Elegi Patah Hati

By veradsh

1.5M 45.8K 4.9K

Barga Anggara, adalah seorang mahasiswa usia 20 tahun yang menikahi wanita berusia tiga tahun lebih tua darin... More

PROLOG
KEPING SATU
KEPING DUA
KEPING TIGA
KEPING EMPAT
KEPING ENAM
KEPING TUJUH
KEPING DELAPAN
KEPING SEMBILAN
KEPING SEPULUH
KEPING SEBELAS
KEPING DUABELAS
READERS VOICE

KEPING LIMA

45.9K 3K 335
By veradsh

"Bangun, Fris. Salat dulu."

Aku menggeliat ketika mendengar bisikan Barga di telingaku. Kurentangkan kedua tangan untuk menghilangkan rasa pegal yang kurasakan semenjak kehamilanku semakin membesar.

"Ayo, Fris."

"Kamu duluan aja deh, Bar. Aku masih ngantuk," ucapku, lalu kembali memejamkan mata dan berpura-pura tidur.

"Ayo dong, Fris. Selama lima bulan kita nikah, nggak pernah sekalipun kita salat berjamaah."

Aku tetap bergeming. Tidak mau menghiraukan ajakannya sama sekali. Hingga akhirnya dia menyerah dan melangkah menjauh memasuki kamar mandi.

Tinggal cukup lama di luar negeri membuatku terbawa arus budaya luar dan menjadi asing dengan hal apa pun yang menyangkut soal ibadah. Dan lagi, aku berpikir untuk apa melakukan semua itu? Apa untungnya buatku? Karena buktinya, saat dulu aku masih rajin melakukannya, kebahagiaan tetap pergi menjauh dariku. Nasib baik tidak pernah lagi berpihak padaku.

Aku memutar posisiku dan mengamati Barga yang sedang khusuk dalam ibadahnya.

Ya, Barga benar. Selama lima bulan kami menikah, dia tidak pernah lupa mengajakku setiap kali salat di rumah. Namun, aku selalu mencari alasan untuk menolaknya seperti tadi.

Barga menoleh padaku setelah selesai salat dan menemukanku sedang memperhatikannya. Dia menghampiriku, lalu memeluk tubuhku dari belakang.

"Besok aku kasih hukuman kalau kamu masih nolak setiap aku ajak salat," bisiknya.

"Aku mau salat dengan keinginanku sendiri, Bar, bukan karena paksaan dari kamu."

"Nggak apa-apa," sela Barga, kelihatan tidak mau dibantah. "Lebih baik kamu aku paksa dulu sampai akhirnya jadi kebiasaan. Lama-lama kamu pasti melakukan itu dengan kesadaran kamu sendiri. Daripada kamu cuma nunggu. Kapan kamu siapnya, Fris?"

Alih-alih menjawab ucapannya, aku menarik tangannya dan semakin mengeratkan pelukannya di sekeliling tubuhku. "Bobo lagi yuk, Bar."

Barga kembali terkekeh. "Kamu tuh pinter banget ngelesnya. Kamu pernah dengar Filosofi Plato?"

"Apa itu?"

"Bahwa sebuah realitas terbagi menjadi dua, yang pertama rasio, dan yang kedua pancaindra. Ada realitas yang dihadirkan melalui indra-indra kita, seperti pengalaman hidup dan apa saja yang kita alami dan rasakan. Tapi di balik itu, ada dunia lain yang tidak dapat kita jangkau selain dengan nalar rasio yang kadang kita sendiri juga kurang paham dengan maksudnya. Semua itu mengarah pada satu hal, yaitu Tuhan kita yang Maha Gaib."

"Kamu tahu nggak, denger kamu ngomong gitu kayak aku lagi dipeluk sama Pak Dosen."

Kali ini, kekehan Barga mengembang menjadi tawa keras yang sangat lepas. Dia semakin mempererat pelukannya dan mengusap-usap perut buncitku dari belakang.

"Perbedaan manusia dan hewan selain dari akal pikirannya, adalah dari kesadaran kita untuk beribadah, Frisca," ungkap Barga lagi setelah tawanya reda, nadanya terdengar lebih serius dari sebelumnya. "Karena itu, jadilah kita sebagai manusia yang sebaik-baiknya manusia. Jangan mau kita disamakan dengan hewan karena tidak adanya kesadaran kita untuk bersujud di hadapan Tuhan."

Ucapan Barga kali ini tidak bisa kuabaikan begitu saja. Tenggorokanku tersekat ketika mendengar nada bicaranya yang berubah serius. Aku sadar, selama ini aku sudah terlalu angkuh hingga tidak lagi mau memercayai Tuhan. Aku tidak mau lagi mengikuti pola yang sudah Tuhan rangkai untuk membentukku. Aku mengabaikan semua panggilan yang bergema setiap datangnya waktu beribadah. Dan semua itu kulakukan ketika aku sadar bahwa cara Dia membentukku terlalu membuat sakit, hingga kuanggap itu semua hanya omong kosong.

"Frisca."

Aku diam, mengabaikan panggilan Barga.

