Chicken Porridge Love

Von inestsabitah

35.5K 776 32

It's all about Dhavi, Nessa, and their weirdo live. It's chicken porridge, it's love. Mehr

Chicken Porridge Love
PART 1 - Beginning?
PART 2 - Sick!
PART 3 - Basketball
PART 4 - We Get It!
PART 5 - Heart Attack!
PART 6 - Birthday!
PART 7 - Survey to Germany
PART 8 - Long Distance 1
PART 9 - Long Distance 2
PART 10 - Trouble
PART 11 - Weird Holiday!
PART 12 - Such As Kidnapping!
PART 14 - This Is I Am Now
CPL Big Announcement!
Another CPL Big Announcement
Promoooo!!!!!

PART 13 - Why Should This Happen?

970 38 0
Von inestsabitah

PART 13

 

Happy New Year readers! Semoga tahun ini lebih baik dari tahun yang lalu ya. Ini dia kelanjutan partnya. Udah gak sabar buat ngepost judul barunya sih jadi agak cepet. Tinggal 1 part lagi menuju judul baru guys. Hope you like this part. Happy reading!

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Nessa POV

 

Ini liburan terakhirku sebelum aku diwisuda. Dhavi pulang ke Indonesia liburan ini karena dia ingin hadir di hari wisudaku. Selama di Indonesia Dhavi berniat untuk menemaniku mempersiapkan acara wisudaku. Tapi kenyataannya, kami malah sibuk mempersiapkan acara wisuda Dhavi di Jerman nanti. Aku juga banyak menghabiskan waktu di rumah Dhavi liburan ini atas permintaan Maminya. Mungkin bisa 2 sampai 3 kali dalam seminggu aku mengunjungi Dhavi di rumahnya.

Dhavi’s Mom :

Nessa, kamu bisa ke rumah hari ini gak sayang? Tante buat opera kesukaan kamu. Kamu harus coba ya sayang. Tante tunggu kamu di rumah nanti Dhavi yang jemput ke rumah kamu. See you Darl.

 

Rasaya tidak mungkin lagi aku menolak permintaan Mami Dhavi karena tidak lama setelah aku menerima pesan itu sudah terdengar suara Papa yang sedang berbincang dengan Dhavi di ruang tamu rumahku. Aku hanya perlu bersiap sebentar sebelum aku turun menghampiri Dhavi di ruang tamu karena Mami Dhavi tidak suka dengan gadis yang doyan berdandan. Untung saja, karena aku tidak suka berdandan sama sekali, bahkan tidak bisa. Memang payah!

“Mami kayaknya kangen banget sama kamu Nes. Aku aja yang anaknya gak diginiin banget. Mami lagi sering belajar masakan kesukaan kamu tuh. Harusnya kan kamu yang banyak belajar masakan kesukaan aku.” Ada yang cemburu! Aku merasa sangat beruntung karena Dhavi memiliki Mami yang seperti itu sehingga tidak sulit untukku meminta persetujuannya. Biasanya, tantangan bagi seorang perempuan adalah meluluhkan hati calon ibu mertua.

“Kamu cemburu ya? Harus ya? Aku kan gak bisa masak Dhav. Gimana dong?” aku tidak begitu bisa memasak. Hanya terkadang aku suka membantu Mama memasak di dapur. Semua makanan kesukaan Dhavi menggunakan bahan-bahan yang cukup sulit untuk dicari dan memakan waktu yang lama dalam memasaknya sehingga semuanya terasa ribet untukku. Hanya Mami Dhavi saja yang mau sabar melayani makanan Dhavi. Hanya satu makanan kesukaan Dhavi yang bisa aku masak, pecel. Hanya tinggal rebus semua sayurannya, beli bumbunya di supermarket dan seduh dengan air panas. Haha! Quite simple. Dasar gadis malas!

“Enggak lah ngapain juga. Ya gak harus sih. Tapi aku yakin, seenggaknya pasti cewe tuh bisa masak lah.” Sotoy banget sih. Belum tentu kali.

“Bisa Dhav. Masak air. Hehe.” Dhavi memutar bola matanya kesal dan langsung mencubit pipiku gemas.

Saat tiba di rumah Dhavi, aku langsung disambut dengan harum kue masakan Mami Dhavi yang aku rasa sudah memenuhi seisi rumah.

“Nessa! Akhirnya kamu dateng juga sayang. Kamu apa kabar sayang?” Mami Dhavi terlihat sangat bersemangat menyambutku. Dia langsung memelukku begitu dia mengetahui kedatanganku.

