FORBIDDEN SCANDAL

Von De_Pramudita

893K 49.1K 2.5K

Sebagian bab di Private secara acak **** Satu hal yang aku tau, jika satu - satunya sumber kebahagiaanku... Mehr

Prolog
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4 A
BAB 4B
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
PART 9
Part 10
PART 11 - AZKA POV
BAB 12
BAB 12 PART B
BAB 13
BAB 14
PART 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 25
BAB 26
BAB 27
BAB 28
BAB 29
BAB 30
BAB 31
BAB 32
BAB 33
BAB 34
BAB 35
BAB 36
BAB 37 - ENDING
ASK
EPILOG
EXTRA PART
NEW STORY

BAB 20

12.7K 954 49
Von De_Pramudita

"Jack..."

Tanpa sadar kata itu keluar begitu saja dari mulutku. Pandanganku mendadak kosong dengan pikiran yang sudah berkelana tak tentu arah. Membuat rasa pusing menghantamku dengan begitu mengerikan. Aku bahkan hampir kehilangan keseimbangan ketika kilasan - kilasan peristiwa di masa lalu berbondong – bodong masuk kedalam kepalaku tanpa bisa di cegah, persis seperti roll film yang di putar di bioskop. Aku sesak, Rasanya seperti di terjang banjir bandang dengan warna air coklat gelap, membuatku kesulitan bernapas.

"Kau yakin ingin meneruskan Senior High School mu di New York?"

Aku mengangguk mantap ketika dad menanyakan keinginanku untuk melanjutkan study ke negeri paman sam. Minggu lalu tepat setelah pengumuman kelulusanku dari Junior High School aku langsung menyampaikan keinginanku pada mom untuk melanjutkan studyku ke Columbia Grammar & Preparatory School. Tapi tentu saja keinginanku langsung di tentang oleh mom, aku terlalu kecil untuk menimba ilmu hingga ke negeri paman sam begitu katanya.

"Tidak ingin meneruskan sekolahmu disini?" Tanya dad setelah diam beberapa saat.

Aku menghela napas panjang, menatap tepat pada manik mata dad yang kini tengah menatapku dengan sorot serius kemudian aku menggeleng tegas. "Aku ingin disana dad."

Dad mengangguk – anggukan kepalanya. "Beri alasan pada dad kenapa kau harus meneruskan studymu kesana? Bukan disini."

Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Menatap dad, mom dan Jackob yang duduk di meja makan secara bergantian.

"Dad pasti tau kalau Columbia Grammar & Preparatory School adalah salah satu Senior High School terbaik yang ada di Amerika." Aku sengaja menjeda kalimatku untuk menarik seluruh perhatian dad. "Sebenarnya aku tidak memiliki alasan khusus, aku hanya ingin mencoba tantangan baru dad. Semua orang di penjuru dunia berlomba – lomba ingin mengenyam pendidikan di negara adidaya itu dan aku ingin menjadi salah satu dari mereka. Aku ingin mengembangkan potensiku." Lanjutku setelah perhatian dad sudah sepenuhnya tertuju padaku.

"Umurmu baru 14 tahun Camelia." Sahut mom ketika dad kembali diam, nampak tengah memikirkan sesuatu. "Kau masih terlalu kecil untuk hidup jauh dari kami." Lanjut mom yang langsung membuatku mendecakkan lidah, sebal.

"Ayolah mom, aku butuh tantangan baru." Rayuku sambil mengeluarkan puppy eyes andalanku, namun dengan teganya mom menggelengkan kepalanya, tetap tidak setuju dengan usulanku.

"Mom tetap tidak setuju." Sekali lagi mom menggelengkan kepalanya dengan tegas. Pertanda jika keputusannya tidak bisa di ganggu gugat.

Namun sepertinya mom lupa jika sifat keras kepala yang dimilikinya itu menurun pada anak perempuan satu- satunya dan bukan Camelia namanya jika menyerah dengan begitu saja.

"Ayolah aku ingin mandiri mom. Lagipula Jack juga ada disana, dia bisa menjagaku." Kali ini perhatianku tertuju pada pria yang ada di sampingku, duduk tenang sambil menikmati croissant sebagai menu sarapannya. Sama sekali tidak menunjukkan ketertarikannya pada pembicaraan kami saat ini.

"Kau bisa melakukannya disini Camelia. Kau bisa melanjutkan studymu di Paris kalau kau memang ingin belajar mandiri."

Aku menghela napas lelah kemudian meletakkan kepalaku di meja makan dengan gaya super dramatis. Rasa – rasanya aku ingin menyerah saja, tentu aku sadar sekeras kepala apapun aku, aku tetap tidak bisa mengalahkan mom dalam hal yang sama.

"Apa yang akan kau berikan pada dad dan mom jika kami mengijinkanmu pergi ke Amerika?" Tanya dad sambil menaikkan sebelah alisnya. Tangannya bersedakep di depan dada, seolah bersiap untuk negosiasi yang kami lakukan.

