Lauren [END]

By NaykaLeona

368K 20.8K 2K

#1 Rank of Chloe Moretz 08/04/21 #2 Rank of Funny 02/08/21 #3 Rank of Complete 01/10/21 Genre: Romance, Come... More

1. Black, Brown, White?
2. Being old maiden?
3. I'm not really lucky
4. I've got nothing anymore
5. What do you want?
6. She's just a little girl
7. You don't know my heart
8. Speechless
9. What's gonna Lauren do?
10. Ease
11. Kau (bukan) pria es?
12. Your Smile
13. Take it or leave it?
14. My Stupid Heart
15. Would you wanna kiss me?
16. Big Effect (18+)
17. Stay With Me (Repost)
18. I do believe you
Cast Description
19. Coba memahamimu
Pulcher
20. Aku mencintaimu
22. (Private) Special Part of Reihan & me
23. Be your little star
24. Say Love
25. Change
26. About a choice
27. Weakness and Biggest Fear I
28. Weakness and Biggest Fear II
29. Homeless
30. Pretend it's OK
31. Where are you?
32. Love me or leave me here
33. Yang tak pernah bisa mencintaimu
34. Just let me go
35. Between love or temptation
36. Painful Truth
37. My Angels
38. Pure Love
39. Biggest Pain
40. Out from cage
41. Afraid to lose
42. Back to you
43. Minta Restu ???
Informasi
44. Mencoba berdamai
45. Worried
Sequel Released (Sena)
END
Trilogi Erlan Black Up!

21. Jangan ambil dia dariku

11.4K 473 57
By NaykaLeona


Reihan

"Rei, tenangkan dirimu!"

Bagaimana Erlan bisa menyuruhku menenangkan diri saat ini sementara aku sudah hampir mati menahan kegilaanku sendiri.

"Apa yang terjadi ?" tiba-tiba Indira datang dengan raut wajah yang begitu cemas memandang satu per satu dari kami.

"Ada apa dengan kalian ?" Indira sudah tidak bisa lagi menahan kekesalannya, "jelaskan padaku apa yang terjadi ?!"

Semua diam tidak menyahut dan hanya melihat ke pintu ruangan yang sejak tadi tidak terbuka disana.

"Siapa di dalam sana ?" tanya Indira terus-menerus, memperhatikan sekitar kami dan mencari-cari, "dimana Lauren ?"

"Apa Lauren yang ada di dalam sana ?" tebak Indira.

"Apa salah satu dari kalian bisa bicara ?!" seru wanita itu dengan emosi yang meluap, "apa kalian tidak bisa gunakan mulut kalian dan kenapa kalian mendadak bisu ?!"

Erlan menarik dirinya lalu merengkuh Indira, "lepaskan aku bodoh!"

"Aku tidak memerlukanmu untuk memelukku!" sangkalnya dan berjalan ke arahku.

"Apa sebenarnya yang terjadi pada Lauren, kak ?" tanyanya pelan.

Aku tidak bisa menjawab sampai Sena lah yang menarik Indira untuk diberi pengertian. Indira mendengarnya dan terkejut setengah mati.

Sudah berjam-jam kami menunggu kabar Lauren untuk selamat dari keadaan kritisnya. Tapi sangatlah sulit memastikan untuk penyelamatannya berhasil atau tidak lewat pengambilan anak peluru yang mengena organ vitalnya. Perbandingan operasi itu sangat riskan untuk keselamatan nyawanya.

Aku bersumpah serapah karena dokter tidak keluar juga dan saat salah satu perawat itu keluar, mengabaikan kami untuk bertindak cepat lalu kembali membawa dokter tambahan entah darimana. Dengan tegas dan penuh ancaman, aku menyuruh mereka untuk menyelamatkan Lauren atau tidak, aku lah yang akan menghancurkan rumah sakit ini juga kalau Lauren tidak bisa selamat.

"Kak Rei." Indira datang untuk menenangkanku dari segala rutukanku pada tim dokter itu, ia memelukku dan mengelus punggungku, "Lauren pasti bisa bertahan. Dia sudah berjanji akan selalu ada untukmu."

Wajah Indira bersandar ke dadaku dan berkata, "dia gadis yang kuat."

Ia mendongak lalu memberi senyum manisnya sampai aku mengangguk paham, tangannya menepuk punggung belakangku terakhirnya lalu beranjak pergi ke Demian hingga ia merengkuh adiknya ke dalam pelukannya.