“Ih Mami. Nessa baik-baik aja kali Mam. Baru juga 2 hari yang lalu Mami ketemu Nessa.” Cemburu ya Dhav? Dia memang selalu terlihat kekanak-kanakkan kalau sedang cemburu. Tapi justru Disitulah aku bisa melihat wajah Dhavi saat dia masih kanak-kanak dulu.

“Ih Dhavi kamu sok tau deh. Itu kan 2 hari yang lalu. Kalo semalem dia ujan-ujanan terus sakit. Emang Mami tau kalo gak nannya?” Dhavi terlihat memutar bola matanya dan membuat wajah yang berekspresi seperti ‘aduh emak gue apaan sih lebay deh’. Dia terlihat sangat lucu dengan itu.

“Aku baik-baik aja kok tante. Tante sendiri apa kabar?”

“Tante baik sayang. Ya udah kamu duduk dulu. Tante mau lanjutin masak kuenya. Dhavi, Temenin Nessa ya!”

“Gak usah disuruh Mam.”

“Oke, tante tinggal ya sayang.” Mami Dhavi meninggalkanku dan Dhavi di ruang keluarga. Dhavi menceritakan banyak hal tentang rencananya setelah menjadi dokter umum nanti sambil melanjutkan spesialisnya. Dhavi akan bekerja sebegai seorang dokter umum di salah satu rumah sakit di Heidelberg dan saat sedang tidak ada jadwal praktek dia akan melanjutkan kuliahnya di kampus lamanya di Heidelberg.

“Nessa, aku mau ke toilet dulu ya.” Aku mengangguk cepat menjawabnya. Dhavi meninggalkan handponenya tepat dia atas meja keluarganya. Aku berniat untuk menemui Mami di dapur, barngkali aku bisa membantunya sekaligus belajar memasak dengannya.

Tapi ternyata handpone Dhavi berbunyi dan nama Katie yang mengisi layarnya. Untuk apa Katie menghubungi Dhavi sampai ke Indonesia? Apakah dia tidak bisa berhenti mengganggu Dhavi? Ini kan saatnya liburan. Aku sempat merasa ragu apakah aku akan mengangkatnya atau tidak. Aku pikir aku bisa memberikan pesan Katie saat Dhavi kembali nanti, sehingga aku memutuskan untuk mengangkat telfonnya.

“Dhavi I’m pregnant.” Aku bahkan belum sempat mengucapkan apapun dan Katie sudah mengatakn bahwa DIA HAMIL? Apa maksutnya? Aku bisa merasakan kalau Katie sedang menangis di balik telfon. Aku hanya bisa terdiam memikirkan kata-kata Katie dan aku sama sekali tidak bisa berbicara. Apakah itu anak Dhavi?

“Do you remember that night? At the party?” apakah pesta yang dimaksud adalah pesta dimana Katie mengangkat telfonku? Dimana aku mengira Dhavi tidur dengan Katie? Ya tuhan! Masalah apa lagi ini?

”You should do something Dhav! You should marry me! I need you for this baby! This is your baby too.” Nafasku sesak, darahku seperti berhenti seketika, kakiku terasa lemas dan kepalaku terasa sangat berat. Aku benar-benar tidak bisa menahan perasaanku lagi. Dalam seketika air mataku telah membanjiri seluruh permukaan pipiku. Katie hamil anak Dhavi! Kenapa Dhavi setega ini padaku?

“Katie, are you sure about that?” aku harus mendapatkan penjelasan dari Katie langsung sebelum aku hanya mendengar dari Dhavi langsung yang mungkin saja ingin melindungi dirinya dengan mengatakan suatu kebohongan padaku.

“Ya. I’m sure.” Jadi benar semua ketakutanku? Semuanya terjadi. Kami baru saja berbaikan dan sekarang aku mendapatkan kenyataan kalau Katie mengandung anak Dhavi. Betapa bodohnya aku percaya begitu saja dengan Dhavi dan tidak menghiraukan firasatku sendiri.

“He’s drunk at that time and I couldn’t stop him. Because, he’s so good with that.” Ya Tuhan! Benar kataku kalau Dhavi mabuk di pesta itu. Dan Katie bilang kalau he’s so good with that! Kenapa semuanya harus seperti ini? Aku benar-benar bodoh! Sangat bodoh! Tanpa sadar aku menjatuhkan handpone Dhavi dan aku hanya bisa terdiam sambil terus menangis mengingat kenyataan kalau Dhavi telah membuat Katie hamil. Benar-benar hamil!

