Ketika Nama Tuhan Kita Berbeda

By gaachan

401K 35.8K 6.2K

Ini kisahku dengan seorang lelaki. Lelaki yang bahkan membuatku tak mampu berpaling darinya. Kami berbeda dan... More

Coming Soon
Bagian Satu: Awal Sebuah Persahabatan
Bagian Dua: Bertemu, Mengenal, Hingga Mencandu
Bagian Tiga: Lensa yang Menangkap, Mengikat
Bagian Empat: Sebuah Nasib Telah Terikat, Lalu Melekat
Bagian Lima: Kita Melenggang Dalam Susah Bersama
Bagian Enam: Kalung Tasbihku dan Kalung Omkaramu
Bagian Tujuh: Menjauh Menguji Hati, Mendekap
Bagian Delapan: Rasa Dalam Hati Siapa Tahu?
Bagian Sembilan: Berjarak Untuk Berhenti Sejenak
Bagian Sepuluh: Kita Melangkah, Tanpa Berbalik
Bagian Sebelas: Kutaklukkan Hatiku Untukmu
Bagian Dua Belas: Kebenaran Akhirnya Terungkap
Bagian Tiga Belas: Ketika Rasa Bersua, Itu Cinta
Bagian Empat Belas: Jarak Membentang, Hati Berpandangan
Bagian Lima Belas: Bahkan Seorang Kakak Bisa Iri Pada Adiknya
Bagian Enam Belas: Mereka Hidup Awalku
Bagian Tujuh Belas: Sebuah Kesalahan di Balik Cinta
Bagian Delapan Belas: Mereka Tidak Tahu Hati Kita
Bagian Sembilan Belas: Tekad Demi Cinta
Bagian Dua Puluh: Ketika Nama Tuhan Kita Berbeda
IG 1: UKM-UKM
IG 2: MUSUH-MUSUH
IG 4: MASALAH-MASALAH
IG 5: GARA-GARA
IG 6: GODAAN-GODAAN
IG 7: RASA-RASA
IG 8: TANDA-TANDA
IG 9: CINTA-CINTA
Anggap Saja Bonus
Double Date

IG 3: KETUA-KETUA

6.1K 791 155
By gaachan


Seberapa keukeh Irjo mencari cara agar menang melawan Gian, lelaki Fotografi itu masih saja enggan menanggapi. Sekarang bukan lagi pertarungan dan persaingan antar UKM, namun sudah jadi konflik personal. Irjo dendam karena tantangannya dianggap angin lalu oleh Gian, jadi dia mencari cara agar Gian meresponnya.

Irjo jadi super kekanakan. Dia selalu mencari gara-gara pada Gian.

Hingga suatu hari Irjo menemukan titik kelemahan Gian. Sebuah titik yang akhirnya jadi awal bagaimana Gian marah. Lelaki Fotografi yang tidak suka mengusik dan diusik itu akhirnya merespon. Hanya satu hal yang membuat Gian bereaksi sempurna terhadap kelakuan kekanakan Irjo.

Irjo tidak sengaja mematahkan spion vespa Gian. Padahal vespa itu baru tiga hari yang lalu kembali padanya.

"Bajingan mana yang sudah berani menyentuh vespaku?" Gian murka. UKM Fotografi panik. Ketika lelaki paling tak acuh marah, semua bingung menanggapi. Separuh shock dan juga terkejut dengan respon yang muncul dari lelaki itu. Dia keluar dari ruang UKM, tanpa memakai sepatunya. Kamera menggantung di lehernya. Hal paling menakutkan adalah ketika lelaki itu berdiri di atas genteng aula Fakultas seolah ingin bunuh diri.

UKM Hiking juga kena imbasnya, terutama Irjo. Dia jadi orang yang paling bertanggung jawab dalam hal ini. Gian bukan tipe lelaki manja dan sensitif, hanya saja vespanya sesuatu yang berbeda. Kendaraan butut itu adalah sesuatu yang tidak bisa dia pertaruhkan untuk apapun. Vespa itu punya kenangan yang luar biasa bersama sang kakek. Gian marah, murka.