Dia gadis yang kuat.

Aku terus merapal kalimat itu seperti sudah menjadi salah satu bagian doaku. Bahkan aku belum sanggup kehilangan gadis itu. Belum saatnya. Ada yang harus ia ketahui dan aku tidak ingin dia pergi meninggalkanku.

"Sena." tiba-tiba Mitha datang juga, langsung melihat keadaan Sena, "kamu tidak apa-apa ?"

"Aku tidak apa-apa." jawab Sena datar.

"Aku lega kau tidak kenapa-napa." sahut Mitha menarik nafas lega sambil menyentuh dada Sena.

Tangan Sena menarik jemari Mitha dan menyingkirkannya. Mitha pun tidak bisa berkata lagi karena penolakan halus Sena.

"Kau pulang saja." suruh Sena masih dalam suara lembut.

"Tidak. Aku mau pulang sama kau."

"Aku masih disini."

"Kalau gitu aku juga disini."

"Kita tidak punya hubungan apapun lagi, Mitha. Lekas pergi." usir Sena karena tidak bisa menahan kejengkelannya.

"Aku tidak akan pergi." keras Mitha dan duduk bersimpuh di lantai tanpa memandang siapapun disekitarnya.

Wanita itu sangatlah sulit untuk diusir dan dijauhkan dari kehidupan Sena. Aku mendengus geli melihat kepercaya diriannya untuk mendapatkan Sena bahkan sudah dipermalukan dengan batalnya pertunangan mereka.

Aku jadi teringat dengan Lauren. Keributan yang ia buat, masalah yang ia timbulkan, tawa khasnya bahkan kekecewaannya saat aku menyakitinya terus-menerus.

Jangan ambil dia dariku, renungku dalam penyesalan ini.

Demian bersama Erlan membawakan minuman hangat untuk kami. Secangkir kopi untuk tiap orang menunggu disini. Erlan memberikan makanan cepat saji pada Indira yang tengah duduk menyandarkan kepalanya ke bahu Sena menahan kantuk, menolak tidak ingin.

Erlan memaksa karena tidak suka melihat Indira menahan laparnya. Demian menyuruh Mitha ikut makan bersama Indira sehingga mereka terpaksa memakannya karena sudah cukup lama menunggu disini. Indira tertidur di bahu Sena, begitu juga Mitha yang menyandarkan diri ke Indira.

Demian memejam mata dengan posisi terduduk sementara Erlan memangku keningnya dengan lengannya, apa dia sudah tidur atau belum aku tidak bisa pastikan. Sena masih keadaan terjaga seperti diriku, memandang lurus ke pintu ruangan itu. Kenapa lama sekali. Bahkan ini sudah hampir dini hari.

"Apa dia bisa selamat ?" tanyaku pada Sena.

"Tentu saja. Kau tidak lihat dia saja bisa mengalahkan beberapa pria sekaligus dengan tangannya sendiri."

Kami tersenyum geli mengingatnya, ia menambahkan, "dia selalu benci dibilang anak kecil karena orang lain melihat tubuh gadis itu kecil. Tapi aku baru sadar sekarang, kenapa dia tidak suka dibilang seperti itu karena ternyata dia punya kekuatan jauh lebih besar daripada orang dewasa pada umumnya."

Aku tertawa perih dalam hati. Kepalaku mendongak ke atas, melihat ke langit-langit, "dia gadis yang kuat." imbuhku masih merapal kata yang diucapkan Indira.

Dan sampai Sena pun tertidur bersama yang lain, aku masih terjaga hingga pukul empat pagi.

Apa yang akan terjadi kalau aku benar-benar kehilanganmu, Lauren.

*******

Kedua mataku terasa sakit sekali untuk sekedar membuka, cahaya itu sangat sulit untuk diraih agar aku bisa melihat sesuatu yang jelas di hadapanku. Aku tidak bisa mengadaptasi terang menyilaukan kedua mataku yang sayup-sayup berusaha membuka.

Nuansa putih langsung terlihat di pandanganku, aroma obat-obatan menyengat ke hidungku dan dimana aku berada sekarang.

Reihan. Itulah yang bisa ku ingat.

Tenggorokanku terasa kering sekali untuk sekedar menyahut seorang yang memanggil namaku.

"Reihan." susah payah aku menyebutnya akhirnya setelah berusaha melawan rasa perih di tenggorokanku.