“Nessa! Ini dia kuenya. Kamu coba --. Nessa? Kamu kenapa sayang? Kenapa kamu nangis?” Mami Dhavi datang menghampiriku dan dia langsung memelukku saat dia melihatku menangis.

“Dhavi tante.” Aku merasa tidak sanggup menceritakannya. Aku benar-benar tidak bisa menghentikan tangisanku. Kenapa Dhavi tega padaku?

“Dhavi kenapa?” Mami Dhavi terdengar sangat panik dan bingung denganku yang tidak berhenti menangis. Mami Dhavi terus mengelus rambut dan punggungku untuk menenangkanku, tetapi itu tidak berhasil.

“Tadi Katie telfon. Dia bilang --.” Suaraku terhenti begitu saja dan berubah menjadi suara tangisan. Kenapa aku menjadi lemah seperti ini? Aku harus memberi tau Mami Dhavi soal ini.

“Bilang apa sayang?”

“Dia bilang dia hamil anak Dhavi. Dia minta Dhavi buat tanggung jawab.” Dhavi akan menikah dengan Katie. Pasti mereka akan menikah. Aku harus siap menghadapi keadaan apapun yang akan terjadi padaku.

“Apa? Gak mungkin. Dhavi gak begitu Nessa.” Mami Dhavi menatapku dengan penuh rasa terkejut mendengan kata-kataku. Dia berusaha untuk menenangkan diri dan menenangkanku. Aku gak bisa tenang tante.

“Tapi tadi Katie yang ngomong langsung tante. Aku tadi ngomong sama Katie.” Mami Dhavi kembali memelukku. Kali ini lebih erat dari sebelumnya.

“Maafin Dhavi ya Nessa. Maafin anak tante.” Kali ini Mami Dhavi juga menangis. Kami sama terkejutnya mendengar semua ini. Ini seperti bukan Dhavi. Aku terus mencoba menenangkan hatiku. Tetapi semakin aku mencoba, hatiku malah terasa semakin sakit. Lebih sakit dari sebelumnya dan semakin sulit untuk ditahan.

“Nessa tadi ada tel--. Nessa? Mami? Kenapa pada nangis gini? Nessa kenapa kamu nangis? Mami kenapa nangis Mam?” rasanya aku ingin sekali menampar Dhavi dan mengatakan kalau aku sudah menjadi gadis terbodoh di dunia karena mau kembali dengannya. Tapi aku tetap saja tidak sanggup.

“Tante Nessa mau pulang.” Bisikku pada Mami Dhavi dan dia menganggu pelan menanggapinya.

“Loh? Nessa kamu mau kemana? Nessa.” Mami Dhavi mengantarku sampai ke depan rumahnya dan meminta supirnya untuk mengantarku pulang. Aku sama sekali tidak menghiraukan semua perkataan Dhavi yang mencoba menahanku pergi.

Aku benar-benar tidak habis pikir dengan semua yang dilakukan Dhavi. Kenapa dia melakukan hal ini padaku? Dhavi! Dia sangat berarti untukku. Tapi kini aku membencinya!

****

Dhavi POV

 

Kemana ya? Perasaan gue udah taro di laci tadi malem. Kemana ya? Cincin yang sengaja gue siapin buat ngelamar Nessa depan Mami. Cuma buat ngikat dia sih biar gak diajak nikah sama orang lain. Karena gue baru bakalan nikah pas gue udah jadi dokter jantung 2 tahun lagi. Semoga dia bisa sabar nunggu deh.

Nah ini dia! Akhirnya ketemu juga. Nessa kaget gak yah kalo gue lamar sekarang? Semoga dia seneng deh dan Mami udah pasti seneng banget kalo gue ngelamar Nessa. Tadi gue sempet denger ada telfon dari handpone gue. Siapa yah?

“Nessa tadi ada tel--. Nessa? Mami? Kenapa pada nangis gini? Nessa kenapa kamu nangis? Mami kenapa nangis Mam?” kenapa Nessa sama Mami nangis gini? Mereka kenapa?

“Loh? Nessa kamu mau kemana? Nessa.” Nessa gak ngehirauin gue sama sekali dan dia langsung pergi gitu aja. Salah gue apa? Kenapa dia pergi?

Gak lama Mami dateng dengan muka yang udah basah banget karena air matanya. Kenapa Mami sampe nangis juga sih? Ada apaan sih?

