Draone: Winter et Amour

By CollabofMiracle

4.8K 497 127

Lonceng tahun baru pun berbunyi, Sambutan demi sambutan terdengar hiruk piruk awal tahun. Semua orang menyamb... More

Draone: Winter et Amour
You, I & Pigeon...? - vessalius04
Suprise? - Wizardcookie
Permohonan - Kazachan
Enough? - Hanathor04
Overdoze - LeafandFlower
Pathos - AoiKitahara
Lucky - millefeuilena
Winter - @ColorlessGirl0301
Kousei - AkariNozomi

My Gloria - mikazuu54

456 34 0
By CollabofMiracle

My Gloria

Fujimura Mamoru (Alive: Growth)xReader

Song-fict

Fujimura Mamoru belongs to Tsukipro

This story belongs to mikazuu54


30 Desember 2012

Dalam perjalanan pulang, seorang pemuda kira-kira berumur belasan tahun tengah berdiri di depan toko alat musik. Tangannya menyentuh dinginnya kaca toko sambil tersenyum kecil. Tak berapa lama kemudian, pemuda itu pergi. Syal coklat ia lilitkan kembali mengingat suhu lebih dingin waktu ini.

Aku melihatnya, pemuda berambut coklat-keunguan dengan mata sayu dan teduh, serta senyum tulus yang begitu menenangkan. Sudah kali ketujuh pemuda itu singgah ke depan toko alat musikku. Singgah rasa penasaran di benak, apakah dia menginginkan piano yang kupajang selama ini?

Diam-diam aku mengikuti pemuda itu. Rupanya ia berjalan dengan pelan. Sesekali ia melirik ke setiap toko, atau melihat langit yang mulai gelap, atau melihat lampu-lampu kota yang satu persatu dinyalakan. Rasa kagum terlihat jelas di dalam matanya. Spontan sudut bibirku terangkat membentuk senyuman tipis.

"Dia begitu natural."

Setelah puas mengikuti pemuda itu selama lima belas menit, aku kembali ke toko. Melanjutkan tugas berjaga hingga putri malam menuju puncaknya. Kusangka akan bertugas penuh, alih-alih lima orang anak datang dengan membawa instrumen musik masing-masing. Mereka menarikku setelahnya, "[Name] nee-chan, kau sudah berjanji pada kami mengajari kami."

Sekelebat ingatan mampir, malam ini aku harus mengajar anak-anak bermain musik. Segera kututup toko dan bergegas bersama kelima anak tersebut menuju studio musikku. Mereka terlihat girang saat aku bergabung. Cahaya pada mata mereka seperti tak akan redup begitu saja, membuat hati ini menjadi lebih hangat setelahnya.

"[Name] nee-chan, sebelum kami menemuimu, ada seseorang yang ingin ikut dengan kami. Apa kami boleh mengajaknya?" tanya Chiru, anak laki-laki teraktif yang pernah kuajar.

Aku hanya mengangguk sebagai balasan. Lantas Chiru berlari menuju suatu tempat tanpa mengucapkan apa pun. Aku terkekeh geli dibuatnya.

"Sembari menunggu Chiru kembali, kita pemanasan dahulu. Siapkan partitur yang nee-chan beri dua hari lalu!" tuturku seraya berjalan menuju piano. Membukanya perlahan dan mengatur sedemikian rupa agar siap digunakan.

"Sudah siap? Kita awali dengan nada dasar terlebih dahulu."

Pintu studio dibuka dengan keras, "[Name] nee-chan, aku kembali!"

Dunia serasa berhenti sejenak saat aku melihat siapa yang dibawa Chiru. Rupanya orang itu adalah dia, yang aku ikuti dua jam lalu. Senyum yang sama ia berikan padaku, "Selamat malam, Nee-san!"

Aku takdapat berkata apa pun. Terlalu awal bagiku untuk bertemu langsung dengannya.

