After The Wedding

By reenitty

1M 54.2K 530

Menikah dengan calon Kakak iparku sendiri? Ini gila. Kami tidak dekat dan bahkan belum pernah berbicara satu... More

Prolog
1. Awal yang Baik
2. Rumah Kakak
3. Cemburu?
4. Pertemuan
5. Pria Tak Bersalah
6. Masa Lalu Tissa 1
7. Masa Lalu Tissa 2
9. Maaf
10. Terima Kasih
11. Honeymoon pertama
12. Calon Pacar
13. Keposesifan
14. Pria Penguntit
15. Kejutan Kecil
16. Kedatangan Badai
17. Pelarian
18. Pernyataan Cinta
19. Sebuah Sebab
20. Jangan Pergi
21. Terulang
22. Menunggu
23. Akhir
Epilog

8. Sinar Yang Gugur (Spesial Raffa)

39.2K 2.4K 12
By reenitty

"Aku mantan kekasihnya, Tian Kartanagara."

Kata-kata itu masih terngiang di kepalaku. Membuatku tetap terjaga sampai saat ini. Aku tidak mengantuk sama sekali. Semua kemungkinan sudah berkumpul dalam pikiranku. Aku tidak tahu bahwa ia memiliki mantan sebelumnya. Aku tahu, hubungan kami memang belum lama dan sudah seharusnya kami saling mengenal lebih dalam bagaimana masa lalu kami.

Saat ini kami sudah saling terbuka, bahkan hubungan kami maju sekali. Hanya, aku masih bingung dengan perasaanku. Aku ingin melindunginya, tidak menyakitinya, menjadi suami yang baik untuknya. Aku sudah berusaha mencintainya dan mengasihinya. Aku ingin kami selalu bersama.

Rasa posesifku mulai tumbuh. Aku tak ingin menjadi mimpi buruk yang kedua, yaitu kehilangan wanita yang aku cintai. Cukup kehilangan Arika, aku tak ingin Tissa pergi kali ini. Hadirnya Tian, membuatku khawatir akan Tissa. Raut wajahnya terlihat takut. Apa mungkin... dia masih mencintai Tian?

Sepulang dari makan malam, Tissa tak berbicara lagi. Yang aku tahu, setelah aku mengatakan bahwa aku suami Tissa, Tian langsung pergi. Sekarang dia sudah tertidur di sampingku. Mungkin sedang bermimpi indah.

Malam ini aku kacau sekali. Perasaanku bercampur aduk. Aku memang belum mencintainya, tapi aku jelas cemburu. Aku harap Tissa tak lagi mencintai pria itu.

-

Pagi ini aku terbangun dengan Tissa yang sudah tak ada di sampingku. Hari ini hari minggu, mungkin saja dia sedang memasak.

Aku turun dari kasur, beranjak melakukan rutinitas harianku. Mandi, sarapan, lalu pergi ke rumah sakit. Walaupun hari libur, aku tidak bisa meninggalkan rumah sakit. Pekerjaanku banyak. Terlebih aku seorang spesialis. Aku memang tidak menemui pasien secara langsung, tapi banyak dokter lain yang kadang membutuhkanku.

Aku melihat Tissa duduk merenung di meja makan. Sarapan sudah tersedia. Aku duduk di depannya. Membuat dia tersadar.

"Eh, Mas."

Dia mengambil roti dengan selai coklat diatasnya, menaruh di piringku. Kami kembali diam. Menikmati sarapan dengan keheningan. Tissa, dia pasti sedang bingung dengan perasaannya. Begitupun aku.

Arika... aku tidak lagi memikirkannya. Tanpa ku sadari, tentu saja. Malah sekarang aku selalu memikirkan Tissa. Saat bekerja, pikiranku penuh dengan pertanyaan seperti apa yang sedang dia lakukan, dia masak apa untuk makan malam, apa dia kesusahan melakukan tugas rumah, dan sebagainya. Aku sadar, aku sudah masuk ke dalam zona bahaya. Cinta... apa aku bisa merasakannya lagi setelah Arika pergi?

Aku mengambil kunci mobil diatas nakas. Suasana sekarang ini canggung, mungkin aku harus melakukan sesuatu.

"Aku berangkat dulu."

Tissa mengangguk tanpa melihatku. Hah, apakah dia benar-benar memikirkan mantannya itu?

-

Matahari sore menemani Jogja saat ini. Titik air membasahi bunga yang sedang ku bawa. Setelah hujan, matahari datang. Dengan kata lain, ketika datangnya bencana atau kesedihan maka kebahagiaan akan hadir setelahnya.

Aku masuk ke dalam mobil. Tidak banyak pekerjaan yang ku kerjakan di rumah sakit. Sebagai direktur, aku sibuk tapi kadang pekerjaan menumpuk bisa ku selesaikan cepat sehingga hari berikutnya aku lengang.

Jalanan cukup ramai di jam pulang kerja ini. Aku harus cepat sampai mini market, lalu pulang, kalau tidak waktu magrib akan lewat.

Aku berniat membeli camilan dan minuman yang bisa membuatku sedikit terkendali karena masalah-masalah sekarang ini. Semoga saja Tissa nggak marah.

Saat keluar, aku melihat di depan sebuah cafe tak jauh dari mini market. Seorang wanita yang sangat ku kenal.

"Tissa...?"

Ia masuk ke dalam mobil bersama... Tian!? Apa? Kenapa... kenapa... Tissa pergi bersama Tian?

Aku segera masuk ke dalam mobilku, mengikuti mereka dari belakang. Ya Tuhan, aku tidak salah lihat kan? Tadi benar-benar istriku. Kenapa dia melakukan itu?

