7 Girls 7 Stories

By kim_rere

27K 2.2K 207

Gimana sih kalo tujuh gadis cantik tinggal di satu rumah yang sama? Tujuh gadis yang masing-masing punya kisa... More

Girls' Character Profile
Boys' Character Profile
I / Welcome
II / Tujuh Gadis dan Tujuh Masalah Cinta
III / Tujuh Pria dan Tujuh Kepribadian

7 Girls: Introduction

5K 356 18
By kim_rere

Gadis cantik berambut pendek sebahu berjalan menyusuri koridor kampus dengan tumpukan buku diatas tangannya dan sebuah handphone menempel di telinganya dengan bantuan bahunya. Saat ini kampus sudah sepi karena kelas sudah berakhir beberapa jam yang lalu. Gadis itu baru saja kembali dari perpustakaan untuk meminjam buku demi menunjang tugasnya. Well, dia adalah duta kecantikan kampus. Selain kecantikannya, ia juga harus menjaga image baik di mata semua orang di kampus itu termasuk juga menjaga nilainya agar tidak jatuh.

"Iya, Bu, aku tahu. Aku baik-baik saja. Hari ini ada anak-anak baru yang akan masuk ke rumah itu. Kuliah ku baik-baik saja, Bu, tak ada kesulitan. Iya, aku mengerti. Sampai jumpa, Bu. Aku merindukanmu."

Ia pun menutup telepon itu dan dengan susah payah memasukkannya kembali ke tasnya sambil terus berjalan. Tanpa ia sengaja, dan karena ia sendiri tak melihat jalan didepannya, gadis itu menabrak seseorang dengan keras, membuat buku-bukunya terjatuh di lantai.

"O-Oh, m-maafkan aku." Ujarnya sambil buru-buru mengambil buku-bukunya.

"Tidak, tidak. Ini salahku. Aku minta maaf, oke?" Suara seseorang yang tadi menabraknya membuatnya terdiam sejenak. Laki-laki itu kemudian menyerahkan buku-buku milik gadis itu dan tersenyum.

Gadis itu pun mendongakkan kepalanya. Ia tercengang menatap sosok pria di hadapannya itu. Rambut hitam yang diangkat keatas. Sweater longgar namun terlihat pantas karena dada bidang dan bahu lebarnya membuat baju itu terlihat tak lagi longgar padanya. Wajahnya tak seperti wajah orang-orang Korea pada umumnya. Senyuman laki-laki itu juga mampu membunuh gadis itu dalam sekejap. Apalagi suaranya yang berat namun terdengar santai, rasanya ingin sekali gadis itu merekam suaranya dan memasukkannya ke dalam koleksi pribadinya agar dapat dijadikan lullaby pengantar tidur.

"Halo? Kau baik-baik saja?" Laki-laki itu menggerak-gerakkan tangannya di depan wajah gadis cantik itu hingga gadis itu tersadar.

"Ah-uhm, t-terimakasih." Gadis itu buru-buru mengambil bukunya dan bangkit dengan sekejap. Rasa gugup memenuhi pikirannya. "S-Sampai jumpa."

Dan ia berlalu pergi meninggalkan laki-laki tampan yang hanya dapat menatapnya bingung.

Ialah Yoon Junghan, nama gadis cantik itu. Wajah cantik bak malaikat, dengan rambut pirang sebahunya, dengan tubuh tinggi langsing bak model-model terkenal. Siapa yang tak kenal gadis cantik itu? Seluruh isi kampus mengenalnya. Yoon Junghan, sang duta kecantikan, gadis paling cantik di kampus itu. Semua orang mengenalnya sebagai bidadari kampus. Senyuman manisnya selalu membuat hati siapa saja menjadi riang. Gadis sempurna idaman semua pria. Bahkan semua pria selalu memimpikan sosok Yoon Junghan sebagai Ibu dari anak-anak mereka nanti.

Sayangnya gadis itu akhirnya takhluk pada satu pria. Gadis yang tak pernah jatuh cinta itu akhirnya menemukan pelabuhan hatinya. Satu-satunya laki-laki yang mampu membuat seorang bidadari seperti Yoon Junghan menjadi gugup seketika. Seorang laki-laki yang diam-diam dikaguminya sejak ia masuk ke kampus itu. Laki-laki yang baru saja ditabraknya tadi.

Choi Seungcheol, nama pria beruntung itu. Pewaris Choi Corporation yang memiliki saham terbesar di SM Entertainment, yang bahkan disebut-sebut bisa saja membeli SM Entertainment jika ia mau, dan juga memiliki perusahaan-perusahaan lainnya yang berada di tangan mereka. Seorang kapten tim basket kampus dan juga leader dari rap team di kampus. Choi Seungcheol adalah every girl's crush. Ia tampan. Wajahnya bahkan tak terlihat seperti orang Korea. Wajah oriental seperti keturunan Eropa. Tubuhnya tinggi dan atletis, dengan dada bidang dan bahu lebar yang membuatnya terlihat sangat manly.