"[Name] nee-chan, pipi nee-chan merah!" sorak anak-anak. Rasa terkejutku bertambah. Kututup pipiku dengan tangan, sedikit memalingkan wajah agar tak dilihat oleh pemuda itu. Samar terdengar kekehan kecil yang kuyakini milik si pemuda.

"Permisi, kami masuk."

Pemuda itu menutup pintu studio. Ia menggiring Chiru untuk segera bergabung dengan yang lain. Sementara aku berusaha untuk merubah sikap seperti biasa, walaupun sepertinya jantungku selalu berdetak takkeruan setelah pemuda itu tiba.

"Perkenalkan, namaku Fujimura Mamoru. Terima kasih telah mengijinkanku masuk. Mohon bantuannya, Nee-san!"

-----My Gloria-----

Fujimura Mamoru, seorang pemuda berusia delapan belas tahun. Berparas lumayan dengan penampilan sederhana. Natural adalah auranya. Siapa pun yang melihatnya, maka akan berefek pula.

[Name], seorang pemudi berusia dua puluh dua tahun. Berambut sebahu dengan warna coklat di ujung. Pecinta musik dan hidup seorang diri. Tak ada yang tahu mengenai siapa dia di masa lalu. Toko alat musik dan studio musik pribadi adalah hasil kerja kerasnya selama hidup.

"Fujimura-san, mungkin aku akan mengajarimu setelah anak-anak selesai. Bagaimana?" [Name] sedikit ragu, namun itu jalan terbaik untuk Mamoru yang sudah begitu tertinggal.

Mamoru mengangguk setuju, ia menunggu di belakang anak-anak. Memerhatikan permainan anak-anak dengan saksama, begitu pula dengan pengajarnya, [Name].

Selama sesi pembelajaran, anak-anak begitu terampil memainkan instrumen musiknya. Tak terkecuali [Name] yang begitu gemulai memainkan piano sebagai pengiring. Hingga tanpa Mamoru sadari, ia terus mengamati [Name].

Waktu terus bergulir, saatnya anak-anak kembali ke rumah masing-masing. Kini Mamoru berganti posisi setelah sembilan puluh menit menyendiri. [Name] menghampiri Mamoru yang tengah duduk di tengah ruangan.

"Maaf atas kelancanganku, apa Fujimura-san pernah memainkan alat musik sebelumnya?"

"A-ah ... itu ... aku ... belum pernah memainkan apa pun," lirih Mamoru.

"Maukah kau mempelajari piano? Pasalnya aku hanya bisa memainkan piano."

Mamoru menatap [Name] penuh harap, seakonyong-onyong [Name] adalah penyelamat hidupnya. Tak peduli apa yang akan dikatakan [Name] nantinya setelah mengetahui bahwa Mamoru tak berpengalaman. Ia hanya menginginkan keindahan musik.

"Bailkah, Mamoru-san. Silakan duduk di sini." [Name] memersilakan Mamoru berada di hadapan piano.

Di depan rentetan tuts piano, Mamoru mematung. Mengamati setiap bentuk tuts lantas menekan tuts bernada 'do'. [Name] dibuat tercengang oleh Mamoru. Mata [Name] membeliak disusul dengan perasaan reda.

"Fujimura-san, permulaan yang bagus." Senyum mengembang di kedua belah pihak. [Name] berdiri di samping Mamoru mengajarkan tiap tuts yang menghasilkan nada beragam. Mamoru melatih gerakan jemarinya di atas deretan tuts. Hingga akhirnya menghasilkan satu bait nada yang begitu menyentuh.

"Kau jenius, Fujimura-san. Aku tak menyangka Fujimura-san akan memainkan nada itu dengan begitu bagus. Pemahaman Fujimura-san juga begitu cepat. Sungguh luar biasa, Fujimura-san."

