Pure Vampire

By GarnetMagenta

4.9M 160K 18.5K

[DITERBITKAN OLEH BUKUNE] Cover by: @Ariski Bagaimana jika kamu menjadi seperti Claire Watson, seorang 'budak... More

PENGUMUMAN
Mohon Dibaca
Keputusan
1. Pertemuan Pertama
2. Kehidupan Baru
3. Beradaptasi
4. Sikap Aneh
5. Silver Sword
6. Awal
7. Kejadian di Danau
8. Buku Para Peri
9. Dua kesalahan
10. Sebuah Legenda
11. Negeri Peri
12. Kalung Ruby?
13. Melrose (?)
14. Golden Clover
15. Gadis Mimpi
16. Kegagalan
17. Ratu
18. Pernyataan Sebuah Rasa
19. Ukiran Belati
20. Leo dan Kejujuran
21. Pengkhianatan
22. Raja
23. Immortal Tree
24. Sumpah Darah
25. Kematian
26. Happy Birthday (?)
27. 17 Tahun yang Lalu..
28. Izin Raja
29. Tamu Terhormat (?)
30. Lucy
31. Nasihat
32. Negeri Manusia Serigala
33. Platina Grail
34. Sebuah Mimpi
35. Retak dan Rapuh
36. Kesetiaan
37. Latihan
38. Malam
39. Negeri Warlock
40. Keras Kepala
41. Jebakan
42. Black and White Magic Book
43. Rasa Takut
44. Nyaris (?)
45. War
46. War (2)
47. Epilogue
Extra Part: Hari Kelahiran
Extra Part: Danau Marine
Extra Part: Mengikat Janji Suci
Extra Part: Hot and Cold
POLLING COVER
PRE ORDER [CLOSED]

Extra Part: Penobatan

56.5K 1.3K 121
By GarnetMagenta

"Jadi, kita akan memiliki dua anak kembar lima bulan lagi ...," Luke berhenti sejenak lalu ia pun melanjutkan,"Entah sejak kapan aku merasa bahwa lima bulan adalah waktu yang lama."

‎Tepukan pelan mendarat tepat di lengan Luke. Sang penepuk menatap Luke dengan wajah cemberut, "Lalu sejak kapan kamu menjadi super cerewet dan overprotective seperti ini?"

Omelan yang keluar dari mulut istrinya membuat Luke terkekeh. Dia malah menempelkan hidungnya ke pipi Claire lalu berujar, "Sayang, kamu sedang dalam keadaan lemah sekarang. Terakhir kali kamu memaksakan diri untuk menemaniku, kamu nyaris saja jatuh karena tak sadarkan diri...."

"Aku hanya khawatir, Claire. Kamu mengerti itu," lanjut Luke sebelum akhirnya mengecup pipi istrinya dengan lembut. Tangannya pun mulai mengelus rambut Claire.

Perlahan - lahan ekspresi cemberut Claire berubah menjadi sedikit lebih cerah seperti biasanya. Tapi ia tetap belum mau menatap atau melirik Luke yang sedang menopang punggungnya, "Aku tahu. Tapi Dokter Felisse dan Silvia saja diperbolehkan suaminya untuk pergi sendiri. Kenapa aku tidak?"

Luke menggelengkan kepalanya pelan. Dia sudah cukup sabar dalam menghadapi sikap Claire yang begitu keras kepala sejak empat hari yang lalu, "Ya Tuhan.... Claire, mereka tidak mengandung dua janin sekaligus sepertimu. Ayolah, jangan terus berdebat seperti ini. Tidakkah kamu lelah terus berdebat dengan suamimu yang tampan ini?"

Mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Luke membuat Claire tertawa kecil. Kalimat itu pula yang berhasil membuat Claire mau menoleh dan menatap Luke, "Tampan? Siapa yang bilang kamu tampan?"

Luke tidak menghiraukan perkataan Claire sama sekali. Dia tersenyum lalu menatap Claire dengan penuh arti, "Ini baru Claireku."

"Iya iya. Aku salah. Maaf ya," ucap Claire yang sudah mengalihkan pandangannya ke bawah. Tapi pandangan matanya itu tidak berlangsung lama karena seperdetik kemudian, Luke meraih dagu Claire dan mengangkatnya ke atas sedikit. Membuat Claire mau tidak mau menatap ke arahnya.

