Palagan Nusantara (Novel - Ta...

By Nellaneva

135K 11.6K 2.6K

[Sudah Terbit dan Tersedia di Toko Buku] [15+] Ini adalah Nusantara di penghujung abad 22, ketika semua y... More

Playlist
Sneak Peek: Karakter Utama
Epigraf
Prolog
Bab I
Bab II
Bab IV
Bab V
Bab VI
Bab VII
Bab VIII
Bab IX
Bab X
Bab XI
Bab XII
Bab XIII
Bab XIV
Bab XV
Bab XVI
Bab XVII
Bab XVIII
Bab XIX
Bab XX
Bab XXI
Bab XXII
Bab XXIII
Bab XXIV
Bab XXV
Bab XXVI
Bab XXVII
Bab XXVIII
Bab XXIX
Bab XXX
Epilog
Ucapan Terima Kasih + Pertanyaan
TRIVIA
Nellaneva's 2nd Giveaway: Palagan Mayapada

Bab III

4.7K 543 89
By Nellaneva

GARDA memicingkan mata sembari mengamati kondisisekitarnya. Ruangan bawah tanah itu masih belum berubah sejak sebelum dia dikunci di dalam peti dan dikubur di bawah papankayu. Masih suram dan gelap, ruangan itu, hanya saja lebih banyak sarang laba-laba setelah ditelantarkan hampir dua dasawarsa. Sulit ditebak kondisi di luar sana, barangkali malam hari karena udara yang merembes melalui langit-langit kamar bersuhu cukup rendah—mampu Garda ukur melalui reseptor pada sensor di balik kulit sintetisnya.

Namun, bukan itu yang menjadi fokusnya kini.

Dengan bantuan cahaya dari batang lilin pendek di tengah ruangan, Garda pusatkan sensor-sensor pada mata untuk menelusuri sosok yang tengah membungkuk di hadapannya. Manusia itu, yang telah berani-beraninya mengusik istirahat panjang Garda, tampak sangat kepayahan. Keringat mengucur deras di kedua sisi wajahnya, merembes pada kain kaus yang lusuh. Resonansi emosinya amat menyedihkan. Putus asa. Duka mendalam. Pengharapan tak berdasar. Benar-benar tipe favorit Garda. Bila manusia itu seorang gadis jelita, pasti Garda sudah menunjukkan sedikit rasa iba kendati palsu. Garda perhatikan bahwa raut wajah si manusia memang lembut dan halus seperti perempuan, tetapi tetap saja, dia tidak doyan sesama jantan. Secara anatomi, tubuh Garda diciptakan menyerupai jantan, meskipun pada dasarnya dia tidak berjenis kelamin. Bukannya Garda punya nafsu atau sebangsanya. Dia hanya menuruti sistem dan nalar yang tertanam pada 'otak'-nya—yang sebagian besar terwarisi dari memori sang pencipta.

"Halo," sapa Garda, akhirnya mengucapkan sepatah kata setelah belasan tahun lamanya puasa bicara. Berbincang dengan dinding peti bukan hobinya, maaf-maaf saja. Si pemuda yang membuka peti serta-merta menampilkan ketakjuban; jelas baru pertama kali menghadapi robot berwujud kucing hutan yang bisa berbicara seperti Garda. Pemudatersebutsudah menduga hal ini sebelumnya, bisa Garda pastikan, tetapi tetap saja kaget sewaktu berhadapan langsung dengan sebentuk robot kucing seperti sekarang.

"Tolong aku," manusia itu mengulang lagi, seolah Garda belum cukup mendengar dua frasa serupa sebelumnya. Ekspresi pada wajah si pemuda tampak ingin menyembunyikan sisa keraguan. Garda pun menebak bahwa pemuda itu belum tahu banyak tentangnya, hanya memanfaatkan secuil informasi dari sumber-sumber tak kredibel.

Garda menyipitkan mata dalam isyarat jengkel. "Pertama-tama, Manusia, di mana sopan santunmu? Kamu ini siapa dan mengapa—"

"N-namaku KartarajaPrabangkara, panggilanku Kat. Seseorang bilang kamu bisa bantu mencari adikku...." potong pemuda tersebut.

Sambil memutar bola matanya yang mengkilap seperti kelereng, Garda mendengkus. Ingin dia melontarkan suatu kalimat, selaku ekspresi andalannya untuk satu pertanyaan yang kerap membuat dia bosan: di mana sopan santun anak muda jaman sekarang?!

