Ange Déchu | Book 01

By gkdewii

469K 31.4K 860

Wynstelle Allard baru saja pindah dari Brooklyn ke Savannah untuk melarikan diri setelah menjadi selingkuhan... More

PROLOG
The Forgotten One
His Silence
Bad News
That Little Angel's Name is Adara
Deep Blue Eyes
So, Her Name is Wynstelle...
Weird Dream
Crying Baby
Fallen Angel
Let Me Hug You Once
Kissing Fontana
Finding Good Reason
Is It a Bad Idea to Kiss You?
Party Queen
He's Back, Raiden is Back!
I Love You, ....
Hand Wave
I'm Pregnant!
As Sweet as Strawberry Cake
I Hate It When You Call Me by My Surname
Little Brat!
Let's Talk about AD's Cast ^^
First meet is...
First meet is a disaster
It ain't easy
How a Sentence Affects You
All You Need is a Little Trick
Her Dangerous Move
Lil Figaro
Concert!
Faded
How a Rumour Ruins Your Day
Raiden and Madagascar Elephant
Poutine vs Lasagna
Our Marshmallow
About the Guy Who Deserves the Punch
Trip to Canada
Rendezvous
I Like Your Bright Brown Hair
Denny
The Secret Revealed!
Broken Pieces
I Miss You
Because We are Family
To Forgive
Crying over the Spilt Milk
His Darker Side
Doctor Raiden Andrews
Listen to me, Dad...
Jealousy
To Understand You
Playing Hard to Get
Forget Me Not
All I See is Oddness
One Step Closer to the Past
Why Should It be Like This?
You Brought My Smile Away
Andrea and Yuuki's Wedding
Secret Confession
A Big Step
Perfect Blind Date
Brief Part Special; Another Secret
The Guy who Gets All the Attention; Francis Smith
Plans
Dave, the Guy Who Controls the Story
To Execute the Plans...
Not an Updated Part
From Francis to Arash
A Mom's Hug
Happily Ever After?
Epilog
Extra Part
Extra Part (end)
Not an Update Part [2]

A Blessed Birthday (?)

5.6K 393 18
By gkdewii

Jadi... Semuanya tentang Vanessa?

Wyns masih melamun sambil memeluk lututnya dan memandang bosan ke luar jendela apartemennya. Masih teringat jelas di kepalanya kejadian beberapa hari yang lalu ketika ia melihat Andrea bersama Vanessa; si gadis pirang. Ia tidak tahu apa istilah yang tepat untuk menggambarkan suasana hatinya sekarang. Patah hati? Kecewa? Kesepian? Entahlah... Sebagian hatinya memang merasa kosong, tapi selebihnya ia rasa, ia hanya jenuh.

Bel pintunya berbunyi. Ia menoleh dengan malas kemudian bersungut-sungut. Musim panas sudah berakhir dan sebentar lagi ia akan berulang tahun. Wyns memang bukan wanita yang populer, tapi ia punya beberapa teman akrab di berbagai penjuru negara bagian yang berbaik hati mengiriminya banyak benda-benda sebagai hadiah.

Ia sudah mulai menerima banyak kado sejak dua hari yang lalu. Dan ia yakin yang memencet bel apartemennya tak lain dan tak bukan adalah kurir.

Wyns berjalan tersuruk-suruk mendekati pintu. Ia membuka pintunya sedikit dan melihat pria muda yang tempo hari mengantarkan boneka beruang besar menampakkan wajah.

"Selamat siang, nona Wynstelle." sapanya.

Wyns menyahut pendek.

"Ada paket untuk anda." ucapnya sambil menyerahkan sebuah kotak yang dibungkus dengan kertas pembungkus berwarna cokelat muda. Wyns membaca nama yang tertera di tanda terima sambil menandatangani benda itu dengan muka bingung.

Raiden? Dari pria itu lagi.

