Ketua OSIS Koplak [SEGERA DIF...

By mauulanawisnu

3.3M 159K 13.9K

[SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU!] [[Beberapa part di private Follow penulis untuk membuka private]] #1 DALAM HU... More

BAB 1
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 20
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 25
BAB 26
BAB 27
BAB 28
BAB 29
BAB 30
BAB 31
BAB 32
BAB 33
BAB 34
BAB 35
BAB 36
BAB 37
BAB 38
BAB 39
BAB 40
BAB 41
BAB 42
BAB 43
BAB 44
BAB 45
BAB 46
BAB 47
BAB 48
BAB 49
SEQUEEL KETUA OSIS KOPLAK
EXTRA PART
INFO PENERBITAN & PENGHAPUSAN BAB
casting pemain
Q & A
jawaban Q&A part 1
jawaban Q&A Part2
casting part 2
COVER NURMAN!
Casting versi Barat
PROMO SPESIAL!
Meet and Great
Lanjutan KETUA OSIS KOPLAK
SEQUEL TERBIT
DI FILMKAN
Siapa yang cocok jadi Nurman?

BAB 2

184K 9.6K 1.6K
By mauulanawisnu

Puisi Alakadarnya

Kantin sekolah nampak ramai dengan para murid yang mulai kelaparan, begitupun dengan Nurman. Setelah hampir dua jam dia terkurung di ruangan OSIS yang sumpek, akhirnya dia bisa merasakan udara sejuk di luar.

Nurman perlahan meneguk teh manis yang baru saja dipesannya. Dinginnya teh manis sejenak membuatnya tenang kembali, setelah beberapa jam kebelakang dibuat tegang dengan arahan dari Pak Heri.

"Gimana, Bro? Lu masih sehat kan?" tanya Samsuri yang dengan mendadak berada di samping Nurman. Samsuri datang dadakan banget, udah kayak tahu bulat yang digoreng dadakan lima ratusan gurih-gurih eyooyy ... .

"Lu kira gue tadi masuk ruangan operasi apa?" timbal Nurman dengan malas, sebenarnya Nurman sedang malas mengobrol. Apa lagi ngobrol dengan alien yang sedang liburan ke bumi macam Samsuri. Kedatangan Samsuri bukannya menghibur malah membuat enek, kalau melihat wajah Samsuri yang nggak beda jauh kayak stocking banci itu membuat napsu makan Nurman mendadak hilang.

"Tenang, Gue udah bikin tim sukses buat mendukung lu di pemilihan ketua OSIS tahun ini," kata Samsuri dengan yakin.

Nurman melebarkan pandangannya, apa yang telah di makan Samsuri pagi ini? Sampai-sampai dia bisa berpikiran ke sana. Biasanya yang ada dipikirkanya hanya cabe-cabean U-17. "Keren brow. Eh nama tim suksesnya apaan?" tanya Nurman dengan antusias yang udah kayak bayi yang mau dikasih balon sama Emaknya.

"Sukses Makmur," jawab Samsuri dengan senyuman bercampur bangga.

"Hiiyyaaaa ... Lu kira toko bangunan apa? sukses makmur lagi. Ganti!" seru Nurman yang tidak setuju dengan usulan nama tim sukses yang diberikan Samsuri.

"Mekar Jaya?" usul Samsuri lagi.

"Kayak ruko sembako dong. Cari yang keren dong Sam, lu mah milih nama tim sukses asal banget,"

"Yang keren gimana sih, Man?"

"Ya apa kek yang keren. Kayak Sahabat Nurman gitu,"

"Itu mah sahabat Noah kali," ketus Samsuri.

"Iya apa kek yang keren, lu mah jadi temen bantunya nanggung amat,"

"Nurman and friend?" usul Samsuri lagi.

"Sekalian aja Nurman the explorer," sungut Nurman.

"Nah itu keren, kayak Dora"

"Apanya yang keren ..." Nurman mendengus kesal dibarengi toyoran ke arah Samsuri.

'Teeettt ... teeett'

Bel berbunyi dua kali, menandakan jam istirahat sudah habis dan semua murid yang sedari tadi sibuk di kantin mulai kembali ke kelas masing-masing. Begitupun Nurman dan Samsuri, mereka kambali ke kelas untuk mengikuti jam pelajaran berikutnya.

