Dylana

yoophorina tarafından

62K 1.9K 175

Ana yang seorang Bad Girl di sekolahnya harus mau merelakan waktunya yang berharga untuk Dylan, seorang Most... Daha Fazla

Dylan
First Meet
Satu langkah lebih dekat
What Makes You Beautiful
Live While We're Young
Bad Reputation
Bad Stalker
Bad Stalker part 2
Stalker
Bad Side
Senyuman yang Hilang
First Date
Senyuman yang Sempat Hilang
Berkencan
Sweet Talk
Overdose
Kisah Manis
Dilla
The Name is Called Best Friend
We're Best Friend
Relation-sweet
The Name is Called Kencan
Triple Date
The Storm is begin
Kehilangan Sebelah Sayap
Rapuh
Kecewa?
Axel si Moodboster
The Darkest Side
Senang dan Sedih Satu Paket
For the First Time
Perubahan Besar Ana

Andriana Caroline Enderson

3.3K 93 4
yoophorina tarafından

Seperti hari-hari biasanya. Meja makan yang kosong, rumah yang seperti tidak berpenghuni. Kadang, Ana memikirkan apakah ini yang namanya keluarga? Tidak, ia tidak pernah merasakan yang namanya keluarga.

Orang-orang bilang, hidupnya sempurna. Memiliki kecantikan fisik dan innerbeauty yang membuat perempuan manapun menatapnya dengan iri.

Tapi, orang-orang hanya melihatnya dari satu sisi. Dia juga memiliki banyak kekurangan. Hanya saja, tak ada yang tahu kekurangannya. Bukannya ia menutupi, orang-orang seolah buta akan kekurangannya.

"Selamat pagi Princess Ana," Key datang dari arah belakang dan mengapit lengan kanan Ana, sedangkan Ana hanya melihat sekilas dan melanjutkan perjanannya menuju kelas.

"Selamat pagi Princess Ana, Princess Elsa datang," satu lagi sahabat yang dimiliki Ana, Nara. Bevinda Nara Denita yang memiliki rambut hitam dengan mata berwarna hijau tosca. Nara satu-satunya sahabat Anna yang 'benar'.

"An, udah buat pr fisika ?" Key yang masih menempel dengan Ana langsung melancarkan tujuan utamanya menghampiri Ana dan mengeluarkan jurus kedipan mata yang membuat Ana maupun Nara memutarkan kedua bola mata mereka seolah jenuh dengan tindakan Key yang selalu seperti itu.

"Udah, ditas." Dengan sigap Key langsung mengambil buku latihan fisika Ana dan mulai mengerjakan dibangku depan miliknya, meninggalkan Ana dan Nara yang menampilkan ekspresi datar.

"An, lo nanti ketempat biasa ?" Tanya Nara ketika mereka sedang melihat keseluruh penjuru kelas yang sibuk menyalin tugas yang diberikan oleh guru pembelajaran kemarin.

"Iya," Nara maupun Key sudah terbiasa dengan sikap cuek dan judes yang selalu dilakukan oleh Ana, namun mereka seolah tidak gentar untuk berteman dengan Ana melainkan mereka makin mendekatinya dan menjadi sahabat hingga sekarang.

"Lo masih kesana ? Kenapa ?" Nara merasa iba karena ia tak menyangka orang yang ia kagumi selama ini banyak menyimpan rahasia kelam.

"Kenapa lagi ?" Ana menjawabnya dengan pertanyaan dan membuat Nara maupun Key terdiam seolah mengerti, tetapi mereka tidak mengerti perasaan Ana, sedikitpun.

"Lo harus buat pelarian yang positif An, jangan kayak gini," Nara mulai khawatir akan aktifitas yang sering Ana lakukan demi menghindari yang namanya pulang kerumah.