Pipi Mamoru sedikit memerah, tangannya ia letakkan pada tengkuk, "A-ah ... tidak, Nee-san. Aku tidak genius seperti yang Nee-san bicarakan."

"Fujimura-san terlalu merendah. Etto, bisakah Fujimura-san melanjutkan irama tadi hingga selesai? Aku yakin Fujimura-san bisa."

"Ba-baik."

Berbarengan dengan sebuah anggukan kecil, Mamoru memainkan nada demi nada yang ia buat. Berdasar pada kecintaannya pada musik, ia berhasil memenuhi permintaan [Name].

"Ini untukmu, Nee-san,"

[Name] memberi tepuk tangan kekaguman. Tanpa disadarinya, buliran air mata jatuh begitu saja menelusur pipinya. Mamoru yang melihat [Name] menangis, dengan sigap menyapu pipi [Name] lembut, "Nee-san, jangan menangis." Mamoru tersenyum lembut pada [Name]. Tangan besarnya ditangkup oleh tangan [Name]. Perasaan aneh menjalar ke hati masing-masing.

"Aku tak menangis, Fujimura-san." [Name] melepaskan tangan Mamoru kemudian.

"Tetapi Nee-san menangis. Apa aku menyakiti Nee-san?"

[Name] menggeleng pelan, tangan [Name] menangkup pipi Mamoru, "Itu karena Fujimura-san begitu jenius."

[Name] terkekeh kecil kemudian mengusap pelan kepala Mamoru. Mamoru tak bergeming menanggapinya. Ia hanya bisa merona merah di hadapan [Name].

"Etto ... nee-san, bolehkah aku pulang?"

[Name] melepaskan tangan dari wajah Mamoru, namun masih tak ingin melepaskan tangan dari tubuh Mamoru. Berganti mengelus kepala Mamoru, yang justru tak direspon oleh si pemuda.

"Boleh, Fujimura-san."

Mamoru beranjak, ia berterima kasih kepada [Name], dan mengucapkan salam perpisahan. Walaupun sebenarnya ia tak yakin, ingin pulang ke mana. Ia terhanyut dalam keheningan malam. Turunnya butiran salju turut menemaninya. Bersamaan dengan merekahnya suatu keajaiban dalam dunianya.

-----My Gloria-----

31 Desember 2012

Matahari menyembul dari ufuk timur, mengantarkan beberapa nikmat kepada penghuni bumi. Kicauan burung mulai bersorak-sorai menggugah para makhluk. Mamoru yang tengah duduk di gang kecil, menengadahkan kepala. Pengingat kecilnya bertengger di jemarinya. Tak henti burung itu bernyanyi di hadapan Mamoru. Mamoru mengulas senyum setelahnya. Kemudian burung itu kembali ke angkasa bersama kerumunan.

Wajah Mamoru terlihat pucat, dihiasi kantung mata yang begitu jelas. Tubuhnya bergetar karena dinginnya musim yang masih menyelimuti. Ia meringkuk, membiarkan tubuhnya ditimpa oleh terpaan udara dingin.

Namun, teringat sebuah bayangan seseorang dalam angan, seorang gadis yang begitu hangat. Mamoru mengulas senyum tipis, tubuhnya berangsur menghangat seolah-olah sebuah keajaiban menyelubungi dirinya.

"Fujimura-san?"

Bukan! Bukan keajaiban, melainkan kenyataan. [Name] berjongkok di samping Mamoru, meletakkan jas tebal miliknya ke tubuh Mamoru, "Apa yang Fujimura-san lakukan di sini sepagi ini?"

Mamoru tak bergeming. Ia masih meringkuk, wajahnya terlalu panas jika melihat [Name]. Ia belum siap.

"Tidak ada. Hanya saja aku ... sepajang hari berada di sini."

Seperti sebuah katana yang merobek inti kehidupan, [Name] mengatup. Tak seharusnya ia bertanya hal sensitif pada Mamoru yang baru ia kenal beberapa jam lalu.