"Sudahlah. Lebih baik kita memikirkan hal lain sekarang," kata Luke bersungguh - sungguh.

"Hm ... seperti apa?"

"Seperti ..." Luke berpikir sejenak lalu kembali berkata, "Sebenarnya kamu mau memiliki anak kembar dengan jenis kelamin apa?"

"Apa itu perlu untuk dipikirkan?" tanya Claire balik yang sedang bersusah payah menahan senyum.

Luke mengangkat pundaknya, "Entahlah. Menurutmu bagaimana?"

"Aku tidak begitu menuntut. Jika nanti keduanya perempuan atau laki - laki, aku tidak masalah. Memangnya kamu memiliki keinginan khusus?"

"Hm ... tidak juga. Lagipula kita memutuskan untuk mengetahui jenis kelamin mereka setelah kamu melahirkan nanti,"

Claire terkekeh, "Kalau begitu tidak perlu begitu dipikirkan. Bagaimana dengan nama? Kita belum mendiskusikan soal itu bukan?"

"Yah ... aku belum begitu memikirkannya. Apa kamu sudah memikirkan sebuah nama jika salah satu anak kita laki - laki?" tanya Luke balik dengan suara yang sedikit teredam akibat dirinya yang sedang menghirup aroma di lengkungan leher sang istri.

Claire sedikit geli karena tingkah Luke tapi dia tidak protes. Tangannya mengelus perutnya yang sudah mulai membuncit itu. Claire terlihat berpikir sejenak sebelum akhirnya tersenyum dan mengutarakan usulannya, "Bagaimana jika Lucas?"

"Lucas?" Luke membeo. "Lucas itu terdengar seperti namaku."

Claire mengangguk, "Iya. Maksudku memang begitu. Nama itu mirip dengan namamu. Jadi kurasa itu nama yang bagus karena mengingatkannya denganmu. Bagaimana dengan usulanmu?"

"Kurasa ... Lerman cukup bagus. Itu dapat menjadi nama jika kedua anak kembar kita laki - laki. Lucas dan Lerman," ucap Luke berpendapat.

Claire menatap langit - langit kamar seraya berkata, "Lerman ya. Apa artinya?"

"Aku tidak tahu. Nama itu terlintas di pikiranku tadi. Tapi kurasa Lerman adalah nama yang bagus," jawab Luke.

Claire tertawa kecil mendengar alasan Luke lalu ia kembali mengucapkan pertanyaan, "Lalu bagaimana jika nanti kita memiliki anak perempuan?"

Luke mencoba memeluk istrinya itu sekarang. Sedangkan dagunya menempel di pundak kiri Claire, "Tadi kamu sudah mengusulkan Lucas. Kalau begitu aku akan mengusulkan nama Clarice jika anak kita perempuan."

"Baiklah. Jadi kita akan memakai nama yang mirip dengan nama kita untuk anak kita nanti. Tapi aku akan mengusulkan nama Amarine jika perempuan," kata Claire dengan antusias.

"Amarine? Nama yang bagus. Apa artinya?"

"Amarine itu berasal dari kata 'Aquamarine' tapi aku hanya memakai huruf a dan kata marine. Jadilah Amarine," jelas Claire sebelum akhirnya tertawa kecil.

"Bagaimana menurut kalian, hm?" bisik Claire di sela - sela tawanya yang tetap mengelus perutnya dengan sayang.

Raut wajah Claire berubah menjadi antusias dengan cepat begitu menyadari bahwa tendangan kuat dari kedua janin itu mengenai telapak tangannya. Dengan cepat ia menoleh dan berkata, "Mereka menendang lagi! Ini untuk yang kedua kalinya!"

"Benarkah?" tanya Luke yang sudah menjulurkan kepalanya sedikit. Seakan tendangan dari kedua janin itu dapat terlihat oleh matanya.

"Ayolah, Luke. Aku serius!"

Luke terkekeh, "Aku juga serius, sayang."

"Kalau begitu coba rasakan...." ucap Claire yang sudah menggenggam tangan suaminya dan memandunya ke perut bagian bawah. "Apa kamu dapat merasakan tendangan mereka?"

‎"Tentu," jawab Luke singkat. Dia sedikit menggerakan tangannya ke bagian perut lain lalu kembali berujar, "Mereka menendang dengan begitu kuat."

