Geandert [Completed]

By kainansetra

126K 7K 592

[PART 27-28 DI PRIVATE] "Seharusnya cukup pertemanan tanpa harus melibatkan perasaan." - Aileen. "Gue akan me... More

Prolog
1. Elyshia Nesya Percival
2. Aileen Saralee Adinata
3. Masa Lalu
4. Cinta Begini
5. Who's that?
6. All I ask
7. Pupus
8. Cinta Kau dan Dia
9. Teror
10. Terjebak
11. Senja dan Malam
12. Anonymous
13. Setitik Rasa
14. Cheese cake
15. Kehangatan
16. Egois
17. Hari ini datang
18. Berubah
19. Surat Kaleng
20. Pengakuan
21. Rival
22. 20-22/11/2015.
23. Sebuah Jebakan
25. Kaisan Arsya Percival
26. Arsya dan Rival
Announcement
27. Love you, Goodbye
28. Let Me Love You [END]
EXTRA PART
EXTRA PART [ii]: SURPRISE!

24. Tolong

2.7K 206 19
By kainansetra

A.n BOOM! Hai para readers-ku yang setia untuk baca dan nge-vote ataupun setia baca tapi gapernah nge-vote WKWKWK

Nggak kerasa ya, kisah Nesya dkk udah di part 23 aja, hoho! Aku cuma mau kasih tau, kalau sebentar lagi geandert habis looh, paling tinggal beberapa part lagi aja.

Oh iya! Di part satu ini, banyak banget adegan flashback-nya, sooo jangan bingung ya, perhatikan baik-baik. Kalau font nya italic, itu berarti flashback.

Oke, cukup sekian author note dari Nina. Jangan lupa untuk VOTE AND COMMENT YA GUYS! Alasyuu:3

Salam,

eera.

°°°°
24. Tolong

Sudah lima hari lamanya Aileen dan Nesya disekap dalam ruangan itu. Selama itu pula mereka berdua tidak diberi makanan atau pun minuman.

Kondisi mereka sudah sangat lemas. Rasanya, untuk saling berbicara pun mereka tidak sanggup. Entah sudah berapa luka lebam yang berada di tubuh mereka. Pakaian mereka sudah tidak layak untuk dipakai.

Pakaian yang kini mereka pakai sudah di cabik-cabik olah Veno. Lelaki itu merobek-robek pakaian mereka dengan pisau tajam favoritnya, membuat beberapa bagian tubuh Nesya dan Aileen terlihat.

Pintu ruangan itu terbuka. Arin dan Veno berjalan masuk sembari tersenyum meremehkan, "Hai teman-temanku, gimana kabar kalian?" sapa Arin.

Aileen mengangkat kepalanya sambil menatap datar wajar Arin dan Veno.

Arin berjalan menghampiri Aileen, lalu dia menekan kedua pipi gadis itu, "Kenapa ngeliatin gue kayak gitu, Aileen?" kata Arin, menoyor kepala Aileen.

Aileen memutar malas kedua bola matanya, lalu gadis itu menoleh samping kanannya. Nesya merintih kesakitan dengan kepalanya yang tertunduk. Penyakin magg kronisnya kambuh, sebab memang belum ada sedikitpun makanan yang masuk ke dalam perutnya.

Veno ikut menoleh kearah gadis itu. Sedetik kemudian lelaki itu berjalan menghampiri Nesya.

Langkah lelaki itu terlihat santai namun sangat menakutkan.

"Rin, gue mohon sama lo, tolong kasih Nesya makanan sama obat. Lo boleh nyakitin gue, tapi jangan biarin Nesya kesakitan kayak gitu." ucap Aileen memohon.

Arin tersenyum sinis, sok peduli banget nih anak, pikir Arin.

Lalu gadis itu menampar keras kedua pipi Aileen hingga berkali-kali. Bahkan sampai menimbulkan bekas di pipi mulus gadis itu.

Tapi Aileen tidak peduli. Asalkan Nesya diberikan obat, dia rela melakukan apapun.

"Gausah sok jadi pahlawan, kalau diri lo sendiri aja lemah, Aileen sayang." Jiwa psikopat Arin memang sudah sangat parah.

Dia tidak peduli saat dirinya melihat seseorang kesakitan. Yang Arin tahu, dia akan merasa puas saat dia sudah menyiksa seseorang yang menurutnya adalah pengganggu.

