasaan Biru berubah menjadi tidak enak. Ada apa ini?

      "Al? Kenapa Al? Halo? Al? Ada apa, Al? Jawab, Al!" Cecar Biru kalut saat suasana di sekitar sana hening.

      Untuk sekedar informasi, Biru sudah keluar dari kamar Wulan, gadis itu sudah meminta izin kepada Wulan untuk menerima panggilan tanpa memberi tahu siapa yang meneleponnya. Untung saja Wulan tak banyak tanya dan memilih untuk merebahkan diri kala itu.

       "Hiks... Bagas, Ru..."

      Air mata Biru menetes satu persatu dengan tempo yang sangat lambat. Perasaannya benar-benar kacau mendengar suara di seberang sana seolah seperti memberi kode bahwa ia berduka.

      "Bagas, dia..."

      "Al! Jangan setengah-setengah dong! Kasih tau gue, dia kenapa, Al!" Ujar Biru dengan emosi yang mulai tersulut.

      Biru sangat tidak suka jika ada seseorang yang membuatnya penasaran setengah mati di saat genting seperti ini. Ia benar-benar benci harus mendengar suara terbata-bata seperti yang sedang di lakukan oleh orang yang sedang meneleponnya di seberang sana.

      "Bagas udah berhasil di temuin... Ta-tapi... Tapi dalam kondisi..."

      "...Mengenaskan."

       Apa katanya? Mengenaskan? Mata Biru membulat penuh, tak kuasa menerima kenyataan pahit beberapa detik yang lalu, ia tak mampu menahan air matanya untuk tidak terus mengalir. Dadanya sangat sesak mendengar fakta yang baru saja di tangkap oleh indra pendengarannya. Otaknya berputar, mengingat kembali mimpi yang baru saja ia alami tadi malam. Biru mencoba menyadarkan dirinya sendiri, ia mencoba meyakini hati bahwa ini hanyalah syuting pementasan drama.

       "Biru? Lo masih di situ kan?"

      "Ada satu saksi yang bilang, Bagas kecelakaan, dia ngendarain sepeda nya ngebut banget, pas lagi di tikungan ada motor melaju kencang yang pengendaranya mabuk, Bagas ketabrak dan kepental sejauh sekitar lima meteran,"

      "Ru, gue mohon lo ke Rumah Sakit deket Pom Bensin sekarang."

      Tututututut...

      Prak!

      Ponsel Biru yang masih menempel di telinga terjatuh bersamaan dengan terputusnya sambungan telepon. Gadis itu jatuh terduduk, masih berharap ini sekedar mimpi. Ya, ini masih subuh, masih ada harapan untuk segera bangun dari mimpi buruk ini. Tapi itu mustahil. Ini kenyataan. Pahit. Memang.

      Biru terisak pelan, ia tidak bisa menangis meraung-raung menunjukan betapa menyiksanya kenyataan yang baru saja ia terima. Karena baginya, kenyataan pahit di tandai oleh air mata tanpa suara.

      "Biru?" Arif, selaku Kakek Bagas datang menghampiri. Lelaki tua itu duduk berjongkok di samping Biru, mengusap pelan lengan Biru.

      "Kek..."

       Biru merangkak ke pelukan Arif, lelaki tua itu merasa ada sesuatu yang tidak beres telah terjadi. Dengan satu kali tarikan napas, Arif menguatkan jantungnya yang sedikit lemah. Dan...

      "Bagas kecelakaan."

      Singkat.

      Padat.

      Jelas.


💎💎💎

       Sudah hampir tiga jam proses operasi Bagas sejak ia di larikan ke rumah sakit tersebut. Tak ada tanda-tanda perawat atau dokter yang keluar dari ruang operasi yang sunyi. Arif sedang tertidur di kursi ruang tunggu, Wulan pingsan saat mendengar kabar buruk itu dan wanita tua itu sedang berada di rumah, ia enggan melihat kondisi Bagas, tidak tega katanya. Sedangkan Biru dan yang lainnya, sedang berada direstoran cepat saji yang tak jauh dari rumah sakit untuk sarapan.

