Prince or Princess (DALAM PRO...

By AleenaLin

140K 12.8K 2.3K

(๐™ผ๐š˜๐š‘๐š˜๐š— ๐š–๐šŠ๐šŠ๐š, ๐šŒ๐šŽ๐š›๐š’๐š๐šŠ ๐š‹๐šŽ๐š•๐šž๐š– ๐š๐š’๐š›๐šŽ๐šŸ๐š’๐šœ๐š’. ๐š‚๐šŠ๐š›๐šŠ๐š ๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐š”๐šŽ๐šœ๐šŠ๐š•๐šŠ๐š‘๐šŠ๐š— ๐šŽ๐š“๐šŠ... More

โœ” Chapter 1
โœ”Chapter 2
โœ”Chapter 3
โœ”Chapter 4
โœ”Chapter 5
โœ”Chapter 6
โœ”Chapter 7
โœ” Chapter 8
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Ellea Memories
chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Perpisahan Sementara
Notice Me Senpai^^

Chapter 9

3.9K 430 29
By AleenaLin

.
.
.
Kamar Ren 01.05am....

"Ukh.."

Ren membolak-balikan badanya diatas kasur. Ia tak bisa tidur, katong matanya mulai terlihat, matanya mulai berat, namun apadaya ia tak bisa menidurkan dirinya. Dalam pikirannya terus terngiang perkataan Vier. Pantas saja selama ini Vier memperlakukannya seperti perempuan. Memang benar ia bukan orang yang pandai menyamar apalagi menutupi sifat perempuannya yang cengeng itu.

Ren beranjak dari tempat tidurnya. Digapainya sebuah hoddie berwarna hitam dengan sedikir garis tak beraturan berwarna emas. Ren melangkahkan dirinya keluar dari kamarnya, lorong-lorong terlihat gelap karna hanya diterangi oleh penerangan yang minim. Sinar rembulan menerobos masuk dari jendela kaca yang tertempel di hampir setiap sisi lorong.

"Mau kemana dia malam-malam begini? Cih, meropotkan saja." Felix mengambil jaketnya dan diam-diam mengikuti Ren dari belakang. Mau tidak mau, suka tidak suka harus tetap dilakukan begitulah prinsip seorang anggota elit seperti dirinya. Apalagi ia berada pada posisi anggota utama pasukan elit, sangat sulit untuknya mengelak misi.

Ren berhenti di sebuah kolam buatan, ia duduk di kursi yang terletak di tepi kolam. Air di kolam memantulkan bentangan langit gelap yang dihiasi bintang-bintang. Cukup terang untuk malam yang sedikit berawan.

Felix berdiri bersandar di balik pohon sembari terus mengawasi Ren. Ditemani sebuah permen loli mungkin cukup untuk membuatnya diam di tempatnya. Memang membosankan mengawasi seorang Ren, mungkin butuh kesabaran ekstra dan pengertian penuh. Bahkan itu semua sulit untuk orang sejenius Vier, apalagi untuk Felix yang kurang mengerti tentang perasaan orang lain. Setidaknya ia lebih mengerti dibanding Rezel.  "Apa sih yang ia lakukan." gumam Felix terus mengamati pergerakan Ren yang tetap terdiam di tempat.

Terdengar suara deringan ponsel dari saku Felix cukup keras. "Ah, sial di saat seperti ini." desis Felix. Untung saja Ren tak mendengarnya. Felix segera mengangkatnya.

"Hoy, Felix bisa kita bertemu, aku tahu ini mengganggu tidurmu tapi ini lebih penting." terdengar suara Vier dibalik telepon. " Hey, bisa nanti saja." jawab Felix setengah berbisik. "Apa kau mementingkan tidur cantikmu itu?" sindir Vier. "Hey hey, jika tidak karna misi ini aku masih tertidur lelap di ranjangku." balas Felix tak mau kalah, mungkin mereka akan debat. "Apa? Kau sedanga apa?" Felix menghela nafas. "Aku sedang mengawasi Ren, bodoh." gertak Felix sebal. "Ren? Saat ini?" tanya Vier tak percaya. "Wah, niat sekali ya kau. Mungkin kau bisa mengambil misi ini sepenuhnya." kata Vier disela dengan suara tawa kecil. "Diam kau!" Felix terlihat makin sebal. "Baiklah, tunggu sampai aku datang, serahkan Ren padaku. Kita akan bicara besok." kata Vier membuat Felix senang. "Itu yang kutunggu-tunggu." Felix tertawa kecil. "Dasar...."

Back to Ren.....

