Bastyasaka's Thirteen Terrors...

By revendi_

53K 1.7K 307

SMA Negeri 3 Jombang... Atau yang biasa disebut dengan Bastyasaka. Dibalik suasana rindang dan nyaman dari se... More

PROLOG
#1 - Patung Ki Hajar Dewantara
#2 - Ruang Ekskul Teater (Spilut)
#3 - Toilet Depan Parkiran Kelas Sepuluh
#5 - Kembaran Dari Guru
#6 - Ruang UKS

#4 - Sumur Tua Di Area Kelas Sepuluh

6.3K 217 33
By revendi_




Namaku Fira. Aku bersekolah di SMA Negeri 3 Jombang dan masih duduk di kelas sepuluh, tepatnya kelas sepuluh ipa dua. Hari ini aku mempunyai agenda untuk melakukan tugas kelompok biologi dengan teman sekelasku sepulang sekolah. Yah, meskipun rasanya malas sekali, namun aku harus terus ingat bahwa tugas itu akan dikumpulkan minggu depan.


Setelah bel sekolah berbunyi tiga kali, itu menandakan bahwa jam pelajaran sudah berakhir. Suara riuh para siswa seolah menggema di seluruh penjuru. Derap kaki mereka yang beranjak meninggalkan kelas terdengar bersamaan dengan deru sepeda motor yang melaju meninggalkan area sekolah.


Entah kenapa, sekolah langsung terasa sepi setelah lima belas menit berlalu seusai bel sekolah berbunyi. Tak seperti biasanya, para siswa kelas sepuluh yang lain langsung bergegas pulang. Mungkin karena cuaca sore ini terlihat mendung. Dan ya, aku baru teringat kalau hari ini hari Sabtu. Jadi, tak salah jika mereka semua mempunyai niat untuk cepat-cepat pulang ke rumah, merebahkan tubuhnya di kasur, dan beristirahat setelah seharian penuh berkutat dengan buku-buku pelajaran.


Membayangkannya saja membuatku jadi ingin melakukan hal itu. Ah, enaknya...


"Fir, ayo mulai diskusinya, kita lanjutin yang kemarin! malah ngelamun di pinggir tembok..." tiba-tiba lamunanku dibuyarkan oleh teriakan Dinda yang terdengar dari depan kelas.


"Hehe, maaf, Din. Iya, ayo!" aku berjalan ke depan kelas dengan perlahan. Kudapati mereka semua sedang duduk melingkar sambil mengetik materi di laptop.


Aku sedikit kaget, tak tahu jika kelasku sudah sepi dan kosong melompong. Hanya tersisa aku dan dua orang temanku yang berada di dalam kelas ini. Sungguh hebatnya aku saat sedang melamun. Sampai-sampai tak memperhatikan keadaan sekitar sama sekali, batinku dalam hati.


Akupun duduk dan bergabung dengan mereka. Mulai mencoba mengikuti sampai mana diskusinya. Ternyata masih sampai di sub bab satu, dan itu berarti tersisa empat sub bab lagi. Aku menghela nafas pelan, saat kulihat jam tanganku menunjukkan pukul tiga sore.


Akupun kebagian tugas untuk mencari materi-materi yang penting di buku paket. Sedangkan Dinda mendikte materinya ke Gita yang sedang mengetik di laptop.


Suasana terasa sangat lengang saat itu. Hanya terdengar beberapa suara mesin sepeda motor yang melaju di depan kelas kami dan itu berlangsung sebentar. Setelah itu sepi lagi. Yang bisa kutangkap dalam indra pendengaranku hanyalah suara keyboard laptop yang sedang diketik oleh Gita.


Tak lama kemudian, sesaat setelah terdengar gemuruh guntur di langit. Gita mencolek pundakku sambil memanggil namaku.


"Kenapa, Git?" tanyaku.


"Gantiin aku ngetik, dong. Aku mau ke toilet dulu..."


Aku yang sedang men-stabilo buku paket biologi untuk mencari materi penting di sampingnya, segera meletakkan buku yang kubawa dan mengiyakan perintahnya. Gitapun langsung berdiri dan beranjak menuju ke toilet.


Namun belum sempat keluar kelas, Gita yang berada di ambang pintu seolah mematung dan tak bergerak sama sekali. Karena merasa penasaran, aku mencoba bertanya padanya namun tak ada jawaban. Bahkan, ia tak menoleh sama sekali kepadaku.


Dinda berhenti mendikteku setelah kusuruh untuk melihat kaki Gita yang tiba-tiba bergemetar. Sebenarnya apa yang sedang terjadi padanya?


Kita berduapun hanya diam selama beberapa menit. Dan membiarkan rasa penasaran menggelayuti pikiran kita berdua.


Akupun memberanikan diri untuk beranjak dari dudukku dan mendatangi Gita. Ingin kucari tahu apa yang sedang ia lihat sampai ia tak bisa mengalihkan pandangannya dari hal itu. Namun, belum sempat setengah jalan, Gita tiba-tiba berbalik badan dengan ekspresi ketakutan. Dia mendadak menutup pintu kelas hingga menimbulkan suara gebrakan yang keras.


Aku dan Dinda dibuat ketakutan oleh tingkah Gita. Rasa penasaran kami makin dibuat menjadi-menjadi.


"Hei, kamu kenapa, Git?" Dinda memulai bertanya, sedangkan aku hanya melongo keheranan.


Gita awalnya hanya diam, namun akhirnya ia membuka mulutnya perlahan-lahan, "A-aku lihat se-se-sesuatu di sumur..."


