Hold On

By monicbeone

6.3K 374 24

Author: Mincha Cast: BTS Suga, Kim Hana, Park Boram, the rest of BTS members, etc Genre: Romance, Marriage li... More

hold on

6.3K 374 24
By monicbeone



Hana pov

Sekali lagi aku menghembuskan nafasku dengan berat, duduk seorang diri di tengah sofa yang terasa begitu luas. Pandanganku tertuju pada salah satu dinding apartemen kami, pada sebuah bingkai indah yang sangat besar, memampangkan potret sepasang pengantin dengan pakaian yang luar biasa menawan dihiasi wajah kebahagiaan. Sebias senyum terpancar di wajahku, sekali lagi aku mencoba menghibur diriku sendiri di tengah semua kekacauan ini, kekacauan yang hanya dirasakan oleh diriku seorang. Aku menatap lagi ponsel ditanganku setelah salah satu pesanku terkirim, salah satu diantara puluhan bahkan ratusan pesan yang aku kirimkan. Aku menanyakan banyak hal, membicarakan banyak hal, mengirimkan banyak hal tapi aku bahkan tidak menemukan ia membaca satu pesanku pun. Satu hal yang aku tahu, ia berada di bagian belahan bumi yang lain, di mana matahari kami tak terbit di waktu yang sama.

Aku mengangkat wajahku merasa bosan dengan semua keheningan dan kediaman ini. Aku benci tidak melakukan apapun seperti ini dan aku hanya memiliki satu orang teman yang bisa aku kunjungi. Aku yakin dia sudah muak melihat wajahku yang hampir setiap hari datang menemuinya diantara kesibukan yang menyita hampir seluruh waktu hidupnya. Aku menyimpan ponselku ke dalam tas setelah merasa cukup rapi dengan pakaianku. Aku mengenakan sepatuku saat seseorang memencet bel apartemen kami. Aku membuka pintu setelah orang tersebut berhenti menekan bel dan berlalu begitu cepat. Aku sempat curiga dengan isi kotak yang ia letakkan begitu saja di depan pintu, tapi bentuknya yang sangat manis dengan pita berwarna pink membuat semua pikiran burukku menjauh, mungkin ini dari fans suamiku. Aku membuka kotak tersebut dan tak bisa menahan keterkejutanku, sebuah boneka kelinci dengan tubuh yang tercabik-cabik dan dilumuri gincu berwarna merah darah. Kotak itu terlempar dari tanganku sementara aku bersandar pada dinding koridor apartemen memegangi dadaku yang bergemuruh karena takut. Aku masih mencoba menenangkan diriku saat aku kembali mendekati kotak itu, boneka kelincinya sudah terlempar dari kotaknya dan yang tersisa adalah foto-foto dan sebuah surat yang di tulis dengan tangan. Aku menelan semua rasa takutku dan memeriksa foto-foto itu, ada foto pernikahanku yang di coret silang berwarna merah darah dan wajahku yang dibuat hancur oleh coretan-coretan di sana. Kemudian ada beberapa foto diriku pagi ini saat aku belanja ke salah satu supermarket, kemudian fotoku yang memasuki apartemen dan foto-foto diriku lainnya.

"Aku melihatmu, aku tahu apa yang kau lakukan dan aku membencimu"

****

"Tapi kami tidak melihat siapapun yang mencurigakan memasuki gedung apartemen, apalagi membawa kotak seperti ini"

"Ahjussi... aku sudah mengalami ini berkali-kali dan kau masih belum menemukan pelakunya"

"Aku mohon maaf Hanashi, kami akan menyelidiki kasus ini lebih lanjut"

Aku mendesah kesal dan menjauh, kalimat yang sama dari para penjaga setelah sekian kali aku mendapat terror seperti ini semenjak aku menikah dengannya.

.....

"Apa kau sakit?"

Aku menggeleng saat Boram menyapaku, ia baru saja menyelesaikan tugasnya di ruang operasi dan terlihat cukup lelah. Ia duduk bersandar pada kursi kebesarannya dengan meja yang bertuliskan nama dan gelar dokternya.

"Aku mendapatkan terror itu lagi"

"Aku rasa sebaiknya kau pindah"

"Aku harus menunggu suamiku pulang dulu"

Ia mendesah berat kemudian menatapku lebih dekat.