Veno berjongkok di hadapan Nesya. Lelaki itu mengangkat dagu Nesya keatas. Gadis itu hanya memejamkan kedua matanya, sembari menahan sakit yang tengah dia rasakan.

"Kasian banget sih kamu." kata Veno mengusap lembut kepala Nesya, "Sakit ya?" lanjutnya.

Nesya tidak menjawab. Dia hanya meringis kesakitan. Rasa sakit di perutnya benar-benar menyiksanya. Rasanya saat ini, perutnya seperti dihujam oleh puluhan pisau. "Mulut lo udah nggak berfungsi?" Veno mendorong kening Nesya, "Jawab pertanyaan gue, bodoh!" teriak Veno.

"Lo yang bodoh, Kak!" bentak Aileen meronta di kursinya, "Gimana mau ngejawab kalau buat buka mata aja dia ngga bisa!" lanjutnya.

Veno memalingkan wajahnya ke Aileen sambil menggaruk hidung runcingnya, "Widih galak." jawab lelaki itu, sedetik kemudian Veno mengusap lembut pipi Aileen yang masih memerah karena ulah Arin.

Aileen melirik Veno takut saat lelaki itu berada di dekatnya. Sementara lelaki itu menatap Aileen sebentar, lalu mendekatkan wajahnya sembari mengusap bibir tipis Aileen.

Dan sedetik kemudian, Veno melumat kasar bibir Aileen.

Lelaki itu tidak membiarkan Aileen untuk bernafas. Lagi-lagi air mata gadis itu mengalir.

Hal ini sudah kesekian kalinya Veno berbuat semena-mena pada tubuhnya. Veno menggigit bibir bawah Aileen hingga berdarah.

Kemudian dia menyeringai puas, "Ngga usah banyak bacot kalau keperawanan lo gamau gue ambil. Paham, Sayang?"

cup!

Veno kembali mengecup bibir Aileen

***

Terdengar suara gaduh di kelas XI IPS-1. Sebagian besar dari mereka tengah membicarakan tentang kemana Aileen dan Nesya pergi hingga kedua gadis itu tidak ada yang masuk ke sekolah.

"Gue hubungin nomornya ngga ada yang aktif." kata Fara panik, sembari memijit keningnya.

"Kemarin gue kerumahnya Nesya. Tapi gitu, sepi banget. Gue rasa ngga ada orang di dalamnya." sambung Alyssa.

"Nyokap bokapnya Aileen juga kemarin ke rumah gue. Mereka keliatan panik banget pas tau kalau Aileen juga nggak masuk sekolah." ucap Alana.

Mereka semua termenung, menatap kosong benda-benda di hadapannya. "Apa mungkin mereka berdua diculik?" tanya Fara memecah keheningan.

"Ngaco lo!" pekik Alyssa dan Alana serempak.

"Ya, terus mereka kemana? Di sekolah gaada, di rumah juga gaada."

Alyssa menggelengkan lemah kepalanya.

"Kita posthink aja, anggap mereka lagi liburan dan nggak bilang-bilang sama kita." sahut Alana menepuk-nepuk kedua bahu temannya.

Tidak berbeda jauh dengan Fara dan kawan-kawan. Raymond pun sama paniknya dengan ketiga gadis itu. Sedari tadi yang Raymond lakukan hanya melamun sembari menyandarkan tubuhnya di dinding sekolah. Lelaki itu memutar ponselnya hingga beberapa kali terbentur di lantai.

Rio memerhatikan Raymond dari jauh. Lelaki itu tahu pasti Raymond tengah memikirkan di mana keberadaan Nesya saat ini.

Rio berjalan santai menghampiri Raymond kemudian dia duduk di sampingnya.

"Lo tau Nesya dimana?" tanya Rio. Raymond menoleh sekilas, lalu menggelengkan kepalanya.

"Udah seminggu," senyum Nesya terbayang di pikiran Rio,

"Dia nggak ngabarin lo, Ray?" tanya Rio.

Lagi-lagi Raymond menggelengkan kepalanya. Bagaimana mengabari, kalau saat Nesya bertemu dengannya saja, gadis itu pasti menghindarinya. "Masalah surat yang neror cewe lo,"

Raymond menoleh kearah Rio,

"Gue tau siapa penyebabnya." Lanjutnya.