“Mam, Nessa kenapa? Mami kenapa?”

Plak! Tanpa jawab pertanyaan gue, Mami langsung nampar gue dengan kekuatan penuh. Dari kecil, Mami gak pernah nampar anaknya sama sekali. Tapi sekarang Mami nampar gue. Apa salah gue?

“Apa pernah Mami ngajarin kamu jadi anak nakal Dhavi?” kata Mami pake nada yang tinggi sambil nahan tangisannya. Nakal gimana sih? Gue gak ngerti.

“Maksut Mami apa? Aku gak ngerti.”

“Apa salah Mami sampe anak Mami ngehamilin anak orang? Apa kamu masih gak bisa bersyukur udah dapetin pacar kayak Nessa?” ngehamilin anak orang? Gue bersyukur banget lah bisa punya pacar kayak Nessa.

“Siapa yang ngehamilin anak orang Mam? Kenapa Mami ngomongnya gitu sih Mam?”

“Kamu udah ngehamilin Katie.” Apa? Gue ngehamilin Katie? Gak mungkin. Gue gak pernah ngapa ngapain sama Katie.

“Sekarang kamu harus tanggung jawab sama dia! Kamu harus nikahin Katie abis kamu wisuda!” hah? Nikah sama Katie? Gue gak mungkin nikah sama dia.

“Mam, tapi Dhavi gak pernah ngapa-ngapain sama Katie.”

“Kamu gak usah ngelak lagi Dhavi. Mami gak pernah ngajarin kamu buat berbohong dan Mami selalu ngajarin kamu buat jadi orang yang bertanggung jawab.” Gue harus gimana? Gue gak mau nikah sama Katie. Gue gak ngapa-ngapain sama dia.

“Mam, tapi Dhavi --.”

“Mami gak mau denger lagi Dhavi. Kamu tau gak? Mami tuh berharap Nessa yang bakal jadi menantu Mami. Kenapa kamu begini sih? Dateng-dateng ke pesta sampe malem, sampe ngehamilin orang. Mami nyesel biarin kamu sekolah di Jerman. Mami nyesel Dhavi. Papi kamu pasti marah banget kalo tau soal ini.” Dhavi juga maunya Nessa yang jadi istri Dhavi Mam.

“Dhavi! Jangan pernah kamu hubungi Nessa lagi. Jangan pernah kamu ganggu dia lagi!” Mami langsung ninggalin gue tanpa mau ngedengerin penjelasan gue sedikitpun. Mami pasti kecewa banget sama gue. Ditambah lagi gue gak boleh ngehubungin Nessa lagi. Mami gue yang ngelarang, bukan Mamanya Nessa.

Tapi tadi Mami bilang, gue ngehamilin Katie di pesta waktu itu. Pestanya? Pesta?

****

Seperti biasa, gue selalu sibuk ngerjain tugas, tugas dan tugas. Gue udah berasa jadi anak cupu perpustakaan karena perpustakaan udah jadi tempat tongkrongan gue. Dan buku-buku yang gue baca lebih tebel dari buku sihirnya Harry Potter. Jaman gini masih aja nyari di buku? Di google juga banyak kali. Tapi gue lebih suka buku sih, lebih menantang pas di baca.

 

“Hey Dhav. Would you like to come to Chatrine’s party tonight?” akhirnya Dravin dateng ke perpus juga. Perpus adalah corner yang paling dia benci di kampus ini. Dia bilang dia lebih suka google daripada buku.

 

“Tonight? What time?” gue paling gak suka dateng ke pesta macem gini yang diadain sama orang luar. Biasanya temanya aneh-aneh. Apalagi dresscodenya, pasti lebih parah dari temanya.

 

“8 p.m. I’ll pick up you at 7.45 if you come.” Malem banget sih. Ya udah lah yah gue kan bisa balik jam 9 atau jam 10. Keliatannya Dravin berharap banget gue ikut. Cuma buat nemenin dia mah gapapa lah ya.

 

Ternya kali ini Dravin tepat waktu. Biasanya juga dia ngaret mulu. Tapi dia kok keliatan aneh banget sih.

 

“What is that? Are you sure about that chlotes?” dia gak malu apa pake baju begitu?

 

“I just follow the dresscode. Swim suit.” Kan bener kata gue. Dresscodenya aneh banget. Masa pake baju renang sih? Si Dravin Cuma pake boxer doang lagi dan telanjang dada. Gila emang!