"Di mana dia sekarang?"

"Dari yang aku tahu dia ada di Swedia, mereka sedang syuting sesuatu dan aku tidak tahu kapan itu akan selesai"

Alisnya berkerut dan aku sudah membuka sesuatu yang aku rahasiakan selama ini darinya.

"Kau tidak berkomunikasi dengan suamimu?"

Aku menggit bibirku dan menggeleng dengan pelan, wajahnya berubah geram dan ia siap memakiku.

"Aku sudah mencoba menghubunginya tapi ia tidak membalas satu pesanpun dariku, aku tidak bisa menelfonnya, Jungkook juga begitu dan semua orang, tidak ada yang menjawab telfon dan pesanku. Aku lupa jika menejer mereka sudah mengganti nomor ponselnya, aku tidak memiliki siapapun lagi yang bisa aku hubungi"

Kemudian Boram memintaku naik ke atas ranjang pasien dan mulai memeriksa keadaanku.

"Sudah berapa lama kau tidak berkomunikasi dengannya?"

"Hampir satu bulan, terakhir dia mengirimkan pesan jika mereka akan ke Swedia dan ini semacam cast away sehingga ia bahkan tidak tahu jika mereka dibawa ke sana"

Boram melihat perutku yang mulai sedikit membuncit.

"Apa dia tahu?"

Aku tak berani menatap gadis ini, memilih melayangkan pandangan ke luar jendela kaca yang berada di sebelahku.

"Kau gila..."

"Aku tahu..."

Ia kesal tapi ia tak berani meluapkannya dihadapanku, aku terlalu malang untuk ia marahi hari ini.

Author pov

"Selama syuting ini kalian tidak diperbolehkan menyentuh ponsel. Menejer akan mematikan dan menyimpannya"

Sang Pd berbicara pada ketujuh laki-laki yang kini terperangah dengan perkataannya.

"Bagaimana jika kami ingin menghubungi keluarga kami?"

"Bukankah mereka sudah tahu kalian di sini?"

"Tap-"

"Kita mulai syuting hari ini"

Laki-laki pucat itu menyerahkan ponselnya dengan berat hati. Ia tidak mengatakan tentang hal ini kepada keluarganya, pesan terakhir yang ia kirim hanya mengabarkan jika ia sedang di Swedia.

"Hyung, apa kau sudah menghubungi noona?"

Ia menatap Jungkook yang bertanya dengan wajah khawatirnya.

"Aku sudah bilang jika kita ada di Swedia"

****

Hana pov

Satu persatu aku memperhatikan foto yang aku tempel di dinding kamar kecil ini, kemudian beberapa foto yang berserakan di lantai membuat tempat ini terlihat begitu berantakan. Aku mencoba memutar memori-memori indah mengobati rasa sepi yang aku alami, membuang jauh kekhawatiran-kekhawatiran yang menghantuiku siang dan malam.

Flashback

Ia tidak bicara apapun sibuk menyusun pakaiannya ke dalam sebuah tas besar.

"Berapa lama?"

"Mungkin satu bulan atau lebih"

"Apa kau tahu ke mana mereka membawamu?"

"Tidak, aku hanya diminta membawa pakaian lebih, itu saja"

Aku mencoba membantunya melipat beberapa pakaian yang ia masukan dengan asal.

"Kenapa begitu mendadak?"

"Aku tidak tahu"

Aku mendesah berat dan duduk di sofa sibuk memperbaiki isi tasnya.

"Bagaimana bisa kau tidak tahu apa yang akan kau kerjakan dan kemana kau dibawa?"

Ia menatapku dengan dahi berkerutnya namun tak sepatah katatpun keluar dari bibirnya. Aku sudah menjalani hubungan yang cukup panjang bersamanya tapi kenapa semuanya justru semakin sulit setelah kami menikah? aku seperti tidak mengenalnya, ia menjadi begitu asing.

"Aku akan mengabarimu jika aku sudah tahu ke mana mereka membawaku"

Aku hanya bisa berdiri menatapnya yang tengah sibuk memasang sepatu, ia bahkan juga tidak menginap di sini.