Setelahnya lelaki itu melompat turun. Semua yang menandangnya ngeri. Lelaki itu bisa melompat dari tempat sejauh itu. Kaki telanjangnya melangkah menjauh ke arah motor Irjo. Anak Fotografi tahu kalau kaki Gian tidak mulus. Penuh bekas luka, bahkan jahitan. Gian tidak suka memakai sepatu yang bertali.

Hari itu, spion motor Irjo hancur dua-duanya.

Irjo melongo di parkiran. Dia tahu siapa pelakunya, namun tidak bisa berbuat apapun. Selain menaruh dendam dan rencana jahat untuk membalas Gian nanti.

"Aku lelah!" Prolog Gian di UKM Fotografi hari itu membuat yang lain menoleh. Gian sedang dalam keadaan tidak baik, jadi semua seperti sedang tersihir untuk mendengarkannya.

"Kakak bisa istirahat dulu..." Angga, wakilnya menyahut.

"Aku bukan lelah karena masalah vespa."

Semua mata memandangnya. Para senior sudah mulai fokus dengan skripsi, jadi Gian tidak mengharapkan mereka datang.

"Lalu?"

"Kita akhiri saja!"

Angga mengerjap, menunggu. Gian menghela napas, mulai bicara dengan nada yang paling santai.

"Kita damai saja!" Ucapan Gian membuat yang lain saling bertatapan. Mereka saling berbisik, mengerjap. "Kalian betah dengan pertengkaran memuakkan seperti ini? Aku tidak ingin diseret dalam hal yang bodoh ini!"

"Kita bisa apa?"

"Kita mulai dengan pemilihan dekan bulan besok! Kita setujui voting terbesar dari UKM Jurnalistik..."

"Jadi kita bersatu dengan mereka? Kenapa?"

Gian mengembuskan napas. Matanya menatap wajah anggota UKM Fotografi yang lain. Dalam sekian detik matanya memindai beberapa orang yang sedang menuntut jawaban ke arahnya.

"Kita berkhianat. Kita tidak perlu bersaing dengan UKM Hiking hanya demi mencari dekan yang pro dan tidak!"

Semua mengangguk setuju. Ide dan rencana Gian boleh juga. Selama ini anak UKM Fotografi juga merasa lelah dengan pertengkaran yang tidak berguna itu. Mereka selalu serba salah. Anak Hiking senang sekali bergerombol. Ketika salah satu anggota Fotografi lewat di depan mereka, anak-anak sialan dari UKM Hiking itu akan mencegat. Bertanya macam-macam, bahkan sudah berani mengajak bergabung dengan UKM Hiking. Fotografi dan Hiking bukan sesuatu yang bisa dibandingkan.

Itu hanya sesuai selera dan hobi.

"Kalau yang menang tetap pro Hiking bagaimana, Kak?"

Gian mengedikkan bahu.

"Takdir kalau begitu!"

Semua tahu kalau Gian tipe lelaki yang super cuek, namun berhati iblis. Tidak mungkin Gian menyerah begitu saja pada UKM Hiking. Terlebih lagi, ada lelaki yang jadi musuh bebuyutan Gian di sana. Semua mengangguk dan mengiyakan saja. Mereka tahu kalau Gian pasti punya rencana lain.

Gian tersenyum puas saat melihat teman-temannya setuju. Apalagi ketika Dekan yang mencalonkan diri waktu itu juga setuju untuk mengakhiri pertarungan tidak penting itu. Beliau mendukung usul dan rencana Gian. Sekarang UKM Fotografi dan Jurnalistik bergabung. Mereka tidak mencari pendukung, namun mencari keadilan. Gian tersenyum puas. Kalau Irjo kira Gian sedang menyerah, mungkin lelaki Hiking itu salah. Justru rencana Gian jauh lebih licik dan juga terstruktur rapi.

Irjo tahu apa yang Gian lakukan. Lelaki itu marah besar dan mengomel di UKM Hiking.

"Sialan!" Irjo berteriak kencang.