 

“Tonight everything gonna be awesome.” Dravin keliatan semangat banget dan dia gak bisa berenti ngomong dari tadi. Ternyata dia gak Cuma playboy, tapi juga bawel.

 

“Oh my God. Pool birthday party. Every girl will wear bikini on that party. I’m sure about that. You can pick one if you want.” Demi apa pake bikini? Gue gak bakalan suka nih pasti sama pestanya.

 

“No, thanks. I’m not that guy.”

 

“Sure!” yang bener aja gue disuruh sama cewe lain disana. Gue masih inget Nessa kali.

 

Pas gue nyampe di pestanya, gue langsung disambut sama lagu Live My Life dari Far East Movement feat. Justin Bieber & RedFoo yang di remix sama Party Rock. Lagu itu disetel keras banget. Gue gak ngerti kenapa pestanya harus begini? Dan bener kata Dravin. Semua cewe yang dateng pake bikini. Dosa gue dateng ke tempat beginian. Mau ngehindarin, mereka ada dimana-mana. Dari yang polos biasa, corak hewan sampe yang neon ada semua di party itu. Apaan tuh? Bikininya lah.

 

“Hai Dhav. Nice to see you here.” Gila si Katie dateng juga. Kenapa harus pake neon gitu sih dia? Idih! Dia gak takut masuk angin yah? Nessa pasti ngamuk kalo tau gue dateng ke acara beginian.

 

“Ya. Nice to see you too.” Seseorang yang keliatannya kayak pelayan dateng dan ngasih gue botol bir gitu. Gue gak tau mesti nolak gimana makanya gue ambil aja walaupun gak bakal gue minum juga nantinya. Gue gak minum begituan, gak doyan masuk angin gue nanti.

 

Gue harus ceritain gimana keadaan partynya. Gelap, Cuma diterangin sama lampu-lampu kalo di club gitu, berisik karena musiknya emang kenceng banget, bau karena alkohol dimana-mana dan yang paling bikin gue gak nyaman adalah banyak pasangan yang cium-ciuman di sembarang tempat. Udah kayak buang sampah aja sih. Pestanya tuh diadain di sebuah ruangan kedap suara, jadi Cuma yang ada di ruangan itu doang yang bisa denger suaranya.

 

“Hei Dhavi! You should try to drink that! You should!” Drav, lo mabok ya? Baru dateng si Dravin udah mabok aja. Enggak deh ya gue minum ginian. Gue Cuma geleng doang jawabnya. Ngomong juga gak bakal kedengeran. Apalagi ngomongnya sama orang mabok.

 

“Ya Dhavi you should. Today’s my birthday so you should drink it for me.” Chatrine bener-bener maksa gue. Gue gak mau lah, yang bener aja sih.

 

“Come on Dhav! Just one bottle. It makes no sense. I swear!” gila! Sebotol bir bisa bikin gue muntah-muntah. Gimana yah? Kali ini aja gapapa kali ya?

 

Akhirnya gue minum karena paksaan Chatrine yang lagi ulang tahun. Kepala gue pusing banget asli. Mual banget gue minum ginian.

 

“I have a free room if you want to take a rest.” Gue meng-iya-kan tawaran Chatrine buat istirahat di salah satu kamar di rumahnya. Salah satu pelayan pestanya yang nganterin gue ke kamarnya dan gue langsung tidur pules disana. Pules banget sampe gak mimpi apa-apa. Kasur itu kerasa nyaman banget. Empuk, gede, adem aduh tapi gue mabok. Mami pasti bilang gue nakal kalo tau gue begini.

 

Akhirnya gue kebangun karena mungkin gue udah puas sama tidur gue semalem. Jam udah nunjukkin pukul 6 pagi dan dari malem gue di sini. Gue baliknya gimana nih? Dravin udah pulang belom ya?

 

Aaaaaaaa! Gue teriak dalem hati kerena ngeliat Katie lagi tidur di atas badan gue dengan nyamannya. Gue tidur satu kasur sama Katie. Satu selimut sama dia. Gue gak ngapa-ngapain kan? Gue masih pake baju kok. Dia juga masih pake bikini neonnya itu. Gue pasti gak ngapa-ngapain sama dia.

 

Gue gak inget apa-apa.

 

****

Malem itu gue mabok dan pas gue bangun pagi-paginya Katie udah tidur bareng gue di kasur yang sama. Gue gak inget apa-apa abis gue tidur. Apa gue separah itu? Apa gue bener-bener berubah jadi begitu? Gak! Gue gak ngapa-ngapain sama Katie.