Kurir itu tersenyum sopan pada Wyns sebelum pergi dari sana. Wyns bisa saja melempar paket itu dari gedung apartemennya, tapi tidak akan ia lakukan. Ia tidak tahu mengapa Raiden suka mengiriminya --mengirimi Adara- hadiah. Ia terobsesi menjadi daddy long legs atau semacamnya, ya? Bahkan masih terlalu awal untuk menjadi sinter klaus. Satu-satunya alasan, mungkin karena ia ingin keberadaannya diketahui. Oh tolonglah, si pengecut mulai sadar diri rupanya.

Wyns kembali duduk di jendela apartemennya sambil membuka paket tersebut. Sebuah buku dongeng klasik Hans Andersen. Ia melempar buku itu ke atas meja kecil di dekatnya. Ia berjanji akan meletakkan buku itu bersama boneka beruang besar dan cokelat mahal yang Raiden berikan tempo hari. Ia akan memanggil jasa pengiriman barang dan mengembalikan semua benda-benda itu kepada Raiden.

******

Hari berlalu. Besok adalah hari ulang tahun Wynstelle. Ia tidak menyiapkan apapun. Demi Tuhan, ia hanya berulang tahun dan ia bertambah tua. Sesuatu yang tidak perlu dirayakan, menurutnya. Hanya mengingatkannya pada keriput dan uban. Apa yang patut dirayakan untuk itu?

Wyns masih menerima beberapa kado dari kenalan jauhnya. Ibu dan Audrey juga sudah mengirimkan pemberian mereka; ponsel baru dari ibunya dan sepasang baju kembar untuknya dan Adara dari Audrey. Jangan berpikir ibunya mengirimkan ponsel itu karena ia peduli. Sesungguhnya itu adalah sindiran karena Wyns jarang menelepon ke rumah. Ia terlalu sibuk dengan urusan tidak penting yang dipenting-pentingkannya. Padahal seharusnya ia tahu bahwa ibunya sangat mencemaskannya.

Jadi setelah menerima ponsel itu, Wyns menjadikan ibunya sebagai orang pertama yang ia hubungi.

"Mom, aku merindukanmu." Ujarnya lirih bahkan sebelum ibunya sempat menyelesaikan sapaannya.

Wyns memejamkan mata untuk merasakan pelukan ibunya. Sudah lama sekali rasanya ia tidak memeluk wanita itu.

"Kenapa kau jarang menghubungi Mom?" Tanya ibunya.

Wyns memutar untuk menemui Adara di meja makan. "Aku sibuk, Mom." Jawabnya. "Hai Adara, Mom sedang berbicara dengan Nana. Kau ingin mengatakan sesuatu?" Ia lalu bertanya pada putrinya di meja makan.

Adara mengangguk. Ia meletakkan kembali sendok berisi serealnya ke dalam mangkuk lalu menyambut ponsel dari tangan Wynstelle.

Wyns mendengar Adara berkata dengan riang, menjawab dan melaporkan kegiatan sehari-harinya dengan semangat. Ia membiarkan Adara melepas kangen dengan ibunya sementara ia kembali ke dapur. Beberapa menit kemudian, Adara sudah menyerahkan ponsel itu kembali ke tangan Wyns.

"Bagaimana kabar Andre, Wyns?" Tanya ibunya ketika Wyns sudah menempelkan ponsel itu ke telinga.

Wyns terdiam sesaat, memikirkan bagaimana caranya agar bisa berbohong dengan lihai pada ibunya. Maksudnya, ibunya tidak perlu tahu masalah internal yang terjadi antara dirinya dan Andrea. Bagaimanapun ibunya hanya orang lain dalam urusan ini.

"Ya, ya, dia baik-baik saja, Mom." Jawab Wyns lalu tersenyum canggung. Tidak perlu bersikap begitupun sebenarnya ibunya juga tidak akan tahu.

"Syukurlah kalau begitu. Kapan-kapan ajak dia ke Brooklyn. Mom akan menraktirnya ke tempat yang enak."

"Ya ampun. Mom lupa, ya? Dia koki --dan dia kaya. Dia pasti sudah pernah makan semua makanan yang Mom bilang enak. Lagipula, Mom tidak pernah menawarkanku. Padahal aku kan anak kandung Mom." Omel Wynstelle. Tidak benar-benar mengomel, sih. Ia hanya berakting.