"Oke, Kat. Senang bertemu denganmu. Terima kasih sudah membangunkanku dari tidur panjang yang nyenyak tiada tara," ucap Garda sinis.

"Sama-sama," balasKat. Raut mukanya menyajikan kepolosan murni tanpa kepura-puraan. Manusia satu ini sungguh tidak mengerti sinisme, keluh Garda dalam benak. Menghadapi jenis orang seperti itu, Garda putuskan untuk tidak berbasa-basi.

"Ada kabar buruk dan baik untukmu. Kabar buruknya, Manusia, aku tidak bisa membantumu. Aku bahkan tidak mengerti mengapa kamu meminta pertolonganku? Kabar baiknya, kamu bisa segera kabur dari sini dengan kulit mulus dan utuh tanpa cakaran dariku," ucap Garda.

"Kamu mengusirku?" sengat Kat, lebih merasa kebingungan daripada tersinggung. "Tapi aku yang telah membebaskanmu dari dalam peti!"

Garda menggerutu. "Justru itu, harusnya kamu tidak mengeluarkanku, Bodoh. Aku harusnya masih menetap di dalam sini sedikit lebih lama."

"Mengapa?" tanya Kat.

"Ini masih bulan April, kamu seharusnya membangunkanku setelah bulan Desember. Itupun kalau kamu masih hidup, yang hampir seratus persen kuragukan," racau Garda dengan lagak enteng.

Kat sama sekali tidak paham. "Maksudmu?"

Satu hal menyebalkan lagi tentang mayoritas manusia: sel-sel abu otak organik merekakadangtidak dimanfaatkan dengan baik, pikir Garda. Namun, bukan kewajibannya untuk menyampaikan perihal tersebut kepada Kat sekarang. "Bukan apa-apa. Omong-omong, dari mana kamu tahu lokasiku?" tanya robot kucing itu kemudian.

Kat mengaku sejujur-jujurnya, "Seorang asing memberikan peta lokasimu kepadaku. Dia juga yang merekomendasikan aku untuk menemuimu."

"Seorang asing? Dan kamu percaya begitu saja terhadapnya?"

"K-kupikir tidak ada salahnya mencoba.... Buktinya kamu memang ada, sesuai perkataannya," terang Kat.

"Apa lagi yang dia katakan tentangku?" Garda bertanya menyelidik.

"Hanya bilang kamu bisa membantuku mencari orang hilang...."

"Tsk, bedebah macam apa itu? Sini, tunjukkan petanya!" suruh Garda kepada Kat.

Pemuda itu menurut, lantas merogoh isi saku jaket untuk memperlihatkan kertas jelek yang sudah menguning pada sudut-sudutnya. Garda mengumpat dalam benak ketika menyaksikan keseluruhan peta. Siapa pun orang asing yang berhasil mencuri peta tersebut dari kediaman penciptanya, akan Garda tendang bokongnya kelak gara-garatelah merepotkan dia sejauh ini.

"Maaf, tetapi sebenarnya kamu ini apa?" Tiba-tiba Kat menginterupsi di kala 'otak' Garda sedang menyeleksi kemungkinan tersangka-tersangka pencuri peta tersebut.

Bila otot kaki depan Garda tidak sedang karatan dan ringkih seperti sekarang, dia sudah ingin menepuk jidat. Sungguh, perbedaan antara dungu dan lugu itu sangatlah tipis, keluhnya. Pemuda di hadapannya itu bahkan belum tahu dia sedang meminta tolong terhadap apa. "Aku ini Kecerdasan Buatan—Artificial Intelligence. Pernah dengar?" tanya Garda.

"Rasanya aku pernah dengar ayahku menyebutnya sekilas. Jadi, kamu adalah robot?Bagaimana kamu bisa tampak begitu nyata seperti makhluk sungguhan?" Kat balas bertanya.

"Apa? Robot? Kamu baru saja menghinaku, Manusia. Tentu saja kami berbeda. Aku jauh lebih—camkan itu, lebih!—superior dari onggokan besi bebal itu," ujar Garda dengan nada suara meninggi untuk mengindikasikan pelecehan yang Kat barusan lontarkan kepadanya.

"M-maafkan aku...." ucap Kat dengan penuh penyesalan, sekaligus terheran karena robot kucing di hadapannya mampu berbicara begitu lugas.

"Baguslah, kelalaian berupa ketidaktahuan memang patut disesali," tukas Garda.