"Itu positif, gue dapet uang, dapet temen. Apalagi ?" Ana menatap Nara dengan heran akan pertanyaan konyol yang diajukan oleh Nara, tentu ia tahu betul apa saja yg ia lalui selama ini. Paling tidak, mereka tahu bagaimana sulitnya Ana beradaptasi akan hal baru.

"Kenapa gak lo nginep dirumah kita aja ?" Key membuka suara karena tadi ia mengerjakan tugas fisika yang sama sekali tidak diketahuinya.

"Gue gak mau ngerepotin kalian," selalu seperti itu, Ana selalu mengatakan kalimat yang sama atas pertanyaan yang sama pula.

"Kita gak bakal repot," ucap Key sambil tersenyum dan disambung dengan Nara yang mengatakan,"Kita sahabat, ingat ?" Jika dikatakan, perasaan Ana saat ini jauh lebih baik daripada tadi. Mereka sahabat, saudara, dan semangat Ana untuk menjalani hari-hari yang gelap.

"Gue masih nyaman dengan aktifitas gue itu," Ana menjawab dengan sekedarnya dan melihat handphone yang berdering seraya mengkumandangkan lagu history dari penyanyi barat favorite Ana, One Direction.

Setelah melihat sipemanggil, ia langsung menggeser lambang panggilan itu kearah kiri yang berarti mereject panggilan tersebut.

"Kenapa gak lo angkat ?" Nara yang melihat raut wajah Ana ketika melihat layar ponselnya langsung terbingung. Ana yang dilihatnya saat ini tidak seperti Ana yang ia kenal, ia terdiam dengan waktu yang cukup lama hanya karena panggilan seseorang yang mungkin memiliki pengaruh besar terhadap Ana.

Siapa ? Kenapa Ana seperti ini ? Batin Nara berteriak penuh keingintahuan.

Ana memang dekat dengan mereka, namun sejujurnya dialah yang paling jauh dari mereka. Ia begitu tertutup seolah membuat benteng pada dirinya untuk membuat tak seorangpun dapat memasukinya, termasuk mereka.

***

Pada waktu pembelajaran hingga saat jam istirahatpun Ana masih terdiam, merenungkan pesan yang diterimanya setelah panggilan yang ia reject.

Hingga saat jam pembelajaran dimulai lagi, serta Pak Hendra menjadi guru pengajar yang terkenal tidak akan segan-segan dengan orang yang tidak ingin mematuhi aturannya.

"Andriana Caroline Enderson, perhatikan saya atau anda keluar !" Suara Pak Hendra menggelegar seantero kelas, ia sedang berdiri didepan kelas dan menunjuk Ana seraya memelototkan matanya.

Dengan langkah santai, Ana berjalan melewati Pak Hendra dan berjalan menuju luar kelas. Melihat hal itu, Pak Hendra menjadi semakin marah dan membentak Ana sehingga Ana berhenti ketika sudah berada diambang pintu.

"ANA, MAU KEMANA KAMU ?!" Suara Pak Hendra membuat langkah Ana terhenti tanpa membalikkan badannya, seisi kelaspun terdiam melihat pemandangan langka yang terjadi dihadapan mereka.

"Kata bapak, saya disuruh keluar," dengan santainya Ana menjawab itu seraya melangkahkan kakinya meninggalkan kelas dan membuat amarah Pak Hendra semakin menjadi.

Jangan salahkan Ana jika ia memang tidak bersalah, atau kamu akan tau akibatnya. Seperti saat ini, ia berjalan menuju ruang guru yang sepi karena semua guru yang memiliki jadwal mengajar.

Dicarinya meja Pak Hendra dan ia membuang kopi yang sama sekali belum tersentuh oleh Pak Hendra.

Diambilnya kecap yang terdapat dipojok ruangan yang menyediakan gula, kopi, teh, sambal, saos maupun kecap.

Dituangkannya kecap itu kedalam cangkir dan diisinya dengan sedikit air panas. Setelah itu, ia menaruhnya ditempat semula.