Wyns masih berbicara hingga sepuluh menit kedepan sampai akhirnya Miranda menjemputnya di depan pintu. Mereka akan ke salon; Wyns ingin mengecat rambutnya sementara Miranda ingin mengubah gaya rambutnya menjadi bob. Menurut Miranda, gaya rambut itu akan membuatnya lebih semangat seperti anak muda untuk menyambut proses kelahirannya --yang mana menurut Wyns tidak akan ada efeknya sama sekali.

Miranda menyandarkan sebelah bahunya di dinding dengan tangan menyilang di depan dada. Wyns segera membereskan sisa sarapan Adara, membetulkan pakaian anak perempuannya itu lalu menemui Miranda yang hampir mati bosan.

"Oke, aku sudah siap." Ucap Wyns sambil menggandeng tangan Adara. Wyns membiarkan Adara berlalu di depannya untuk menunggu di luar sementara Miranda menahan lengan Wyns. Dari wajahnya sepertinya ada sesuatu yang ingin Miranda sampaikan.

Dan, bingo! Sekarang wanita hamil itu memindai Wyns dari kepala sampai kaki dengan tatapan menilai.

"Sekarang beritahu padaku." Kata Miranda.

Wyns mengernyit. "Beritahu apa?"

"Sesuatu yang seharusnya kau beritahu padaku sejak lama."

"A-apa, sih?" Kilah Wyns, semakin tidak mengerti. Apa yang sedang merasuki Miranda? Hantu hormon?

Miranda mengerucutkan bibirnya. Oke, wanita itu mulai merajuk.

"Oh ayolah, Miranda. Aku tidak mengerti apa yang kau maksud." Erang Wyns.

Miranda menatap Wyns cukup lama. Karena dirasanya Wyns memang cukup bodoh untuk memahami maksudnya --yang berbelit-belit dan dibuat sok misterius- itu, Miranda akhirnya melunak. Ia mengeluarkan tangan kirinya dari jepitan lengannya, menunjukkan sebuah kotak kecil dibungkus kertas merah marun lengkap dengan pita berwarna hitam yang melilit rapi di permukaannya.

"Kado untukku, ya?" Tebak Wyns dengan mata berbinar. "Oh ya ampun, Miranda. Kenapa kau suka berbelit-belit, sih. Kalau kau memang ingin memberiku kado, kau tidak perlu bermain tebak-tebakan seperti itu. Kau membuatku takut, kau tahu." Wyns berkata panjang lebar. Ia mengambil kado kecil itu dari tangan Miranda dengan muka cerah, bersiap untuk mencabik pembungkusnya dengan semangat tapi tiba-tiba berhenti karena merasa tertarik pada amplop kecil yang --mungkin- berisi kartu ucapan. Wyns mengangkat pandangannya, mengerjap seperti anak manja sambil berkata, "ooh, kau manis sekali, Miranda. Kau tidak perlu repot-repot menulis kartu ucapan untukku." Jemarinya mulai membuka amplop itu dengan hati-hati, mengabaikan Miranda yang membelalak seperti ingin membantah.

Wyns mengeluarkan selembar kertas dari dalam sana, lalu membacanya keras-keras.

"R-Raiden?" Jerit Wyns. Ia memandang kaget dan tak percaya pada Miranda, tapi wanita itu sudah lebih dulu memasang muka poker.

"Yap, Raiden, Wynstelle. Itu yang ingin kutanyakan padamu, sebenarnya." Ucap Miranda acuh.

"Bagaimana kau bisa... maksudku, bagaimana benda ini bisa sampai ke tanganmu?"

Miranda mengedikkan bahu. "Karena kurir brondong yang bodoh dan linglung itu salah mengantarkannya ke rumahku." Miranda menunjuk apartemen di belakangnya dengan ibu jari yang melewati bahu.

Wyns mendesah dramatis. Terpujilah Mr. Morris karena tidak pernah memperbaiki nomor apartemen yang tertera muram di pintu selama berabad-abad itu.

"Nah, sekarang jelaskan padaku bagaimana pria jahat itu bisa mengirimkan kado untukmu."