"Kalau begitu ... maukah kau masuk ke rumahku?" Sebuah uluran hangat [Name] sukses membuat Mamoru menunjukkan wajahnya. Mata Mamoru berkaca-kaca seperti hendak menangis. Pipinya sedikit merona, namun bibirnya membiru.

"Fujimura-san terkena hipotermia. Ayo, ke rumahku! Setidaknya akan membuat Fujimura-san hanga‒"

"Nee-san berada di sini saja sudah cukup membuatku hangat."

Celetukan Mamoru membekukan [Name]. Seketika itu juga, Mamoru makin mengeratkan ringkukannya,"Bodoh! Aku kelepasan."

Tiba-tiba [Name] merengkuh Mamoru. Sontak Mamoru melepaskan ringkukannya, "Nee-san?"

Terdengar sesenggukan dari bibir [Name]. Mamoru memilih untuk diam kali ini, membalas rengkuhannya dan mengusap punggung [Name] secara perlahan.

"Fujimura-san, aku sungguh minta maaf." Mamoru terus menenangkan [Name] tak peduli hingga jas yang ia kenakan basah.

"Aku ... tak bisa ... memahami Fujimura-san."

"Tak apa, Nee-san. Lagi pu‒"

"Bukan! Bukan itu! Aku tak mengerti apa maksud Fujimura-san. Apakah Fujimura-san ingin aku menjadi pendamping atau Fujimura-san ingin aku menjadi pelindung. Aku tak mengerti."

Mamoru menelan ludah, tak mengira bahwa celetukannya akan berdampak besar.

"Walapun begitu, semua itu sama saja bagiku. Semuanya tak bisa kulakukan. Aku tak sanggup."

Udara sekitar terasa lebih dingin dari sebelumnya. Cahaya mentari perlahan meredup tertutup awan. Butiran salju kembali menghujani bumi wilayah timur. Layaknya sebuah kutukan, semua berubah drastis dan berkebalikan dengan harapan. Mamoru berhenti mengusap punggung [Name]. Tangannya terlalu kaku untuk melanjutkan.

"Aku datang kemari karena aku hanya ingin meminta maaf, Fujimura-san," lanjutnya seraya melepaskan pelukan hangatnya. [Name] meletakkan tangannya tepat di atas kepala Mamoru.

"Maaf karena aku peduli denganmu, maaf karena aku menyayangimu, maaf karena aku mencintaimu, dan maaf aku telah melukaimu juga. Maaf aku telah melakukan kesalahan kepadamu, Fujimura-san."

"Aku ... akan pergi dari sini dan melanjutkan studiku di benua Eropa malam nanti."

Sebuah kata yang begitu berat menghujam Mamoru. Ia tak percaya, kehangatan yang selama ini ia cari begitu cepat berlalu. Tatapan Mamoru layaknya ruang hampa, kosong. Pikirannya terlalu kacau untuk kali ini.

"Tak bisakah nee-san menundanya? Tak bisakah nee-san menemaniku hingga malam nanti?"

[Name] menggeleng lemah, ia kembali mengusap pelan rambut Mamoru yang begitu dingin. Mamoru terus mengamati paras [Name], tetap menahan gejolak emosinya.

"Sayangnya mereka telah menungguku di sana dan mengajakku merayakan tahun baru bersama malam nanti."

Kembali Mamoru hanya dapat menahan semuanya. Berawal dari beban hidup hingga beban emosinya kini.

"Ini semua sudah lebih dari cukup, Nee-san. Aku mendapatkan banyak hal dari nee-san, dan itu membuatku lebih baik. Mungkin suatu hari nanti aku aka‒"

Hening.

Tanpa seizin Mamoru, [Name] mengerumus pemuda empat tahun lebih muda darinya, memeluk tanpa hendak dilepaskan dan menciumnya. Melepaskan rantai emosi dalam dinginnya pagi di penghujung tahun.

