STRAWBERRY KISS 'Reborn'

By ayushafiraa_

7.8K 282 66

[New Version] Sama-sama 'lahir dengan sendok perak dalam mulut', membuat banyak orang yakin bahwa alasan Seol... More

01 - Tamu Dari Jauh
02 - Penggemar

00 - Namaku Ha-Na

1.7K 118 35
By ayushafiraa_

Visualisasi:

♥♥♥

Seoul, Akhir Musim Gugur, 2008

"Sembilan puluh satu, sembilan puluh dua, sembilan puluh tiga," hitung seorang gadis kecil bertali rambut stroberi yang kini tengah menutup matanya rapat-rapat dengan kedua tangan.

Gadis manis itu sedang tidak bermain petak umpat. Lagi pula, siapa yang mau berhitung sampai sebanyak itu untuk sekadar bermain permainan sembunyi-sembunyian?

Di kursi taman bermain dengan angin sore yang berembus cukup kencang, ia terduduk sendirian tanpa ditemani satu pun teman sebayanya. Sambil terus melanjutkan hitungan, ia terus berharap seseorang yang dikenalnya akan muncul ketika ia membuka mata di hitungan ke 100 nanti. Bukan tanpa alasan ia bertahan selama 2 jam di tempat itu, bahkan hingga menahan gigil hampir mati rasa. Pasalnya, seseorang yang ditunggunya sedari tadi sudah berjanji akan menemuinya dulu, mengucap salam perpisahan sebelum benar-benar pergi ke luar negeri untuk waktu yang lama. Dan sudah seharusnya, janji itu ditepati.

"Sembilan puluh sembilan ...." Suaranya mulai terdengar parau, efek kedinginan.

"Seratus!" Gadis itu membuka mata. Senyuman lebar yang awalnya terhias di paras imutnya perlahan tapi pasti sirna seiring dengan tidak didapatinya batang hidung si pembuat janji sejauh matanya memandang.

"Ya! Se-Hun~a! Oh Se-Hun, kau di mana?!" teriak gadis kecil itu, memanggil nama anak laki-laki yang sudah membuatnya menunggu seperti orang bodoh. Hidungnya tampak memerah, menahan tangis. "Apa kau sedang bersembunyi dariku?! Ayo cepat keluar! Di sini dingin sekali, kau tahu?!"

Menyadari Se-Hun tak kunjung menampakkan diri, kristal bening mulai membasahi pipi tembamnya detik itu juga. Ia menarik kedua lututnya, memeluk lututnya sendiri erat-erat sambil membenamkan wajahnya yang telah basah sempurna oleh air mata.

"Oh Se-Hun bodoh! Dasar jahat! Dasar—"

"Kau sedang apa?"

Segala umpatan yang keluar dari mulut gadis kecil itu akhirnya tertahan, terpotong oleh pertanyaan dari suara yang terdengar asing di telinganya. Ia mengangkat kepala, sampai satu detik kemudian keningnya mengerut, memasang reaksi bingung dengan tangis yang masih terisak-isak.

"Aku Chan-Yeol, Park Chan-Yeol," ucap anak laki-laki tinggi bertelinga lebar yang entah sejak kapan berdiri di hadapan gadis kecil itu, memperkenalkan diri tanpa diminta.

"Siapa namamu?" tanya anak laki-laki itu selanjutnya.

"Kenapa juga aku harus memberitahukan namaku padamu? Kau 'kan orang asing," gadis bertali rambut stroberi itu berujar angkuh. Sementara Chan-Yeol, anak yang baru saja memperkenalkan diri, tampak tertawa kecil.

"Makanya kita harus berkenalan, supaya aku tidak menjadi orang asing lagi untukmu. Dan lagi, aku punya ini—" Chan-Yeol menunjukkan sekotak stroberi yang sejak tadi ia sembunyikan di belakang punggungnya. "—Melihat tali rambutmu, sepertinya kau akan sangat menyukai ini."

Manik mata gadis itu berbinar-binar. Menunggu 2 jam, kedinginan, lalu menangis, itu cukup menghabiskan banyak energi. Ia lapar, dan kini, seseorang malah memberinya buah yang paling ia sukai dalam satu kotak penuh?

"Terima kasih, Oppa," ucapnya, mendadak sopan setelah menerima kotak stroberi yang diberikan Chan-Yeol.

"Bagaimana ini? Kau harus bertanggung jawab setelah membuatku gemas." Chan-Yeol berjongkok, tersenyum lebar selebar kedua telinganya. "Kau masih belum menjawab pertanyaanku, tapi stroberi dalam kotak itu sudah berkurang tiga."