Wyns mendesah lagi. Ia mendengar Adara berteriak karena ia dan Miranda tidak juga muncul dari balik pintu jadi ia memohon pada Miranda untuk tidak membahas apapun dulu sampai ia mengantarkan Adara ke sekolah. Miranda menyetujuinya dengan berat hati.

Damn it! Kesialan macam apa ini?

******

Wyns memberengut masam seraya menjatuhkan bokongnya di kursi yang keras. Ia menyerahkan satu caramel macchiato di tangannya kepada Miranda. Agenda ke salon mereka terpaksa ditunda karena Miranda terus mendesak dengan pertanyaan tentang Wyns dan Raiden;  bagaimana mereka bisa saling berhubungan dan mengapa Wyns tidak pernah marah-marah lagi. Wyns bersumpah ia akan mengutuk Raiden kalau mereka sampai bertemu suatu hari nanti. Berurusan dengannya ternyata sangat menguras pikiran dan emosi.

Dan Miranda, kenapa juga wanita itu selalu ingin tahu soal dirinya. Oh, baiklah. Mereka bersahabat. Tapi sikap protektif Miranda hanya mengingatkannya pada dua wanita protektif lain di keluarganya; ibunya dan Audrey. Ya ampun, Raiden bahkan cuma mengiriminya hadiah, bukan menguntitnya atau semacamnya. Nah, apa sekarang ia jadi terdengar seperti membela Raiden?

"Jadi, apa penjelasanmu?"

"Penjelasan apa? Kurasa semua sudah jelas tanpa perlu kujelaskan." Wyns pura-pura tidak terintimidasi, padahal ia tahu manusia sejenis Miranda itu adalah manusia yang benci ditolak.

"Oh, jadi kau benar-benar berhubungan lagi dengan Raiden. Hubungan seperti; oh-dia-adalah-ayah-dari-putriku-dan-kami-akan-menjadi-orang-tua-yang-sempurna?"

Wyns mendelik sinis.

"Demi Tuhan, Miranda. Kau tahu bagaimana aku dan betapa aku tidak menginginkan pria itu hadir lagi di tengah-tengah aku dan Adara, jadi kau tidak perlu bersungut-sungut merecokiku seperti nenek-nenek bawel karena kau cuma hamil, bukan menopause." Ujar Wyns.

"Hey, jangan menghina ibu hamil, tahu! Nanti kau celaka."

Wyns menahan tawanya, tapi justru Miranda yang akhirnya tertawa berderai-derai.

"Kau pasti mengerti maksudku, Miranda. Aku tidak bisa menghakimi Raiden seperti seorang penjahat tapi aku juga tidak bisa memberinya keleluasaan untuk terus-terusan menemui Adara. Ini lebih seperti bangsa pribumi yang tidak ingin ditindas oleh penjajah --aku pribuminya, Raiden penjajahnya."

Miranda menaikkan alisnya. "Kurasa cukup adil. Tapi yang demikian itu tidak akan menguntungkanmu terlalu lama, Wyns. Maksudku, Adara akan tumbuh besar. Dan Raiden akan semakin nekad memperjelas keberadaannya. Lalu, kalau suatu hari Adara bertanya siapa Raiden sebenarnya, kau akan menjawab apa? Kalian berdua tidak pernah saling mencintai --secara harfiah kalian berdua adalah orang asing yang tidak saling mengenal- apalagi kalian tidak pernah menikah. Kau tidak berpikir sampai sejauh itu?" Tanya Miranda.

Wyns menarik nafas. Ada benarnya yang dikatakan Miranda, tapi bukan berarti Wyns tidak pernah memikirkan kemungkinan yang sama.

"Jadi aku harus bagaimana?" Wyns bertanya.

Miranda menggumam panjang. "Kurasa berteman baik tidak akan jadi masalah, Wyns. Daripada terus menghindarinya, tapi membiarkannya mendekati kalian. Kalau kau ingin melangkah, sebaiknya jangan setengah-setengah karena kau tidak akan sampai ke tempat yang kau tuju."

Wyns melebarkan mata, memasang wajah seperti ingin berteriak "wow Miranda kau bijak sekali dan itu sangat aneh buatku". Jadi, Miranda hanya mengangkat bahu sambil tersenyum bangga.