Setelah itu aku merasakan ada gerakan beberapa orang mengamatiku dan semua berjalan sesuai keinginan mereka.

*******

Reihan tidak pernah lupa melihat kondisiku terus-menerus bahkan setelah diizinkan untuk pulang. Masa pemulihan sudah terlewati dan dia juga seringkali membawaku untuk ikut terapi klinis sesuai jadwalku. Dia tidak mau ada kegagalan sedikitpun setelah terlewatinya masa kritisku yang menakuti mereka akan kehilanganku.

Sebegitunya kah Reihan mengkhawatirkanku. Reihan terus saja memperingatiku untuk menghabiskan makananku dan meminum obat. Melihatku kondisiku lagi setiap malam sepulang dia kerja. Di siang harinya ia pun bahkan menyempatkan diri untuk pulang hanya melihatku dan mengingatkanku makan siang dan minum obat setelahnya.

"Reihan." Aku mengulurkan satu tangan padanya dan menepuk pelan tempat tidur di sampingku, "aku mau kau menemaniku tidur."

Reihan terlihatsedikit berpikir tapi tidak lama, ia pun naik ke ranjang lalu memelukku dengan posisinya yang setengah berbaring, bersandar ke bantal lalu mengelus rambutku, "tidurlah."

Aku tersenyum akhirnya lagi dia mau memelukku selagi aku tidur, "jangan tinggalkan aku."

Reihan berhenti mengelus dan memikirkan perkataan itu tapi dia justru mengecup puncak kepalaku yang bersandar di atas dadanya. Dia menyahut keinginanku tanpa verbal, mengisyaratkan kalau dia ada disini untukku.

Bisakah kami seperti ini saja. Tidak ada pertengkaran, adu mulut dan perasaan naik turun. Aku ingin tetap memeluknya agar terus mendengar detak jantungnya, mencium aromanya dan mendapatkan kehangatannya mendekapku. Saat ini aku ingin sekali menghentikan waktu ini untuk terus bersamanya dalam pelukan ini.

Reihan, aku sungguh mencintaimu.

********

Indira bertamu ke apartemen Reihan secara tiba-tiba dan dia langsung memelukku senang karena hampir gila memikirkan bagaimana keadaanku setelah terjadi penembakan itu. Ia sangat sulit mempercayai mengapa insiden itu bisa melibatkan mereka semua dan terkena getahnya pada diriku. Aku menjelaskan kejadian sebenarnya, aku yang memaksa diri untuk ikut bersama Demian mencari Reihan.

Kami pun lanjut mengobrol banyak hal dan tiba-tiba Erlan keluar dari lift langsung berjalan ke arah kami tergesa-gesa sementara Reihan berjalan dengan tenangnya di belakang.

"Apa kau sedikit saja tidak bisa membuatku mengkhawatirkanmu, Indira ?" tanya Erlan frustasi melihat Indira yang justru memalingkan wajah.

Reihan menghampiriku, "kau sudah merasa baikan ?"

Aku mengangguk ya dan kembali mendengar suara Erlan yang setengah mati jengkel, "Indira, aku berbicara denganmu. Lihat aku."

Indira pun meluruskan pandangannya pada Erlan.

"Apa kau bisa buat aku tidak mencarimu kesana kemari ?" tanya Erlan lagi, dia terlihat kacau, "kau menipuku. Kau bilang akan pergi ke rumah tante Elia dan ternyata kau ada disini."

"Apa itu kesengajaanmu untuk mempermainkanku ?"

Aku menatap Reihan dengan bingung, kenapa Erlan terlalu mengkhawatirkan Indira.

"Jelaskan padaku kenapa aku harus memberitahumu dimana dan kemana aku pergi ?" elak Indira.

"Kau tidak tahu aku mencemaskan bahaya apa saja yang terjadi padamu."

"Oh. Jadi kau mencemaskanku. Terimakasih sudah berbuat hal itu. Kau tidak perlu melakukannya untukku."

Kami pun hanya terdiam menonton mereka sedang beradu mulut.

"Tapi aku perlu melakukannya untukmu." tukas Erlan keras pada Indira.

Wanita itu menipiskan bibir lalu membuka mulut. "Kita tidak punya hubungan apapun sampai kau terlalu memaksa diri untuk mengawasiku !"

Erlan sungguh menahan amarahnya, aura menyeramkan keluar dari wajahnya dan aku saja tidak percaya pria itu sudah melawan emosinya untuk tetap bersabar pada Indira yang baru kali ini sangat keras pada orang lain, berbeda dengan sikap ramahnya pada orang sekitarnya.