Bu Nadia berjalan dengan malas, namun tetap dengan langkah cantik kayak Syahrini lagi lomba balap bakiak di kelurahan. Hari ini sepertinya akan menjadi hari yang sangat melelahkan bagi Bu Nadia. Selain tugas mengajarnya yang padat, Bu Nadia pun harus kembali berhadapan dengan murid yang selalu membuatnya pusing dan geram di kelas.

"Asalamualaikum ... " sapa Bu Nadia, masuk kelas dengan melangkakan kaki kanannya terlebih dulu, udah kayak mau masuk masjid.

"Selamat siang anak-anak, seperti janji Ibu minggu kemarin. Hari ini kita akan bacakan puisi yang telah kalian buat di rumah. Jadi silahkan persipankan diri kalian untuk maju ke depan," perintah Bu Nadia yang sekarang sudah duduk cantik di kursinya. Bu Nadia mulai memilih siapa yang akan maju ke depan untuk membacakan puisi untuk yang pertama, namun Bu Nadia teringat kalau Nurman baru saja dijadikan bakal calon ketua OSIS di SMA Mandiri. Bu Nadia ingin tau, apa jadinya kalau Nurman berbicara di depan orang banyak, jangan bisanya ngegombal aja.

"Nurm ... "

"Bu saya permisi mau ke toilet," baru saja Bu Nadia ingin memanggil Nurman, namun Nurman dengan kecepan 4G sudah lebih cepat memanggil Bu Nadia yang sepertinya masih mengunakan Esia hidayah.

"Nggak boleh! Kamu harus bacakan puisi sekarang juga," ketus Bu Nadia yang tidak mau begitu saja percaya dengan alibi Nurman.

"Ini udah nggak kuat Bu, udah di ujung nih," kata Nurman dengan keringat dingin yang mulai membasahi wajahnya.

"Alaah ... palingan kamu bohong, biar nggak di suruh baca puisi kedepan. Iya kan!" seru Bu Nadia tak mau kalah.

"Bu gini aja deh, aku ke toilet dulu sebentar, nah sepulang dari toilet aku langsung ke depan baca puisi," Nurman masih bersikeras.

"Nggak! Udah cepat."

"Bu kalau aku buang air besar di kelas dan besok jadi berita heboh di koran dengan headline 'seorang pelajar buang air besar di kelas karena gurunya tidak mengijinkan ke toilet' gimana? Ibu mau nanti dikejar media? Terus dituntut karena melanggar hak asasi kejombloan," jelas Nurman dengan panjang lebar.

Bu Nadia sejenak terdiam, bagaimana jika Bu Nadia benar-benar dilaporkan ke polisi dan dipenjara? Siapa yang mau bayar kontrakan dan bayar cicilan panci cantik miliknya. Apalagi Bu Nadia tidak mau menjadi kambing hitam diberita nggak penting tentang seorang murid yang buang air besar di kelas.

"Baiklah Nurman, 10 menit dari sekarang."

"What? Kok 10 menit?"

"Udah, mau jadi atau tidak!?"

"Oke Bu meluncur 86."

Nurman segeran berlari ke toilet, rasa mulesnya sudah tidak bisa ia tahan lagi. Rasa mules ingin pup itu udah kayak perasaan, datang tak terduga dan akan plong setelah dikeluakan/diungkapkan.

'Brruuaaakk ...' Nurman beberapa kali memukul pintu toilet dengan keras.

"Woy buruan udah nggak tahan nih," teriak Nurman. Di dalam toilet hening tidak ada jawaban sedikitpun, sepertinya orang yang sedang berada di dalam toilet sangat menikmati suasana.

"Ah gila lama banget, mana waktunya cuman 10 menit lagi. Ahaaa ... " ide jahil pun dengan cepat mengalir ke otak Nurman.

"Orang kek gini harus dikasih pelajaran, biar tau rasa kalu menunggu lama tanpa kepastian itu nggak enak," gerutu Nurman. Melihat celana yang menggantung di atas pintu, Nurman menarik celananya dan mengambilnya.

"Lah kok celana murid warnanya coklat? Oh mungkin celan pramuka," dengan niatnya dia gantung itu celana di pegangan pintu toilet. Setelah menunggu akhirnya ada satu toilet yang kosong, namun bukan toilet yang baru saja Nurman jahili.