Dan sayangnya, diantara beribu orang di dunia yang mendambakan Yoon Junghan sebagai istri masa depannya, mungkin Choi Seungcheol adalah salah satu spesies langka yang melihat Yoon Junghan sebagai gadis biasa.

Karena itulah gadis itu jatuh cinta padanya.

Aneh, bukan?

***

"Eh, eh, apa kalian tahu boygroup yang baru debut beberapa minggu yang lalu?"

"Ah, aku tahu. Aku suka lagu mereka."

"Ya-ya! Maknae-nya juga sangat tampan."

"Leadernya juga. Kyaa!"

Pembicaraan para gadis di dalam kafe di sudut kota itu sebenarnya terdengar sangat membosankan. Sialnya, Jeon Jungkook, seorang remaja yang baru saja lulus dari SMA dan akan masuk ke sebuah universitas ternama di Seoul, merasa bahwa dirinya tak pantas berada disini. Sejak SMA ia memang tak dekat dengan teman manapun. Namun dirinya berusaha mengubah sifatnya dan mencoba masuk ke perkumpulan gadis-gadis yang ternyata membuatnya sangat bosan. Karena itu gadis cantik itu hanya duduk diam sambil menghirup es jeruknya dengan tangan menopang dagu, menatap lurus keluar jendela.

Gadis itu tak suka dengan pembicaraan yang seperti itu. Baginya, membicarakan laki-laki adalah hal terbodoh yang pernah dilakukan. Kenapa gadis-gadis itu tak membicarakan game terbaru atau manga dan anime terbaru saja? Itu lebih menarik dan akan lebih membuat pembicaraan lebih menantang.

Ketika sedang asyik menatap keluar, gadis itu menangkap sesosok laki-laki berambut oranye menyala berjalan menyeberang jalan dengan belanjaan yang sangat banyak di tangannya. Gadis itu terus memperhatikan pria itu bahkan hingga pria itu melewati jendela di hadapannya. Pertanyaan-pertanyaan aneh berputar di otaknya. Kenapa pria itu membawa banyak jajanan? Apakah wajar seorang laki-laki yang tubuhnya bahkan tak berlemak itu memakan banyak sekali snack? Apa yang dilakukan pria itu? Kenapa ia harus terburu-buru seperti itu?

"Ah," gumam Jungkook ketika ia melihat sebuah handphone tergeletak jatuh tepat ketika pria itu berjalan. Jungkook segera berdiri dan hendak berjalan keluar. "Aku pergi sebentar, oke?"

Tanpa menunggu respon teman-temannya, ia segera berlari kecil keluar dan memungut handphone itu. Itu adalah milik pria tadi. Dengan cepat Jungkook berlari mengikuti arah kemana pria itu pergi. Ia kemudian berhenti di sebuah panti asuhan. Matanya kemudian dengan cepat mencari sosok pria berambut oranye menyala itu. Dilihatnya pria itu sedang membagi-bagikan snack yang tadi dibawanya kepada anak-anak itu.

"Hyung, terimakasih!"

"Tae oppa, terimakasih!"

"Oppa memang yang terbaik!"

Gadis itu mendengar para anak-anak itu yang terlihat senang mendapat cemilan dari pria yang sedang tertawa terkekeh sambil mengacak rambut anak-anak itu bergantian.

Tae?

Apa itu nama pria itu?

Jungkook perlahan berjalan mendekati pria itu dan berkata, "cho-chogiyo,"

Laki-laki itu menoleh, dan saat itulah Jungkook tertegun. Ia baru menyadari betapa tampan pria di hadapannya itu. Laki-laki itu sangat tampan. Bahkan lebih tampan dibandingkan anggota-anggota boygroup yang tadi dibicarakan oleh teman-temannya. Rambut oranye menyalanya terlihat sepadan dengan wajah tampannya. Tubuhnya pun tinggi dengan bahu yang lebar.

"Uhm, yeah?"

Jungkook kemudian tersadar, dengan cepat mengumpulkan kembali kata-katanya. "K-Kau menjatuhkan ini," katanya sambil menyerahkan handphone itu. "Milikmu, 'kan?"

Laki-laki itu tertawa kecil menyadari keteledorannya. "Ah! Kau benar! Ya ampun, apa aku menjatuhkannya? Terimakasih."

"No problem." Balas Jungkook. Gadis itu kemudian segera berbalik dan hendak pergi namun panggilan pria itu membuatnya terhenti.

"Aku Kim Taehyung! Siapa namamu?"

Jungkook terdiam sejenak. Entah mengapa dadanya tak berhenti berdebar. Kemudian ia berbalik, menatap sosok pria berambut oranye yang tersenyum padanya. Ia menarik nafasnya dan menghelanya. Tenanglah, Jeon Jungkook.

"Jeon Jungkook."

Dan saat itu gadis itu menyadari satu hal penting dalam hidupnya.

Bahwa ia sudah jatuh cinta.

Pada pria berambut oranye itu.

***

"Aku benci kamu, Min Yoongi!"

BRAK!

Seorang gadis berlari setelah menutup pintu ruangan itu dengan suara keras. Tak ia dengarkan lagi suara seseorang yang memanggilnya. Ia berlari dan terus belari. Hingga ia berhenti di sebuah taman bermain, duduk diatas ayunan itu sambil terus menangis.