"Kalau begitu mari kita buat sebuah hubungan." Erlan menarik Indira, merengkuhnya ke dalam pelukannya dengan cepat.

Dan bayangkan, mereka berciuman di depanku dan Reihan. Erlan memaksa tetap memagut bibir Indira yang meronta di dekapan pria itu.

Wow. Kenapa adegan ini jadi menarik perhatianku. Mereka begitu panasnya berciuman. Aku saja sampai tertegun dalam hati untuk segera melakukan itu dengan pria di sebelahku.

Kepalaku menoleh ke samping, bibirku lalu tersenyum penuh arti pada Reihan sampai dia mendengus geli saja, tidak ingin melihat adegan ciuman Erlan pada Indira.

Reihan meraih jemariku dan bangkit dari dudukku di sofa untuk meninggalkan mereka. Aku menarik tanganku darinya, menoleh ke belakang lagi untuk melihat mereka. Dan ternyata Erlan justru memaksa Indira ikut bersamanya masuk ke dalam lift itu tanpa melepas pagutan bibirnya.

"Lauren." panggil Reihan sambil menarik bahuku, "mereka bukan tontonan gratis."

"Kau lupa kita jadi tontonan gratis sewaktu orang jahat itu menyekapmu ?"

Reihan menggeleng menahan senyum geli nya, "kau yang meminta itu."

"Oh. Tentu saja aku yang memintanya, Reihan." Aku mengangguk dengan senyum jengkel, "terimakasih sudah berterimakasih lewat ciuman panasmu itu. Lain kali bagaimana kalau kau meniduriku di depan mereka ?"

"Lauren !" seru Reihan sementara aku melelet lidah jengkel dengannya dengan langkah menjauh.

"Kau memang gadis yang tidak tahu bagaimana berbicara !"

"Dan kau memang pria yang tidak tahu bagaimana menggoda !" sahutku balik dari pintu luar kamarku, "jangan harap aku akan menggodamu lagi !"

Terdengar desahan kesal dari Reihan disana sementara aku tersenyum geli sambil menutup pintuku rapat-rapat bahkan menguncinya untuk pertama kalinya.

*******

Reihan

Apa?

Bayangkan saja bagaimana gadis kecil itu memang melakukannya. Dia menutup pintunya rapat-rapat bahkan menguncinya. Aku mengerang frustasi kenapa sesulit ini mengungkapkannya pada gadis itu. Lauren saja sudah menutup keinginannya untuk tidak lagi bersikap seperti dulu padaku.

Aku tidak naif, aku memang terlalu menahan diri untuk tidak menyentuh gadis itu terlalu jauh karena belum bisa memastikan perasaan ini. Tapi kegilaanku hampir kehilangannya waktu itu membuatku baru menyadari seberapa besar keinginanku untuk memilikinya seutuhnya.

Dari pertama kali dia menyentuh tanganku di saat pertama kali kami bertemu, aku merasa ada gejolak hasrat yang berbeda. Dan di hari itu juga aku malah ingin menciumnya tapi keburu Sena mencegatku di dalam lift.

"Reihan, apa yang kau lakukan di depan pintu ?" tanya gadis itu dengan bingung kenapa malam begini berdiri di depan pintu kamarnya.

Tadi aku berpikir untuk kembali ke depan kamarnya untuk menyampaikan sesuatu tapi keburu dia membuka pintunya setelah aku sudah tidak jadi berniat melakukannya.

"Aku tiba-tiba lapar dan melewati kamarmu, berpikir kenapa tidak menyuruhmu untuk..."

"Baiklah, akan ku siapkan untukmu." potongnya dan melangkah ke dapur disusuli olehku.

"Kau belum mengantuk ?" tanyaku saat dia hendak membuka kulkas.

Ia menggeleng kepala, "ambilkan saja aku minum. Aku tidak selera lagi untuk makan semalam ini."

"Kau aneh, Brown." dia pun menuangkan minuman ke gelas lalu memberikannya padaku.

"Aku mau nonton." serunya setelah meninggalkanku, melangkah ke kulkas lagi dan mengambil makanan ringan sampai minuman, "kau mau ikut nonton denganku ?"

"Itu akan membuatku pasti mengantuk dan tertidur."