"Mereka benar-benar sialan!" Yang lain setuju dengan ucapan Irjo. Irjo tidak tahu kalau Gian akan berbalik dari tantangan, lalu memilih untuk bergabung dengan UKM lain. Terutama UKM Jurnalistik, yang notabene punya akses di kampus sebagai penyebar informasi. Anak UKM Jurnalistik lebih berbahaya daripada UKM lainnya. Mereka bisa menciptakan berita yang tidak menguntungkan pihak Hiking.

"Kita lengah dan hanya fokus pada pertengkaran fisik!" Irjo mengomel kencang. Anggota Hiking mengangguk setuju.

"Ternyata Fotografer itu licik juga! Siapa namanya? Gian, ya?"

Ada hal yang tiba-tiba mengusik Irjo ketika nama Gian disebut. Irjo menggeram kesal, lalu mulai merencanakan sesuatu. Berapa banyak sekutu yang Gian ciptakan Irjo tidak peduli. Dekan periode selanjutnya, pemerintahannya harus yang pro pada UKM Hiking.

Sebenarnya, Irjo tidak tahu apa yang Gian rencanakan.

Gian tidak semudah itu untuk ditebak. Gian bukan mencari sekutu, sama sekali bukan. Bahkan meski tanpa sekutu, UKM Fotografi punya kekuatan yang besar dengan prestasi-prestasi mereka. Irjo tidak tahu apa yang Gian rencanakan sekarang ini.

Bersekutu? Hah, jangan bercanda! Lelaki itu tidak suka dengan berkelompok. Gian tidak suka menyatukan pemikirannya. Dia sudah aneh begitu, dan tidak ada yang bisa menebak pola pikirnya. Mana mungkin orang yang individualis memaksakan diri untuk mengerti pola pikir orang lain? Irjo masih memikirkan ini.

Namun sekarang bukan saatnya untuk itu.

Dia harus mencari cara agar Dekan periode depan adalah dekan yang pro pada UKM-nya. Irjo sudah menyusun rencana, mulai dari promosi, hingga mencari sponsor untuk acara pelantikan dan lain-lain. Dia mirip tim sukses yang sedang mencari cara agar jagoannya bisa maju. UKM Hiking berjuang keras agar calon Dekan yang mereka jagokan memimpin pada periode ini.

Irjo sudah berjuang sangat keras, lalu ketika pemilihan Dekan...

MEREKA MENDAPATKAN APA YANG MEREKA MAU.

UKM Hiking bersorak kencang. Bergembira karena mereka lagi-lagi mendapatkan apa yang mereka inginkan. UKM Jurnalistik dan Fotografi yang juga datang ketika penghitungan suara itu hanya menatap anak-anak UKM Hiking dengan wajah datar.

Tidak ada wajah penyesalan dan sedih sama sekali.

Ketika mata Irjo mengerling mencari keberadaan iblis dari UKM Fotografi, matanya tercekat. Tubuhnya menegang kaku. Di pojok aula Fakultas, orang yang dia cari sedang berdiri sambil bersandar di tembok. Tangannya bersedekap dan wajahnya datar. Bukannya memasang wajah dendam dan juga geram seperti ketua yang kalah sebelum-sebelum ini.

Ketika mata Irjo kembali berjibaku dengan mata Gian, lelaki UKM Fotografi itu tersenyum. Senyum miring, sinis. Matanya masih datar, lalu tubuhnya berbalik.

Tunggu dulu!

Irjo jadi makin curiga. Kenapa responnya jadi seperti itu? Lalu kenapa kemenangan yang harusnya membuatnya berada di atas angin itu jadi datar dan memuakkan seperti ini? Awalnya Irjo kira Gian akan marah dan melabraknya. Irjo sudah melakukan banyak kecurangan ketika kampanye. Dia mencuri kunci mading, hingga melepas poster yang ditempel oleh anak UKM Fotografi dan Jurnalistik.