"Aku benci si bodoh itu!" Gumamnya kesal sambil terus menangis.

Penasaran apa yang sebenarnya terjadi?

Hari ini adalah hari jadinya bersama pacarnya yang ke-2, tepatnya sudah dua tahun ia menjalin hubungan bersama pacarnya. Min Yoongi, nama laki-laki yang menjadi pacarnya itu. Nama gadis itu Park Jimin, seorang mahasiswi tahun kedua di sebuah Universitas ternama di Seoul. Dua tahun yang lalu akhirnya ia berhasil membuat seorang pria dingin bernama Min Yoongi itu untuk tunduk di hadapannya. Dan hari ini adalah hari dimana seharusnya mereka merayakannya dengan bahagia. Ya, bahagia. Jika saja Yoongi tidak melupakan hari itu.

Seharusnya hari ini mereka pergi bersama ke Lotte World, seperti yang sudah direncanakan oleh Jimin. Menurutnya, tempat itu akan sangat menyenangkan jika pergi bersama Yoongi kesana. Sayangnya Yoongi tiba-tiba mengatakan bahwa ia tidak bisa pergi kesana hari ini karena sesuatu hal. Awalnya Jimin merasa baik-baik saja namun ketika ia mendapati kekasihnya itu sedang berada di ruangan pribadinya di apartemennya, sedang sibuk berkutat dengan lagu yang sedang dibuatnya, amarah Jimin tak lagi terbendung. Ia merasa sangat kesal karena Yoongi seolah melupakan hari itu karena pria bodoh itu sama sekali tak mengucapkan sepatah kata pun tentang hari anniversary mereka ini. Dan lagi, Jimin merasa kesal karena Yoongi lebih mementingkan kerjaannya membuat lagu dibandingkan merayakan hari jadi mereka yang hanya datang setahun sekali.

"Min Yoongi bodoh! Min Yoongi bodoh! Min Yoongi bodoh!" Ia terus menggumamkan kata itu berulang-ulang. Sesekali ia terisak. Menangis. Kesal.

Jimin tahu, membuat lagu adalah hal yang sulit dan juga adalah sesuatu yang penting bagi Yoongi. Beberapa bulan lagi pria itu akan lulus dari universitas dan beruntungnya ia diterima bekerja sebagai seorang produser di Bighit Entertainment. Sebuah pencapaian besar yang bahkan membuat Jimin menangis bahagia ketika mendengar kabar itu. Ia merasa bangga memiliki kekasih yang dapat dibanggakan seperti Yoongi.

Sayangnya, Yoongi adalah tipe pria dingin. Ia jarang mengungkapkan kata "I love you" dan sebagainya. Ia jarang menunjukkan perasaannya pada Jimin. Yoongi lebih suka mengurung diri di ruangannya untuk membuat lagu. Ia juga bukan tipe-tipe pria romantis yang akan memberi bunga dan cokelat setiap kencannya. Terkadang hal-hal seperti itu membuat Jimin ragu akan apakah Yoongi benar-benar mencintainya atau tidak.

Ketika sedang asyik mengutuk kekasihnya itu, sebuah pesan masuk ke handphone-nya.

From: My Man

Dimana kau?

Jimin tertawa sinis. Untuk apa Yoongi menanyakan dimana ia berada? Bukankah ia tak peduli? Bukankah lagunya lebih penting dibandingkan Jimin?

Jimin kembali memasukkan handphone-nya. Ia sengaja tak membalas pesan itu. Malam semakin dingin mengingat sekarang sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Ia sebenarnya takut sendirian di malam hari. Tapi ia tak berniat pulang. Ia tak ingin mendengar teman serumahnya sibuk menanyakan perihal matanya yang sembab itu.

Dering handphone-nya kemudian kembali berbunyi. Nama Yoongi muncul di layar telepon, membuat Jimin bingung mau menjawab atau tidak. Hingga kemudian ia mengangkat telepon itu dengan kesal.

"Wae?" Tanyanya singkat.

"Dimana kau?"

"Untuk apa kau tahu? Bukankah kau tidak peduli padaku?" Sergah Jimin kesal.

"Demi Tuhan, Park Jimin, katakan dimana kau berada sekarang!"

"Tidak mau!"

Jimin dapat mendengar kekasihnya itu menghela nafas panjang, membuatnya merasa bersalah seketika. Ia tahu Yoongi pasti mengkhawatirkannya.

"Jangan mencariku! Aku benci kau! Kau menyebalkan!" Jimin semakin kesal.

Hingga kemudian ia tak lagi mendengar suara kekasihnya dari ujung telepon itu. Gadis itu kemudian panik. Bagaimana jika sesuatu terjadi pada Yoongi? Semua gara-garanya. Jimin menjadi bingung. Namun tiba-tiba sebuah tangan melingkar di lehernya, dengan sebuah kepala yang bersandar di bahunya, memeluknya erat dari belakang.

"Baby..."