"Menyebalkan sekali. Kukira disini aku akan dapat teman baru dan lebih menyenangkan dari sebelumnya, tapi kenapa semakin buruk. Kenapa aku dijadikan target bully-an." Ren menghela nafas panjang. Ia memejamkan matanya merasakan semilir angin yang menerpanya. "Suasana di panti asuhan seperti apa ya sekarang? Aku merindukannya."

"Tak baik malam-malam kau keluyuran, sendirian pula." Ren mendongakkan kepalannya mendapati Vier sudah berdiri di depannya. "V-vier, apa yang kau lakukan disini?" Vier duduk di samping Ren. "Mencari kelinci." Ren mengernyitkan dahinya. "Kelinci!?" Vier terkekeh. "Hey, jangan tertawa." sentak Ren. "Apa yang kau lakukan disini, hah?" Ren terdiam. "Hey, jangan terlalu dipikirkan, apa aku membuat teka-teki konyol?" Vier kembali terkekeh. "Aku hanya sedikit memikirkan bagaimana bisa kau tahu tentangku?" Ren menatap Vier penuh haralan Vier akan menjawab semua pertanyaannya.

"Bukankah sudah kubilang, jika ingin tahu kenapa aku tahu tentangmu jangan jauh-jauh dariku." kata Vier dengan sikap ceria yang sedikit memudar, seakan sifatnya seketika berubah menjadi dingin. "Ayo kembali kuantar kau." Vier bangkit dari duduknya. "Tidak mau, aku belum mau kembali." jawab Ren tanpa melihat sosok Vier yang mulai dingin.

"Ren kau memilih mati dengan cara apa?" Ren mengernyitkan dahinya, ia menatap bingung ke arah Vier. "Kenapa kau tanya seperti itu!?" Vier menyeringai menampakkan senyum sadisnya. "Cepat beranjak atau kuseret kau!" kata Vier cukup membuat Ren merinding.

"Ayo!"

Vier menarik tangan Ren, seperti biasa tarikannya pasti meninggalkan bekas warna merah. Yang bisa dilakukan Ren hanyalah 'pasrah'. Menurutnya menghadapi orang 'aneh' seperti Vier butuh ketabahan ekstra.

"Lain kali jangan keluar malam-malam sendirian, kau ini perempuan." Vier kembali mengoceh. "Tak ada yang tahu aku perempuan selain kau kan?" kata Ren santai. "Tidak sebaik dugaanmu." Ren menatap Vier penuh selidik. "Apa?" Vier merasa Ren menatapnya yang membuatnya tak nyaman. "Apa maksudmu?" Vier menghela nafas. "Bukan apa-apa, cepat tidur aku akan membunuhmu jika kau terlambat." kata Vier lalu berbalik meninggalkan Ren di depan kamarnya.

"Dasar Psychopath atau bipolar disorder aku gak tahu harus panggil dia apa?"

.
.
.
.
.
Kelas Ren 10:20am......

"Setelah ini begini hah selesai..." Ren mainkan bolpennya seraya membaca soal matematika. Ia melirik kursi di seberangnya, kosong. "Vier izin lagi kemana dia?"

Kring.....

Akhirnya bel istirahatpun berdering. "Ren!" seperti biasa Syira datang tepar waktu. "Syira jangan teriak-teriak!" Syira hanya tertawa melihat ekspresi Ren. "Ayo ke kantin!" Syira menarik tangan Ren keluar kelas.

"Pelan-pelan Syira!" Ren terlihat kewalahan mengimbangi langkah Syira, yang mungkin terlalu bersemangat. "Ayolah Ren, lebih cepat sedikit. Kita akan kehabisan waktu istirahat." kata Syira tanpa menghentikan langkahnya.

"Ayo kejar aku Ren!" Syira berlari lebih cepat lagi. "Ah, dasar Syira."

Bruk!

Syira menabrak seseorang hingga terjatuh. "Kau tak apa?" kata orang itu seraya mengulurkan tangannya. "Ah, iya. Aku tak apa." Syira menyambut tangan orang itu lalu berdiri. Berdiri seorang laki-laki dengan surai pirang kecoklatan dengan manik keemasan. "Maaf aku tak melihatmu." kata Syira menahan malu. "Haha, tidak papa kok"

"Apa kau murid baru? aku tak pernah melihatmu," tanya Syira menyelidik. Dia memang paling hafal wajah-wajah siswa Royal High School. "Bukan, aku hanya sedang ada tugas disini," jawan laki-laki itu. "Maknanya kau seorang anggota elit?" laki-laki itu mengagguk. "Yah, bisa dibilang begitu."