Claire mengangguk‎ setuju. Dia sudah cukup menangis terharu tadi pagi, ketika kedua janin kecilnya mulai menendang, seperti berusaha untuk keluar dari dalam sana. Sekarang Claire hanya tersenyum senang dengan pipi yang sedikit bersemu merah karena tingkah suaminya yang mulai menghujani pelipisnya dengan kecupan.

Semburat merah di pipi Claire memudar karena perkataan Luke selanjutnya, "Dengan begini sudah dapat dipastikan bahwa kamu tidak boleh keluar dari kastil tanpa aku."

---

Suara tawa kecil sang Ratu terdengar begitu lembut, nyaris saja Claire kira bahwa itu bukanlah tawa melainkan bisikan lembut.

"Houston dulu juga seperti itu, sayang. Lagipula yang dikatakan Luke itu benar," ‎ucap Ratu Fenna yang baru saja tertawa mendengar curhatan menantunya itu.

"Papa juga seperti itu dulu?" tanya Claire. Kelihatannya rasa kesalnya kepada Luke sudah mulai berkurang setelah Ratu mengatakan bahwa Raja pun melakukan hal yang sama dulu.

"Ya," jawab Ratu singkat sebelum meminum tehnya. "Dia bahkan pernah melarang Mama keluar kamar. Tapi hal itu dilakukannya memang untuk kebaikan Mama sendiri."

"Kamu beruntung, Claire. Dulu, Mama mengandung di saat keadaan negeri masih rawan untuk diserang. Pernah sekali, ketika mengandung Luke dan Lucy pada bulan kelima, nyaris saja pemberontak berhasil menyerang," kenang Ratu seraya mengingat - ingat kejadian yang merupakan salah satu mimpi buruknya.

"Jika Houston tidak datang tepat waktu, mungkin Luke tidak akan ada di sini sekarang," lanjutnya lagi.

Claire mengalihkan pandangannya ke sekitar taman kastil. Memperhatikan beberapa jenis bunga dan tanaman seraya mengelus perutnya kembali, "Lalu apa yang terjadi setelah para pemberontak itu gagal?"

"Mereka ditangkap dan Houston memarahiku...," sebelum melanjutkan perkataannya, Ratu menepuk punggung tangan Claire sambil tersenyum. "Houston bukan pria seperti Luke yang dapat melakukan hal - hal manis secara terang - terangan. Amarahlah yang menandakan bahwa dia peduli. Walaupun sebenarnya terkadang perilakunya itu membuat Mama sendiri salah paham."

"Papa sepertinya memang tipe pria yang tampak tidak peduli di luar ya," ujar Claire yang ikut tersenyum. Claire dapat memastikan jika kedua mertuanya itu menunjukkan kasih sayang dengan cara yang berbeda darinya dan Luke.

"Yah, walau begitu, di saat Mama meminta darah yang sulit ditemukan pun saat hamil, Houston pasti akan menyanggupinya saat itu juga. Ah ... masa - masa mengandung memang paling menyenangkan untuk dikenang,"

Mendengar pernyataan Ratu tadi membuat Claire memikirkan sesuatu. Semenjak Claire tahu bahwa dia sedang mengandung, ia terlalu takut untuk memakan makanan manusia. Awalnya dia berhasil menyingkirkan pikirannya mengenai cokelat, teh, atau pun kue jahe untuk beberapa minggu. Namun sekarang rasanya semakin sulit untuk menghindar dari bayangan berbagai makanan dan minuman enak itu.

"Claire? Kamu baik - baik saja?" tanya Ratu setelah menyadari menantunya sedang menatap kosong ke arah taman.

Sedangkan Claire baru saja tersadar dari lamunannya, "Ya. Claire baik - baik saja, Ma."

Ratu terlihat menarik napas sebelum tersenyum kembali, "Katakan, apa yang sedang kamu pikirkan tadi, hm?"

"Hm ..." sebenarnya Claire sedikit ragu untuk mengatakannya kepada Ratu. Setelah berpikir sejenak, akhirnya dia pun memutuskan untuk berterus terang saja, "Claire hanya sedang ingin memakan cokelat atau mungkin meminum teh. Tapi sepertinya hal itu tidak mungkin dilakukan selama hamil."

"Kata siapa?"

Jemari Ratu kembali meraih pegangan cangkir teh. Kemudian, beliau pun meminum tehnya dalam beberapa teguk. Setelah itu, Ratu menyunggingkan senyum rahasia.