"Baby..."

Aku sedang menegakkan tubuhku sambil menyengir lebar ketika mom kembali mengeluarkan ketidak setujuannya. Kali ini sepertinya aku yang akan menang.

"Ayo jawab pertanyaan dad?"

Aku nampak berfikir sejenak. Menimbang hal apa yang sekiranya pantas untuk menjadi bahan pertimbangan dad sehingga tidak bisa menolak permintaanku.

"Bagaimana dengan Harvard?" Tanyaku sambil melipat tanganku di atas meja. "Aku akan kuliah di Harvard seperti keinginan mom dan dad jika aku di ijinkan untuk melanjutkan studyku ke Amerika." Lanjutku yang langsung mendapat kernyitan di dahi dad.

"Bagaimana dengan Maragoni? Kau ingin menyerah begitu saja?"

Aku menggeleng cepat. "Tentu saja tidak." Aku meraih minumanku kemudian meneguknya hingga tinggal setengah gelas. "Selagi aku kuliah di Harvard aku juga akan mengambil kuliah di FIT ( Fashion Institute Of Technology). Lagi pula ku pikir FIT lebih bagus dari Maragoni dad. Jadi semangatku untuk bersaing jadi semakin besar."

"Kau yakin untuk melakukannya di saat yang bersamaan?" Tanya dad, nampak tidak yakin. "Bagaimana kalau kau tidak bisa mengikuti kuliahmu karena fokusmu terpecah?"

"Itu tidak akan terjadi dad, Fashion adalah pasionku." Jawabku penuh percaya diri. "Kalaupun aku tidak bisa mengikuti kuliahku di Harvard karena kesulitan membagi waktu, aku akan melepaskan kuliahku di FIT. Bagaimana dad?"

Senyuman dad langsung merekah kemudian menganggukkan kepalanya dengan mantap. "Oke dad setuju."

"Yeay.." Aku melonjak penuh kegirangan kemudian memeluk dad dengan begitu erat. "Merci beaucoup." Kataku sambil mencium pipinya dengan gemas.

***

"Sedang apa kau disini?"

Aku menolehkan kepalaku ke arah sumber suara dan mendapati Jackob tengah berdiri di depan pintu kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah dengan sebuah handuk kecil di tangannya. Dadanya yang bidang terkekspose dengan sempurna karena dirinya sedang bertelanjang dada dengan handuk putih melingkar di pinggangnya.

"Astaga Jack, pakai bajumu. Jangan telanjang begitu." Kataku sambil menutup wajahku dengan tangan. Ah rasanya malu sekali, seperti ada sesuatu yang panas merambat di pipiku.

"Siapa suruh masuk ke kamar orang tanpa permisi." Jawab Jackob santai, sesantai saat dia melenggang di depanku tanpa rasa sungkan sedikitpun.

"Jack cepat pakai bajumu." Teriakku yang saat ini sudah mengalihkan pandanganku ke arah lain. Kurang ajar sekali si Jack ini, dia malah sengaja memainkan ponselnya di depanku masih tanpa mengenakan pakaiannya.

Dia terkekeh geli saat mengacak rambutku. "Kau sudah besar ternyata." Katanya. "Buka matamu." Perintahnya. Aku perpikir sejenak kemudian membuka jemariku sedikit demi sedikit dan ketika aku sudah mendapati dirinya sudah perpakaian yang normal aku langsung meloncat ke punggungnya kemudian mengigit telinganya dengan gemas.

"Hya hya hya apa yang kau lakukan." Teriaknya sambil menjauhkan telinganya dari mulutku.

Aku cemberut kemudian melingkarkan lenganku di lehernya. "Kenapa baru pulang sekarang? Apa Amerika semenyenangkan itu hingga membuatmu tidak pulang selama 3 tahun huh?" Tanyaku, meletakkan daguku di bahunya. Seketika aroma aftershave langsung memenuhi indra penciumanku ketika jarak tubuh kami begitu dekat seperti ini.

"Aku harus fokus pada kuliahku my little cheri." Jawabnya sambil membawa tubuh kami ke ranjang king sizenya kemudian tanpa aba – aba dia sudah melemparkan tubuhku disana.

"Kau tega sekali tadi tidak membantuku." Aku tidak bisa menutupi rasa sebal dalam suaraku. Aku benar – benar sebal hingga rasanya aku ingin sekali mengigit telinganya hingga putus.

"Aku tau kau bisa melakukannya sendiri, tidak perlu bantuanku." Katanya santai.