"Aku pergi dulu"

Dan hening, ia juga tidak mencium keningku seperti biasanya. Ada apa dengannya?

End of flash back

Aku mengurut dahiku yang terus berkerut. Semua ini membuat kepalaku pusing dan aku merasa sangat sakit. Ini sudah lebih dari sebulan dan ia masih belum kembali, tidak memberikan kabar apapun. Apa yang terjadi antara aku dan dia masih menjadi pertanyaan besar di otakku. Aku fikir aku benar-benar mengenalnya tapi kenyataannya aku bahkan tidak mengerti jalan fikirannya. Pernikahan ini menjadi mengerikan dan aku mulai menyesali banyak hal. Aku tak percaya aku bisa begitu mudah meragukan kepercayaanku padanya, aku mulai paranoid terhadap banyak hal dan kemungkinan-kemungkinan yang bahkan terkadang tidak masuk akal.

Suara bel memaksaku bangun dari semua keterpurukan dan tangisku yang tak tertahankan. Aku berjalan menuju pintu dan membuka dengan lekas tanpa melihat di layar monitor. Aku terkejut saat menemukan seseorang tengah meletakkan kotak di depan pintu apartemen kami, ia juga terlihat tak mengira jika aku akan muncul selekas ini. Ia bergerak cepat berlari menuju lift sementara aku masih mencoba mengenali kotak yang ia tinggalkan.

"Stalker"

Orang yang sudah meletakkan semua kiriman mengerikan untukku. Aku berusaha mengejarnya, berlarian di koridor apartemen saat ia berusaha membuka pintu lift yang masih tertutup. Aku hampir berhasil mencapainya ketika ia berlari menuju tangga darurat di ujung lorong. Aku mengikuting melangkah dengan cepat menuruni anak tangga. Aku bisa mendengar suara langkah kakinya yang tergesa-gesa menjauh dariku.

"Ahjussi! Tangkap orang itu!"

Aku berteriak keras pada sang penjaga yang terheran melihat aku berlari kencang mengejar seseorang di hadapanku. Pandanganku kabur, kerongkonganku kering dan aku mulai kehabisan nafas. Aku tidak bisa melihat dengan jelas saat suara-suara ramai berubah menjadi dengungan keras di telinga dan otakku.

*****

Aroma menyengat memaksaku bangun, aku tidak di kamarku karena ini bukanlah aroma pewangi yang biasa aku gunaka. Rumah sakit? Aku ada di rumah sakit. Samar-samar aku melihat seseorang tengah menatapku dengan cemas dan ia terus memeriksa keadaanku.

"Boram..."

Suaraku serak hampir tak terdengar saat ia di sana memelukku dan menangis. Aku tidak mengerti apa yang terjadi, seingatku aku sudah tak mengunjunginya ke rumah sakit sejak seminggu yang lalu karena ia terus memarahiku perihal Yoongi oppa, ditambah lagi aku sengaja tidak keluar rumah untuk melindungi diriki dari stalker menakutkan.

"Apa stalker itu sudah tertangkap?"

Ia melepaskan pelukannya dariku dan menggenggam tanganku lembut, perlahan ia mengangguk.

"Syukurlah..."

Kau tidak seharusnya mengejar orang gila itu, apa kau tidak memikirkan dirimu? Apa kau sudah kehilangan akal sehatmu? Bukankah sudah kubilang jika kondisimu sangat lemah? Tapi kau malah berlarian menuruni tangga hanya demi orang tak waras itu"

Aku terkejut atas kemarahanannya yang berapi-api dihadapanku. Ia memang sangat cerewet dan kadang begitu pedas dengan mulutnya tapi ia tidak pernah semurka ini sebelumnya.

"Aku baik-baik saja, aku bahkan bisa berbicara denganmu sekarang"

Ia diam, menangis dan genggamannya semakin erat. Aku mencoba mengumpulkan beberapa kesimpulan dari semua perkataannya dan keadaan di sini. Aku menemukan diriku dalam balutan pakaian rumah sakit dan ini adalah ruangan khusus, aku tidak akan memasuki ruangan ini jika aku baik-baik saja.

"Maafkan aku Hana, aku hanya bisa menyelamatkanmu"

Deg...