Sekarang ketika kemenangan di tangan UKM Hiking, UKM Fotografi santai dan tidak terlihat sedih. Bahkan para anggotanya langsung pergi dari aula dengan wajah malas. Mengantuk. Mereka menguap, lalu tertawa bersama. Lamat-lamat Irjo mendengar kalau kedua UKM akan mengadakan pesta kecil-kecilan macam acara bakar-bakar jagung.

Irjo merasa ada yang tidak beres!

Dan hanya satu orang yang mampu menjelaskan semua ini.

Irjo melangkah cepat, menarik lengan lelaki ketua Fotografi itu. Gian menghentikan langkahnya ketika seseorang menarik lengannya semena-mena. Matanya menatap wajah Irjo.

"Apa?" tanyanya.

Irjo tidak salah dengar, kan?

"Kami yang menang! Mulai sekarang kami akan menggunakan aula sepuas kami!" Irjo membanggakan diri. Gian menatapnya datar.

"Oh, selamat kalau begitu!"

Hah? Hanya itu saja?

Irjo melongo, mencoba memercayai apa yang Gian katakan saat ini. Matanya memindai wajah Gian yang tampak serius itu. Dia tidak ingin salah dengar karena masalah ini, namun tetap saja dia tidak ingin perjuangan kerasnya diremehkan.

"Kami akan membalas apa yang sudah kalian lakukan!" ucap Irjo kekanakan. Gian mengangguk.

"Ya sudah, selamat sekali lagi!"

Ini makin memuakkan! Kenapa Gian merespon cuek dan datar begini? Sama sekali tidak ada raut kesal, sedih ataupun kecewa karena Dekan pro hiking yang menjabat untuk periode ini.

"Apa maksud semua ini?" Nada bangga Irjo berubah jadi nada menginterogasi. Tatapan matanya tajam, bersiap mengadili.

"Apanya?"

"Bukankah kita bersaing untuk menjadi pemenang?"

Kali ini Gian tergelak geli. Irjo terpaku pada kekehan manis itu. Sekian bulan mereka bersaing untuk UKM masing-masing, Gian belum pernah menunjukkan ekspresi serupa.

"Begitu? Anggap saja begitu, terserah saja!"

"Apa maumu sebenarnya, Gian?" Ini pertama kalinya Irjo menyebut nama Gian. Gian terusik. Dia tidak suka namanya disebut oleh lelaki yang dia benci. Sudut bibirnya kembali berkedut kesal.

"Mauku?"

"Ini tidak lucu!"

"Oh, ya? Tetapi ini lucu menurutku. Pertama, aku merespon tantangan kalian. Aku mengiyakan saja ketika ada usulan pengajuan calon pro UKM ini dan itu. Lalu setelahnya, aku bergabung dengan UKM Jurnalistik. Bukan untuk mencari sekutu, Bro... Aku tidak tertarik untuk mencari geng hanya untuk melawanmu. Ini rencanaku. Kalian akan terusik, berjuang keras agar kalian lebih diakui. Padahal UKM Jurnalistik dan Fotografi tidak melakukan sesuatu yang berarti..."

Bola mata Irjo membelalak kaget. Gian itu iblis! Iblis!

"Ketika kalian sudah berjuang keras, lelah begitu maka kalian akan bangga kalau berhasil memenangkan persaingan ini. Lalu kami bisa apa? Kami hanya bisa menatap kalian, kalian bahagia atas apa yang sudah kalian perjuangkan. Kami sih tidak perlu ngoyo. Kalau kami belum menang, itu artinya memang bukan rezeki."

"Apa maumu?" Tangan Irjo mengepal marah. Gian masih tergelak geli. Ini lucu! Gian sudah memprediksi ini.

"Biarkan aku menjawabnya dengan analogi. Pernah main tarik tambang? Dua kubu saling menarik untuk menjadi pemenang. Kami menarik tali itu bukan untuk menang, namun hanya untuk bertahan. Lalu ketika kalian berjuang sekeras itu, menarik tambang dengan sekuat tenaga... namun kami melepaskannya begitu saja. Apa yang terjadi?" Sudut bibir Gian naik sekian mili. Irjo terlonjak begitu sadar apa yang terjadi selanjutnya.