Aku mengangguk dan membantunya untuk membawa makanannya ke ruang tv. Lauren menyalakan televisinya dan duduk di sofa sambil memangku mangkuk pop corn, ia menyesap soda ke mulutnya sambil menonton serius film yang di hadapannya.

Tanganku memangku kepalaku ke pinggir sofa sementara dia mulai mencari posisi nyaman ke sisi lain. Kenapa dia tidak seperti biasanya. Apa dia sedang mencoba menghindariku.

Aku pun mengambil makanan ringannya. Snack sejenis apa ini, kenapa terlihat menganehkan, kenyal-kenyal berbentuk jenis binatang. Aku mencari makanan yang lebih layak untuk dimakan. Lauren menaruh kembali mangkuk itu ke atas meja dan menyandarkan badannya ke bantal dekatku.

"Apa sebenarnya hubungan Indira dan Erlan ?" tanyanya tiba-tiba, aku pun mendekatinya lalu menatapnya lekat.

"Kau tidak akan mudah memahaminya, Lauren." jawabku membersihkan sudut bibirnya dari sisa makanan yang ia lahap sejak tadi.

"Aku pasti memahaminya, Reihan." bantahnya keras kepala sekali, ia bertanya, "kenapa dia terlalu mengkhawatirkan Indira kemarin ?"

"Dia hanya takut kejadianmu menimpa Indira juga."

"Apa sebenarnya motif pria jahat itu ?"

Aku pun mendesah panjang dengan lama, tanganku menariknya untuk berada di pelukanku lalu memberinya kecupan singkat di puncak kepalanya, "kau tahu kenapa aku memarahimu hari itu."

Kepalanya menggeleng di dadaku dan mendongak ke atas, aku pun memberinya pengertian, "itu karena aku khawatir kau menjadi incaran pria jahat itu. Entah darimana dia tahu aku tinggal bersama seorang wanita yang ia yakini bisa menghancurkanku."

"Dia mengincarmu dan kecelakaan itu membuatku hampir setengah gila mencarimu karena mendengar kabar darinya karena sudah membunuhmu lebih dulu padahal berniat menculikmu. Aku pikir dia berbohong karena tidak ada indikasi korban tewas ciri-cirinya sepertimu dan aku rasa dia pasti menculikmu untuk menakut-nakutiku."

Lauren diam sejenak, terlihat berpikir dengan keras menunjukkan kerutan di keningnya.

"Pasti taksi yang kau jelaskan hari itu adalah taksi pertama kali aku pakai tapi aku justru turun di mini market untuk berbelanja. Itulah sebabnya aku selamat dari kecelakaan itu karena aku tidak ada di dalam taksi itu lagi."

"Lauren." Aku langsung memeluknya erat, "maafkan aku karena membuatmu malam itu ketakutan. Seharusnya aku bersyukur kau tidak apa-apa dan bisa selamat dari incaran bahaya mereka."

"Maafin aku juga karena tidak mengabarimu sampai kau kewalahan mencariku."

Aku mengangguk dan membiarkan Lauren kembali menonton tayangannya bersamaku disini sambil mendekap satu sama lain cukup lama.

"Lauren, aku ingin kau tahu." tanpa ku sadari, Lauren sudah tertidur pulas di dadaku dengan mulut yang sedikit menganga. Kenapa gadis ini begitu lucunya. Nafasnya terdengar begitu teratur menandakan dia begitu pulasnya tertidur.

Aku pun menggendong tubuh kecilnya ini pergi ke kamar tidurnya. Dengan perlahan aku menurunkannya tanpa ingin menganggu tidur pulasnya, "selamat malam, nona kecil." Ku kecup bibir mungilnya setelah menyelimuti tubuhnya hingga bahu, dan beranjak pergi keluar.

Senyumku terakhir melihat tubuh itu tertidur saat perlahan menutup pintu.

*******

Selagi Reihan bekerja, aku malas ingin pergi keluar karena melihat keadaanku yang habis saja pulih dari luka tembakan itu membuatku bernyaman-nyaman di apartemen mewah yang besar dimiliki pria itu disini.

Aku tidak ingin lagi menganggu pria itu dengan berbagai cara ataupun misi mendapatkan sekedar ciuman maupun pengakuannya. Dia terlalu naif untuk didekati padahal pengen juga. Ah entah kenapa pria itu sulit sekali diluluhkan. Teringat dengan cerita Indira mengenai keterpurukannya di masa lalu sepeninggal ibu kandungnya membuatnya terlalu dingin pada orang lain. Apa itu sebabnya.