"Aku belajar banyak tentang kehidupan semenjak hamil, Nona. Jadi tidak perlu seheran itu." Ucapnya.

"Sombong sekali." Desis Wyns. "Tapi, terimakasih. Akan kupikirkan lagi kata-katamu."

"Itu harus." Balas Miranda cepat.

******

Raiden baru kembali dari ruang operasi saat Billy mencegatnya. Pria gemuk itu menjulurkan kepala dari balik pintu kantornya dan memanggil Raiden seakan-akan hal yang mau disampaikannya itu sangat penting. Raiden memberengut tapi ia tetap melangkahkan kakinya masuk ke ruangan Billy.

"Aku melihatmu tadi pagi." Kata Billy. Muka bulatnya sangat cerah seperti baru memenangkan lotere.

"Oh ya? Dimana?" Tanya Raiden kurang antusias.

"Toko perhiasan di depan kedai kopi terkenal itu. Hayo, sedang apa kau disana, kawan? Mencari cincin untuk calon istrimu?" Billy balik bertanya dengan mata disipit-sipitkan.

Raiden menghela nafas. "Tidak." Kau tidak perlu tahu, maksudku, sambung Raiden dalam hati.

"Ibuku akan berulang tahun jadi aku ingin membelikannya sesuatu." Raiden mengarang sekenanya dan tampaknya Billy percaya dengan kebohongan itu karena temannya itu langsung mengangguk-angguk --entah karena ia memang mengerti atau sebaliknya.

Billy tidak mengatakan apa-apa lagi setelah itu. Ia hanya tersenyum selebar-lebarnya seperti bocah idiot dengan muka semerah kepiting rebus. Raiden mengendusnya dari dekat.

Oh, dear!

"Kau mabuk, ya?" Tanya Raiden dengan nada menuduh.

"Ssssst!" Desis Billy, hampir membekap mulut Raiden kalau saja pria itu tidak menangkis tangan gempalnya. "Pelankan suaramu, atau ayahku akan membunuhku." Pintanya dengan suara berbisik. Ayah Billy adalah Dr. Jordan Albert, kepala rumah sakit. Tentang bagaimana Dr. Jordan dan Billy memiliki nama belakang yang berbeda, itu kisah yang cukup panjang. Namun intinya adalah, Billy selalu takut ayahnya itu mengirimnya ke Afrika untuk berbagai alasan.

"Aku berpesta semalam. Gila-gilaan. Jadi, kepalaku masih sakit dan aku tidak mau kena masalah."

Raiden memutar matanya. "Astaga, kawan. Harusnya kau tidak terlalu sibuk bermain-main dengan dunia malammu kalau tidak mau Dr. Jordan menendangmu jauh-jauh."

"Kau anak emasnya. Dia selalu mendengarkanmu. Jangan sampai kau mengadu atau aku tidak akan memberitahumu berita penting." Ancam Billy. Ia tidak terdengar seperti mengancam, sebenarnya lebih mirip keluhan.

Tapi, kalimat terakhir sedikit menggelitik Raiden. "Berita apa?" Tanyanya langsung.

Billy tersenyum penuh kemenangan. Ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi putar, mengangkat sedikit dagunya untuk menambah kesan angkuhnya.

Raiden mendengus. Sebaiknya mungkin ia tidak usah bertanya. Membikin kesal saja.

"Kau tahu tidak, Nakajima yang kau cari tempo hari, yang hampir terlibat perkelahian denganmu, yang menempel-nempel pada Ryan, si ratu pesta yang--"

"Yang mencampakkanmu itu? Ya, aku tahu. Kenapa dengannya?" Sela Raiden jengah.

Billy mencibir. "Kau tahu, dia menghilang entah kemana."

"Oh ya?"

Billy mengangguk. "Bukan tanpa alasan, kawan. Dia menghilang karena menurut desas-desus, dia sedang hamil."