Tanpa melihat pun Jimin tahu siapa pria dibelakangnya itu. Dekapan Yoongi selalu membuatnya merasa nyaman. Ia sebenarnya hendak marah, ingin Yoongi melepaskannya, namun ia tak kuasa. Ia benar-benar membutuhkan pelukan kekasihnya itu. Ia kemudian kembali menangis.

"Kenapa kau kesini? Bagaimana dengan lagumu? Bukankah itu lebih penting, huh? Kau bahkan melupakan hari spesial ini!"

"Maafkan aku, baby..." Yoongi hanya bisa bergumam, merasa bersalah.

"Apa kau sebenarnya tidak benar-benar mencintaiku, Min Yoongi?"

Yoongi terdiam kaget, melepaskan pelukannya dan segera berjalan untuk berjongkok di hadapan Jimin. Diletakkannya kedua tangannya di pipi Jimin, menyeka air matanya, dan menatapnya dengan lembut.

"Apa yang kau katakan, baby? Kau pikir selama ini aku tidak mencintaimu, huh? Demi Tuhan, baby, I'm fucking madly in love with you."

"Tapi kau melupakan hari spesial ini!" Jimin mengeluh.

Yoongi tertawa kecil. "Aku tidak melupakannya, baby. Percayalah."

"Lalu kenapa kau menolak kencan hari ini dan malah sibuk membuat lagu?!"

"Ya Tuhan, jadi itu alasan kau marah padaku?" Tanya Yoongi, dan Jimin mengangguk pelan. Yoongi tersenyum, "ya, aku memang sedang sibuk membuat sebuah lagu. Untukmu."

"A-Apa?"

"Yes, baby. Aku membuat sebuah lagu spesial untuk seorang gadis yang suka sekali merajuk. Gadis itu bernama Park Jimin. Dan lagu itu kupersembahkan spesial di hari anniversary kita yang kedua."

Mendengar hal itu, Jimin merasa sangat bersalah. Pertama, ia memikirkan hal-hal buruk tentang Yoongi. Kedua, ia marah tanpa tahu alasan yang sebenarnya. Dan yang ketiga, ia meragukan perasaan Yoongi padanya. Ia merasa benar-benar menjadi seorang pacar yang buruk.

"Maafkan aku karena tidak mengatakannya padamu. Jika kukatakan, ini tidak akan disebut surprise, bukan? Aku sibuk beberapa hari ini dan bahkan menolak ajakanmu ke Lotte World hanya karena mengejar deadline agar lagu itu selesai hari ini. Maafkan aku, baby.."

Tanpa sadar, tubuh Jimin bergerak dengan sendirinya dan memeluk Yoongi dengan erat, membuat laki-laki itu terduduk di tanah dengan kaget. "J-Jimin-ah?"

"Aku yang seharusnya minta maaf. Aku meragukanmu. Aku memang pacar yang buruk. Aku memang bukan gadis yang pantas untukmu. Aku, aku–"

"Sshh, baby, it's okay. Jangan menangis. Kau adalah gadis terbaik yang pernah kudapatkan, yeah, meski memang hanya kaulah gadis yang pernah kudapatkan." Yoongi tergelak. "Kau yang terbaik untukku. Bagiku, kau adalah satu-satunya gadis yang paling sempurna di dunia ini. Terimakasih karena selalu sabar menghadapiku dan selalu berada disisiku selama dua tahun ini."

"Aku juga.. Aku mencintaimu, Min Yoongi. Sangat sangat mencintaimu. Terimakasih."

"Sama-sama sayang. Aku juga sangat sangat dan sangat mencintaimu."

Mereka hanya terdiam untuk beberapa menit hingga kemudian Jimin bergumam pelan, mengatakan, "disini dingin."

"Ayo pulang. Bukankah masih ada waktu untuk merayakan hari anniversary ini?" Yoongi tersenyum.

"Yeah."

Hari itu, Jimin menyadari bahwa meski Yoongi adalah pria dingin yang jarang mengatakan perasaannya, jauh di dalam lubuk hatinya, Jimin tahu pasti, bahwa Yoongi benar-benar mencintainya.

Happy second anniversary!

***

"Jadi ini kampus yang akan kumasuki itu?"

Ujar seorang gadis berwajah manis dengan logat Jeju-do-nya yang sangat kental. Ia berkacak pinggang, menatap bangunan megah di hadapannya. Ia baru saja sampai dari Jeju-do kemarin dan hari ini ia berencana mengunjungi kampus yang akan ia masuki itu. Ia sebenarnya tak ingin pergi jauh dari kampung halamannya itu. Sejak kecil ia dibesarkan di Jeju bersama kedua orang tuanya. Sebagai anak perempuan satu-satunya, ia biasa dimanjakan sejak kecil. Sayangnya, demi menuntut ilmu dan demi mewujudkan cita-citanya menjadi seorang penyanyi terkenal, ia jauh-jauh datang ke Seoul sendiri.

Awalnya ia tak ingin dan menangis selama seminggu sebelum keberangkatannya. Ia tak bisa jauh dari orang tuanya, apalagi Ibunya. Ia adalah anak gadis kesayangan Ibunya. Bahkan belum genap seminggu saja ia sudah merindukan Ibunya dan kemarin menelepon Ibunya selama hampir dua jam nonstop setelah ia menginjakkan kakinya di Seoul.