Diambilnya serbuk yang selalu ia bawa kemanapun, dan dituangkan kedalam cangkir setelah itu ia aduk rata.

Sebuah senyuman terpantri diwajah cantik Ana, jangan pernah membuat gue marah pak tua batin Ana bersorak gembira mengenai hal yang terjadi kedepannya terhadap Pak Hendra.

Setelah itu, ia mengambil sebotol cairan dari dalam kantong roknya dan menumpahkan sebagian isinya kedalam kursi tempat Pak Hendra berada.

Setelah semua rencana sudah ia lakukan, dengan santainya ia berjalan keluar dari ruang guru dan berjalan menuju kantin.

***

"An, ini makan dulu, lo pasti gak sarapan," Key membawa sepiring Spaghetti Oglio Olio kesukaan Ana dan duduk disebelahnya. Nara menyusul dibelakang dengan membawa ramen serta tiga gelas Strawberry Smoothies.

"Key, lo biarin gue bawa makanan dan minuman ini ?" Sesampainya dimeja, Nara langsung mengerluarkan semua kalimat yang is tahan sejak tadi dan dengan kesal duduk dihadapan Ana dan mengambil jatah Ramen dan Strawberry Smoothies miliknya.

"Kan gue bawa pesanan princess dulu," sahut Key dengan wajah yang dibuat sepolos mungkin, sehingga membuat Nara hendak mengguyurnya menggunakan Strawberry Smoothies miliknya.

"Lagipula, lo juga udah pakai tray," Naa seketika terdiam mendengar lanjutan dari perkataan Key yang benar adanya. Ia kemari tentu saja menggunakan tray, jika tidak bagaimana ia bisa membawanya kemari dengan selamat ?

Kesal akan tingkah Key, Nara mulai memakan Ramennya dengan penuh emosi sesekali melirik Key dengan pandangan pembunuhnya.

Melihat pemandangan dihadapannya membuat Ana memperlihatkan sebuah senyuman tipis yang tak dapat dilihat oleh Key maupun Nara karena senyuman yang ia tunjukkan dangat tipis, mungkin hanya ia yang bisa merasakannya.

"Makan aja kalian ribut," Ana mulai memakan makanannya setelah mengucapkan kalimat itu dan membuat kedua sahabatnya memandanginya dengan tatapan yang takjub.

"Kenapa ngeliatinnya gitu ?" Ana sebal karena mereka masih memperlihatkan wajah yang menurutnya enggak banget.

"Ana mulai mengeluarkan suara emasnya," ucap Key dengan takjub seraya menopang wajahnya dengan kedua tangan, namun berbeda dengan Nara, ia menghentikan aktifitas makannya dengan sumpit yang berisi makanan menggantung diudara serta bibirnya yang sedikit terbuka.

"Apa ?" Ana kesal karena ia melihat reaksi sahabatnya yang berlebihan dan melanjutkan acara makan yang tertunda dengan sikap bodo wamat.

Seketika tawa Key dan Nara pecah karena melihat wajah mereka masing-masing yang membuat siapa saja yang melihat sampai geleng-geleng kepala.

Dering telepon Ana memanggilnya untuk segera diangkat. Dylan.

"Hai Na," Dylan memulai percakapan setelah Ana menggeser layar ponselnya menuju tombol hijau yang berarti ia mengangkatnya.

Ana hanya menjawabnya dengan berdeham dan melanjutkan acara makan yang tertunda itu.

"Kamu sudah makan ?" Ana mengernyitkan dahi sebelum menjawab dengan nada ketus andalannya,"Sudah,"

"Bagus deh, baru aku mau bawain kamu makanan," Ana yang mendengarnya hanya dapat memutar kedua bola matanya dengan jengah.

Karena tak mendapati sahutan dari lawan bicaranya, Dylan mulai berbicara lagi.