      "Ini salah gue. Harusnya gue tau diri,"

      "Al, lo ngomong apa sih? Niat kita ke sini baik, 'kan? Mau minta maaf dan nebus kesalahan?"

      Gadis berwajah blasteran berparas sangat cantik yang di sapa Al itu menangis tanpa menjawab pertanyaan lelaki di hadapannya. Seolah ini semua murni kesalahannya.

      Biru yang tak tahu menahu soal permasalahan mereka, hanya bisa diam sambil terus menyantap chicken soup nya dengan perlahan-lahan. Lelaki di hadapannya terus saja menatapnya, entah tatapan tak suka atau sebaliknya. Intinya, Biru merasa risih dan canggung di tengah suasana seperti ini.

      "Biru,"

      Biru yang sedang membuka mulut untuk mengangsurkan chicken soup ke dalam mulutnya harus terhenti. Menggantungkan sendok di udara dengan mulut yang masih membuka lebar dan mata menatap lelaki di hadapannya dengan tatapan bingung.

       "Yaudah, makan dulu, deh." Ujarnya sambil beralih menatap ponsel. Biru mengerjap kemudian menyuapkan makanan di atas sendok ke dalam mulutnya.

       Suara ringtone ponsel dengan alunan lagu Clean Bandit ft. Sean Paul (Anne-Maria) - Rockabye berhasil memecah keheningan dan kecanggungan di antara mereka. Ternyata, itu adalah suara ringtone ponsel lelaki tersebut. Mata dengan manik cokelat gelap itu melirik kedua gadis di hadapannya secara bergantian.

       "Papa Bagas telepon,"

       "Gue..."

       "Al, Ru. Gue izin terima dulu."

       Lelaki bermata cokelat gelap itu beranjak sembari mengusap layar ponselnya dan mulai berjalan menjauh dengan ponsel yang sudah menempel di telinganya.

      Biru masih terdiam. Sebenarnya sudah lama sekali ia menginginkan chicken soup yang sedang ia makan saat ini, namun jika ia memakannya di tengah kondisi seperti ini, siapa juga yang berselera?

      "Ru, lo sekolah dimana waktu SMP?" Tanya gadis cantik blasteran tersebut dengan niat untuk memecah keheningan yang sudah tercipta sejak tadi.

      "SMPN 953. Lo dimana?"

      "Udah gue duga lo berhasil masuk negeri,"

      Biru menyunggikan senyum sambil mengelus tengkuknya.

      "Gue SMP Gemilang Nusantara,"

      "Woah! Sekolah swasta paling favorit itu?" Jerit Biru, entahlah ia sangat terobsesi untuk masuk ke sana, padahal temannya yang lain sedang berusaha untuk masuk negeri. Ya, mungkin karena sekolah tersebut berbasis internasional dengan murid yang rata-rata blasteran.

      "Ya begitu deh."

      "Lo pantes masuk ke sana, murid di sana kan rata-rata blasteran."

      "Yahhh... Gak enak juga, pake gengsi gaulnya. Lo kan tahu, gue gak suka gengsi-gengsian dari kecil."

      Biru mengangguk dengan cengiran, ia hapal sekali bagaimana gadis di sampingnya ini bergaul dan berpakaian. Ia centil namun tidak menjaga penuh image dirinya alias gengsi. Ia hanya seorang gadis mainstream yang selalu takut melihat timbangan saat ia merasa dirinya mulai membengkak.

      "Aleora," Panggil Biru sambil menunduk.

      Ya, gadis blasteran di sampingnya ini adalah Aleora. Teman kecil Biru yang menyukai dan sangat genit dengan Arland. Masih ingat? Kenangan Biru saat mengingat masa kecilnya? Jika lupa, kembalilah ke chapter 2.

      "Kenapa?" Tanya Aleora.