Gadis itu bernama Boo Seungkwan. Meski beberapa orang sering mengejek namanya karena terdengar lucu apalagi menjadi salah satu lirik fenomenal sebuah girl group bernama Red Velvet yang bernyanyi, "Boo-yah~!" Seungkwan tak pernah merasa malu dengan namanya. Sebagai calon diva kelas atas, ia terbiasa untuk percaya diri dan bahkan ia tak peduli dengan perkataan orang lain. Baginya, orang-orang itu hanya menghabiskan waktunya saja.

Itulah Boo Seungkwan. Gadis cerewet nan manja yang sebenarnya masih kekanakan namun merasa dirinya sudah dewasa. Rambutnya berwarna coklat dan ikal, dengan panjang melebihi bahu sepanjang 10 cm lebih panjang. Tahun ini adalah tahun pertamanya di universitas dan ia merasa sangat excited. Kenapa? Sejak awal ia memimpikan kehidupan kampus yang berkilau. Berkilau dalam arti ini adalah dimana ia dikelilingi pria-pria tampan yang setiap hari memanggil namanya dan menggodanya karena menurutnya ia sangat cantik. Selain itu, misinya untuk datang ke Seoul adalah untuk mendapatkan pacar.

Tanpa ia sadari, dari belakangnya, seorang laki-laki tampan menaiki self-balancing bicycle-nya berjalan cepat kearahnya.

"Yah! Minggir!" Teriak laki-laki itu kepadanya.

Seungkwan yang sedikit kaget kemudian menoleh dan ketika sadar bahwa laki-laki itu bisa menabraknya, ia segera bergeser dengan rekfleksnya yang tajam. Sedikit terlambat saja, ia bisa tertabrak.

"Ah, hampir saja." Gumam laki-laki itu setelah dirinya berhasil melompat turun dari alat itu.

"Yah! Apa kau gila?! Bagaimana jika itu menabrakku?! Kau sengaja, ya?!" Dengan gaya khas diva-nya, Seungkwan mengomel. Ia kesal. Di hari keduanya datang ke Seoul, ia hampir saja ditabrak dengan mainan bodoh yang menurutnya terlihat seperti vacuum cleaner otomatis. Namun gadis itu terdiam seketika ketika ia mendapati sosok tampan di hadapannya itu.

Laki-laki itu berwajah seperti orang barat. Persis Leonardo DiCaprio yang film-nya pernah ia tonton. Sangat tampan. Begitu tampan. Rambutnya keriting dengan belah tengah. Memang seharusnya belahan rambut seperti itu akan terlihat culun, nerd. Tapi tidak pada laki-laki itu. Ia terlihat sangat...tampan...

Tidak, tidak, Boo Seungkwan.

Jangan tertipu dengan wajahnya.

Ibu bilang laki-laki seperti ini kebanyakan adalah playboy kelas atas dan Ibu bilang aku tidak boleh tertipu dengan hal-hal seperti ini.

Berbahaya. Sangat berbahaya.

Seungkwan dapat mendengar di kepalanya seolah sebuah alarm tanda bahaya (seperti alarm kebakaran) berbunyi dengan keras, seolah mengingatkannya akan bahaya. Ya, laki-laki di hadapannya ini adalah bahaya.

"Maafkan aku, cantik." Kata pria itu, sambil mengedipkan matanya.

DANGER!

"Kau baik-baik saja, cantik?" Pria itu kembali bersuara, menatap Seungkwan dengan wajah khawatirnya.

DANGER DANGER DANGER!

Wait, bahaya seperti ini tidak buruk, 'kan?

"A-Aku–"

"Kyaaa! Itu dia!"

"Vernon!"

"Itu Vernon!"

Seungkwan kaget melihat banyak gadis berdiri di depan gerbang sekolah. Vernon? Laki-laki di hadapannya inikah yang dimaksud? Kenapa mereka mengejarnya? Apa pria ini penjahat? Atau sebenarnya pria ini terkenal? Atau benar ternyata pria ini adalah playboy?

"Gawat! Aku harus pergi. Kita akan bertemu lagi, cantik." Ucapnya sambil mengedipkan matanya. Kemudian pria itu kembali menaiki mainannya dan berlalu pergi, dengan gadis-gadis itu yang mengejarnya di belakangnya.

Seungkwan hanya bisa menatap mereka sambil mendengus.

Playboy, huh?

"Benar kata eomma, semua pria adalah playboy. Ah, aku harus lebih berhati-hati."

Dan ia pun berlalu pergi.

***

"Noona!"

Gadis cantik bermata sipit dengan kupluk dan sweater longgarnya itu berhenti berjalan. Ia berbalik, mendapati sesosok pria bertubuh tinggi dengan wajah tampannya menatapnya sambil tersenyum. Gadis itu tersenyum setelah mengenali sosok laki-laki itu.

"Mingyu-yah?"

"Ternyata benar kau, Wonwoo noona."