Aku seperti mendengar sebuah dentuman besar di dalam otakku dan membuat semua sistemnya menjadi kacau. Aku kehilangan keseimbanganku dan semuanya terlihat kabur. Perasaan yang tidak wajar menyelimuti pemikiran dan hatiku, seolah sebuah lubang besar tiba-tiba muncul di dalam jantungku menarik semua organ tubuhku ke sana.

Tes...

Genangan yang menghalangi pandanganku jatuh mengenai tanganku yang masih berada di genggamannya. Aku mencoba mengontrol diriku sendiri, meskipun sesungguhnya aku ingin berteriak teramat keras.

"Apa kau memberitahu orangtuaku?"

Dia menggeleng.

"Hanya kau dan aku yang tahu tentang hal ini"

Sedikit rasa lega menyentuhku, setidaknya orangtuaku tidak akan mati karena cemas.

"Dimana ponselku?"

Ia mengacak sakunya dan menyerahkan ponselku. Aku meraih benda canggih itu dengan tanganku yang gemetar, aku mencoba menghubungi suamiku dengan segala cara. Ia tidak menjawab telfonkunya, tidak membalas pesanku. Aku bahkan menghubungi orang yang tidak aku kenal yang mungkin bisa menghubungkanku dengannya, tapi tak seorangpun menjawab. Aku mulai menatap ponselku dengan resah dan aku sudah tidak bisa menahannya. Genggamanku pada ponselku semakin erat dan aku sudah tak bisa menahan semua emosiku lagi.

Prang...

Benda canggih itu melayang mengenai salah satu dinding dan hancur berantakan, sukses membuat Boram menatapku ngeri.

"Kenapa? Kenapa bahkan di saat seperti ini aku tidak bisa menjangkaunya? Kenapa Tuhan memperlakukan aku seperti ini? Aku tidak pernah melakukan kejahatan apapun, aku bahkan tidak menganggu hidup siapapun. Kenapa?!"

Aku tak bisa lagi menahan semua tangis dan kepedihan yang sudah bersusah payah aku simpan. Aku meratap, meluap dengan sangat keras. Suara raunganku mungkin akan terdengar oleh orang-orang yang berjalan di koridor rumah sakit ini. Aku tidak tahu perasaan semacam apa ini, aku tidak bisa mendengar suara detakan jantungku sendiri, auman dari kesakitan menyelubungi seisi fikiran dan hatiku. Dadaku sakit dan aku merasa semua isi perutku akan keluar. Aku tidak sanggup dengan semua ini, terlalu menyakitkan. Aku begitu lemah untuk sesuatu sebesar ini, aku tak mampu membumbungnya dan aku tertindih oleh rasa perih. Waktu yang aku habiskan untuk melindungi apapun dan siapapun yang aku cintai tak terbayar setimpal, aku benci pada kenyataan itu. Aku sudah mengorbankan banyak hal untuk terus bertahan, bersabar dengan segala keadaan disekelilingku. Aku bukanlah seseorang yang terbiasa dengan hidup rumit nan penuh cobaan. Duniaku datar, semuanya tidak pernah begitu buruk atau terlalu baik dan aku sangat menikmati hal itu. Tapi aku, demi untuk bersamanya membuang semua rasa nyaman dan aman yang aku miliki, untuk tetap dengannya aku terus bersabar menjaga perasaanku dari rasa takut dan marah. Tapi kenyataannya, aku selalu menjadi seseorang yang tersudut dan tersakiti, terluka paling parah. Aku tahu aku mungkin terlalu sentimental, tapi aku adalah manusia biasa dan fakta itu tak bisa membuat orang-orang menghakimi keegoisanku saat ini. Semua kemarahan yang meluap menguap diantara tangis dan sedihku, orang mungkin bisa melihatku, berfikir mereka mengerti apa yang aku rasa namun percayalah, hanya aku yang tahu betapa menyiksanya keadaan ini.

"Hanaya..."

Boram masih mencoba menenangkanku mencoba membujukku untuk berhenti menangis. Aku bahkan sudah tak berdaya lagi mengucapkan sepatah katapun, tangisku ke dalam dan suaraku lenyap diantara kepedihan.