      "Sebenernya--"

      "Hai! Maaf lama. Tadi, Papanya Bagas telepon nanyain Bagas. Gue ceritain semuanya dan dia cuma jawab 'Oh.' gila gak?" Cerita lelaki bermata cokelat gelap dengan mendramatisir dan sedikit berlebihan.

       Mata Biru dan Aleora membulat. Tidak percaya dengan apa yang ia ceritakan barusan.

      "APA?!" Jerit Aleora, ia berdiri sambil menggebrak meja hingga membuat makanan dan minuman di atas meja tersebut bergetar. Tak hanya itu, para pengunjung dan cleaning service juga terkejut sambil menatap ke arah mereka dengan penasaran dan bingung.

      "OM LUKMAN KOK JAHAT BANGET SIH?!" Teriak Aleora. Lagi, membuat orang sekitar semakin penasaran, bahkan ada yang berdiri untuk melihat suasana yang terjadi di antara mereka.

      "Al, duduk dulu kek! Kita omongin baik-baik, santai aj--"

      "HAH?! SANTAI GIMANA?! GUE--"

       "Maaf Mbak, dilarang membuat keributan dis--"

      "HEH! LO LAGI! LO SIAPA DAN LO TAU APA TENTANG MASALAH GUE, HUH?! BAC--"

       "APAAN SIH TARIK-TARIK TANGAN GUE EMANG GUE KAMBING?!!"

      Biru memejamkan matanya. Malu. Tentu saja. Para pengunjung juga menatap ke arah Biru dengan pandangan penasaran dan sedikit aneh. Ya, ia lagi-lagi dibuat canggung.

       "Maaf, Mas. Teman saya telat minum obat, nih Mas uangnya. Ambil aja kembalinya." Ujar Biru sambil buru-buru pergi dengan kaki terpincang-pincang.

      Si Mas pelayannya mengernyitkan dahi saat menghitung jumlah uang dan mencocokkan dengan jumlah tagihan, ia bingung sambil menggelengkan kepala. "Wong uangnya pas kok kembali? Welah dalah..."

       "Lo apa-apaan sih Kal?!" Protes Aleora tak terima. Alisnya mengernyit, matanya melotot dan kedua telapak tangannya mengepal erat-erat. Tampak bahwa ia sangat murka.

       "Lo yang apa-apaan?! Bikin malu aja tau gak!"

      "Ih, udah jangan ri--"

      "Bacot!" Seru Aleora dan lelaki bermata cokelat gelap secara bersamaan.

       Biru membulatkan mata, terkejut tentunya. Alhasil, gadis cantik itu memilih diam dan menontoni perdebatan antara dua insan di hadapannya yang entah kapan ujungnya. Padahal Biru sudah meringis merasakan nyeri di telapak kaki kanannya sejak tadi karena berdiri terlalu lama.

       "Haikal, Aleora, udah!" Desah Biru yang sepertinya sudah pusing mendengar perdebatan mereka.

       Yup! Lelaki bermata cokelat gelap tersebut adalah Haikal. Masih ingat? Jika lupa kembalilah ke chapter dua. Sebenarnya apa yang terjadi antara Haikal, Aleora dan Bagas?

        Akhirnya Haikal dan Aleora menghentikan acara adu debat mereka lalu melanjutkannya lewat adu mata, ya tentu saja mereka saling menatap sinis. Entahlah, Biru bingung harus apa, secara sejak kecil mereka tidak terlalu dekat. Biru paling dekat dan akrab dengan Aya. Ingat? Biru paling enggan bermain dengan Aleora, Aleora yang centil dan bawel sewaktu kecil selalu tak memberikan ruang untuk Biru berbicara atau menyampaikan pendapat. Lain dengan Ivy yang masih memberi kesempatan Biru untuk berbicara dan menyampaikan pendapatnya.

       "Mendingan kita tengok Bagas, yuk! Siapa tahu dokter udah keluar." Usul Biru sambil menatap Aleora dan Haikal dengan wajah melas.