Wonwoo, nama gadis itu, lengkapnya Jeon Wonwoo, seorang mahasiswi tahun kedua di salah satu universitas ternama di Seoul. Gadis cantik dengan mata sipit dan rambut ikal hitamnya yang panjang sepinggang, ditutupi dengan kupluk yang menjadi favoritnya. Ia tipe-tipe gadis pendiam yang kelihatan dingin. Hari ini ia sengaja datang ke kampus, meski sebenarnya kampus sedang libur. Tugas dari salah satu dosennya membuatnya harus datang untuk melakukan konsultasi tugasnya.

"Kenapa kau disini, Mingyu-yah?"

"Mulai tahun ini aku masuk ke universitas ini, noona."

"Benarkah?" Wonwoo terlihat sangat senang.

Wonwoo mengenal Mingyu sejak kecil, sejak mereka masih menjadi tetangga yang tinggal di Busan. Kemudian keluarga Kim pindah ke Seoul karena bisnisnya. Wonwoo pun memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya ke Seoul sejak SMA. Sudah lama ia tak melihat Mingyu dan dirinya tentu merasa senang melihat anak itu akhirnya masuk ke universitas. Ia menyayangi Mingyu seperti adik kecilnya sendiri. Sejak dulu, Mingyu sangat dekat dengan Wonwoo dan bahkan sejak dulu ia selalu berkata bahwa ia akan menikahi Wonwoo noona jika ia sudah dewasa nanti. Namun sebagai noona yang baik, Wonwoo hanya tertawa dan tidak pernah menganggapnya serius. Bagaimanapun, Mingyu tetap adik kecilnya yang manis.

"Aigoo, kau sudah dewasa sekarang, huh?" Ujar Wonwoo sambil tersenyum dan mengacak rambut Mingyu.

Baru ia sadari betapa besarnya Mingyu sekarang. Dulu, Mingyu hanyalah adik kecilnya yang suka mengikutinya kemanapun ia pergi. Mingyu dulu tidak setinggi ini. Siapa sangka, ia sudah jauh lebih tinggi dan bahkan membuat Wonwoo harus mendongakkan kepalanya untuk menatap Mingyu. Dan lagi, tubuh Mingyu sudah terlihat atletis dan manly. Wajahnya juga sangat tampan sekarang. Benar-benar berbeda.

"Aku sudah bukan anak kecil lagi, noona." Sungut Mingyu, cemberut.

"Bagiku kau akan selalu jadi adik kecilku yang lucu dan menggemaskan, Mingyu-yah." Wonwoo tidak menyadari bahwa perkataannya itu membuat kesal Mingyu. "Aku mau pergi ke café disana. Kau mau ikut?"

"Baiklah. Ayo pergi, noona!"

Wonwoo sedikit kaget ketika Mingyu menarik tangannya. Satu hal baru yang ia sadari, tangan Mingyu ternyata lebih besar sekarang. Bahkan dapat dengan mudah menggenggam tangan Wonwoo. Semakin disadari, Wonwoo semakin sadar bahwa ini tidak seharusnya dibiarkan. Bagaimana, ya? Jika ia semakin memperhatikannya, bisa-bisa akan tumbuh sebuah perasaan aneh yang bergejolak di hatinya, dan itu tak seharusnya terjadi.

Mingyu adalah adik kecilnya.

Selamanya pun akan terus begitu.

Apa yang harus dilakukannya?

***

Gadis itu cantik. Mungkin lebih tepatnya manis. Matanya sipit, tubuhnya pun tak terlalu tinggi. Jika diibaratkan seekor binatang, ia seperti hamster. Mungil dan menggemaskan. Rambut panjangnya diikat ekor kuda. Tatapan matanya lurus menatap cermin panjang di hadapannya. Tubuhnya bergerak mengimbangi irama musik. Gerakannya lincah, sangat memperlihatkan keluwesannya dalam menari.

Suara tepuk tangan menggema memenuhi ruangan. Gadis itu berbalik setelah menyadari sosok laki-laki yang datang melalui pantulan cermin itu. Ia tersenyum.

"Seperti biasa, kau selalu terlihat keren saat menari, Soonyoung-ah." Ujar laki-laki itu.

Ialah Soonyoung, Kwon Soonyoung, nama gadis itu. Ia adalah penari. Mahasiswi tahun kedua di Universitas. Menari adalah passionnya sejak kecil. Dulu, ketika ia masih kecil, Ayahnya menyuruhnya ikut berlatih taekwondo. Hingga kemudian ketika SMP, ia menyadari bahwa ada yang lebih menarik dibandingkan Taekwondo, setelah ia melihat sosok penyanyi solo, Rain, yang menari sambil menyanyi diatas panggung. Soonyoung menyadari bahwa dengan Taekwondo pun ia bisa menciptakan gerakan-gerakan hebat sesuai dengan irama musik. Sejak itu, gadis itu mempelajari tari lebih dalam lagi, dan beruntunglah ia, kedua orang tuanya mendukung pilihannya dengan sepenuh hati. Gadis itu memang berbakat. Ia sering menjuarai berbagai kompetisi tari sejak ia masih SMP. Tentu saja dengan gerakan-gerakan tari yang ia ciptakan sendiri.