"Mama meminum teh dua kali seminggu saat sedang mengandung. Dan tidak ada hal buruk yang terjadi. Dampaknya pun positif karena setelah Luke dan Lucy lahir, keduanya sudah terbiasa meminum teh tanpa merasakan mual. Tapi karena sejak umur delapan Lucy berada dalam pengawasan Drevan, dia jadi tidak terbiasa meminum teh lagi," jelasnya.

"Benarkah? Jadi, Claire dapat memakan cokelat atau makanan manusia lainnya?"

Ratu mengangguk mantap, "Selama tidak terlalu sering, itu tidak akan mempengaruhi janin. Setidaknya, itu yang warlock katakan dulu."

Percakapan antara mertua dan menantu itu berlangsung cukup lama. Sang Ratu berusaha sebisa mungkin untuk berbagi pengalamannya kepada Claire. Sedangkan Claire pun berusaha sebisa mungkin untuk mengingat setiap nasihat yang diberikan Ibu mertuanya.

--- 

Pukul 23.15 ....

Luke tahu pasti jika malam sudah semakin gelap. Meskipun begitu, lampu tidur di kanan dan kiri kasur berukuran king sizenya tetap dibiarkan menyala. Selain alasannya karena Luke belum ingin tertidur, Claire pun tidak begitu suka jika kamar mereka gelap gulita.

Luke berusaha sebisa mungkin untuk tidak bergerak dalam posisi berbaringnya saat ini. Dia tidak ingin jika istrinya terbangun. Kepala Claire tetap terbaring di dada kiri Luke, seperti biasanya. Namun tangannya tidak terbaring di dada Luke, melainkan di perutnya yang membuncit.

Luke tidak ingin tertidur karena dia merasa sedikit gelisah. Kali ini kegelisahannya bukan dikarenakan oleh keadaan istrinya atau kedua janinnya. Luke gelisah karena suatu hal yang belum bisa ia ceritakan kepada Claire.

Sang pangeran vampire pun menggerakan sedikit tangan kirinya agar dapat merangkul istrinya yang sedang terlelap. Luke tersenyum tipis seraya memandangi wajah Claire. Wajah istrinya itu terlihat sedikit letih karena darah di dalam tubuhnya sedikit demi sedikit akan diterima oleh kedua janin yang sedang dikandungnya.

Setelah puas memandangi wajah Claire, Luke kembali mengalihkan pandangannya ke langit - langit kamar. Lalu ia pun menarik napas dan mengeluarkannya kembali. Terlihat sekali bahwa Luke memang sedang sedikit gelisah.

"Luke ...?"

Gumaman pelan itu sukses membuat Luke menoleh kembali, "Claire, apa aku membangunkanmu?"

Claire tidak merespons pertanyaan suaminya sama sekali, "Kamu tidak tidur? Sudah jam berapa ini?"

"Jam dua belas kurang," jawab Luke.

‎"Ngg ... apa yang sedang kamu pikirkan, Luke?" Claire sudah hapal alasan Luke untuk tidak tidur hingga larut malam. Ia dapat menyimpulkan jika suaminya itu sedang memiliki beban pikiran yang belum diungkapkan padanya. 

"Kamu perlu istirahat, Claire. Besok aku akan memberitahukannya padamu,"

Claire mendongakkan kepalanya sehingga matanya dapat bertemu mata Luke. Dia tersenyum tipis, "Kamu lupa nasihat Mama dan Bunda? Luke, apa pun alasannya, jika kamu memiliki sebuah beban pikiran yang benar - benar mengganggumu, katakan kepadaku." ‎"Tidak, aku hanya...." Luke memberikan jeda sebentar untuk memantapkan perkataan selanjutnya, "Yah, berpikir bagaimana nanti. Maksudku aku hanya khawatir jika nanti aku tidak bisa menjadi ayah yang baik."

Claire dapat mengerti maksud dari perkataan Luke. Namun ia tidak memberikan komentar apa pun. Claire tetap mendengarkan perkataan suaminya seraya mengeratkan pelukan yang ia berikan pada Luke.

"Kamu tahu kan bahwa dulu aku merasa tidak disayangi oleh Papa. Dengan banyaknya kesalah pahaman dan perang dingin diantara kami membuatku sedikit takut jika kedepannya aku akan mengulang kesalahan yang sama. Penyerahan takhta mungkin akan dilakukan dalam beberapa tahun ke depan, tapi tetap saja...."