Tak lama, mereka sampai di alun-alun selatan. Aku mengikuti mereka yang berjalan santai tanpa mengetahui kehadiranku. Rasanya hatiku tak tenang. Walaupun aku belum mencintainya, aku tak bisa biasa-biasa saja melihat istriku jalan bersama pria lain.

Mereka menghentikan langkah di depan beringin. Menyender berdua disana. Aku bersembunyi di dinding berlawan dari mereka.

"Tissa, aku tidak menyangka kamu sudah menikah."

"Iya."

"Kamu... benar-benar sudah menikah. Ah, aku tidak menyangka sekali."

"Kenapa? Apa masalah untukmu?"

Aku semakin menajamkan pendengaranku. Sepertinya mereka membahas sesuatu yang penting pada hubungan mereka berdua.

"Tissa... aku menyesal. Aku tidak ingin kehilangan kamu. Aku sayang kamu. Selama 3 tahun aku berpacaran dengan orang lain tapi aku tidak bisa menjalani hubungan dengan benar, aku selalu terpikir dengan masa lalu kita. Tissa, kumohon kembalilah."

Apa? Dia serius? Ini gila. Pria brengsek. Padahal jelas Tissa sudah menikah denganku. Apa maksud kembali yang ia bicarakan. Cih, pria tidak tahu diri. Rasanya emosi sudah naik ke ubun-ubunku. Tapi aku harus tetap tenang, mendengar sampai pembicaraan mereka selesai.

"Jangan konyol, Tian. Aku sudah menikah dan kamu tahu bahwa hubungan kita gagal dulu kan? Sadarlah, kita tidak bisa bersama."

"Aku sadar, Sa. Tapi aku sayang kamu. Saat kita berpisah, aku menyesal sudah melakukan kesalahan. Ini semua salahku. Tolong maafkan aku. Aku ingin kita bersana kembali."

"Aku..."

"Kamu tidak mencintainya, kan? Pernikahan ini bukan mau kalian kan? Aku kenal kamu Tissa. Kumohon, ceraikan dia."

Brengsek! Apa mau pria ini sebenarnya. Aku sungguh tak bisa bersabar lagi. Aku segera keluar dari persembunyianku. Melangkah cepat ke arah mereka. Tapi... apa ini? Apa yang ku lihat ini? Hah... apa...?

Mereka... berdua berciuman... di depanku? Duniaku seakan berputar, kepalaku pusing, perutku mual.

Bugh.

"Lepaskan! Jangan sentuh aku. Pergi!"

"Tissa, aku minta maaf."

Aku mengepal tanganku. Pandanganku membuyar. Tissa melihatku dengan pandangan yang sulit ku artikan. Panik, cemas, takut. Dadaku berdebar hingga rasanya sakit.

"Mas... Raffa. Mas ada disini..."

Tian menatapku terkejut. Dia sedikit menjauhkan diri dari Tissa. Alun-alun mulai ramai karena hari yang semakin gelap. Aku menatap langit dengan nanar.

Aku membalikkan badan. "Tissa, kalau kamu mencintainya, itu hak kamu untuk kembali padanya. Kita bahkan menikah dengan terpaksa. Maafkan aku."

Hatiku hancur, membuatku bahkan tak bisa berjalan dengan benar. Ini benar-benar sakit. Istriku... mencintai pria lain. Apa yang harus ku lakukan. Ucapanku barusan sangat berbanding terbalik dengan isi hatiku yang sebenarnya. Aku tidak ingin kehilangan Tissa.

-

Aku duduk termenung di pinggiran ranjang. Di tanganku sudah ada baju-bajuku. Mungkin aku akan tidur di kamar lain. Pintu kamar terbuka, menandakan Tissa sudah pulang. Entah apa yang ia lakukan dengan pria brengsek itu tapi aku tidak peduli. Hatiku sedang kacau sekarang.

"Mas."

"Aku akan tidur di kamar lain. Selamat malam."

Aku menutup pintu dan bersender. Hah, apa yang akan terjadi pada hubungan kami? Pernikahan ini baru masuk bulan ke 3 dan kami sudah dapat masalah begini. Kenapa pria itu harus hadir lagi di kehidupan Tissa? Sudahlah, mungkin ini memang cobaan di awal pernikahan kami. Tidak apa-apa, aku yakin kami bisa melaluinya.

Masuk ke kamar, aku berniat mandi. Pandanganku beralih ke atas nakas. Bunga yang sore tadi ku beli untuknya sia-sia saja. Padahal aku ingin memberinya agar kami tidak dalam kecanggungan lagi, tapi aku malah mendapatkan yang lebih sakit dari kemarin. Aku mengambil bunga mawar merah muda itu, membuangnya ke tempat sampah di sebelah nakas.

Aku kacau sekali. Entah apa yang terjadi pada hatiku saat ini. Aku merasa sesuatu yang aneh. Cemburu, marah, sakit hati. 3 bulan pernikahan kami, baru kali ini aku merasakannya. Sesuatu yang berbeda. Selama ini terjadi dan baru sekarang ku sadari. Benarkah perasaan itu yang sedang kurasakan, aku masih belum yakin.

-

Kalau semua part tembus 200+ vote, bakal publish part 10. Ditunggu readers ^^

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 77.7K 37
#Dewasa
817K 76.8K 20
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
805K 35.5K 48
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
1.4M 174K 36
Aryan Virendra Atharrazka, seorang pengacara berusia 26 tahun, anak kedua dari pasangan Abyan dan Zara. Tak pernah menjalin asmara dengan perempuan m...