Author pov

Sang menejer menyerahkan ponsel semua orang saat mereka sampai di Bandara Internasional Incheon. Mereka mulai sibuk mengabari sanak saudara dan orang-orang yang mungkin mengkhawatirkan keberadaan mereka.

"Suga... ini ponselmu. Aku sudah mengisi batrainya. Ponselmu mati setelah begitu banyak pesan yang masuk. Sepertinya dari istrimu"

Ia meraih ponselnya saat mereka semua memasuki mobil van bergerak menuju dorm. Semua orang sangat lelah dan perjalanan menuju dorm yang cukup jauh bisa dimanfaatkan untuk tidur.

Suga pov

Aku membaca satu persatu pesan dari istriku, ada lebih dari 200 pesan dan aku bahkan tidak merasa bosan membacanya secara perlahan. Ia pasti sangat merindukanku, ia terus menanyakan keadaanku dan mengirimkan foto-foto dari apapun yang ia kerjakan. Ia bosan dan kesepian, kami tidak pernah berpisah selama ini dan aku tidak pamit dengan baik saat itu. Jempolku terus menggeser layar ponselku ke bawah dan pesannya mulai membuatku khawatir

"Kau dimana?"

"Apa kau masih mengingatku? Apa kau lupa untuk pulang?"

"Kita perlu bicara..."

"Kenapa sulit sekali menghubungimu? Kenapa kau tidak berusaha menghubungiku? Apa ponselmu hilang?"

"Hei... jika kau menemukan ponsel ini terbuang, bisakah tuliskan sesuatu? Aku sangat mengkhwatirkan pemilik ponsel ini"

"Hi... if you by chance found this phone, could you please send me a text? I need to know my husband condition"

Kemudian pesan itu terhenti selama tiga hari hingga sekarang. Aku mencoba menelfon Hana tapi ponselnya tidak aktif dan aku berinisiatif menelfon orang tuanya tapi mereka bahkan juga menanyakan kondisinya kepadaku.

"Hyung, apa kau yakin Hana tidak mencoba menghubungiku?"

Aku bertanya pada menejer hyung yang tengah sibuk di bangku kemudi.

"Aku mengganti nomor ponselku dan sepertinya istrimu tidak tahu"

"Hyung... noona sempat mengirimkan pesan kepadaku, ia menanyakan keadaanmu"

Jungkook berbicara setengah tertidur.

Aku menggigit bibirku cemas dan menghubungi satu-satunya orang yang pasti mengetahui keberadaannya.

"Borama..."

"................"

"Rumah sakit?"

Aku sedikit berteriak membuat semua orang di dalam van menatapku penuh Tanya, terbangun dari tidur mereka.

"Aku dilarang menyentuh ponselku, aku tidak bisa memberinya kabar. Apa yang terjadi? Bagaimana bisa ia dirumah sakit?"

"..........."

"Aku akan ke sana sekarang"

Bipp...

"Hyung! Kita ke rumah sakit sekarang!"

"Tapi semua member harus di bawa ke dorm"

"SEKARANG!!!!!"

Aku berteriak keras membuat semua orang menatapku kaget, persetan dengan semua ini, aku perlu mengetahui kondisi istriku.

Author pov

"Hana... Yoongi oppa menelfonku, ia sudah kembali ke Korea"

"Aku tidak peduli, aku tidak menerima tamu. Katakan pada siapapun yang datang"

Ia masih memunggungi Boram setelah kalimatnya, mencoba menahan rasa sakit di hatinya.

Boram menutup pintu dengan pelan dan mendesah berat saat seorang laki-laki berlari kencang ke arahnya diikuti oleh beberapa temannya.

"Boram... apa yang terjadi? Apa Hana ada di dalam? Aku perlu melihatnya"

Tepat sebelum ia membuka kenop pintu, Boram menahannya.

"Kau perlu tahu dulu kondisinya, kita bisa bicarakan di ruanganku"

"Di sini saja, aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi"

Lelaki itu cemas, wajahnya semakin pucat dan kusut disertai oleh nafasnya yang tidak teratur.

Sejenak Boram menatap lelaki itu beserta teman-temannya yang terlihat begitu penasaran dengan kondisi Hana yang berada di dalam ruangan yang ada di hadapan mereka.