***

10 menit berasa menjadi singkat baginya. Nurman segera kembali ke kelas. Karena jika dia telat masuk, hukuman yang lebih berat dari Bu Nadia sudah menunggunya. Dengan langkah seribu akhirnya Nurman pun sampai di kelas, dia kembali duduk di bangkunya, mendengarkan puisi yang sedang dibacakan Ermina di depan kelas. Kemudian riuh tepuk tanganpun diberikan semua murid di dalam kelas, selain puisi yang dibuat Ermina begitu indah, pembacaannya yang penuh penghayatan membuat para pendengarnya berdecak kagum.

Mata Bu Nadia kini sudah tertuju pada Nurman, mulut Bu Nadia sepertinya sudah gatal ingin segera memanggil nama Nurman untuk membacakan puisi kedepan.

"Nurman silahkan," kata Bu Nadia.
Nurman berjalan dengan yakin menuju depan kelas, wajahnya terlihat percaya diri sekali, meskipun Nurman masih bingung harus bacakan apa di depan kelas nanti.

"Mana buku catatan kamu?" tagih Bu Nadia.

"Nurman menggaruk kepalanya bingung, dia bukan tidak membawa buku catatannya. Tapi dia belum menulis satu katapun di buku catatannya.

"Emmm ... , bukunya ketinggalan Bu," aku Nurman dengan kembali beralibi.

"Terus kamu mau baca apa?!"

"Baca puisi lah Bu, masa baca pikian sama perasan Ibu. Hati Ibu masih tetep kok, masih ada aku disana. Iya kan Bu," goda Nurman dengan menaik turunankan alisnya.
Eeeeeaaaaaaa ... semua murid berteriak dan bersorak membuat suasana kelas menjadi gaduh.

"Udah-udah berisik tau!''

"Cieee si Ibu baper, itu pipinya ampe merah gitu," sahut Samsuri seenak jidatnya dan kembali disambut riuh tawa semua murid di dalam kelas.

"Udah ya! Nggak lucu tau," ketus Bu Nadia yang mulai merasakan panas di pipinya karena menahan malu. Nurman sudah bediri dengan tegak di depan kelas dan siap membacakan puisinya ...

Ku lari ke hutan, kemudian tersasar
Ku lari ke pantai, kemudian tercebur
Sepi-sepi dan sendiri
Aku Benci, kuotaku habis

Aku ingi beli kuota
Aku mau beli di pasar
Bosan aku menoton TV
Lagipula TV-nya sudah lama mati

Pecahkan saja saja gelasnya biar ramai
Orang gelasnya dari pelastik
Ada laba-laba sedang menyulam jaring di kosan
Rajin amat tuh laba-laba
Kenapa tak goyangkan saja locengnya, biar terdengar
Atau kah aku harus lari ke kantin lalu ke kelas?

Tersesat, karya Nurman Suherman.

"Semua murid di kelaspun bertepuk tangan dengan meriah, entah apa yang ada di dalam pikiran mereka sampai bertepuk tangan dengan puisi yang tidak bermakna dan tidak penting dari Nurman.

"Sebentar ... " seru Bu Nadia sembari membenarkan kerudung pasmina yang dipakenya, memecahkan kericuhan yang sedang terjadi di dalam kelas.

"Ini puisi macam apa? Ini kayak puisi Rangga di AADC tapi kok jadi gini ya puisinya?" Bu Nadia mengerutkan dahinya bingung.

"Ah itu perasaan Ibu aja kali." Nurman mengusap dada lega, akhirnya dia bisa bernapas lega. Ujian hari ini bisa dilewatinya dengan lancar meski dengan puisi yang alakadarnya.
'Tok ... tok ... '

"Sura pintu diketuk dengan begitu keras, Bu Nadia segera membuka pintu dan terlihat Bu Suni sudah berada di ambang pintu kelas.

"Iya Bu? Ada yang bisa saya bantu?" kata Bu Nadia yang udah kayak ?call center PLN.

"Maaf Bu saya cari Nurman, suruh keruangan saya ya Bu," kata Bu Suni.

"Oh Nurman Bu? ada kok, sebentar saya panggilin Nurmannya," Bu Nadia pun kembali masuk ke dalam kelas dan memberitahu kalau Bu Suni sedang mencarinya.

"Nurman dicari Bu Suni tuh, disuruh ke ruangannya," ucap Bu Nadia.

Tanpa lama lagi Nurman segera menemui Bu Suni di ruangan BK. Perasaanya mulai tidak enak. Setiap Bu Suni memanggil seorang murid ke ruangannya, berarti murid itu sedang bermasalah.