Mamoru tak dapat membendungnya. Ia memberikan timbal-balik serupa. Di dalam gang kecil sebuah kota di samping toko alat musik, dan di bawah turunnya salju merupakan saksi bisu bingkai memori tersebut.

"Aku akan merindukan dirimu, [Name] nee-san, karena aku mencintaimu."

"Aku akan merindukanmu, Fujimura-san, karena aku menaruh hati padamu."

Pagi yang panjang bagi kedua belah pihak yang pada akhirnya dipisahkan oleh sebuah tujuan. Setelah mereka saling melepaskan kasih, [Name] pergi dengan memberikan jas dan piano miliknya pada Mamoru.

"Tumbuhlah menjadi pemuda yang baik, Fujimura-san. Suatu saat nanti Fujimura-san akan menemukan sebuah bintang yang akan menerangimu."

-----My Gloria-----

31 Desember 2016

Akhir dari perjalanan ini tak dapat terlihat,
Untuk mendekat merupakan mimpi yang cepat berlalu,
Aku merasa reda ketika aku melihat langit fajar,
Suatu hari harapan kita akan menjadi kenyataan,

Dalam kita berjingkat, kita mengintai,
Dengan kedua kaki pada dinding,
Kita hampir mencapai puncak,
Menatapnya dari hari demi hari,

Sebuah bintang bersinar turun,
Aku memikirkan dirimu,

My Gloria ....

Menggambar gambaran nostalga,

Dalam suasana kuning emas,
Dada ini tetap berkilauan,
Memproyeksi potongan mimpi,

Ketenangan malam begitu jauh,
Saat sebuah sampan mengapung,
Hanyut ke darat di negeri yang jauh,
Di antara kesadaran,

Berharap pada bintang jatuh,
Aku memikirkan dirimu,

My Gloria ....

Seperti seorang anak, aku membawamu,
Menimang dirimu seperti angin lembah yang bertiup,
Tersenyum seperti orang lewat,
Tinggal dalam sebuah mimpi,

Menggambar gambaran nostalgia,
Dalam suasana kuning emas,
Dada ini tetap berkilauan,
Memproyeksi potongan mimpi.

(Alive Growth-My Gloria)

"Mamoru-san! Mamoru-san!"

Mamoru tersentak, ia menoleh ke Ryota, "Ada apa?"

Ryota menghela napas panjang kemudian menunjuk ke arah balkon,"Kou dan Ken sudah datang. Tahun baru juga akan menyusul sebentar lagi."

"Maaf, aku tadi tak sengaja melamun. Baiklah, aku akan segera ke sana." Mamoru beranjak dari sofa, dibarengi oleh Ryota dengan membawa makanan ringan.

"Bagaimana dirimu kini, My Gloria? Bintang yang kau sebutkan kini berada di sekelilingku. Kuharap, kau melihatnya, My Gloria."

.

.

.

-----TAMAT-----

Catatan Author

Fyuh~ Akhirnya selesai juga oneshotnya. Maaf kalo misal OOC/typo/bingungin/kecepetan, soalnya Zuu terhanyut dalam suasana lagunya //apaini
Oh iya, oneshot di atas mengandung sedikit fakta Mamoru-san :")
Yang belum tahu, silakan cari di mbah siapa Fujimura Mamoru dari Alive Growth :3
Zuu: Fandom kecil *gelindingan* //gak
Oke, sekian dari Zuu. Mohon krisar dari kalian, ya ^^)o
Terima kasih banyak~

XOXO,

Mikazuu54

Continue Reading

You'll Also Like

42.2K 4K 22
Plak!!! Lisa terdiam merasakan panas di pipinya, saat kekasihnya yang dia cintai menamparnya. Hatinya terasa begitu sakit. Apalagi, dia melihat sang...
206K 31.4K 57
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
323K 3.7K 81
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
68.6K 8K 36
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...