"Aku tidak tahu harus mulai dari mana tapi semua ini terjadi sangat cepat"

Boram memperlihatkan ponsel Hana yang hancur berantakan.

"Istrimu hamil..."

Kalimat singkat itu memberikan sebuah aura luar biasa diantara ke delapan orang itu. Mereka terlihat senang, tentu saja.

"Tapi semuanya tidak seindah itu. Sejak kau pergi ia diteror oleh seseorang, orang itu terus mengikutinya bahkan mengetahui apa yang ia kerjakan. Orang gila itu mengiriminya paket-paket mengerikan berisi foto-foto kalian yang di coret dan bernoda darah, atau boneka yang dibuat hancur, ia bahkan mendapat kiriman bangkai hewan burung. Hana mulai tak berani keluar rumah, ia tak berani menemuiku karena aku sempat memarahinya sebab ia tidak memberitahumu tentang kehamilannya sebelum kau pergi"

Yoongi terdiam, ia teringat saat ia meninggalkan istrinya begitu saja padahal ia tahu wanita itu akan mengatakan sesuatu padanya.

"Kemudian ia berhasil menangkap basah si stalker itu dan istri bodohmu mengejar orang tersebut. Ia jatuh pingsan kemudian dilarikan ke rumah sakit. Dan aku hanya bisa menyelamatkan istrimu..."

"Kau bilang aku kehilangan anak yang di dalam perutnya?"

Boram mengangguk dan Suga siap terjatuh di lututnya tapi ia masih berusaha tenang, mencoba mendengarkan penjelasan Boram lebih dalam lagi.

"Ia sangat kurus, tidak mau makan apapun, tidak mau menemui siapapun. Ia mengalami depresi berat, dan aku mulai mengkhawatirkan kondisinya"

Lelaki itu bersandar pada dinding di belakangnya, tak sanggup menerima semua kenyataan yang baru saja ia dapatkan. Seharusnya ia tidak egois, seharusnya ia mencoba untuk bersabar dan seharusnya ia paham kenapa istrinya menjadi begitu sangat sensitive belakangan ini.

"Hyung..."

Tubuhnya merosot ke lantai dan ia mulai menangis terisak, satu hal yang selalu muncul di saat seperti ini, penyesalan. Ia meringis tak bisa lagi menahan tangisnya. Di sepanjang hidupnya, ia tak pernah sehancur dan sekecewa ini terhadap dirinya sendiri.

"Hyung, kau harus kuat. Kau perlu membuat noona bangkit kembali, kau harus memperbaiki semuanya"

Jungkook terus berbicara dengan tangisnya yang juga mulai muncul di sela-sela kalimatnya.

"Boram Noona... apa Eomma dan Appa tahu?"

"Tidak, Hana tidak mengizinkanku memberitahu siapapun"

******

Suga pov

Aku mencoba mengumpulkan diriku yang baru saja hancur berkeping-keping. Sehancur apapun aku, istriku lebih sakit.

"AKu rasa ini tidak akan baik jika kau hanya masuk sendiri, aku takut dia akan terlalu emosional. Sebaiknya kita masuk, mungkin dia bisa merasa lebih baik. Ia sudah sendiri sangat lama"

Dengan sangat perlahan kami masuk, menutup pintu dengan pelan. Ia berdiri menghadap jendela dengan salah satu tangannya yang memegang tiang infus, benda itu tersalur ke salah satu pergelangannya memastikan ia tetap mendapatkan asupan. Tubuhnya sangat kurus dibalut pakaian khas pasien rumah sakit. Aku ingin menangis tapi aku mencoba menahanya, aku bisa mengacaukan semuanya.

Ia berbalik menatap kami dengan wajah pucat pasi yang semakin tirus dan mata yang mencekung.

"Apa yang kalian lakukan di sini? Bukankah sudah kubilang aku tidak ingin menemui siapapun?"

"Noona..."

"Berhenti memanggilku, aku bukan lagi prioritasmu Jungkook"

Aku tak percaya ia mengatakan hal semacam itu pada adik kesayangannya.

"Yeobo..."

"Jangan memanggilku! Apa kau tidak dengar?"

Suaranya pelan tapi penekannya membuatku gamang. Aku mencoba melangkah berusaha lebih dekat.

"Berhenti di sana... Jangan mendekat!"