"Jadi siapa namamu?" tanya laki-laki itu membuyarkan lamunan Syira. Ia kebiasaan ngelantur jika sedang bicara dengan orang. "Ah, sampai lupa. Namaku Syira Mirenta, kau bisa memanggilku Syira. Dan kau?" tanya Syira balik. "Namaku Eldeaz Stoffen." jawab laki-laki yang namanya adalah Deaz. "Sepertinya aku agak sibuk, sampai jumpa," kata Deaz berpamitan. "I-iya, sampai jumpa," balas Syira seraya melambaikan tangan.

"Syira!"

Ren memegang pundak Syira sehingga membuat Syira terkejut. "Kau mengejutkanku Ren," keluh Syira. Ren tertawa melihat mimik wajah Syira ketika terkejut. "Hey, jangan marah," goda Ren. "Ya ya, ayo ke kantin!" Syira kembali menarik tangan Ren, mungkin untuk jaga-jaga agar tak menabrak orang lagi. 

.
.
.
Kantin Royal High School...

"Sering-sering ya Ren kau temani aku habisin voucer makannya." Syira memulai percakapan setelah menelan suapan pertamanya. Ren tersenyum. "Yah, jika si mata safir itu tak memadatkan jadwalku," dengus Ren seraya menyeruput minumannya. "Sepertinya Vier perhatian sekali padamu, kenapa ya?" Ren menaikkan bahunya. "Aku tak peduli, dia itu menyebalkan." Syira terkekeh mendengar jawaban Ren.

"Lalu, menurutmu bagaimana Rezel itu?"

"Rezel? Menurutku dia itu... Tunggu!" Ren menatap penuh selidik pada Syira. Begitu pula Syira, ia terdiam melihat tingkah Ren. "K-kenapa?" Syira mengenyitka dahinya. "Kau suka dengan Rezel, ya?" teriak Ren cukup keras sehingga semua yang ada di sana menoleh padanya.

"Umm... Maaf." nah lho jadi malu sendiri.

"A-apa sih Ren." terlihat semburat merah memenuhi pipi Syira. "Jangan bohong, kau saja ngomongnya putus-putus." Ren semakin memojokkan Syira, agar ia berterus terang. "A-aku gak bohong kok, l-lagian siapa yang ngomonongnya putus-putus." Ren tertawa geli mendengar cara bicara Syira. "Ren!" sekarang wajah Syira sudah seperti kepiting rebus.

"Tak usah malu, Syir. Kau berani bohong dengan temanmu ini?" Ren menggoda Syira agar berterus terang. "Baiklah baiklah. Aku suka dengan Rezel." skak mat. Ren terkikik mendengar pernyataan tegas Syira. "Ren... Jangan tertawakan aku!" Syira mengembungkan pipinya sebal. "Baiklah..." Ren menghapus air matanya. "Bagaimana kau bisa suka denga Rezel, hah?"

"Uhm... Entahlah. Menurutku dia itu unik, walau tingkahnya pecicilan ternyata kalo diam cool  juga ya." Syira bercerita sambil tersenyum. "Baru tahu ada yang suka Rezel." Ren menahan tawanya. "Hey, dengar ya Ren. Rezel itu termasuk dalam daftar cowok expensive di sekolah ini." Ren mengeryitkan dahinya. "Emangnya Rezel dijual ya?" Syira menepuk dahinya. "Bukan, maksudku jajaran anak beken, kurang lebih begitu, sih," terang Syira. Ren hanya ternganga mendengar penjelasan Syira. "Kau tak tahu? Ada beberapa hiearki di sekolah ini, dan tingkatan expensive itu paling tinggi. ." Ren terbengong tak mengerti penjelasan Syira.

"Terserahlah, apapun itu pasti aku di posisi paling bawah." dengus Ren. "Yah, kalo lagi mode cowok gini sih bisa jadi, tapi mungkin kalo mode cewek lumayan, kayaknya." Ren mangut-mangut mendengar penjelasan Syira. "Ah, sudahlah Ren."

Area latihan 16:00

Ren hanya terbengong mendengar penjelasan Felix yang terlalu formal. Dia sudah seperti guru yang usianya sudah lebih setengah abad, penjelasan sama sekali gak nyantol ke pikiran Ren.

"Masih gak jelas juga? Kau ini pernah belajar element gak sih?" Felix mulai kehabisan kesabaran. "Perlu kau tahu, ya Felix. Aku ini sama sekali belum pernah belajar yang namanya element, ditambah lagi penjelasan materimu itu sudah seperti guru yang udah kakek-kakek formal abis," saut Ren mulai sebal. Felix menepuk keningnya. "Baiklah, ayo langsung praktek saja!"

"Tentunya Vier sudah menjelaskan bagaimana cara menggunakan element kan?" tanya Felix berharap mendapat jawaban yang pas. "Yup, sedikit," jawab Ren seraya menunjukkan jari jempolnya. "Oke, kita mulai caranya mengubah element menjadi senjata!"