"Belajar yang benar ya, nanti pulangnya aku jemput," seketika Ana menghentikan makannya yang membuat Key maupun Nara serempak memandanginya yang menampakkan raut wajah tidak suka kepada lawan bicaranya.

"Tidak perlu," ucap Ana dengan nada ketus dan penuh penekanan akan ketidaksukaannya.

"Tunggu aku sayang." Setelah Dylan mematikan panggilannya, Ana mulai memijit dahinya akibat pening yang melandanya.

Ia heran dengan Dylan, sudah ditolak berkali-kali dia tetap gencar mendekatinya. Ana akui jika ia memang terpesona karena sikap Dylan saat pertama kali mereka bertemu.

Sosok yang dicarinya ketika sudah dewasa kelak, pemimpin sekaligus imam yang baik. Dylan satu-satunya orang yang berhasil masuk dengan mudah kedalam lingkup kehidupannya.

Dan ia takkan membiarkan Dylan dengan mudahnya masuk kedalam hatinya. Ia takkan membiarkan dirinya lemah hanya karena laki-laki yang tak ia kenali.

Seketika ia mendongakkan kepalanya karena merasakan tatapan penuh tanya dari kedua sahabatnya itu.

"Dari siapa ?" Key memulai pembicaraan karena melihat Ana dengan raut yang tidak bisa diartikan sembari menatap layar ponsel yang sudah meredup itu.

"Dylan," mereka tahu, dampak besar dari kehadiran Dylan bagi hidup Ana sekarang. Dan mereka hanya terdiam ketika perubahan lagi yang ditemui karena seorang Dylan.

"Dylan bilang apa ?" Walaupun merasa tidak enak hati, Nara memberanikan diri untuk menanyakan hal yang ingin diketahuinya.

"Gak penting," Ana mulai menjauhkan piring makanannya dan meminum Strawberry Smoothies dengan perlahan serta penuh penghayatan-menurut Key- dan Ana mulai melanjutkan pemikiran-pemikiran mengenai dirinya dengan Dylan kedepannya, yang pasti itu bukan hal positif.

"Nanti kita ke mall yuk," ajak Key ketika mereka telah menghabiskan makanan maupun minuman yang tersaji didepan mereka.

"Ayo," sebelum Ana mengeluarkan suaranya, Nara telah mendahuluinya dengan menyetujui tawaran Key dan bertos ria dengan Key.

Hari yang panjang batin Ana ketika mereka memaksanya dengan halus dan menghela nafas panjang.

***

"Ini atau ini, Na ?" Key berdiri dihadapan Ana dengan memegang dua buah baju dengan motif dan warna yang berbeda.

"Terserah," Key dan Nara telah terbiasa dengan semua sikap Ana yang terbilang labil.

"Yang ini bagus," tunjuk Nara pada pakaian yang berada ditangan kanan Key yang berwarna merah muda. Ana yang melihat Nara menunjuk pakaian itupun tersenyum tipis, ia tahu kesukaan Ana.

"Iya, gue juga suka baju ini," Key dengan semangat memberi pakaian itu kepada sales yang bertugas untuk membungkusnya sebelum ia bayar kekasir.

Ketika Ana memalingkan wajahnya kearah kanan, ia melihat dress yang menarik perhatiannya. Dengan segara ia menuju rak pakaian itu dan hendak mengambilnya.

Tetapi, ketika ia hendak mengambil dress itu, ada tangan lain yang hendak mengambilnya juga. Didongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang hendak mengambil barang yang diincarnya.

Cantik. Itu kata pertama ketika ia melihat seorang gadis dihadapannya yang memegang dress pilihannya.

"Maaf," ucap Ana sembari menarik tangannya yang sudah menyentuh pakaian impiannya dan hendak berbalik. Namun, tangannya ditahan oleh gadis itu dan Ana membalikkan badan hendak meminta penjelasan.