"Waah, selamat kalau begitu." Komentar Raiden. Ia memang tidak tertarik dengan berita tidak penting itu. Raiden tahu, semua orang juga tahu, betapa maniaknya Yuuki Nakajima dengan pesta. Dan apa yang kau dapat dari pesta-pesta liar setiap malam? One night stand; sesuatu yang standar. Kalau ingin yang menjerumuskan, mungkin narkoba. Kedua hal itu --ditambah alkohol- adalah padanan yang sempurna. Jadi, Raiden tidak kaget sama sekali dan menganggap berita kehamilan seorang ratu pesta sebagai berita yang penting.

"Siapa ayahnya? Kau?" Lanjut Raiden, sarkastis.

"Oh, ayolah, Raiden. Aku tidak seceroboh itu mempertaruhkan hidupku demi seorang bayi." Balas Billy.

Raiden terdiam. Kata ceroboh seperti kata kunci untuk membuka rasa malu pada hidupnya. Dulu ia juga pernah melakukan kecerobohan yang membuatnya kehilangan banyak hal. Kekasihnya dan kesempatan untuk melihat putrinya tumbuh besar. Dulu ia tidak pernah berpikir untuk mempertaruhkan hidupnya demi seorang bayi, tapi sekarang... ia akan mempertaruhkan apa saja; nyawanya, segalanya untuk putrinya.

"Kau benar. Aku bisa lihat itu." Ucap Raiden disusul senyum getir di wajahnya.

"Aku mendengar berita ini dari beberapa suster yang kukenal. Mereka pernah melihat Nakajima mengunjungi dr. Maurice, dokter kandungan di lantai bawah. Kau tahu sendiri bagaimana Maurice. Dia sangat menyukaiku jadi aku memaksanya bercerita dan cerita itu akhirnya aku sampaikan pada Ryan --dan kau. Yang kudapati kemudian adalah muka pucat Ryan dan dia panik karena sangat yakin bahwa dialah yang menghamili Nakajima. Astaga bisa kau percaya itu?"

Rasanya Raiden ingin menutup telinganya rapat-rapat, setidaknya menjauh beberapa puluh meter dari Billy karena kemampuan bergosip Billy ternyata jauh lebih mengerikan daripada ibu-ibu rumah tangga.

"Baiklah, kawan. Simpan histeriamu itu --untuk dirimu sendiri- karena aku harus kembali ke ruanganku. Aku lapar dan butuh makan." Kata Raiden lalu buru-buru keluar dari pintu sebelum telinganya membengkak mendengar ocehan Billy.

Lagipula, siapa yang peduli soal Nakajima. Kalau yang Billy bicarakan tadi adalah tetangga si Nakajima, wanita berambut cokelat terang yang mungkin sudah menerima hadiah pemberiannya, mungkin ia akan betah mendengarnya. Jangan salah paham, Raiden hanya ingin tahu lebih banyak tentangnya. Itu saja.

______________________________

Hello, guys. Wyns is back, Panda is back. Maaf lama baru update. Moodnya timbul tenggelam karena lagi susah cari inspirasi.

Kritik dan sarannya masih Panda tunggu banget. Panda open question juga. Kalau ada yang mau nanya soal Wynstelle, Raiden, Andrea, Adara dll, ayok banget. Silahkan. Siapatau Panda keceplosan trus spoiler, kekeke. Enggak ding.

Makasih ya, sudah baca sampai sini.

Love ya *wink*

Continue Reading

You'll Also Like

214K 28.2K 48
[Historical Fiction - Mystery] The Secret in His Eyes Scarlett Selina Green baru saja berusia tujuh belas tahun saat seorang anak laki-laki bernama E...
819K 72.8K 45
Alexa Richards terluka luar dalam, sampai akhirnya ia menutup dirinya dari yang namanya hubungan percintaan. Ia telah berjanji pada dirinya sendiri t...
110K 8.2K 53
Naksir bapak kos sendiri boleh gak sih? boleh dong ya, kan lumayan kalau aku dijadikan istri plus dapet satu set usaha kosan dia
1.1M 51.9K 37
"Jalang sepertimu tidak pantas menjadi istriku, apalagi sampai melahirkan keturunanku!" Bella hanya menganggap angin lalu ucapan suaminya, ia sudah...