"Pertama yang harus kau lakukan hanya membentuk bola element."

Felix mengalirkan element di tangan kanannya. Element Felix lebih mirip gumpalan batu kristal. "Lalu bayangkan apa senjata yang ingin kau buat ." seketika bola element di tangan Felix berubah menjadi sebilah pedang.

Felix tersenyum angkuh ke arah Ren. "Sekarang coba!"

Ren menggertakkan gigi melihat senyuman sombong Felix itu. Ia mulai membentuk sebuah bola element. Terbentuklah sebuah bola element berwarna kuning keemasan. Pertahankan..pertahankan..

Puff ...

Lagi-lagi bola elementnya tak bertahan lama.

"Kau ini bodoh atau gimana sih?" Felix menggerutu lagi. "Terserah kau saja. Kau ini kebanyakan menggerutu, gak ada hasilnya," balas Ren membuat Felix sebal. "Kau ini yang lamban, Ren!" gertak Felix. Ren menatap Felix tajam, lalu berbalik dan berjalan pergi.

"Woy, mau kemana!?"

Ren tak menyaut Felix. Sepertinya mereka berdua tak akan akur.

.
.
.

"Apa yang ingin kau bicarakan,Vier?" terasa aura dingin antara Vier dan Felix. Sepertinya akan ada pembicaraan serius antara mereka.

"Aku hanya ingin mengingatkanmu, lusa aku akan memulai misi penyelamatan. Otomatis pengawasan terhadap Ren sepenuhnya ada padamu, kuharap kau tak lengah."

Felix menghela nafas. "Apa tak ada pembicaraan yang lebih penting? Kau membuang waktuku, Vier," dengus Felix menatap Vier malas. "Aku tak bercanda, Felix!" gertak Vier membuat Felix terdiam. "Kau hanya tak tahu siapa Ren sebenarnya, bahaya yang mengintainya cukup besar bahkan aku pun tak yakin bisa melindunginya. Dan bisa saja penculikan Lya hanya untuk pengalihan," terang Vier dengan emosi meluap-luap.

"Oke, aku mengerti," saut Felix tanpa emosi. "Dan ingat!"

"Jauhkan Ren dari si Abu-abu itu!"

To be continued......

===========

Rabu.. Rabu... Oh EMEJING!!

Loha ini hari rabu, sudah lama Prince or Prince gak up, ada yang kangen?

Readers: Enggak! *lempar botol*

Ah, oke aku ngerti (T_T)

Pasti ada alasan di balik hiatusnya Prince or Princess...

Semua itu karena...
.
.
.
.

Ide saya mentok!!

Saya terpakasa mencari alternatif jalan lain untuk lanjutin nih cerita. Karena kalo pake ide lama nih cerita bakal ending muda. Akhirnya saya temukan alternatif, akan diperpanjang, yey (^.^)/

Readers: huuuuu.... *lempar botol*

Sekian terimakasih sudah mampir ( ^∇^)

See yo next chapter....

Continue Reading

You'll Also Like

1M 92K 45
(๐’๐ž๐ซ๐ข๐ž๐ฌ ๐“๐ซ๐š๐ง๐ฌ๐ฆ๐ข๐ ๐ซ๐š๐ฌ๐ข ๐Ÿ) ๐˜Š๐˜ฐ๐˜ท๐˜ฆ๐˜ณ ๐˜ฃ๐˜บ ๐˜ธ๐˜ช๐˜ฅ๐˜บ๐˜ข๐˜ธ๐˜ข๐˜ต๐˜ช0506 า“แดสŸสŸแดแดก แด…แด€สœแดœสŸแดœ แด€แด‹แดœษด แด˜แดแด›แด€ ษชษดษช แดœษดแด›แดœแด‹ แดแด‡ษดแด…แดœแด‹แดœษดษข แดŠแด€สŸแด€ษดษดสแด€ แด„แด‡ส€ษชแด›แด€โ™ฅ๏ธŽ ___...
225K 14.3K 22
KAILA SAFIRA gadis cerdas berusia 21 tahun yang tewas usai tertabrak mobil saat akan membeli martabak selepas menghadiri rapat perusahaan milik mendi...
1.8M 145K 103
Status: Completed ***** Thalia Navgra seorang dokter spesialis kandungan dari abad 21. Wanita pintar, tangguh, pandai dalam memasak dan bela diri. Th...
20 Seson By Iski

Historical Fiction

272 79 20
[UNBK WGA Gen 9] [The History Journal] . . 20 leluhur menatapmu. Cawanmu terangkat dan telah diisi arak merah. 20 leluhur tertawa. Rasa pahit arak me...