"Ini, lo duluan yang lihat," gadis itu memberikan dress yang membuat Ana jatuh cinta pada pandangan pertama ketika melihatnya.

Sebelum Ana menjawabnya, gadis itu mengulurkan tangannya hendak berkenalan.

"Gue Aurora, sepertinya kita punya kesamaan," Ana membalas uluran tangan Aurora. Namun, sebelum ia menyebutkan namanya, empat orang menghampirinya, atau mungkin menghampiri Aurora.

"Gue Ana," dari pertemuan pertama mereka, Ana mengetahui sifat Aurora yang baik, loyal maupun murah senyum. Sungguh, ia iri dengan Aurora yang selalu menampilkan wajah ceria yang selalu ia impikan.

"Ra, lo sudah dapat dress yang mau lo pakai ?" Salah seorang teman Aurora menghampirinya dengan membawa dua buah kantung belanja dengan merek terkenal.

Setelah tahu jika Aurora tidak sendirian, mereka berkenalan dengan Ana dan sangat antusias dengan sikap cuek Ana.

"Gue Raya,"

"Gue Zahra,"

"Si cantik Ariella,"

"Gue Cacha,"

Setelah berkenalan, mereka sedikit berbincang-bincang sebelum pembicaraan mereka terhenti karena Key dan Nara yang datang dengan puluhan kantung belanja yang membuat Ana geleng-geleng kepala karena tingkah mereka.

"Hai," sapa Key yang melihat Ana dikelilingi orang-orang yang tak dikenalinya.

"Kalian kembar ?" Tanya Nara ketika melihat dua orang disekitar Ana yang memiliki wajah yang serupa.

"Iya," Ariella menjawabnya dengan senyuman, namun berbeda dengan Aurora yang mengatakan,"Saya Upin, ini adik saya Ipin,"

Akibat candaan Aurora itu, seketika tawa mereka meledak dan orang-orang disekitar mereka melihatnya dengan pandangan 'biasa, anak muda.'

"Gimana kalau kita ngobrolnya di coffe shop depan ? Gak enak dilihat orang-orang." Usul Zahra membuat mereka tersadar akan keberadaan mereka ditengah-tengah toko pakaian dan sedikit meringis karena aksi heboh yang ditimbulkan.

Mereka berbincang seakan telah berteman selama puluhan tahun. Dari baju, musik hingga gebetan.

Ditengah perbincangan mereka, handphone Ana bergetar dan menampilkan nama yang membuatnya menghentikan tawanya. Dylan.

"Kamu dimana Na ?" Terdengar nafas Dylan yang tidak beraturan diseberang telepon dan Ana hanya dapat mengerutkan dahinya pertanda ia bingung.

"Di mall," ucap Ana dengan santai seraya melirik teman-temannya yang berhenti tertawa seraya melihat Ana dengan tertarik.

"Syukurlah, aku kira kamu dimana," terdengar Dylan yang menghembuskan nafas pelan.

"Kenapa ?" Kening Ana makin mengkerut karena jawaban Dylan yang ia bingungkan.

"Kamu lupa kalau aku mau jemput kamu ?" Jawaban Dylan membuat Ana terdiam. Seketika Ana membulatkan kedua bola matanya setelah mengingat hal yang terlupakan olehnya tadi.

"Lo dimana ?" Sekarang giliran Ana bertanya dengan suara yang terdengar panik. Ia sungguh lupa jika Dylan akan menjemputnya.

"Aku udah di mall, tunggu aku ya." Ucapan Dylan membuatnya terdiam dan merutuki ucapannya yang menyatakan bahwa ia peduli akan keberadaan Dylan.

Sebelum Ana menjawab, Dylan telah memutuskan panggilannya dan membuat Ana makin merutuki dirinya yang susah terkontrol karena efek yang Dylan berikan.

"Pacar lo ?" Tanya Aurora ketika melihat pandangan yang membuat mereka terkekeh geli.