"Siapa?"

"Cewe lo sendiri."

Raymond tertawa renyah, lelaki itu menganggap omongan Rio sangat tidak masuk akal.

Rio menatap Raymond, "Cewe lo itu gila, Ray."

"Weits, maksud lo apa nih, jelek-jelekin cewe gue kayak gini?" sungut Raymond.

"Lo cuma dimanfaatin sama Jean, Sob."

Raymond menarik kerah baju Rio, "Ngga usah jelek-jelekin cewe gue, banci!"

Rio tertawa kecil sambil melepaskan tangan Raymond dari kerah bajunya, "Itu fakta, bro. Buka mata lo! Lo udah dibodohin sama Jean!"

Raymond menatap tajam kedua mata Rio. Lelaki itu tidak mengerti apa maksud Rio. Dia datang dan menjelek-jelekan Jean.

Aiden menggelengkan kepalanya saat dia melihat Raymond tengah membentak Rio. Aiden berjalan santai menghampiri kedua lelaki itu,

"Apa yang diomongin sama Rio bener, Ray." kata Aiden tiba-tiba.

Raymond tertawa miris, lelaki itu mengacak frustasi rambutnya, "Jean nggak mungkin manfaatin gue! Gue tau banget dia orangnya gimana! Jadi, stop ngeluarin kata-kata nggak logis!" bentak Raymond.

Aiden menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku Raymond yang kini terlihat seperti anak kecil, "Jean ngga se-perfect yang lo kenal, Kutil Ayam." jawab Aiden menjitak santai kepala Raymond.

Rio menatap Aiden bingung.

Tau dari mana lelaki ini? Pikirnya.

Aiden tertawa sembari mengusap tengkuk lehernya, "Santai, Sob, gue udah tau semuanya." kata Aiden seolah tau apa yang sedang Rio pikirkan.

Flashback on

Aiden berjalan panik mencari daun yang bisa dijadikan obat untuk mengurangi rasa sakit pada betis Nesya. Lelaki itu tidak yakin apakah dia bisa menemukan daun tersebut, sedangkan suasana hutan sangatlah gelap.

Terdengar suara daun kering terinjak. Tapi, bukan Aiden yang menginjaknya. Aiden sedang mematung di tempatnya sembari menajamkan kedua telinganya. Suara itu tidak begitu jauh namun juga tidak terlalu dekat dari tempatnya sekarang.

"Pasang topeng lo."

Aiden menaikkan sebelah alisnya. Dia sangat mengenal suara itu. Itu adalah suara...

Arin.

Aiden bersembunyi di balik pohon besar.

Dari tempatnya sekarang, dia bisa melihat dengan jelas empat manusia yang sedang sibuk memakai kostum.

Itu kostum apaan? Pikir lelaki itu.

Aiden memicingkan kedua matanya agar dirinya bisa melihat dengan jelas siapa ketiga orang yang sedang bersama dengan Arin.

"Pegang pisau lo, Dek." Veno memberikan sebilah pisau tajam pada Arin.

Dek? Veno abangnya Arin? Kok gue baru tau? Gumam Aiden di dalam hatinya.

Arin mengambil dengan semangat pisau tersebut seolah pisau itu adalah benda paling berharga baginya.

"Ternyata ngebodohin Aiden gampang banget ya, hahaha."

Merasa namanya terpanggil, Aiden semakin menajamkan indra pendengarannya.

"Cowo macam dia dikasih ciuman juga langsung luluh." sahut Veno.

Bangsat! Umpat Aiden.

"Raymond juga gampang banget, pasti dia ngira kalau gue beneran suka sama dia. Iyuh banget, jangankan suka, ngebayangin pernah ngobrol sama dia aja gue nggak pernah!haha."

Oke, Aiden mendapatkan jawaban dari pertanyaannya.

Ketiga orang tersebut adalah Arin, Veno, dan juga Jean.

Tapi tunggu, siapa seseorang di samping Jean itu? Orang tersebut sedang memunggungi Aiden, sehingga lelaki itu tidak bisa melihat wajahnya.

"Rioo, pasang dong topengnya, biar kita bisa cepet ngehabisin mereka semua!" ucap Arin.