Tubuhnya bergetar dan ia mulai menangis.

"Hanaya..."

"Berhenti memanggilku!!!!!!!!"

Ia berteriak sangat keras dan setelahnya tangisnya pecah.

"Mianhae..."

Hanya itu yang bisa aku ucapkan saat ini, bodoh? Ya aku sangat bodoh, aku bisa menulis ratusan lirik dengan beribuk kata menciptakan berbagai makna putis dan menyentuh tapi saat ini aku bahkan tak bisa memilih kalimat sederhana manapun.

"Maaf? Kau bilang maaf? Apa dengan maafmu kau bisa mengembalikan semuanya lagi? Aku mengorbakan semuanya untuk bersamamu, tapi pada kenyataannya kau bahkan tidak menghargai usaha itu. Aku sakit, aku sendiri dan aku kesepian, tapi aku bahkan tidak bisa menghubungimu, tidak tahu keadaanmu. Satuhal yang aku genggam setiap hari, memastikan aku terus bernafas adalah bahwa kau masih hidup"

"Aku tidak bisa memegang ponselku, kami-"

"Apa kau baru bisa bicara sekarang? Lalu bagaimana dengan selama ini? Kau hanya diam, bicara seperlunya dan terkadang tidak menjawab pertanyaanku. Kau seperti orang asing yang terus menjauh. Kenapa kau menikah denganku? Apa aku hanya aksesoris yang bisa kau pakai di saat kau ingin hidupmu terlihat indah?"

Aku terus melangkah mendekat dan ia menahanku dengan tangannya, memaksaku berhenti.

"Aku berhenti dari pekerjaanku karena aku takut karirku di dunia percetakan dan showbiz akan mengancam privasimu. Aku merelakan kebebasanku untuk pergi kemanapun yang aku mau karena orang-orang terus menanyakanmu kepadaku, mencari tahu tentang hidupku. Aku bahkan tidak bisa menghubungi orang tuaku di saat aku sakit karena aku takut mereka akan membencimu dan berfikir kau bukanlah seseorang yang layak untuk menjaga putri kesayangan mereka, dan seseorang di luar sana berusaha mengancam hidupku tapi aku bahkan tidak bisa mengatakan apapun kepadamu..."

Aku tidak bisa lagi mendengarkan semuanya dan aku menariknya ke dalam pelukanku, ia menangis, memukul tubuhku dengan sisa tenaga yang ia miliki. Aku mencoba menenangkannya dan diriku sendiri.

"Aku membencimu Min Yoongi..."

Suaranya serak diantar tangisnya. Yah aku juga membenci diriku sendiri.

*****

Aku duduk di salah satu bangku panjang rumah sakit. Hana tertidur pulas setelah pingsan karena menangis terlalu lama. Aku menatap kosong koridor yang sudah sangat sepi. Semua member dan menejer sudah pulang kecuali aku dan Jungkook, ia bersikeras untuk menenami aku di sini.

"Aku adalah orang yang paling bodoh di dunia ini, seharusnya aku bersyukur ia mau menikah denganku, dengan segala keburukanku. Aku bahkan menyia-nyiakan segala perhatian dan kasih sayangnya untukku, berfikir jika ia bersikap terlalu berlebihan. Sekarang aku tahu, aku tidak pernah berterima kasih dengan apa yang sudah aku dapatkan, aku terlalu tidak peduli dengan sekelilingku. Bagaiman bisa aku melanjutkan hidupku seperti ini? Aku sudah sangat bersalah dan sekarang ia membenciku. Haruskah aku pergi sejauh mungkin agar aku tidak mengusiknya?"

"Hyung... jika kau pergi semuanya akan semakin buruk. Aku tahu noonaku, dia tidak akan bisa hidup tanpamu. Aku tidak sanggup melihatnya menderita. Aku juga bersalah, seharusnya aku tidak melepaskan semua tanggung jawabku kepadamu. Aku fikir dengan menikah aku sudah tidak memiliki andil lagi dalam hidupnya, tapi sepertinya aku salah. Menikah bukan berarti ia berhenti menjadi noonaku, ia masih noonaku yang sangat manja dan tidak bisa hidup tanpa orang lain. Ia pasti sangat kesepian dengan semua ini. Orang-orang terus mendesaknya karena kita berdua"

******

Boram dan beberapa perawat sudah berhasil memindahkan Hana ke ruangan yang lebih besar dan nyaman. Ia masih tertidur pulas, aku rasa efek dari obat tidur yang Boram berikan masih bekerja dengan baik, ia bahkan masih terlelap meski pagi sudah turun.