Gadis kecil itu terkekeh, mulai merasa nyaman akan kehadiran Chan-Yeol yang mau menemani kesendiriannya dengan senang hati.

"Ha-Na. Namaku Seol Ha-Na."

Sejak pertemuan sore itu, Ha-Na, si gadis kecil penyuka buah stroberi akhirnya bisa menemukan sosok yang mampu menggantikan peran Se-Hun dalam mengisi memori masa kanak-kanaknya. Dialah Park Chan-Yeol, anak laki-laki yang hanya berselisih umur satu tahun lebih tua darinya namun mampu berperan sebagai teman, sahabat, kakak, dan juga ... ah tidak, Ha-Na masih dianggap terlalu kecil untuk mengerti cinta ataupun memiliki cinta pertama. Jadi, sebut saja Chan-Yeol adalah sosok yang Ha-Na kagumi, dengan teramat sangat.

"Appa! Ha-Na mohon! Pindahkan Ha-Na ke sekolah Chan-Yeol, ya?!" Dalam sehari ini, Ha-Na sudah lebih dari tiga kali membujuk ayahnya agar mau bersegera mewujudkan keinginannya untuk pindah sekolah. Alasannya hanya satu: Dia ingin selalu dekat dengan Chan-Yeol.

Beruntungnya Ha-Na, ia adalah putri satu-satunya dari Keluarga Seol yang terkenal kaya raya dan memiliki segudang raksasa bisnis di Korea hingga mancanegara. Apapun yang ia minta pasti akan mampu ia dapatkan dengan mudah. Termasuk salah satunya: selalu bersekolah di sekolah yang sama, lagi, dengan Park Chan-Yeol.

Tahun Kedua di SMP, 2016

"Oppa!"

Ha-Na berlari menghampiri Chan-Yeol yang baru saja turun dari mobil. Entah sudah menjadi kebiasaan atau apa, yang jelas pagi seperti ini sudah berlangsung sejak mereka satu sekolah dasar. Ha-Na akan selalu rela bangun lebih pagi untuk menyambut Chan-Yeol yang memang rajin datang ke sekolah pagi-pagi sekali.

Sikap Ha-Na yang selalu mengintil siswa idaman para siswi satu sekolahan itu sering kali menjadi bahan gunjingan, sampai-sampai gosip yang menyebar mengatakan bahwa Ha-Na dan Chan-Yeol sudah dijodohkan sejak kecil karena sama-sama berasal dari keluarga kaya nan terpandang. Dan Chan-Yeol? Sama sekali tak terganggu dengan hal itu.

"Apa kau sudah memikirkan SMA mana yang akan kau pilih? SOPA? Hanyoung? Hanlim? atau—"

"Kenapa?" Lelaki yang sudah tumbuh hampir 2 kali lipat tingginya dari 8 tahun yang lalu itu balik melempar tanya pada Ha-Na sebelum benar-benar menjawab. "Apa kau ingin mengikutiku lagi?"

Bibir Ha-Na mengerucut, sebal. Ia lalu menimpal, sewot, "Kenapa memangnya?! Oppa sudah bosan melihatku, ya?!"

"Bukankah akan lebih seru jika kita berbeda sekolah?" lengan panjang Chan-Yeol merangkul si Gadis Seol, mencoba mengajak gadis cantik itu untuk berkhayal bersamanya sambil berjalan menuju kelas. "Coba bayangkan ...."

Saat bel pulang sekolah berbunyi, Ha-Na menjadi murid paling cepat yang bergegas meninggalkan kelas dengan semangat membara. Di gerbang sekolah, Lelaki Park yang dikaguminya sejak kecil sudah berdiri, menantinya sejak 15 menit lalu dengan mengenakan seragam kebanggaan yang berbeda.

"Oppa, ayo cepat!" sebelum para siswa dari sekolah Ha-Na menyadari keberadaan Chan-Yeol, Ha-Na buru-buru menarik lelaki jangkung itu untuk menjauh dari lingkungan sekolahnya.

"Mobilmu mana, Oppa? Bukankah biasanya sopirmu memarkirkan mobil di sekitar sini? Kenapa aku tidak bisa melihatnya di mana-mana?" tanya Ha-Na setelah mereka berjalan lumayan jauh dari sekolah, menunjukkan kecerewetan mulutnya saat sedang dilanda cemas.

"Sopirku sudah pergi duluan," jawab Chan-Yeol, enteng.

"Apa?! Lalu bagaimana kalau siswa sekolahku menemukanmu?!"