Luke mendesah pelan. Tangan kanannya yang bebas pun kini beralih menyentuh kening, nyaris menutup kedua matanya. Claire menatap Luke dengan sedikit perasaan sedih. Jika ingin melihat ke masa lalu, rasa gelisah yang dialami Luke memang wajar. Lalu tanpa berpikir panjang, Claire sedikit bergerak agar dapat mengecup pipi suaminya.

"Claire ..., bagaimana jika itu benar - benar terjadi?" ucap Luke dengan pelan, kepalanya sudah ia tolehkan setelah Claire selesai memberikan kecupan singkat padanya.

"Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Yah, mungkin benar bahwa dulu hubunganmu dan Papa tidak begitu baik. Tapi kurasa dengan adanya pengalaman itu, setidaknya kamu tahu di mana letak kesalahan Papa dulu,"

"Kuharap juga begitu...." bisik Luke dengan lirih. Ia kembali menatap langit - langit kamar. Kegelisahannya mungkin sedikit berkurang namun tetap saja Luke memikirkannya.

Setelah hening beberapa saat, Claire tersenyum samar. Dia menenggelamkan kepalanya di dada sang suami sehingga suaranya sedikit teredam saat berbicara, "Perkataanmu membuatku senang, Luke."

"Hm?" Luke mengerutkan kening mendengar perkataan Claire, "Perkataan yang mana?"

"Yang ... ah bukan apa - apa,"

"Yang mana, Claire?" tanya Luke sekali lagi dengan nada menggoda.

Dengan gerakan yang cukup cepat, Claire pun bangkit dari posisi tidurnya ke posisi duduk. Perbuatan yang dilakukannya diikuti oleh Luke.

"Hei, kamu tidak menjawab pertanyaanku. 

Perkataan apa yang kamu maksudkan?"

Claire sedikit menjauhkan tubuhnya dari Luke. Sebelum akhirnya ia menggeleng, "Bukan apa - apa. Tebak saja sendiri!"

Teng! Teng! Teng!

Luke tersentak dan langsung mengurungkan niatnya untuk membalas perkataan Claire. Keduanya saling menoleh ke arah suara yang mengagetkan tadi. Ternyata suara itu berasal dari jam kuno yang memang sudah menunjukkan waktu tengah malam.

Selang beberapa detik mereka kembali saling menatap lalu tertawa karena menyadari kekonyolan masing - masing. Claire pun menghempaskan tubuhnya ke depan sehingga Luke dapat merengkuhnya.

"‎Aku hanya bersyukur dengan kekhawatiranmu. Aku selalu senang di saat kamu membicarakan masa depan...." ucap Claire yang akhirnya menjawab pertanyaan Luke dengan jujur.

"Memangnya kenapa, hm?"

Claire sedikit menekan wajahnya ke dada Luke, menimbulkan suara yang dikeluarkannya sedikit samar. Walau begitu, suaminya tetap dapat mendengar perkataannya dengan jelas, "Entahlah ... itu terdengar jauh lebih indah dibandingkan perkataanmu yang lainnya."

Kedua tangan Claire naik ke atas lalu saling mengait di leher Luke. Setelah itu, barulah ia menjauhkan tubuhnya sedikit dari tubuh Luke lalu tersenyum dihadapannya.

"Tapi kamu tidak perlu begitu khawatir karena kita akan menjalani peran sebagai orang tua bersama nanti,"

Mendengarnya, Luke pun ikut tersenyum.

---

Beberapa tahun kemudian....

"Claire...."

Claire membuka matanya perlahan. Namun bukan gumaman itu yang membuatnya terbangun melainkan sentuhan kening dan hidung Luke yang mengenainya. Wajah Luke tentu menjadi hal pertama yang dilihat oleh Claire pagi ini.

Sebenarnya, Claire terkejut saat dirinya mendapati suaminya begitu dekat dengannya. Setelah beberapa detik mengingat kejadian semalam, wajah Claire memerah. Tapi dengan segera ia menggeleng pelan untuk menghilangkan ingatannya mengenai kejadian semalam sejenak.

Tangan kanan Claire beralih menyentuh pipi Luke, menepuknya pelan, "Luke, ini sudah pagi, ayo bangun...."