Gue nyoba buat nelfon Nessa tapi dia gak ngangkat sama sekali, bahkan malah jadi gak bisa dihubungi sama sekali. Mami sama Papi juga gak mau denger penjelasan gue sama sekali bahkan Kak Mario juga gak mau denger. Mereka tetep maksa gue buat nikah sama Katie abis wisuda. Gue gak tau apa yang gue lakuin malem itu, tapi gue harus tetep tanggung jawab.

Tepat 3 hari sebelum wisuda, gue, Mami sama Papi terbang ke Jerman karena kita harus ketemu sama keluarganya Katie buat ngomongin acara pernikahan Gue sama Katie abis wisuda. Gue masih ngerasa gue gak bisa nikah sama Katie. Gue gak cinta sama Katie. Gue cintanya sama Nessa.

Tepat 1 hari setelah wisuda gue dan keluarga gue terbang ke New York ke rumah Katie dan nikah sama Katie di sana. Gak ada pesta sama sekali. Semuanya sederhana aja. Asalkan gue udah nikah sama Katie, gue gak butuh pesta. Bahkan gue gak butuh pernikahan ini. Gue gak salah.

Sehari setelah pernikahan itu, gue mutusin buat langsung balik ke Jerman dan tinggal di rumah gue. Tiba-tiba gue kepikiran sama Ghani. Dia harus tau kalo gue udah nikah sama Katie. Gue udah janji sama dia kalo gue bakal jadi pendamping pengantinnya pas dia nikah nanti, begitu juga dia. Tapi sekarang gue udah nikah dan dia gak jadi pengiring pengantin gue, bahkan gue gak bilang sama dia kalo gue udah nikah. Akhirnya gue mutusin buat nelfon Ghani dan gue harus bisa nerima semua cibiran yang bakal Ghani kasih ke gue.

“Hai Dhav. Apa kabar lo?” Ghani masih tetep bersemangat kayak dulu. Tapi apa dia masih bakal semangat pas tau berita gue?

“Hai. Baik Ghan. Lo sendiri gimana?” gue gugup. Banget.

“Baik juga. Eh, lo kok gak semangat gitu sih?” aduh Ghan, lo bikin gue makin gugup aja sih.

“Gue mau ngasih tau sesuatu ke lo.” Rilex Dhavi! Tenang! Tenang!

“Ngasih tau apa? Serius amat.” Ini emang serius Ghan.

“Gue udah nikah Ghan.”

“Wah parah lo gak bilang ke gue. Kapan lo nikahnya? Kok Nadine gak bilang ke gue kalo lo sama Nessa udah nikah. Buru-buru amat sih.” Ghani! Gue gak nikah sama Nessa.

“Gue nikah sama Katie.”

“Hah? Gila lo? Terus Nessa gimana? Kok lo gitu sih?” gue makin ngerasa bersalah sama Nessa kalo begini keadaannya.

“Ini diluar rencana gue Ghan. Gue juga maunya nikah sama Nessa.”

“Terus kenapa lo malah nikah sama Katie?” gue ceritain semuanya ke Ghani dan hasilnya tetep aja sama. Ghani gak percaya sama gue. Gak akan ada yang percaya sama gue. Cuma Tuhan yang tau apa yang sebenernya terjadi.

“Ghan, tapi semuanya gak seperti yang lo pikirin.”

“Gue kecewa sama lo Dhav!” Ghani langsung nutup telfonnya gitu aja dan dia masih gak percaya sama gue. Gue gak ngerti lagi mesti gimana. Bahkan Ghani, sahabat seperjuangan gue sendiri gak mau dengerin penjelasan gue. Gak ada yang percaya sama gue.

 

Cincin yang gue siapin buat Nessa masih gue simpen sampe sekarang. Gue gak akan ngebiarin cincin itu dipake sama orang lain selain Nessa. Gue harap, suatu hari nanti masih ada kesempatan buat gue sama Nessa. Gue harap. Maafin aku Nessa.

Why should this happen?

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

TO BE CONTINUED

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Hiiiii! Don't forget to give your vote and comment! See ya on next part!

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

2.8M 160K 40
DILARANG PLAGIAT, IDE ITU MAHAL!!! "gue transmigrasi karena jatuh dari tangga!!?" Nora Karalyn , Gadis SMA yang memiliki sifat yang berubah ubah, kad...
Roomate [End] Von asta

Jugendliteratur

721K 49K 41
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...
994K 45.2K 41
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...