"Sesuatu? Apa maksudmu, Git?" kali ini aku tak bisa membendung rasa penasaranku.


Gitapun tiba-tiba mendekat ke arah kami berdua. Dan aku langsung menelan ludah saat ia berbisik pelan kepada kami, "A-ada kuntilanak di sumur depan..."


Entah aku tak tahu harus percaya atau tidak dengan perkataan Gita, namun yang pasti saat ini bulu kudukku sudah menegang dan aku seratus persen ketakutan. Kulihat Dinda juga merapatkan badannya mendekat ke kami berdua. Aku yakin dia pasti juga sedang ketakutan.


Kami bertigapun bingung. Apa yang harus kami lakukan sekarang. Berada di dalam ruang kelas dan terlalu takut untuk pergi ke luar. Ku


Bermodal sedikit keberanian, aku berjalan pelan menuju pintu kelas. Dengan gamang, kuarahkan tanganku ke gagang pintu berwarna putih itu. Kuputar perlahan-lahan hingga sedikit terbuka. Dan saat aku sudah bisa melihat apa yang ada di luar. Jantungku seketika berdetak sangat cepat dan keras.


Aku disuguhi pemandangan horror dan mengerikan. Dimana dapat kulihat ke arah sumur depan kelasku itu, figur putih sedang duduk melingkar di mulut sumur. Jumlah mereka sungguh membuat badanku seolah tersambar petir.


Dengan mengintip sosok itu dari dalam kelas melalui pintu yang terbuka sedikit, aku menghitungnya dan kudapati bahwa jumlah 'mereka' ada enam.


Figur itu terlihat jangkung sekali, rambutnya yang hitam legam terjuntai panjang ke bawah hingga mengenai permukaan tanah. Kain putih yang mereka kenakan nampak lusuh dengan noda merah.


Dan sedetik kemudian, aku dibuat ketakutan setengah mati saat mereka semua tanpa kusadari menoleh ke arahku.


Matanya yang merah menyala melotot kepadaku. Dapat kulihat rahang mulutnya yang patah mulai terbuka pelan. Aku seketika ingin berteriak keras namun tak bisa. Dalam hati, aku mulai membaca surat-surat pendek dan istighfar berkali-kali.


Aku hampir menangis ketakutan dan tubuhku terasa lemas. Namun tanpa kusadari, semua kuntilanak itu tiba-tiba secara bersamaan masuk ke dalam sumur itu. Dan yang dapat kulihat hanyalah katrol di atas sumur itu yang bergoyang karena tertiup angin sore.


"Fir, kamu kenapa? Aku panggil dari tadi kamu diam aja..." Dinda terlihat sangat tegang.


"A-aku juga lihat 'itu'..." jawabku sedikit tergagap.


"Ki-kita harus ngapain? Aku takut ba─"


"Sekarang kita keluar dari sini dan langsung pulang! Cepet beresin barang-barang kalian!" aku sengaja memotong ucapan Gita.


Setelah itu kami bertiga segera membereskan barang-barang dan mengambil tas kami masing-masing. Tanpa menghabiskan waktu lagi, kami bertiga segera membuka pintu kelas dengan keras, berlari ke arah tempat parkir, dan melajukan sepeda motor kami menjauhi sumur itu.


Saat itu, aku tak peduli dengan keadaan sekitarku. Yang penting aku harus meninggalkan area tersebut.


Setelah sampai di depan gerbang utama, aku menyadari bahwa hanya ada aku dan Gita. Keberadaan Dinda tak kuketahui ada dimana. Akupun memohon kepada Gita untuk kembali ke kelas untuk mencari Dinda.


Awalnya ia bersikeras tak mau, namun setelah kupaksa berkali-kali akhirnya ia menyerah juga. Kamipun melaju menuju kelas dengan sepeda motor.


Saat sampai disana, sesuatu membuat kami berdua heran dan merinding ketakutan. Kami mendapati Dinda sedang berdiri mematung di depan kelas, menatap penuh ketakutan sumur tua itu tanpa bergerak sedikitpun. Kami mencoba memanggil namanya berualng kali namun hasilnya nihil.


Dan saat kulihat sumur itu, aku tak mendapati figur itu lagi. Saat Gita kutanya, jawabannya sama dengan jawabanku.


Sekarang, aku tahu...


Aku tahu kenapa kami berdua tak melihat figur itu lagi...


Figur itu, tidak ingin kami lihat secara bersamaan...


Namun, 'mereka' ingin kita melihatnya dengan mata kepala kita sendiri...


Satu demi satu... 

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

[ Jangan lupa kritik, saran, komentar, dan vote-nya ^^ Terimakasih~ ]

Next Chapter : #5 - 'Kembaran' dari Guru

Continue Reading

You'll Also Like

1M 74.1K 31
Setelah tujuh hari kematian ibu, suasana rumah berubah mencekam. Suara rintihan kerap kali terdengar dari kamarnya. Aku pun melihat, ibu sedang membe...
8.6K 1.1K 23
Renjun tau, bahwa ada diantara sahabatnya yang di karuniai sebuah hal istimewa tentang bagaimana mereka bisa melihat dunia yang tidak bisa di jelaska...
30.3K 1.8K 11
Haechan yang di jual dan harus menjadi budak darah bagi putra putra Jung, yang merupakan bangsa vampir. #jaehyuck #markhyuck #nohyuck #nahyuck #jihyu...
11.1K 225 11
(FIKSI) setelah kematian suaminya,Cornelia alias Oniel mengalami kejadian "Ketindihan" yg sampai membuatnya bangun dalam keadaan Telanjang.Ada hal yg...