Kening Aiden mengernyit, apa maksud Arin menghabisin mereka semua? pikir Aiden. lelaki itu semakin bingung dengan semua ini.

Veno menaikkan sebelah alisnya saat dia menyadari keberadaan seseorang di balik pohon besar, lelaki itu melangkah perlahan seraya memastikan apa yang dilihatnya,

"Ada yang nguping pembicaraan kita." kata Veno dengan suara dalamnya, membuat Aiden mematung kembali tempatnya.

Mereka semua terdiam, lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling hutan, "Di sana." Veno menunjuk sebuah pohon besar dimana Aiden bersembunyi.

Aiden membulatkan kedua matanya. Bisa habis nyawanya kalau dia tidak segera pergi dari tempat ini!

Rio mengikuti arah tangan Veno.

Lelaki itu menyipitkan kedua matanya, dan memang benar apa yang diucapkan Veno. Dari tempatnya, Rio bisa melihat dengan jelas jika ada seseorang yang tengah bersembunyi di balik pohon tersebut.

Aiden. Gumam Rio dalam hatinya.

"Nggw ada apa-apaan, salah liat kali lo." ujar Rio mengalihkan pandangan mereka semua.

Arin mendengus pelan, gadis itu percaya dengan Rio. "Ayo, lanjutin misi kita." kata gadis itu sembari memasang topeng Anonymousnya.

Aiden bernafas lega saat mereka berempat berjalan menjauhinya. Lelaki itu melangkah menuju tempat di mana keempat orang tadi berada. Aiden memerhatikan punggung-punggung mereka dari jauh, lalu dia menunduk seraya melongokkan kepalanya.

Ada pisau yang tertinggal.

Pisau tersebut adalah pisau milik Rio. Lelaki itu sengaja meninggalkan pisaunya. Karena dia tidak mungkin menghabisi nyawa teman-temannya.

Demi Tuhan, sebenarnya Rio terpaksa mengikuti Arin dan Veno hanya semata-mata untuk mengetahui apa rencana selanjutnya dari dua orang psikopat itu.

Aiden mengambil pisau tersebut, lalu dia kembali berjalan mengikuti Veno dan yang lainnya.

[Kelanjutan kejadian ini ada di part 12]

-flashback off

"Duduk dulu dah, biar santai kayak di pantai." kata Aiden, mendorong kedua pundak Raymond agar lelaki itu kembali duduk di tempatnya.

Aiden menyandarkan tubuhnya di dinding balkon. Kini lelaki itu berada di hadapan Raymond dan juga Rio. "Mau gue yang jelasin atau lo?" tanya Aiden pada Rio.

"Lo aja."

Aiden mengangguk, lalu menatap Raymond yang tampak emosi sekaligus kebingungan, .

"Selama ini lo cuma dijadiin boneka sama Jean." kata Aiden, "Ngga lo doang. Gue juga dijadiin boneka sama Arin."

Aiden mendengus pelan, "Gue ngga tau pasti apa niat Jean, tapi yang pasti, Arin sama Jean punya niat buat ngejauhin lo sama Nesya."

Kening Raymond mengernyit, "Nesya? kenapa harus Nesya?"

"Arin suka sama gue." celetuk Rio menundukkan kepalanya.

Flashback on

"Gue butuh uang." Jean menatap Arin penuh harap. [dialog ini ada di part 5]

Hati Arin tersenyum saat dia melihat Jean yang tengah mengemis dihadapannya, "Uang? Butuh berapa, sebutin aja, Je." Jawab Arin santai.

Jean menatap Arin ragu, gadis itu menggigit kuku jarinya, "Lima puluh juta."

Arin membelalakkan matanya saat Jean menyebutkan nominal yang cukup besar, "Astaga, gila kali lo ya, emang lo bisa ngegantinya?" tanya Arin.

"Plis, Rin, gue butuh banget uang itu. Bokap gue udah sakit-sakitan terus. Lo boleh kasih gue kerjaan apapun, asal lima puluh juta itu ada."

"Apapun nih?" Arin tersenyum sinis sembari menaikkan sebelah alisnya. Kemudian gadis itu mengeluarkan ponselnya dan mengirimkan sejumlah uang tersebut ke rekening Jean.

"Udah gue kirim."