"Hyung, aku akan ke dorm dan mengambilkan beberapa pakaian untukmu. Aku akan bawakan makan siang juga. Kau istirahatlah sejenak..."

Jungkook keluar dari ruangan ini bersama Boram meninggalkan aku dan Hana yang masih tertidur. Aku naik ke atas ranjang pasiennya yang cukup luas, berbaring menghadapnya sibuk memperhatikan wajahnya yang sangat pasi. Jemariku bergerak dengan lembut menyentuh wajahnya yang masih sangat halus meskipun tak merona seperti biasanya.

"Mianhae..."

Bisikanku keluar diringi tangisku.

"Mianhae... mianhae..."

Aku terus menangis saat aku merasakan tangannya menghapus air mataku. Aku menatap mata daun indah itu yang kini tengah mengamatiku. Aku menangis dihadapannya, meraung di dalam pelukannya.

*****

Suga pov

"Aku tidak terlalu suka dengan ide pesta rumah baru ini, kau masih butuh banyak istirahat"

Ia menatapku sekilas tapi kemudian kembali sibuk dengan sup sepanci besarnya.

Keras kepala

Aku melingkarkan lenganku di perutnya, meletakkan daguku dibahunya.

"Aku mengkhawatirkanmu..."

Ia terkekeh pelan kemudian berbalik menghadapku.

"Aku sangat menyukai rumah ini, tidak terlalu besar, dekat dengan dorm dan aku memiliki ruang kerja pribadiku dan yang paling penting kita punya kamar untuk Jungkook"

Aku sangat iri setiap ia membawa Jungkook dalam setiap perbincangan kami, kenapa aku tidak bisa menjadi yang nomor satu?

"Yeobo... aku tidak mau membuat suamiku menyetir tengah malam hanya demi memastikan aku baik-baik saja. Kau hanya perlu menelfonku, sekarang Jungkook juga tidak sesibuk dirimu jadi aku bisa memintanya menemaniku jika tidak ada jadwal. Lagi pula ia akan segera shooting drama dan aku akan sangat merindukannya"

Aku kesal dan melepaskan pelukanku ditubuhnya, melipat kedua tanganku di dada dan bersandar pada lemari pendingin di belakangku. Aku bisa mendengar suara tawa rendahnya sebelum akhirnya ia memegang kedua pipiku.

"Kau sangat manis saat sedang cemburu"

Cup~

Ia mengecup bibirku lembut sebelum kembali sibuk dengan kegiatan memasaknya.

"Jungkook! Siapkan mejanya!"

"Kenapa tidak suruh hyung saja?"

"YA!!!"

Dan aku mendengar suara langkah cepat Jungkook yang ketakutan. Tidak ada yang bisa membuat Jungkook bergerak secepat itu selain noonanya.

"Oppa... berhentilah menatapku, lakukan sesuatu yang lebih bermanfaat"

"Aku rasa menatapmu sangat bermanfaat, aku bisa merasa lebih tenang dan nyaman"

"Berhentilah menggodaku, kita harus menyiapkan semuanya sebelum orang tuamu datang"

"Arraseo..."

Aku bersiap meninggalkan dapur saat sesuatu terlintas di otakku. Aku kembali mendekati Hana dan mengecup pipinya,

"I love you~"

Pipinya memerah dan aku sangat menyukai wajah itu.

L

Continue Reading

You'll Also Like

241K 36K 65
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
6.3M 484K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
14K 2.4K 10
[Completed] Ada dua hal menarik semenjak perpisahan mereka. Pertama, setelah tak sadarkan diri selama satu malam, Seokjin bangun dengan indra yang sa...
13.5M 1.1M 81
β™  𝘼 π™ˆπ˜Όπ™π™„π˜Ό π™π™Šπ™ˆπ˜Όπ™‰π˜Ύπ™€ β™  "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...