"Yah, Lee Seokmin! Aku noona-mu, kau ingat?" Katanya, dengan wajah tegas, namun malah memuat laki-laki itu tertawa. Gadis itu kemudian tertawa juga, karena sejak awal mereka tahu bahwa mereka berdua tak akan bisa saling membenci satu sama lain.

Lee Seokmin, satu tahun lebih muda dibandingkan Soonyoung. Sahabatnya sejak SMP. Laki-laki dengan aura bersinar yang selalu tersenyum dan dengan bangga mengatakan bahwa ia adalah sesosok happy virus. Bagaimana mereka bisa bersahabat? Cerita lama yang sangat sederhana. Waktu mereka masih di Gwangju, Soonyoung yang selalu pulang sekolah sendirian bertemu Lee Seokmin yang juga sedang menunggu bus di halte itu sendirian. Sembari menunggu mereka entah bagaimana membicarakan sesuatu mengenai mengapa bumi itu bulat dan hal-hal aneh lainnya, yang pada akhirnya membuat mereka merasa cocok satu sama lain. Sejak itu mereka selalu bertemu di halte itu, hingga kemudian akhirnya masuk ke SMA yang sama. Seokmin adalah satu-satunya sahabat Soonyoung sejak SMA.

Ketika Soonyoung terpaksa harus pindah ke Seoul untuk melanjutkan pendidikannya, mereka membuat janji untuk kembali bersama di Seoul, yang kemudian memang terpenuhi janji itu dengan masuknya Seokmin di tahun ini ke Universitas yang sama dengan Soonyoung. Dan seperti biasa, Seokmin akan datang menemui Soonyoung di ruang latihan dance-nya, membawakan beberapa makanan kesukaan gadis itu, yang tentu saja ia tahu betul makanan apa yang menjadi favoritnya.

Kembali pada kedua insan manusia itu, mereka duduk sambil menyantap ayam goreng yang dibawa Seokmin tadi, dengan posisi punggung Seokmin yang bersandar pada cermin itu, sementara Soonyoung meletakkan kepalanya di pundak Seokmin dengan santai. Hal seperti ini sudah biasa mereka lakukan sejak dulu. Bagi Soonyoung, berada disamping Seokmin adalah suatu cara yang sangat ampuh untuk membuatnya tenang.

"Jadi, apa ketiga mahasiswi baru itu akan datang hari ini?" Tanya Seokmin memulai pembicaraan.

"Yeah. Mereka seangkatan denganmu. Kurasa kau akan bertemu mereka nanti di kampus juga. Dua diantara mereka mengambil jurusan olah vokal." Jawab Soonyoung sambil meminum es tehnya.

"Apakah mereka cantik?" Goda Seokmin, yang langsung dibalas dengan tatapan tajam Soonyoung. "Hanya bercanda."

"Berhentilah bermain-main dengan gadis-gadis mana pun. Kau tak lelah dipermainkan mereka, huh?" Soonyoung mendengus.

Entah apakah sebenarnya ia cemburu jika Seokmin berkencan dengan gadis lain, ataukah itu hanya sekedar rasa pedulinya pada sahabatnya itu, siapa yang tahu? Seokmin adalah laki-laki yang baik. Saking baiknya, hampir semua gadis yang pernah ia kencani hanya memanfaatkannya sebagai alat pembayarannya. Hal itu tentu selalu membuat Soonyoung geram, dan bahkan pada gadis yang terakhir dikencani Seokmin, Soonyoung datang melabraknya dan mengancamnya jika ia berani mendekati Seokmin lagi, gadis itu akan berakhir dengan kepala botak, karena Soonyoung berani bertaruh bahwa ia akan memotong rambut gadis itu sebagai ganti rugi uang yang selama ini dikeluarkan Seokmin untuk gadis itu.

"Lalu bagaimana denganmu, noona?"

"Apanya?"

"Kau tak bosan sendirian terus? Kau tak berniat mencari pacar?"

Pertanyaan Seokmin itu tak mampu dijawab oleh Soonyoung. Bukan karena gadis itu tak berniat mencari pacar. Hanya saja, ia tak bisa mencari pacar. Kenapa? Gadis itu sendiri pun tak mengerti. Baginya, selama Seokmin masih berada di sisinya, ia tak membutuhkan laki-laki lain. Sejak dulu ia hanya memperhatikan Seokmin. Melihat bagaimana laki-laki itu bersama gadis-gadis lain yang menjadi pacarnya, mendengar bagaimana Seokmin menceritakan apa yang ia lakukan di setiap kencannya, dan menjadi tempat bagi Seokmin untuk mencari jalan keluar masalahnya dengan gadis-gadis itu.

Soonyoung tak tahu apa itu cinta.

Soonyoung tak peduli apa itu cinta.

Selama Seokmin masih berada disampingnya, ia tak butuh cinta.

Hanya Seokmin, dan selalu tentang Seokmin.

Permasalahannya hanya satu, beranikah ia menyadari perasaannya dan apakah Seokmin juga merasakan hal yang sama dengannya?