Maka itu, sudah ku putuskan untuk tidak terlalu mengharapkannya untuk termakan segala rayuanku. Akan aku coba jadi wanita pada umumnya.

Yaps, mungkin sudah seharusnya aku melakukan ini.

Reihan sudah pulang dan melihatku tengah duduk bermalas-malasan sambil menonton tv. Aku menyapanya dengan senyum dan kembali menonton tayangan di hadapanku.

"Ini untukmu." Reihan menaruh sebuah kantung kertas entah apa di sampingku, aku hanya mengangguk tanpa melepas pandanganku ke depan.

"Lihatlah dan jangan lupa segera bersiap-siap."

Reihan pergi ke kamar dan kembali tidak lama lagi, wanginya menyeruak ke hidungku dengan wanginya.

Lihatlah dia, sungguh tampan dan memikat dengan setelan jas abu sesuai iris bola matanya ditambah kemeja putih. Mau kemana dia.

"Lauren, kenapa kau masih seperti ini ?" tanya Reihan tiba-tiba sementara aku mengerut kening bingung.

"Kau belum bersiap-siap juga ?"

"Apa maksudmu ?" tanyaku balik sementara dia mendecak kesal dan menarik tas kantung dari sampingku.

Aku baru menyadari kalau aku kelupaan dengan barang ini, jemariku menarik isinya dan sebuah midi dress abu sesuai dengan jasnya serta coat hitam.

"Untuk apa ini ?"

"Aku menyuruhmu melihatnya dan bersiap-siap. Pasti itu untuk kau gunakan, nona kecil." dia sudah terlihatkesal dan memintaku, "cepat bersihkan dirimu dan pakai gaun itu."

"Kita mau kemana ?" tanyaku lagi.

Dia menipiskan bibir dan membuka suara, "aku ingin mengajakmu pergi keluar."

"Apa ?" tanyaku setengah terkejut.

"Apa kau tidak dengar kalau aku tadi mengajakmu pergi keluar ?" ulangnya, membuatku memutar bola mata untuk mengacuhkannya karena aku memang sedang tidak berniat ribut dengannya.

"Jangan pasang sikap itu lagi." mulai lagi sikap bos nya, "aku sedang bicara denganmu dan jangan buat aku kesal dengan matamu yang mengacuhkanku."

"Aku malas keluar." elakku lalu mengambil posisi menyandar ke sofa lagi untuk melanjutkan tontonanku untuk menghindari adu mulut dengannya mengenai sikapku memutar bola mata ataupun sejenis lainnya yang akan memancingnya untuk marah.

"Aku tidak akan meminta kedua kalinya." jelasnya sambil menarikku untuk bangkit berdiri , "ada acara makan malam dan aku mau kau ikut bersamaku."

Aku menghembus nafas panjang, "aku tidak bisa." kepalaku menggeleng, berbalik meninggalkannya dan melangkah ke kamar.

"Kalau begitu mari berkencan di kamarmu, baby." aku langsung menoleh padanya yang mengeluarkan ajakan itu.

Dia bilang apa tadi. Tanpa aba-aba, Reihan yang sudah mengekoriku langsung menangkup kedua pipiku bersamaan mencium bibirku secara tiba- tiba. Ia mendorongku berjalan mundur ke kamar tidur dengan kedua kakiku yang sedikit terhuyung-huyung mengimbangi kedua kakinya begitu buru-buru membawaku ke dalam kamar.

Aku terkejut dengan tindakannya yang menciumku menggebu-gebu, spontan aku tidak menolak kesempatan ini karena memang sangat merindukan ciumannya meski dia benar-benar menyebalkan dan membuatku juga merasa diacuhkan bahkan sakit hati. Dengan cepat, aku membalas setiap ciumannya.

*******

Continue Reading

You'll Also Like

7.7M 265K 70
"Jadi gue harap lo bisa akting" Abel mendongak menatap bingung Aidan "Akting? Untuk apa?" Aidan berdecak. "Hamil!" bentak Aidan ketus. Abel terkesia...
2.5M 180K 33
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
537 152 29
Sebuah fitnah, hampir dibenci semua orang, persahabatan yang hancur, bahkan dituduh sebagai pembunuh teman sendiri, apakah itu akan membuat Dilla put...
1.8M 139K 44
[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Razita Reeves. Seorang artis cantik yang sedang berada di puncak karir. Sangat dimanja dalam keluarga Reeves, terut...