Lekas Kat bertanya lagi, "Bolehkah aku tahu apa perbedaanmu dengan robot pada umumnya?"

Garda mencibir selaku respons—jenis emosi manusia dapat dia terapkan dengan sempurna, cibiran hanya salah satunya. Namun, tidak yakin manusia di depannya akan mengerti, dia hanya berkata singkat, "Intinya, kami jauh lebih jenius."

"Kalau begitu, mengapa kamu tidak bisa menolongku?" tanya Kat, mulai berkeyakinan bahwa robot kucing tersebut memang bukanlah robot biasa seperti yang disebutkan oleh si laki-laki bersyal.

Wah, mulus juga, pikir Garda. Tidak sepayah yang Garda kira, Kat rupanya masih belum menyerah oleh penolakan tegas darinya. Kendati demikian, Garda menyanggah dengan intonasi melecehkan, "Mencari orang? Kamu kira aku ini anjing pelacak? Wujudku saja tak ada mirip-miripnya dengan anjing. Pergilah ke tempat lain, Manusia. Aku mau tidur lagi dan tolong betulkan gemboknya sebelum kamu pergi."

Tidak menghiraukan usiran Garda yang terbilang kasar, Katmasih ingin bersikeras. Dia melepas ransel usang pada punggungnya, kemudian mengeluarkan secarik kertas dari dalam sana. Lantas dia perlihatkan selembar fotoke hadapan si robot kucing. Dengan lagak enggan, Garda pun mengamatifoto yangmenampilkan seorang gadis belia bergaun putih, berusia paling tidak sepuluh tahun. Paras si gadis cantik dan halus seperti abangnya, meskipun tidak mirip-mirip amat.

Tunggu, tidak mirip sama sekali, malah, pikir Garda, sembari lebih memicingkan mata untuk memfokuskan sensor pada sepasang bola matanya.

Rambut gadis kecil itu pirang panjang, cerah, dan bergelombang—berbeda dengan Kat yang berambut hitam pekat dan lurus. Iris biru pada matanya memancarkan kekosongan tatapan. Kendati demikian, senyumnya sangat hidup. Sudah mengenali beragam sifat dan sikap manusia, Garda mengerti bahwa itu jenis senyuman yang akan membetahkan manusia manapun.

"Dia tidak bisa melihat," jelas Kat.

Garda sudah bisa mengetahuinya tanpa perlu pemuda itu beritahu. Biarpun begitu, si robot kucing berpura-pura simpatik dengan berkata, "Gadis malang."

Dia tunggu beberapa detik lagi hingga sensornya mampu bekerja lebih cepat. Berada terlalu lama di dalam kotak gelap memperlambat pemrosesan data, tetapi itu hanya awalnya saja. Tidak butuh waktu lama bagi Garda untuk beradaptasi. Setelah memindai melalui sensor pada matanya dengan lebih saksama, barulah Garda menyadari sesuatu.

Garda lagi-lagi mengumpat dalam benak: Bajingan, aku benar-benar penasaran siapa yang merekomendasikanku kepada Kat. Dia jelas bukan sembarang orang asing.

Garis wajah gadis kecil pada foto sangat familier bagi Garda. Bentuk mata, hidung, dan bibirnya menunjukkan persentase yang tinggi dengan suatu data pada processor-nya.

Sial, mengapa harus gadis ini yang si pemuda cari? Bola mata Garda kian menyalang seiring dia bertanya, "Ceritakan padaku bagaimana dia bisa menghilang?"

Mau tidak mau, robot kucing itu menjadi tertarik untuk mengetahui kisah si pemuda. Kat mengangguk sigap, lantas menceritakan peristiwa yang menimpa keluarganya secara terperinci. Suaranya bergetar pada beberapa bagian, diiringisorot mata yang meredup serta berkaca-kaca. Sensor-sensor Garda dapat menangkap kepedihan yang pemuda itu alami, pun ikatan erat yang pernah si manusia miliki bersama keluarganya dan terpaksa berakhir tak lama lalu.

Mengakhiri ceritanya, Kat menodong Garda dengan pertanyaan itu lagi, "Bisakah kamu menolongku mencari Aruni?"

"Aku tidak tahu di mana dia," jawab Garda. Dia berbohong. Hampir pasti dia tahu lokasi keberadaan Aruni, gadis kecil pada foto yang Kat akui sebagai adik. Namun, satu keuntungan menjadi robot, Garda dapat menyembunyikanisi pikirannya dengan teramat mulus tanpa tertampilkan ekspresi wajah.