***

Seorang gadis dengan rambut keritingnya yang pendek sebahu, berdiri dengan sebuah koper besar di tangannya, dan sebuah ransel di punggungnya. Matanya mencari-cari ke segala arah, berusaha menemukan dimanakah ia berada sekarang. Yang ia tahu, ia sekarang berada di tengah-tengah keramaian kota, tanpa tahu kemana ia harus pergi. Ini adalah kali pertamanya menginjakkan kaki di Seoul. Jauh-jauh datang dari Guangzhou, China, demi melanjutkan pendidikannya, namun akhirnya malah tersesat di tengah kota tanpa mengerti betul bahasanya. Untuk sesaat, ia menyesal telah memaksa datang ke Seoul lebih awal sebelum ia menguasai bahasa Korea dengan lancar.

Ia menatap layar handphone-nya, membaca kembali sebuah chat Line dari seseorang yang menawarkan sebuah house-sharing untuknya. Sebelum berangkat, ia sempat mencari info mengenai apartemen atau rumah untuk ditinggalinya selama hidup di Seoul. Ia kemudian tertarik ketika membaca sebuah pengumuman mengenai sebuah house-sharing, yang mengatakan sedang mencari tiga orang mahasiswi untuk tinggal disana bersama. Dari poster itu, rumah itu terlihat sangat besar, dan berdasarkan infonya memiliki tujuh kamar. Saat ini empat kamar sudah terisi dan hanya tersisa tiga kamar lagi. Gadis itu merasa tertarik dan lagi ia benar-benar tak mengerti jalanan Seoul, karena itulah ia langsung menelepon untuk menyetujuinya.

Kompleks perumahan 17, gangnam district, Seoul.

Ia menghela nafas.

Bagaimana ia bisa tahu dimana tempat itu berada? Hendak bertanya pun, bahasa koreanya sangat terbatas. Ia benar-benar tak tahu apa yang harus ia lakukan.

"Kau tersesat, nona?"

Ia menoleh, mendapati sesosok laki-laki berwajah tampan menatapnya khawatir. Gadis itu hendak menjawab, namun ia sadar bahwa ia tak tahu bahasa korea. Laki-laki itu kemudian melirik koper besarnya, melihat tulisan "China" di tiket Check In-nya, kemudian laki-laki itu tersenyum.

"Baru pertama kali ke Korea, ya? Kau mau kemana? Mari kuantar." Katanya, dengan bahasa mandarin yang fasih.

Gadis itu sedikit kaget, lalu membalas dengan bahasa yang sama. "Kau mengerti bahasa mandarin?"

Laki-laki itu tertawa kecil. "Tentu. Sejauh yang aku ingat, aku lahir disana."

"Syukurlah. Ah, kau bisa membantuku? Aku menuju ke alamat ini." Katanya sambil menunjukkan alamat yang tertera di layar handphone-nya.

"Oh, aku tahu. Mari kuantar."

Jadi, gadis berambut keriting itu pasrah mengikuti laki-laki itu, yang membawanya menyusuri jalanan Seoul dengan mobil milik pria itu. Sesampainya mereka di depan sebuah rumah yang memang sesuai dengan yang ada di brosur itu, gadis itu segera menurunkan barang-barangnya dengan bantuan laki-laki tadi. Ia kemudian buru-buru berterimakasih pada laki-laki tadi karena sudah membantunya.

"Don't mention it. Sudah kewajiban kita untuk saling membantu sesama, bukan?" Kata laki-laki itu sambil tersenyum. "Tapi lebih baik kau lebih berhati-hati, nona. Kau dengan mudahnya mau saja mengikutiku padahal kita baru pertama bertemu. Kau beruntung bertemu aku, karena jika orang lain, salah-salah kau malah tidak akan kembali kemana pun."

"Maksudmu?" Tanya gadis itu polos.

Laki-laki itu tertawa. "Ah, kau terlalu polos ternyata. Baiklah, aku pergi, ya. Sampai jumpa lagi."

"Tunggu! Namaku Xu Minghao! Siapa namamu?"

"Jun, Wen Junhui."

Dan seketika senyuman di wajah gadis itu menghilang.

Junhui.

Wen Junhui.

Namanya mirip dengan nama laki-laki yang paling dibencinya selama hidup di dunia.

Laki-laki yang membuat sahabatnya menderita sakit jiwa dan setiap hari mau bunuh diri saking frustasinya gara-gara laki-laki itu.

Wen Junhui, apakah benar ini kau?

***

Continue Reading

You'll Also Like

220K 23.6K 26
warn (bxb, fanfic, badword) harris Caine, seorang pemuda berusia 18 belas tahun yang tanpa sengaja berteleportasi ke sebuah dunia yang tak masuk akal...
95.7K 9.8K 30
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
78.7K 6.7K 16
[ RION KENZO MIKAZUKI ] adalah ketua mafia dari Mikazuki AV Rion kenzo Mikazuki mafia Italia, ia terkenal dengan kekejamannya terhadap musuh maupun...
689K 43.1K 31
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...