Resilience: Remi's Rebellion...

By Nellaneva

129K 17K 2.9K

[15+] Sudah diterbitkan oleh BIP Gramedia. Terdiri dari Part I dan Part II. Sinopsis Part I: Masalah terbesar... More

Remi's Playlist (260618)
Peringatan [1]
[2008-2009]
16 Januari 2008
19 Januari 2008
23 Januari 2008
27 Januari 2008
30 Januari 2008
31 Januari 2008
1 Februari 2008
2 Februari 2008
6 Februari 2008
12 Februari 2008
19 Februari 2008
20 Februari 2008
22 Februari 2008
25 Februari 2008
1 Maret 2008
23 Maret 2008
29 Maret 2008
11 April 2008
17 April 2008
28 April 2008
6 Mei 2008
8 Mei 2008
20 Mei 2008
23 Mei 2008
1 Juni 2008
15 Juni 2008
20 Juni 2008
9 Juli 2008
13 Juli 2008
2 Agustus 2008
30 September 2008
28 November 2008
29 November 2008
26 Desember 2008
1 Januari 2009
10 Februari 2009
15 Maret 2009
24 April 2009
14 Juni 2009
9 Juli 2009
21 Juli 2009
4 Agustus 2009
Penutup [1]
Peringatan [2]
[2017-2018]
25 Januari 2017
28 Januari 2017
3 Februari 2017
9 Februari 2017
11 Februari 2017
23 Februari 2017
25 Februari 2017
4 Maret 2017
18 Maret 2017
23 Maret 2017
1 April 2017
9 April 2017
10 April 2017
12 April 2017
20 April 2017
23 April 2017
3 Mei 2017
16 Juni 2017
2 Juli 2017
26 Agustus 2017
4 September 2017
22 Oktober 2017
19 November 2017
24 Desember 2017
30 Januari 2018
11 Februari 2018
10 Juni 2018
Penutup [II]
GIVEAWAY LAGI ❤️
[COVER VOTE]
PRE ORDER DIBUKA 🎉

17 Januari 2008

5.1K 613 85
By Nellaneva

You used to get it in your fishnets
Now you only get it in your night dress
Discarded all the naughty nights for niceness
Landed in a very common crisis
Everything's in order in a black hole
Nothing seems as pretty as the past though

(Arctic Monkeys - Fluorescent Adolescent)

***

Terakhir kali aku punya teman adalah ketika kelas enam sekolah dasar.

Biasanya hanya ada kami berdua, aku dan Erin, sejak kelas empat. Kami berteman karena dia anak baru—pindahan dari Semarang—dan kebetulan satu-satunya bangku yang tersisa di kelas saat itu adalah di sampingku. Selama dua tahun di sekolah dasar kami sangatlah akrab. Aku sering main ke rumahnya dan, sebaliknya, dia suka main ke rumahku. Kedua ibu kami pun turut berteman (kesempatan langka ketika ibuku bisa lepas dari ponselnya dan bersosialisasi secara normal).

Erin sangat setia kawan dan tidak masalah berteman denganku. Setidaknya, semula kupikir begitu. Kami bahkan pernah disetrap bersama karena terlambat masuk kelas gara-gara aku mengajak Erin main lebih lama pada jam istirahat kedua. Dia juga yang mengawasi situasi sekitar ketika aku menyembunyikan tas milik seorang anak laki-laki badung yang sering merisakku di sekolah. Besoknya aku memang ditendang si anak badung itu, tetapi bukan karena Erin yang mengadu. Erin justru melaporkan pada guru dan membuat telinga si anak badung dijewer.

Lalu, tiba-tiba saja semuanya berubah ketika kami berdua masuk sekolah menengah pertama yang berbeda. Semua gara-gara orangtuaku yang malas mengurusku sehingga aku dipaksa masuk ke sekolah swasta yang cukup disiplin, sedangkan Erin masuk ke sekolah negeri yang berlokasi dekat rumahnya.

Biarpun kami sudah sepakat untuk terus bertemu rutin dan melakukan kontak, Erin mengingkarinya. Dia mulai jarang mengangkat telepon dariku, katanya jadwal sekolah dan lesnya amat padat. Pun menolak ajakanku untuk jalan-jalan ke taman-taman kota dan toko buku. Terakhir kali kami bertemu, Erin mengusulkan untuk hang out di suatu kafe beken di pusat kota. Kuturuti saja, meskipun suara musik di dalam kafe itu terlalu bising dan harga minumannya terlampau mahal. Penampilan Erin jelas berubah drastis saat itu. Alih-alih perpaduan jins panjang dan kaus lengan pendek yang kompak kami kenakan dulu, dia mengenakan bedak dan lip gloss serta rok mini yang—bila aku bukan temannya, ingin kukatakan langsung di depan muka Erin—membuatnya tampak seperti jalang.

Kemudian, selama hang out (aku sungguh tidak suka istilah ini) di kafe, kudapati perbincanganku dan Erin menjadi canggung. Tidak selugas dan seluwes dulu. Omongan kami banyak yang tidak nyambung. Setelah pulang, kami tidak saling menelepon lagi selama berminggu-minggu lamanya.

Kupikir aku harus menemui Erin untuk membicarakan perubahan dirinya yang mengesalkan. Karenanya, pada suatu siang ketika kami masih di semester pertama kelas satu SMP, aku langsung saja berkunjung ke rumah Erin tanpa menelepon dulu. Lagi pula, setiap hari Sabtu, Erin pasti ada di rumahnya bermain boneka barbie, sekalian aku ingin mengembalikan salah satu barbie-nya yang tertinggal di rumahku sejak setahun lalu.

Ketika tiba di beranda rumahnya, aku mendapati Erin sedang bermain dengan teman-teman barunya di ruang tamu. Yang membuatku cukup syok, dia memintaku pulang ketika membukakan pintu. Erin juga mengatakan sesuatu mengenai fakta bahwa dia terpaksa berteman denganku gara-gara dia anak baru saat sekolah dasar dulu, lalu sebaiknya kami tidak usah main bersama lagi mulai sekarang karena satu dan lain hal. Aku tidak terlalu mendengarkan sisa ucapannya. Bukan, bukan karena aku sibuk menahan air mata, aku bahkan tidak kepikiran untuk menangis. Aku sibuk memikirkan cara untuk membuat Erin dan mulut lebarnya bungkam. Akhirnya aku melempar barbie sialan tersebut ke jidat Erin, lalu melengos pergi dari beranda rumahnya.

Sejak itu, aku dan Erin berhenti berteman. Sejak itu pula, kedua ibu kami tidak lagi menghubungi satu sama lain.

Pertemanan itu menyulitkan.

Continue Reading

You'll Also Like

524 221 20
[Re-write] - [Slow burn] Sashi Andara suka menulis. Sampai dia mencampuradukkan dunianya dengan dunia fiksi, semua kacau balau. Setelah rumahnya nyar...
2.7K 437 13
Dia Muggleborn. Tapi Salazar Slytherin mengizinkannya memasuki asramanya yang tak pernah dimasuki Muggleborn. Dia bukan seperti cerita yang lain, se...
2.8K 140 20
(TELAH TERBIT) -BISA DITEMUKAN DI TOKO BUKU SELURUH INDONESIA- Dasthan Davy yang bekerja di Pemerintahan harus dibuat pusing dengan adanya seorang Ha...
17.1M 818K 69
Bagaimana jika gadis bar-bar yang tak tau aturan dinikahkan diam-diam oleh keluarganya? ... Cerita ini berlatar belakang tentang persahabatan dan per...