Tangan Chan-Yeol bergerak mengacak-acak poni gadisnya sembari menahan tawa. "Tenang saja. Aku sudah menyiapkan ini."

Sebuah sepeda beroda dua memang sejak tadi ada di depan mata, tapi Seol Ha-Na mana tahu kalau kehadiran sepeda itu sudah diatur sedemikian rupa oleh Chan-Yeol sebelumnya?

"Sepeda?"

"Sapu terbang."

"Hah?"

"Tentu saja ini sepeda, Ha-Na-ku yang cantik!" timpal lelaki itu, memutar bola matanya, kesal. "Memangnya ini terlihat seperti apa di matamu?"

Ha-Na bergeleng cepat. "Bukan begitu! Tapi—"

Kedua mata Ha-Na menyipit, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja dikhayalkannya.

"Memangnya Oppa bisa naik sepeda?!"

"Tentu saja aku bisa naik sepeda!" tandas si lelaki. Namun di detik berikutnya, ia menambahkan, "Kalau 'mengendarai sepeda', baru aku tidak bisa!"

Ha-Na berusaha tertawa, mengapresiasi niat Chan-Yeol untuk membuat lelucon. Tapi yang ada, ia malah berakhir dengan tawa garing penuh keterpaksaan.

"Sudah sampai!"

Chan-Yeol membungkukkan badannya sedikit, menyetarakan tinggi badannya dengan tinggi si Gadis Seol yang hanya 150 sentimeter.

"Belajarlah dengan semangat, Gadis Kecil, agar nanti kita bisa bertemu lagi di SOPA."

Tahun Kedua di SMA, 2019

Ha-Na masih tergeletak tak berdaya di atas kasur empuk bermotif stroberi kesayangannya. Setelah ikut merayakan pesta ulang tahun sang sahabat, Lee Hae-Joo, yang digelar meriah di hotel dekat rumahnya, seluruh jiwa raga Seol Ha-Na seakan kehabisan tenaga. Berulang kali alarm ponselnya berbunyi keras, namun ia secara tak sadar malah meraih ponselnya dan melepas baterai ponsel tersebut hingga tak berbunyi lagi. Tak hanya itu, ia juga tak sadar telah menyimpan jam beker miliknya di bawah tumpukan bantal. Sampai kemudian, alarm yang lebih alami tertangkap jelas oleh indra pendengaran sebelah kanannya.

"Putriku sayang, Seol Ha-Na, Ha-Na~ya ...."

Ternyata bisikan lembut itu tak berefek apapun. Ha-Na masih tetap pada posisinya: tidur dengan kedua kaki mengangkang lebar dilengkapi pemandangan air liur yang meleleh di sudut bibirnya yang terbuka.

"CEPAT BANGUN!"

Bak mendapat mimpi mengikuti pelatihan militer, putri semata wayang Keluarga Seol itu langsung terbangun dalam posisi siap sedia. Seketika matanya yang merah tertuju pada satu sosok lain dalam kamar serba stroberi itu. Sang ibu.

"Ah, Eomma! Kau ini kenapa, sih?!" rengek Ha-Na, manja. "Kalau putrimu satu-satunya ini terkena serangan jantung lalu mati, bagaimana?! Siapa yang akan mewarisi harta kekayaan kalian?!"

Sebelah tangan ibu Ha-Na terangkat, pura-pura hendak memukul. "Bicara apa kau?! Cepat mandi, atau kau akan terlambat datang ke sekolah lagi!"

Mendengar kata 'sekolah', kening Ha-Na mengernyit. Seperti ada sesuatu yang ia lupakan, sesuatu yang teramat penting menyangkut hidup dan matinya. Tapi apa? Meminum banyak minuman bersoda semalam rupanya telah membuat otaknya kehilangan sedikit kecepatan dalam berpikir.

"Oh, iya, astaga!"

"Apa? Ada apa?"

"Eomma," panggil Ha-Na, tatapannya mendadak kosong. "Sepertinya aku akan benar-benar mati hari ini."

"Hah?"

Ha-Na mengerjapkan matanya cepat, senyumnya mengembang amat lebar sepersekian detik kemudian. Ia melebarkan kakinya agak ke kiri, siap mengambil ancang-ancang untuk berlari ke kamar mandi sebelum akhirnya membuat pengakuan pada sang ibu, "Aku belum mengerjakan PR matematika! Maaf!"

"YA! SEOL HA-NA! KAU BENAR-BENAR!"