"Hey." Barga memutar tubuhku dan menatap langsung kedua mataku. "Kamu dengar omongan aku tadi, kan?"

Aku mendengus. "Yeah."

"Dan kamu mau ngikutin omongan aku, kan?"

"Aku nggak bisa janji, Barga. Kamu nggak bisa paksa aku."

"Bisa. Aku suami kamu dan aku berhak memerintah kamu selama itu untuk kebaikan. Kewajiban aku sekarang untuk selalu membimbing kamu dan mengarahkan jalan kamu menuju kebaikan."

Oh astaga... aku benci harus berdebat seperti ini dengannya. Entah kenapa aku merasa disudutkan.

"Barga, please... jangan tekan aku kayak gini."

Barga mendesah pasrah. Dia pun mengalah dan memilih menghentikan argumen ini. Mungkin dia menyadari bahwa dia sudah terlalu menyudutkanku.

"Oh iya, Fris. Aku lupa belum beli kado buat Ayah."

Sial. Sekalinya dia mengalihkan topik pembicaraan, kenapa harus hal ini yang dia bahas? Aku sengaja tidak pernah membahas masalah ulang tahun ayah mertuaku di depan Barga agar dia lupa, tapi buntutnya malah dia sendiri yang mengingatkanku.

"Aku aja yang cari hadiah buat Ayah. Tapi aku nggak ikut ke acaranya, ya?"

Barga kembali menatapku tegas. "Kenapa lagi, sih? Masih mikirin malu? Masih takut keluargaku nggak akan memperlakukan kamu dengan baik?"

Aku menunduk tanpa menjawab pertanyaannya.

"Frisca!"

"Aku nggak mau dateng, Bar."

"Kenapa? Alasannya apa?"

"Ada orang yang nggak mau aku temui di sana." Kalimat itu meluncur mulus dengan sendirinya.

Kening Barga berkerut dan menatapku heran. Sedetik kemudian dia tertawa. Bukan tawa yang menggambarkan kegembiraan, melainkan tawa yang seakan mengataiku bodoh hingga membuat hatiku kebas saat mendengar nada tawanya.

"Konyol. Alesan kamu itu bener-bener konyol tahu, nggak? Kenapa sih emangnya? Kamu cemburu sama Kak Kia? Dan ini karena kamu belum bisa lupain Bang Arkha? Iya, kan? Sampai kapan kamu mau terus kayak gini, Fris? Sampai kapan kamu mau terus-terusan bergelung dengan kenangannya Bang Arkha? Why you still can't get over him? Why you can't let him? Why?"

Well, I'm done. That's enough. "Kamu bisa ngomong kayak gitu karena nggak pernah ngerasain ada di posisi aku. Aku iri pada Kiasah karena hidupnya sempurna dan aku nggak. Mungkin setelah dengar ini kamu pasti ngetawain aku. Sama seperti temen-temenku yang lain. Silakan! Kamu nggak pernah ngalamin gimana rasanya jadi aku. Kamu nggak pernah ngalamin gimana rasanya jadi anak koruptor, mulai jadi bahan bully-an, sampai sahabat-sahabatku menjauh karena malu temenan sama anaknya koruptor.

"Sedangkan Kiasah, dia punya semua yang aku mau. Dia punya keluarga yang utuh dan bahagia. Hidup tenang dengan suami dan anaknya. Dia punya kamu, adik yang sayang sama dia. Dan dia punya cinta Arkha... yang nggak pernah bisa aku miliki. Kiasah nggak perlu susah payah untuk dapat perhatian banyak orang. Lain halnya sama aku. Bahkan untuk dapat perhatian dari Arkha aja aku harus ngemis dulu, Bar. Dan itu yang bikin aku cemburu sama dia. Karena aku pikir, kenapa dia bisa dapat semua kebahagiaan itu sementara aku nggak?"

Lupakan tentang gengsi. Lupakan soal harga diri. Aku hanya ingin mengeluarkan apa yang selama ini bergelung di dalam hati. It's like standing with one foot for long hours, because I hold this love alone. Dan ini sakit. Sangat sakit. Rasa sakit seperti bom waktu yang kutumpuk sejak lama, lalu meledak dalam waktu bersamaan. Aku bahkan tidak peduli Barga akan menganggapku perempuan murahan yang mengemis cinta dari laki-laki yang jelas-jelas tidak pernah mencintainya. Aku tidak peduli.

Jantungku kian berdentum saat Barga menarik tubuhku dalam pelukannya. Lengan-lengan besar itu membungkusku dengan rapat. Menyalurkan sebuah kehangatan yang menenangkan dan seakan menjanjikan sebuah perlindungan. Anggap aku murahan, tapi kenyamanan ini terlalu sayang untuk kutolak.

Seperti obat penenang, lamat-lamat emosiku surut tanpa sisa. Meninggalkan rasa asing yang membuncah. Entah apa itu. Aku tidak peduli. Aku tidak mau berhenti. Karena aku tahu ketenangan inilah yang aku butuhkan.

****

Continue Reading

You'll Also Like

651K 4.6K 20
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
359K 25.5K 33
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
1.4M 68K 51
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
434K 17.7K 34
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...