       Haikal mengangguk menyetujui sedangkan Aleora sudah berjalan lebih dulu sambil menjejalkan tangannya ke dalam saku jaket maroon yang sedang ia kenakan.

       "Ru, lo ngefans, ya, sama Rachel Platten?" Tanya Haikal di tengah-tengah kesunyian perjalanan mereka menuju kamar rawat Bagas.

       Biru terkekeh mendengar pertanyaan itu dan menjawabnya dengan tersipu. "Iya, kok lo tau sih?"

       "Instagram lo captionnya lirik Rachel semua. Gue juga suka, sih, lagu nya yang Fight Song sama Better Place." Cerita Haikal seraya menyapu pandang.

      "Oh, bener juga. Iya, lagunya itu kayak mata pelajaran tentang hidup. Makanya gue suka."

      Hening.

       "I'll tell the world I sing a song its better place since you came long, since you came long,"

        "Your touch the sunlight through the trees, your kisses are the ocean breeze, everything all right when you're with me..."

       Haikal dan Biru saling tatap. Tertawa lalu terdiam sejenak, merasa canggung. Biru tidak menyangka bahwa Haikal hapal lagu yang sedang ia nyanyikan dan melanjutkannya. Haikal pun tak sadar saat ia melakukan hal itu.

       Perjalanan mereka terasa begitu sangat jauh dan mereka seolah berjalan lambat, padahal jarak restoran dengan kamar rawat Bagas tidak begitu jauh, hanya satu kali turun lift dengan melewati sekiranya empat koridor yang memang cukup panjang.

       "Kaki lo kenapa? Mau nanya lupa mulu gue dari tadi,"

       Baru saja Biru membuka mulut, Aleora langsung menginterupsi mereka.

       "Kal, gue mau ngomong serius sama Biru. Lo duluan aja." Ujar Aleora yang tiba-tiba membalikkan badannya.

       Tubuh Biru terasa mati rasa. Ia mematung dan merasa tak nyaman. Degup jantungnya tak beraturan diikuti pula oleh keringat dingin yang mengucur di dahinya. Ia merasa sedang berhadapan dengan guru konselingnya yang jika marah, dunia serasa kutub utara. Dingin, namun mencekam. Apalagi saat Haikal mengangguk dan berlalu pergi sendirian menyisakan Biru dan Aleora di koridor sepi rumah sakit.

       "Kenapa, Al?" Tanya Biru memulai.

      "Kenapa? Harusnya gue yang tanya itu!"

       Biru terdiam, tak mengerti.

       "Kenapa lo gak sadar juga kalo Bagas itu teman kita waktu kecil, Arland."

       Biru tercekat. Napasnya seolah terjerat hanya sampai tenggorokan saja. Apa? Bagas adalah Arland? Apa maksudnya ini?

       "Ma... Maksud lo?"

       "Bagas itu Arland!"

😊😊😊

HAIII!
Duh maaf bgt yaa baru update lagi 😂 aku habis kena WB parah 😔udah gitu aku juga lagi sibuk ujian dan saat ini aku lagi masa UNBK :') gak pernah sentuh wattpad deh keknya jarang :' saking stress sama nilai yang menurun, jadi nyepelein sesuatu yang aku jadiin cita2 utama :''

InshaaAllah aku mau tour ke jogja setelah UNBK berakhir 😄😆 doain aja perjalanannya lancar yoo 😀😁

Setelah wisuda, aku janji aku bakal update dua atau tiga chapter sekaligus 😊

Thankyouuu readers setiaaaaa 😄 ILYSM💞


 

Continue Reading

You'll Also Like

1M 99.8K 54
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
1.4M 67.5K 24
semua part pendek. "JIKA MENCINTAI TAK HARUS MEMILIKI, MAKA BOLEHKAN SAYA MENGHAMILIMU TANPA MENIKAH" Bimanuel Dirgantara. "GUE BUKAN HOMO BANGSAT"...
478K 5.7K 22
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
347K 12.2K 26
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...