∴∴∴

Butuh waktu kurang lebih setengah jam dari rumah Ha-Na di Gangnam-gu untuk sampai ke sekolahnya di Guro-gu dengan mobil pribadi. Sopir pribadi yang telah melayaninya sejak taman kanak-kanak kini mulai tampak beruban. Sebagai putri semata wayang, Ha-Na tentu tidak pernah dibiarkan bepergian ke mana-mana seorang diri. Kalau tidak dengan sopir, pastilah ayah atau ibunya sendiri yang mengantar dirinya ke manapun ia pergi.

"Ajeossi, hari ini ubanmu bertambah dua," kekeh Ha-Na. Ia yang duduk tepat di jok mobil bagian belakang tampak asyik melihat-lihat rambut cepak sopirnya dari dekat.

"Apa Ha-Na Agassi akan terus menghitung uban Ajeossi setiap harinya?" sambil fokus memegang kendali kemudi, sang sopir meladeni topik yang Ha-Na angkat dengan baik.

Gadis itu tampak berpikir sejenak. "Kalau iya, memangnya Ajeossi keberatan?"

Sopirnya bergeleng-geleng sambil tertawa renyah. "Memangnya Agassi sanggup mengingat jumlah semuanya? Bagaimana kalau nanti rambut Ajeossi sudah tinggal uban semua?"

"Ah, benar juga. Aku kan tidak pandai matematika."

Saat kata 'matematika' terucap begitu saja oleh bibirnya, Ha-Na kembali merutuk dalam hati. Pekerjaan rumah yang diberikan oleh Guru Jo sejak sebulan lalu masih saja belum berhasil ia kerjakan, entah itu karena ia benar-benar lupa atau memang malas mengerjakannya. Guru Jo sudah memberikan Ha-Na banyak keringanan, termasuk dalam mengizinkannya mengumpulkan tugas paling akhir dibanding yang lain, dan batas toleransi waktu yang diberikan guru matematika itu adalah hari ini.

Sial. Padahal ia sudah berniat akan mengerjakan PR tersebut kemarin sore, tapi karena Hae-Joo memintanya untuk membantu mempersiapkan pesta, ia jadi tidak ingat sedikitpun tentang tugas yang telah molor dari waktu pengumpulan hingga berminggu-minggu lamanya itu.

"Agassi, tadi Appa menitip pesan tepat sebelum berangkat," ucap sopir Ha-Na yang secara otomatis berhasil mengambil alih perhatian gadis itu sepenuhnya.

"Pesan apa?"

"Apa Agassi sudah membaca e-mail yang dikirim Se-Hun?" pertanyaan yang sedikit tidak penting untuk ditanyakan seorang sopir, tapi kenyataannya memang itulah isi pesan dari sang majikan. Sopir Ha-Na lalu menambahkan, "Appa Agassi bilang, Se-Hun sudah mengirimkan banyak e-mail. Kalau Agassi punya waktu luang, sempatkanlah untuk membalas e-mail dari Se-Hun. Se-Hun pasti rindu sekali pada Agassi karena sudah 10 tahun tidak bertemu."

Benar juga. Se-Hun pergi ke Amerika begitu saja tanpa mengucapkan salam perpisahan apapun padanya 10 tahun lalu, dan Ha-Na amat benci jika disuruh mengingat kembali hari menyebalkan itu. Sahabat masa kecilnya itu memang sering mengirim kabar melalui e-mail, mengucapkan selamat ulang tahun lewat sebuah video, dan bertanya banyak hal tentang apa saja yang sudah terjadi dalam hidup seorang Seol Ha-Na ketika Oh Se-Hun tidak berada di sisinya. Sayang, semua e-mail yang dikirimkan Se-Hun pada akhirnya hanya masuk ke dalam daftar pesan yang telah dibaca, tanpa ada keinginan dari Ha-Na untuk membalasnya. Mungkin ada, tapi gadis maniak stroberi itu memiliki gengsi cukup tinggi. Jadi, untuk sekarang, biarkanlah ia berpura-pura tidak peduli akan setiap hal yang berhubungan dengan Oh Se-Hun, sampai batas waktu yang akan ia kehendaki sendiri.

Tiga puluh menit berlalu, mobil yang dikendarai sopir pribadi Ha-Na akhirnya sampai juga di depan gerbang School of Performing Arts Seoul, sekolah menengah atas seni ternama seantero Korea Selatan yang sudah setahun lebih menjadi tempat Ha-Na menuntut ilmu di jurusan Teater & Film.