"Nurman kenapa kamu ngambil celana Pak Sunardi di toilet?" Bu Suni tanpa lama lagi langsung menanyakan inti permasalahannya.

"Loh kok saya Bu?" Nurman mengerutkan dahinya bingung.

"Kamu kan yang ngambil celana Pak Sunardi terus di simpan di pegangan pintu toilet?"

"Bu toilet guru dan murid itu kan berbeda, mana mungkin saya masuk ke toilet guru."

"Tadi Pak Sunardi lagi di toilet murid Nurman!"

Nurman melebarkan pandangannya, dia baru ingat kalau tadi dia baru saja menjahili sesorang dibalik toilet.

"Gawat kayaknya celana itu milik Pak Sunardi," gerutu Nurman dalam hatinya.

"Bu, Ibu nggak punya bukti kalu saya yang berbuat jahil di toilet," Nurman mencoba mengelak.

"Jangan mengelak Nurman, ayo ngaku atau Ibu skors kamu dua bulan!"

"Aaaa ... jangan Bu, tadi saya cuman jahili murid yang pake celana coklat kok Bu. Saya kira bukan punya Pak Sunardi," dengan spontan Nurman berbicara dan tak lama dia menutup mulut dengan kedua tangannya.

Bu Suni tersenyum sinis, akhirnya jebakan yang dibuatnya berhasil membuat Nurman mengaku.

"Tuh kan bener, padahal Ibu belum tau siapa yang ngelakuinnya. Eh kamu sendiri yang ngaku," ucap Bu Suni dibarengi dengan tawa jahatnyanya.

"Koplak nih Bu Suni, berhasil menjebak gue. Huft sue bener," Nurman hanya bisa mengerutu kembali di dalam hatinya.

"Ibu ternyata nggak salah sama prediksi Ibu sendiri."

"Emang Ibu prediksi berapa kosong MU vs Chelsea tadi malam?" tanya Nurman yang membuat Bu Suni kebakaran jenggot. "Ibu prediksi kamu pelakunya, bukan prediksi skor bola Nurman!" ketus Bu Suni. "Nurman apa kamu nggak kasihan sama Pak Sunardi?" tanya Bu Suni dengan tatapan yang mulai serius.

"Kasihan kenapa emang Bu? Pak Sunardi sedang berduka ya? Saya turut berduka cita Bu,"

"Siapa yang meninggal?!"

"Lah Ibu sendiri tadi yang bilang," jawab Nurman polos.

Bu Suni sudah mulai geram menghadapi murid seperti Nurman ini, bisa-bisa Bu Suni mati berdiri kalau tiap hari berhadapan dengan Nurman. "Pak Sunardi tadi dua jam di toilet ... "

"Rajin amat Pak Sunardi Bu, emang ngapain aja di toilet?" sambung Nurman, sebelum Bu Suni menyelesaikan ucapannya.

"Makanya dengerin dulu, jangan main potong aja!" ketus Bu Suni yang mulai meradang. "Pak Sunardi tadi dua jam di toilet, gara-gara kamu sembunyiin celananya," sambung Bu Suni.

"Celana coklat itu punya Pak Sunardi Bu?" tanya Nurman.

"Iya, dan kamu kan yang nyembunyiinnya,"

"Haaaah!" back sound petir mendadak terdengar di dalam ruangan BK.

"Pokoknya, Ibu hukum kamu keliling lapangan!"

"Berapa keliling Bu?"

"Sampai bel pulang!!"


Continue Reading

You'll Also Like

13.5M 1.8M 71
[ π™‹π™šπ™§π™žπ™£π™œπ™–π™©π™–π™£! π˜Ύπ™šπ™§π™žπ™©π™– π™¨π™šπ™¨π™–π™©! ] . Amanda Eudora adalah gadis yang di cintai oleh Pangeran Argus Estefan dari kerajaan Eartland. Me...
1.2M 118K 26
Namira entah bagaimana dia masuk ke dalam sebuah novel Tampa judul, yang baru dia menamatkan bacaannya tadi malam. Tapi ketika dia membuka matanya la...
4.7M 531K 43
(FOLLOW AUTHORNYA) (JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN GUYSπŸ’šπŸ’š) Ini tentang drama antara babysitter dengan bosnya. Bosnya yang tampan sekaligus duda berana...
9.7K 1.4K 29
Bagaimana jika kenalakan Yibo menurun ke anaknya. Up suka suka