Bagian Sebelas: Kutaklukkan Hatiku Untukmu

11.7K 1.1K 278
                                    


Aku belajar tentang mengenal sebelumnya, lalu aku belajar untuk merasa. Aku belajar menginginkan setelah itu, lalu belajar mencintai. Belajar memahami. Belajar menjaga setelahnya. Hidupku bukan sekumpulan mimpi, namun aku sudah sampai pada titik dimana aku menemukan mimpi yang kucari. Mimpi itu menjelma jadi seseorang yang kini hadir dalam siang serta malamku. Seorang lelaki.

***

Dia sebagian dari hidupku.

Dia adalah lelaki, yang kucintai setiap waktu. Dia adalah lelaki yang namanya kusebut dalam sholatku. Dia adalah lelaki yang menjelma jadi seseorang yang mampu merampas segala kewarasan dan tata kramaku akan hidup. Aku tidak pernah menyangka dirinya akan seperti itu. Lelaki itu yang tinggal dalam hatiku, duduk di singgasana tertinggi. Mereka yang memberikan gelar kasta pada seseorang pasti tahu apa kasta tertinggi. Aftan menempati kasta itu.

Ini akan kuisi sebagai curhatanku.

Suatu hari aku terbangun dengan kepala pening. Beberapa hari ini aku kurang tidur. Masa laluku sebagai pejuang skripsi sudah tinggal kenangan. Kali ini aku hanya menikmati masa istirahatku sembari menunggu lembar transkrip yang belum dibagikan. Aku hanya perlu menunggu dengan bermain bersama Aftan.

Seperti sebelumnya, aku masih bermain di UKM. Mataku memindai beberapa orang yang sudah damai di UKM. Ada anggota baru rupanya. Gian masih berdebat dengan wakil UKM Fotografi.

“Aku harus wisuda periode depan!” Gian merengut.

“Iya, Irjo juga harus wisuda.” Aku menatap Gian sambil tersenyum geli.

“Jadi kalian harus menunjuk ketua baru.”

“Tapi, Kak...” Angga, wakil ketua UKM Fotografi protes lagi. Aku menggeleng pelan. Aku tersenyum pada Angga, lalu mengangguk.

“Ini keluarga kalian saat ini. Sudah saatnya yang tua digantikan dengan yang muda.” Aku menepuk kepala Gian. Gian merengut, namun kepalanya masih mengangguk setuju. Anggota UKM yang lain akhirnya menunduk dan mulai mempersiapkan diri untuk pemilihan ketua dipimpin oleh Gian. Untuk sementara Angga yang akan menggantikan Gian.

Ketika mereka masih sibuk berdiskusi soal ketua baru, kakiku sudah beranjak pergi. Aku ingin mengunjungi lelakiku. Meski sekarang aku sudah punya kontrakan sendiri, namun tempat ini akan selalu jadi destinasi utamaku. Akan ada lelaki yang menjadi tumpuan dan alasanku bersandar. Lelaki yang sedang menggendong kelinci jantan bernama Serintil itu. Lelaki tempatku menitipkan rasa.

“Aftan...” Aku tersenyum menyapa. Aftan menoleh dan balas tersenyum ke arahku. Kakinya melangkah, lalu menyerahkan Serintil padaku. Makin hari kelinci ini makin gemuk saja. Aftan sayang sekali padanya.

“Sudah makan?”

Aftan mengangguk. Jemarinya mengelus kepala Serintil. Aku menunduk, menatap jemari yang sedang mengelus sayang kepala kelinci di gendonganku. Aku merinding meski hanya dengan membayangkan jemari itu menyentuhku.

“Elus yang gendong juga, dong!” Aku menunduk ke arah Aftan. Aftan tergelak geli. Awalnya aku merasa dia tidak akan melakukan apa yang kuinginkan, namun ternyata Aftan melakukannya. Lelaki manisku malah mengelus kepalaku.

Tubuhku menegang.

“Aftan...” Suaraku tercekat, tergagap dengan nada gemetar. Semuanya terlihat sangat semu sekarang. Tidak ada angin yang menyapa kami. Tidak ada suara apapun. Hanya ada aku dan Aftan yang sedang tersenyum.

“Hm?”

Aku gila. Aku sudah benar-benar gila. Aku sudah jatuh. Aku menatap Aftan lagi, mataku menatapnya sendu. Sebelah tanganku terlepas dari Serintil, lalu menyentuh pipinya. Aku sudah meletakkan lelaki ini untuk sebagian hidupku. Aku mencintainya, Allah! Aku mencintainya seperti aku menyebutMu dalam sholatku. Aku mencintainya seperti ketika aku memuji Rasulku. Aku mencintainya seperti ketika aku mendoakan kebahagiaan kedua orang tuaku. Aku mencintainya, Allah! Aku tidak pernah berharap Kau berikan alat kelamin seperti wanita. Aku tidak pernah berharap sebanyak itu, meski Kau mampu melakukannya. Aku hanya bisa berharap kalau Kau akan memberikan bahagia padaku meski hanya sedikit.

Ketika Nama Tuhan Kita BerbedaDär berättelser lever. Upptäck nu