Kubu yang menarik tambang paling kuat akan jatuh.

Dan kubu yang jatuh itu adalah...

"Selamat, ya!" Kaki Gian kembali melangkah, meninggalkan Irjo yang tampak kaku. Bengong dengan wajah dramatis. Tangannya terkepal marah, sementara giginya gemeretuk sempurna. Gian... lelaki itu benar-benar iblis!

Ini tidak sesuai dengan prediksinya. Irjo berpikir dan bergerak dengan otot, sementara Gian hanya menggunakan otak liciknya. Irjo memang menang, namun tidak merasa menang! Dan ini memuakkan!

Irjo tersadar dalam beberapa detik, lalu kembali menyusul langkah Gian. Lelaki itu belum sampai di UKM-nya, namun Irjo sudah menghadang jalannya. Irjo benci kalah. Benci sekali.

"Aku tidak suka kalah!" Ketika itu Irjo sangat jujur pada Gian, menceritakan kepribadiannya sendiri dengan gamblang. Gian mengedikkan bahu.

"Kalian kan sudah menang."

"Kami merasa tidak adil dengan kemenangan ini!" Irjo masih tidak terima. Gian menghela napas, tak acuh.

"Sejujurnya, aku tidak peduli. Aku lelah."

Alis Irjo naik.

"Aku tidak peduli apa yang akan kalian lakukan di UKM. Aku tidak begitu mengerti dengan persaingan dan juga permusuhan ini. Apa sebelumnya aku pernah mencari gara-gara padamu?" Gian bertanya cepat. Spontan, Irjo menggeleng. Gian memang tidak pernah mencari gara-gara dengannya. Lelaki itu cuek sekali. Dia hanya sibuk dengan urusan dan pemikirannya sendiri. Bahkan Irjo sempat bingung bagaimana bisa lelaki tak acuh ini jadi ketua UKM Fotografi. Dirinya yang menggebu dan sangat terobsesi dengan jabatan ini saja harus berjuang keras agar diakui oleh anggota UKM Hiking yang lain.

Irjo mengusap kasar wajahnya.

"Jadi, tolong jangan ganggu aku lagi!" Ucapan terakhir Gian sebelum melangkah pergi sempat Irjo dengar. Hanya dengan mencerna kalimat itu membuat hatinya jadi sakit tiba-tiba. Irjo tidak tahu kalau Gian akan bereaksi seperti ini.

Ketika punggung itu melangkah pergi meninggalkannya, sudut hati Irjo mulai bereaksi mendadak. Sakit.

***

Irjo marah, namun Gian tidak peduli. Irjo tidak suka diremehkan seperti ini. Ketika pulang kuliah, Irjo memutuskan untuk membuntuti Gian hingga ke kosnya.

"Bang Re?" Gian melambai ketika melihat seseorang sudah memarkir vespanya di depan kos. Irjo merengut. Lelaki itu lagi?

"Sudah balik, nih?" Lelaki bernama Re itu melangkah ke arah Gian, mengelus vespa milik Gian dengan wajah senang.

"Kok tumben di sini?"

Bang Re mengangguk.

"Mau ajak kamu main."

Irjo mendengarnya. Main apa? Main layang-layang? Main kelereng? Sudah besar, tidak perlu main-main begitu! Irjo kesal setengah mati. Kupingnya mendengar semua yang lelaki itu katakan pada Gian. Tunggu dulu! Lagipula sejak kapan Irjo senang mengurusi kepentingan orang lain? Juga... kenapa dia bisa sampai di tempat ini? Untuk apa, Jo?

"Kapan, Bang? Aku sibuk kalau minggu ini. UKM ingin mengadakan lomba..."

Bagus, tolak saja Gian! Irjo puas mendengar jawaban Gian. Kenapa kamu yang sensitif, Jo?

"Kalau begitu mainnya diundur minggu depan. Bisa, kan?"