"Paling tidak, untuk mengumpulkan petunjuk-petunjuk?" tanya Kat dengan intonasi memelas. "Orang asing itu tidakmungkinmengarahkanku kemari tanpa tujuan, 'kan?"

"Mungkin saja benar. Namun, tidakkah kamu berpikir adikmu juga sudah dibunuh dan mayatnya dibawa ke tempat lain oleh dua priabermaskeritu? Entah apa tujuannya, barangkali mereka adalah maniak," bisik Garda, sengaja ingin menakut-nakuti. "Dunia memang sudah gila, bukan?"

Wajah Kat langsung memucat pasi. Tanpa bermaksud menghibur, Garda meneruskan, "Mau bagaimana lagi? Dunia saat ini memang bukan tempat yang aman bagi siapa pun, aku hanya menyampaikan kenyataan berupa kemungkinan yang berpeluang besar." Kendati mulutnya sudah tertutup, pikiran robot kucing itu terus bekerja tanpa tersuarakan:hampir pasti gadis itu masih hidup. Aman? Belum dapat dipastikan.

"S-setidaknya ... bila Aruni sudah t-tiada, a-aku ingin m-memastikannya," ucap Kat dengan terbata-bata.

Manusia ini! Garda benar-benar ingin menamparnya supaya tidak selembek itu. Kat jelas perlu gemblengan mental, anggap Garda. Melalui interaksi mereka dalam menit-menit yang terhitung singkat, dia sudah dapat menerka bahwa pemuda tersebut belum banyak berhadapan dengan dunia. Lebih daripada itu, Garda menimbang-nimbang lagi persoalan si anak hilang bernama Aruni. Bila sensor dan memorinya tidak keliru, dan bisa dia pastikan selama ini mereka selalu akurat, akan muncul beragam peristiwa di luar rencana mereka. Ini akan seru, anggap Garda lagi. Dia perlu hiburan setelah mati kebosanan; bagaimana tidak, terkungkung dalam peti selama lebih dari tujuh belas tahun! Dia pikir, tidak ada ruginya berjalan-jalan untuk menghirup udara segar (tentu ini juga metafora, sebabGarda tidak benar-benar 'bernapas' secara harfiah).

"Oke, kupikir spesifikasiku memang bisa menolongmu," kata Garda pada akhirnya.

"Eh? Benarkah?" tanya Kat terperangah. Kecerahan menjalari wajahnya, merekahkan senyum pada garis bibirnya yang telah cukup lama melengkungke bawah.

"Ya, aku setuju membantumu, dengan beberapa syarat," cetus Garda.

"Apakah itu? Aku akan melakukan apa saja!" seru Kat.

Entah dari mana dia bisa memperoleh keoptimisan semacam itu. Antara dia memang dungu sejati atau terlalu berputus asa, celetuk Garda dalam benak.Walaupun umurnya sudah lebih dari setengah abad, terkadang masih ada sisi manusia yang belum bisa Garda mengerti.

Robot kucing tersebut mendeham dengan lagak puas. Ke manapun ini membawanya, yang penting hiburannya akan segera dimulai. Akhirnya, Garda berkata kepada Kat dengan suara yang dibuat terkesan agung, "Camkan dengan saksama: jangan anggap aku lebih rendah darimu, dan jangan pula anggap kita setara. Kamu harus melayaniku dengan baik. Pertama, dengan membetulkan tubuhku."

Continue Reading

You'll Also Like

32.1K 4.6K 11
Aku, Kamu bersama mengarungi Imajinasi dengan Cinderella ke negeri Mirror Mirror on the Wall berada. Dari sana, kita membeli oleh-oleh Boneka Kayu ya...
210K 32.9K 35
[SUDAH TERBIT DAN TERSEDIA DI TOKO BUKU] Enchanting cover by @fairygraphic [15+] Alamanda Garthran, sang penyihir abadi, terbangun dari tidur panjang...
174K 41.1K 32
[Completed Chapter] Danta berusia 75 tahun ini, dan satu-satunya acara jalan-jalan keluar rumah yang bisa pria tua itu dapatkan hanyalah melayat pema...
49K 6.5K 32
Cover by: @alicehaibara [Sudah Terbit dan Tersedia di Toko Buku] [15+] Di dunia yang memaksa semua orang untuk sama dan serupa, yang mereka inginkan...