Kedua mata Jean berbinar, gadis itu langsung memeluk erat tubuh Arin, "Makasih, Rin, makasiiih banget. Lo emang penyelamat hidup gue, Rin." Ucap Jean.

Arin menepuk pelan pundak Jean, "Gue ngasih uang itu nggak cuma-cuma."

Jean melepaskan pelukannya, "Iya gue tau kok. Lo mau gue ngapain?" tanya gadis itu.

"Jual diri lo." Jawab Arin tegas.

Jean mengernyitkan keningnya, gadis itu menatap Arin bingung. Membuat Arin tertawa terbahak-bahak, "Hahaha santai aja dong muka lo, Je. Gue cuma bercanda kok."

Jean menghembuskan lega nafasnya. Sekalipun Arin tidak bercanda dengan ucapannya tadi, Jean pasti akan menuruti permintaan gadis itu.

Sebab, bagi Jean, Arin itu adalah malaikat hidupnya. Arin yang sudah membahagiakan Jean selama ini dengan uang-uang yang diberikan oleh gadis itu.

Arin memainkan kuku-kuku jarinya yang lentik, "Lo cukup jauhin Raymond sama Nesya. Buat Nesya kehilangan Raymond." Kata Arin, menatap Jean sekilas, "Gue benci liat orang-orang yang gue sayang selalu deket sama dia." lanjut Arin.

"Rio maksud lo?"

Arin mengangguk, "Apasih emang yang di liat sama Rio dari tuh cewe? Tampang SOK polos aja didemenin."

Jean menaikkan kedua bahunya, "Jadi yang harus gue lakuin, deketin Raymond?" tanya Jean memastikan.

Arin mengangguk, "Tugas lo gampang," Arin menepuk pundak Jean, "Gue yakin si Raymond akan seneng banget saat lo deketin dia."

"Loh? Kenapa emang?"

"Raymond tergila-gila sama lo, Jean."

"Masa sih?" tanya Jean menautkan kedua alisnya.

"Udah gausah banyak nanya. Lakuin aja apa yang gue suruh."

-Flashback off

"Jean itu nggak kayak yang lo tau. Dia ngga sesuai ekspetasi lo, dia bukan anak orang kaya yang hidupnya sempurna." Rio menoleh kearah Raymond yang sedang menatap kosong dinding di hadapannya.

Bukan kenyataan kalau Jean anak kurang mampu yang membuat lelaki itu sedih. Tapi kenyataan kalau dirinya dimanfaatkan oleh Jean yang membuat hati Raymond hancur.

"Jean itu anak kurang mampu. Ibunya udah meninggal. Bokapnya juga penyakitan."

Raymond mengacak frustasi rambutnya kala Aiden menjelaskan kejadian yang sebenarnya,

"Waktu dia SMP, dia sering dikatain sama temen-temennya. Awalnya Jean baik-baik aja, dia terima kalau dikatain, toh emang itu kenyataannya. Tapi makin lama, temen-temennya makin semena-mena sama dia. Dan saat itulah Jean ketemu sama Arin." Rio menatap Raymond sejenak, lelaki itu merasa iba dengan kondisi Raymond yang terlihat sangat bingung.

"Menurut Jean, Arin itu penyelamat hidupnya. Bahkan Arin sampai beliin Jean rumah mewah yang sekarang dia tempati. Semenjak saat itu Jean jadi sombong, dan memamerkan harta yang dia punya." lanjut Rio.

Aiden membuka lebar mulutnya sembari menatap Rio tak percaya, "Lo tau dari mana, sampe bisa se-detail itu?" tanya Aiden.

Rio tertawa kecil, lalu memasukkan kertas kecil ke mulut Aiden yang sedang terbuka, "Lo lupa? gue temen SMP-nya Jean sama Arin."

Aiden ber-oh ria.

"Jadi bener, selama ini gue udah dibegoin sama Jean." ujar Raymond tiba-tiba masih dengan pandangan kosongnya.

"Kan dari awal gue udah bilang, tapi Lo malah marah-marah kayak orang kesetanan." jawab Rio.

"Tapi, Sob," sanggah Aiden, "Lo tau apa hubungan Aileen sama mereka?" tanya Aiden pada Rio.

Rio menggelengkan kepalanya, "Kalau itu gue nggak tau, Den. Yang gue tau Arin sama abangnya benci banget sama Aileen." jawab Rio.