"Bukan pacar, gebetan." Ucapan Key disambut dengan cubitan diperutnya serta tatapan tajam dari Ana.

"Kan gue bener," Key bersikukuh jika ia tidak bersalah karena ucapannya tersebut.

"Lo beruntung An," ucap Aurora dengan tersenyum miris, ia mengalihkan pandangannya kearah luar dan melihat pandangan yang menyakiti hatinya.

"Beruntung ?" Ana mengernyitkan dahi karena bingung akan pernyataan yang dikatakan oleh Aurora yang mengandung penuh makna.

"Lo dikejar orang yang sayang sama lo, sedangkan gue ngejar orang yang gak pasti soal perasaannya ke gue," ucap Aurora dengan tersenyum namun tidak mencapai matanya. Dari suaranya sudah mengatakan bahwa ia sedang sedih, marah, kecewa dan semua perasaan yang tidak jelas saat ini.

Mereka semua tersenyum dan mulai merengkuh Aurora kedalam pelukan mereka. Saat ini yang mereka lihat bukanlah Aurora yang ceria, penuh percaya diri dan selalu tersenyum dengan segala sesuatu yang menimpanya.

Dihadapan mereka saat ini, Aurora berubah menjadi orang yang rapuh, lemah dan mudah menyerah. Walaupun Ana, Key dan Nara baru mengenalnya sehari, tetapi mereka seakan telah mengetahui segala sesuatu tentangnya.

"Seorang Aurora galau ?" Ledek Zahra ketika melihat ada air mata yang membasahi pipi Aurora, seketika Aurora menghapus air matanya dan memukul lengan Zahra agar berhenti meledeknya.

"Gue gak galau," kilah Aurora seraya meminum pesanannya dan mengabaikan kata-kata yang membuatnya semakin kesal.

"Ana," panggil Aurora ketika mereka masih asik menertawainya. Pandangan mereka teralihkan ke Aurora yang memasang wajah serius.

"Kenapa ?" Ana mengerutkan dahinya yang entah sudah berapa kali ia lakukan hari ini.

"Lo kenal cowok berambut coklat, mata biru, dan punya lesung pipi ?" Tanya Aurora yang membuat Ana makin penasaran. Ia terdiam seolah mencerna kalimat yang barusan diberikan padanya.

Ciri-ciri itu mengingatkannya pada seseorang yang selalu ia sayangi. Seseorang yang kini tak bisa digapainya.

"Lo, tau dia ?" Jantung Ana berdegup dengan kencang saat menanti jawaban yang akan diberikan Aurora.

"Gue, liat dia dibelakang lo," ucapan Ana membuatnya membeku, sontak mereka-kecuali Ana- membalikkan badannya untuk melihat siapa yang dimaksud.

"Hai," Ana mendapatkan tepukan dibahunya dan membuat teman-temannya mengerutkan dahi. Ana langsung membalikkan badannya untuk melihat siapa yang dimaksud dan terdiam mengetahui orang yang menepuk bahunya tadi.

***

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

368 71 16
Seorang mahasiswa yang berkuliah di UNAIR. Clarissa Yunita Dia memiliki seorang ayah yang kejam dan keras terhadap dirinya. Dan Orang tua mereka pun...
613K 6K 5
• Cerita ketiga Samudera • Sekuel Cold Boy VS Bad Girl • Cerita lengkap tersedia di Dreame Rafli Razza Samuel Rafka Razza Samuel Cerita berlanjut men...
12.1K 286 14
Haruskan bully melandahku setiap hari. Bully yang selalu melanda setiap hari membuat ani frustasi Anithasya ini selalu dibully sama temannya sendiri...
73 51 9
⚠️⚠️ warning ⚠️⚠️ Kemungkinan besar cerita yang saya buat akan direvisi atau di perbaiki semuanya, dan ada satu cerita yang akan diganti judul, genre...