Ha-Na yang baru saja melangkah keluar dari mobilnya lantas diam terpaku, memandang lurus ke arah gerbang di mana seorang lelaki tinggi berkulit putih susu berdiri mengenakan seragam kuning yang sama dengannya. Wajah tampan yang sama sekali tidak terlihat asing, dengan rambut baru bergaya pirang, serta senyuman manis yang telah ia kenali sejak lama sebagai milik Oh Se-Hun seolah menambah kesan pertemuan yang amat sangat membuat hati Ha-Na bergetar tak keruan. Ini masih musim semi, tapi Ha-Na merasa seolah tidak ada pemandangan yang lebih indah lagi daripada eksistensi manusia satu itu di hadapannya.

"Hai," sapa Se-Hun dari jarak lima langkah. Tangannya melambai-lambai penuh kegembiraan. Jarak lima langkah itu kemudian dipersempit Oh Se-Hun dengan cepat, menyisakan jarak satu langkah saja di depan Ha-Na.

"Sudah lama tidak bertemu, Seol Ha-Na."

Manik Ha-Na melebar merespons gerakan tanpa aba-aba dari bibir Se-Hun yang mengecup bibirnya dengan begitu sembrono, menjadikan diri mereka tontonan menarik di pagi hari bagi siswa-siswi lain yang seketika mendadak heboh, saling menunjukkan reaksi keterkejutan bermacam-macam.

Rupanya, celetukan Seol Ha-Na pada ibunya tadi pagi akan menjadi kenyataan.

Ciuman pertamaku? Oh, tidak! Mati aku! Dasar, Se-Hun bodoh!





♦♦ catatan kaki ♦♦

Ya! = Hei!

~a, ~ya = Akhiran yang disebutkan di belakang nama seseorang yang sebaya atau lebih muda. Sebagai tanda kedekatan, bentuk informal. Akhiran '~a' digunakan untuk nama yang diakhiri huruf konsonan, sedangkan akhiran '~ya' digunakan untuk nama yang diakhiri huruf vokal

Oppa = Panggilan dari adik perempuan kepada kakak laki-laki, bisa juga menjadi panggilan sayang wanita kepada kekasihnya

Appa, Eomma = Ayah, Ibu. Panggilan yang bentuknya lebih menunjukkan keakraban/kedekatan antara anak dan ayah, anak dan ibu

Ajeossi = Paman, Panggilan untuk pria paruh baya atau sudah menikah baik keluarga ataupun orang asing

Agassi = Nona, Panggilan untuk perempuan yang lebih muda, biasanya sebagai tanda hormat

-gu = Pada alamat menunjukkan distrik/kawasan. Gangnam-gu berarti Distrik Gangnam

♦♦ secuil fakta ♦♦

-Musim gugur di Korea Selatan terjadi antara bulan September sampai dengan November, sedangkan musim semi antara April hingga Mei. (visitkorea)

-School of Performing Arts (SOPA) Seoul (16-26 Ori-ro 22na-gil, Sugung-dong, Guro-gu, Seoul, Korea Selatan) dan Hanlim Multi Art School (172 Chungmin-ro, Jangji-dong, Songpa-gu, Seoul, Korea Selatan) termasuk sekolah seni ternama dengan banyak idol kpop bersekolah di sana, sementara Hanyoung Foreign Language High School (832 Dongnam-ro, Sangil-dong, Gangdong-gu, Seoul, Korea Selatan) adalah sekolah bahasa asing paling bergengsi di Korea. (berbagaisumber)

-Jarak jalan dari Gangnam-gu ke Guro-gu adalah 20.1 km, dan jika berkendara membutuhkan waktu kurang lebih 18 menit. (rome2rio)

-Tahun pelajaran di Korea Selatan di bagi menjadi dua semester : - Semester I : awal Maret – pertengahan Juli. - Liburan musim panas : pertengahan Juli – akhir Agustus. - Semester II : akhir Agustus – pertengahan Februari. - Liburan musim dingin : akhir Desember – awal Februari. - Ujian semester II dan kelulusan : awal Februari – pertengahan Februari (satu minggu). - Liburan pendek : pertengahan Februari – awal Maret (ohkkamjong)

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 62.3K 66
"Jangan cium gue, anjing!!" "Gue nggak nyium lo. Bibir gue yang nyosor sendiri," ujar Langit. "Aarrghh!! Gara-gara kucing sialan gue harus nikah sam...
863K 38.3K 97
Highrank 🥇 #1 Literasi (24 November 2023) #1 Literasi (30 Januari 2024) #3 Artis (31 Januari 2024) #1 Literasi (14 Februari 2024) #3 Artis (14 Fe...
652K 31.4K 38
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
161K 7.9K 28
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...