Raymond teringat sesuatu. Lelaki itu membetulkan posisi duduknya lalu memegang kedua bahu Rio, "Sekarang Nesya dimana?!" tanya Raymond panik.

"Gue ngga tau. Makanya tadi gue nanya lo. Gue pikir Nesya ngabarin lo."

Tubuh Raymond lemas, lelaki itu menurunan kedua bahunya sembari mengacak frustasi rambutnya. Pikirannya berlari-lari mencari dimana keberadaan Nesya sekarang.

"Ray, lo sadar nggak kalau Nesya sayang sama lo?"

Raymond mengernyitkan keningnya, "Sayang? gue juga sayang banget sama dia."

"Bukan sebagai sahabat," kata Rio memutar malas kedua bola matanya.

"Terus?"

"Rasa sayang seorang wanita dengan lelaki yang dia sayang." jawab Rio membuat Raymond terdiam ditempatnya.

Kalau benar apa yang diucapkan Rio, berarti selama ini Raymond sudah terlalu jahat dengan Nesya. Pikir Raymond.

"Dia udah lama nyimpen rasa sama lo. Lo ngga sadar tatapan berbinar dia setiap kali lo ada di dekat Nesya? Lo galiat betapa kecewanya Nesya pas lo jadian sama dia? Lo ngga sadar tatapan berbinar dia yang berubah jadi tatapan bingung saat lo mulai jauhin Nesya?"

Raymond menggeleng lemah.

"Bodoh." kata Aiden menjitak santai kepala Raymond.

Hati Raymond makin hancur. Benar apa yang diucapkan Aiden. Lelaki itu benar-benar bodoh! sangat bodoh!

"Koala gue juga ngga ada kabar." kata Aiden tiba-tiba.

"Bukannya udah putus, Den?" tanya Rio.

Aiden mengangguk sambil mendengus pelan, "Gue nggak pernah bohong sama perasaan gue tentang dia. Gue sayang sama Aileen. tapi, Gue terpaksa ngikutin permainan Arin, terpaksa nyakitin hati cewek yang gua sayang. Itu semua gue lakuin buat mata-matain si iblis Arin."

Rio mengangguk mengerti, "Kalau mereka berdua hilang dari seminggu yang lalu, kemungkinan besar.."

"APAAN?!" teriak Aiden dan Raymond berbarengan.

"Kemungkinan besar mereka berdua ada dalam bahaya sekarang." lanjut Rio.

"Maksud Lo?" tanya Raymond bingung.

"Waktu itu gue nggak sengaja denger pembicaraan Arin sama Veno, mereka punya rencana besar buat—"

"Buat apaan, jing!" teriak Raymond tidak sabar.

"Bunuh Aileen sama Nesya." jawab Rio ragu.

Hancurlah pertahanan hati Raymond, lelaki itu meninju keras dinding di hadapannya hingga dinding tersebut retak. Kalau saja dari awal dia tidak mengikuti keinginan Jean, Mungkin kini Nesya masih berada di sampingnya, tertawa bahagia seperti biasa hanya dengan mendengar cerita Raymond.

Seorang lelaki tersenyum sinis saat Rio memberitahu pada Raymond dan Aiden tentang apa yang dia dengar.

"Pengkhianat." kata lelaki itu dari tempat persembunyiannya.

Continue Reading

You'll Also Like

TOMMY By na†a

Teen Fiction

279K 28.6K 17
Tommy Ferrario, murid yang di Drop Out dari sekolah lamanya karena sikapnya yang begitu berandal. Cowok dengan segudang masalah yang mencoba untuk se...
1.1K 160 40
◌⑅●🌧️Story of Brishti🌧️●⑅◌ Kematian sang Ibu menjadi hadiah terakhir di hari kelulusannya. Ditambah, dia baru mengetahui sebuah fakta, mengenai san...
97.1K 5.3K 50
"hei Taehyung!" kata Raehwa sambil memegang pergelangan tangan Taehyung. Dia tahu semua temannya memperhatikan dia di ambang pintu kelasnya. "apa-apa...
715 38 1
15+⚠ " Sekarang kita teman ya " ucap sang gadis kecil sembari tersenyum ke arah pemuda kecil itu. " Janji ya jangan tinggalin aku" ucap sang gadis ke...