Aku mendudukkan tubuhku di atas ranjang king sizenya sembari menatap Jackob yang tengah memainkan ponselnya, mengabaikanku sepenuhnya. Aku seperti tidak mengenal pria yang berjarak tidak lebih 5 meter dari tempatku berada. Rasanya dia begitu jauh, tidak terjangkau dan sikapnya padaku jelas berbeda. Dia tidak sehangat dulu sebelum berangkat untuk melanjutkan kuliahnya ke Pennsylvania. Semenjak pulang 3 hari yang lalu dia begitu cuek kepadaku. Tidak bicara kalau bukan aku dulu yang mengajaknya bicara. Aku seperti kehilangan Jackob Adam, kakak laki – lakiku yang selalu menyayangiku dan menjagaku.

"Ternyata Amerika membuatmu banyak berubah ya?" Kataku sambil beranjak meninggalkan kamarnya.

"Kau mau kemana?"

"Kembali kekamarku, mau kemana lagi." Jawabku sambil membuka pintu kamarnya kemudian menutupnya dengan kencang.

"Kau benar – benar menyebalkan Jack." Geramku sambil memukul – mukul boneka doraemon pemberian Jackob sebelum berangkat ke Pennsylvania. Aku ingin melampiaskan semua kekesalanku pada boneka tidak bersalah ini. Tidak peduli jika nantinya boneka ini akan gepeng penyok atau entahlah aku tidak peduli.

"Ternyata kau begitu menakutkan jika sedang marah my little cheri."

Aku mendengus kasar tanpa mempedulikan Jackob yang tengah berjalan ke arahku sambil memasukkan tangannya di saku celana pendeknya. Pandangannya mengedar ke seluruh penjuru kamarku sambil sesekali mengangguk – anggukan kepalanya, entah untuk apa.

"Ternyata kau benar – benar sudah besar, sudah mempunyai kekasih." Gumam Jackob sembari menatap figura yang ku pajang di atas meja belajarku. Figura fotoku bersama sahabat laki – lakiku, Sebastian O'pry.

"Keluarlah, aku mau istirahat." Usirku yang kini sudah memasang posisi berbaring memunggunginya.

Dia terkekeh pelan kemudian aku merasakan ranjang di sampingku bergerak pelan. Dan ketika aku membalikkan badanku aku mendapati Jackob sudah berbaring dengan nyaman di sampingku.

"Aku ingin tidur disini." Gumamnya dengan mata terpejam.

Memilih tak peduli, aku mengangkat bahuku kemudian kembali membalikkan badanku untuk memunggunginya.

"Camelia.." Panggil Jackob setelah kami suasana hening di antara kami berlalu cukup lama.

"Hmmm."

"Kenapa kau ngotot sekali ingin melanjutkan studymu ke Amerika?"

Aku diam sejenak, menimbang apakah aku harus mengatakan alasanku yang sebenarnya atau lagi – lagi aku harus berbohong dan menutupi alasan ke inginanku yang sebenarnya.

"Kalau aku bilang aku ingin ke Amerika supaya tetap dekat denganmu, apa kau akan percaya?"

Yang ku dengar hanyalah helaan napas panjang kemudian tangannya melingkar di pingangku. Memelukku dari belakang.

"Ayo kita tidur." Gumamnya sambil mematikan lampu di kamarku dan menyalakan night stand.

***

"Kau sudah ingat sekarang?" Suara bass Jackoblah yang berhasil membawa diriku kembali ke dunia nyata. Dan ketika kesadaranku sudah kembali pada titik yang seharusnya maka di saat itu pula hatiku seperti di tikam oleh ribuan pisau yang begitu menyakitkan. Aku ingat sekarang dan ingatan itu seperti bom waktu yang meledak tepat di atas kepalaku. Membuat hatiku hancur luluh lantah tak bersisa. Apa yang sudah kulakukan di masa lalu benar – benar membuatku ingin mati saat ini juga.

"Kau ingat bagaimana kau ingin mengugurkan anak kita?" Desisnya, suaranya sedingin es.

Aku mendongakan kepalaku dan menatap wajah Jackob. Menatap matanya yang memancarkan kelelahan, kesakitan dan juga amarah di saat yang bersamaan. "Maafkan aku." Gumamku dengan suara lirih, tangisanku pecah seiring dengan ingatan yang kembali masuk kedalam kepalaku. Menyakitkan.

Bersambung.....

oh my god, sebulan *tutup mata

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

110K 10.4K 59
FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA^^ (18+ only) "Gimana kalo kita tidur bareng aja?" (Sandra Javinkha) "Kamu serius ngajak saya ML? Memangnya kamu nggak tak...
6.8M 338K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
537K 41.8K 59
Buat seorang Rasabrina Andrista, kepuasan klien atas hasil kerjanya adalah yang terpenting. Sasa selalu rela jungkir balik koprol agar proyeknya sele...
993K 58.8K 33
[NEW VERSION] Bisa jadi masih ada banyak kecacatan penulisan dalam cerita ini. Mohon dimaklumi. (MATURE CONTENT! MOHON BIJAK DALAM MEMBACA, PILIHLAH...