Ini apa-apaan?!! Irjo meradang. Kenapa lelaki vespa butut itu malah tidak tahu malu? Kalau tidak bisa ya tidak bisa! Kenapa dia ngotot sekali untuk mengajak Gian main? Main saja sendiri! Gian sibuk!

"Kalau minggu depan sih bisa diatur!" Gian tersenyum ramah. Lihat itu, Jo! Dia tersenyum ramah pada lelaki vespa butut, tapi padamu dia selalu saja memasang wajah datar andalannya. Cemburu?

Sayangnya Irjo itu tipe orang yang bertindak baru mikir di belakang. Kakinya melangkah cepat ke arah mereka. Tangannya mencekal lengan si lelaki Fotografi.

"Sorry, Bro... Dia sudah punya acara dan janji. Sama gue."

Sejak kapan cara bicara Irjo jadi songong begitu? Gian menoleh spontan dan mengerjap. Lelaki yang tingginya sama dengannya itu sedang berdiri di sampingnya, entah muncul dari mana.

"Teman kamu?" Si vespa butut bertanya cepat pada Gian. Gian menoleh ke arah Irjo sekilas, sementara yang dilihat hanya menatapnya tajam.

"Bukan. Aku tidak kenal, Bang!"

Mata Irjo melotot mendengar ucapan Gian. Ini sudah keterlaluan sekali. Bagaimana bisa Gian menjawab seolah Irjo adalah orang asing? Ini tidak bisa dibiarkan!

"Kalau begitu nanti minggu depan jadi, kan?" Abang vespa butut itu bertanya, menekankan nadanya. Gian mengangguk semangat, tersenyum setelah itu. Bang Re pergi meninggalkan dua orang lelaki yang tampaknya akan saling hujat tersebut.

Memang benar.

Gian menatap Irjo ganas.

"Apa lagi? Masih belum bisa menerima kemenanganmu, hah?!" Gian marah. Murka. Dia tidak bernafsu untuk bertengkar dengan lelaki ini.

"Dia siapa?" Irjo tidak peduli dengan amarah Gian. Dia hanya ingin tahu siapa lelaki vespa butut yang beberapa kali ini dia lihat bersama Gian.

"Bukan urusanmu!" Gian menghempaskan jemari Irjo yang mencekal lengannya. Irjo tidak sadar kalau sejak tadi tangannya bertengger manis di situ. Begitu Gian menuntun vespanya masuk ke parkiran kos, Irjo menghalangi.

"Minggir!" Gian berdecak. Dia ingin melepaskan diri dari lelaki sinting yang aneh ini.

"Lewati aku kalau bisa!"

Begitu Irjo mengatakan kalimat itu, Gian langsung menerobos. Menabrak Irjo yang sedang berdiri sambil merentangkan tangan. Bagian depan vespa Gian menabrak bagian depan Irjo. Kencang, hingga lelaki pemilik spare part berharga itu terhuyung kesakitan dan minggir. Tubuhnya terbungkuk-bungkuk, sementara tangannya menangkup selangkangan.

"Rasakan!" Gian tersenyum licik. Puas.

"Aku akan tuntut kamu kalau senjataku impoten setelah ini!!" Irjo menjerit kesakitan, sementara Gian sudah menghilang masuk ke dalam kosannya. Meninggalkan Irjo yang masih mengumpat sesekali. Gian kejam. Sialan!

TBC

Selamat hari Minggu... :)

Continue Reading

You'll Also Like

127K 3.2K 8
Cover by; @LilikCiah {LENGKAP} Militer & Bad Boy. Boy Love. 18++
581K 44.4K 25
[Book 2 of 2] Dua orang yang saling membenci tinggal dalam satu atap? Masih kalah absurd jika orang kalian benci itu adalah teman sekelas kalian seka...
3.8M 83.9K 52
"Kamu milikku tapi aku tidak ingin ada status terikat diantara kita berdua." Argio _______ Berawal dari menawarkan dirinya pada seorang pria kaya ray...
628K 36.6K 22
Dave Ivander Kim, remaja pria yang memiliki wajah cantik berkat darah korea yang mengalir padanya. ia semula sangat menentang dan membenci istilah 'Y...