"Ngg ..." Luke bergumam tak jelas sebelum mengatakan seseuatu dengan suara serak khas bangun tidur, "Tidak bisakah jika kita seperti ini sampai satu jam ke depan...?"

Claire menahan gemas melihat Luke yang tetap tidak membuka matanya, "Sayang, aku ingin sekali bersamamu saja sampai malam penobatan nanti. Tapi kamu tidak ingin anak - anak nekat datang kemari, bukan?"

Luke tersenyum lalu membuka kedua matanya, "Baiklah."

Luke melepaskan pelukannya lalu merubah posisi tidurnya menjadi telentang dengan kedua mata yang menutup kembali. Sedangkan Claire sudah dalam posisi duduk sementara tangannya sedang sibuk menggelung rambut panjangnya.

"Luke, aku mandi duluan ya," 

"Ya. Bangunkan aku jika kamu sudah selesai nanti," ujar Luke yang terlihat benar - benar masih membutuhkan waktu tidur. Claire hanya dapat tersenyum tipis melihat suaminya yang sedang menunggu mimpi menjemputnya. Ia pun berdiri lalu mengambil handuk beserta pakaian sebelum akhirnya pergi ke dalam kamar mandi.

Hari ini Luke dapat beristirahat sampai malam setelah beberapa bulan terakhir ini bekerja terus menerus. Kemarin malam pun ia dan Claire baru tertidur pukul tiga pagi. Oleh karena itu, Luke terlihat letih dan memutuskan untuk kembali tertidur.

Setelah beberapa menit, Claire keluar dari kamar mandi dengan memakai pakaian santainya. Lalu dia menghampiri suaminya yang sudah terlelap itu. Claire langsung mengurungkan niatnya untuk membangunkan Luke.

Bagaimana bisa ia tega untuk membangunkan Luke jika melihat wajah damainya saja cukup untuk membuat Claire terpaku padanya. Claire pun tersenyum dan memutuskan untuk menyelimuti bagian tubuh atas Luke yang memang tak tertutupi oleh kaus tidur. Tadi malam sepertinya Luke terlalu lelah untuk sekedar memakai kaus tidurnya.

---

Claire terlihat asyik mengayak tepung dan cokelat di dapur super besarnya. Beberapa pelayan sudah mencoba untuk menawarkan bantuan mereka kepada sang puteri, tapi Claire sedang ingin memasak sendiri. Ada kepuasan tersendiri setiap Claire melihat masakannya dinikmati oleh makhluk ‎yang disayanginya.

Ketika sedang asyik - asyiknya mencampur bahan untuk adonan, tiba - tiba sepasang tangan merengkuhnya dari belakang. Bisikan halus yang terdengar jelas di telinganya membuat Claire menghentikan aktivitasnya sejenak.

"Kenapa kamu tidak membangunkanku, hm...?" Claire dapat merasakan bahwa suaminya itu sudah mandi. Aroma tubuhnya sedikit berbeda dari sebelumnya. Aroma tubuh Luke menjadi lebih harum karena bercampur dengan wangi sabun yang tadi dipakainya.

"Lepaskan, Luke.... Bagaimana jika para pelayan melihat kita...?" bisik Claire seraya mencoba melepaskan sepasang tangan Luke dari pinggangnya.

Luke malah mengeratkan pelukannya, "Kalau begitu biarkan mereka melihat. Lagipula ini rumah kita, Claire. Kita bisa melakukan apa saja di sini selagi Papa dan Mama sedang berada di Negeri Anak - anak Rembulan. Yah ... setidaknya tidak ada yang dapat memprotes kegiatan memasakmu."

Raja dan Ratu terkadang memang memprotes kegiatan memasak yang sebenarnya cukup disukai oleh Claire. Walau mereka akan luluh juga jika cucu - cucu mereka yang meminta sang Ibu untuk memasak.

"Apa kita tidak bisa menyelesaikan yang semalam, Sayang?"

"Tidak perlu bertanya pun kamu pasti sudah tahu jawabannya," bisik Claire dengan ketus untuk menutupi salah tingkahnya.

Luke terkekeh, dia sangat menikmati momen ketika Claire salah tingkah karena ulahnya, "Aku hanya merindukanmu, Claire. Beberapa minggu terakhir ini aku begitu sibuk sehingga tak bisa bersamamu dan anak - anak untuk waktu yang lama."

"Hm ... ya, kita bisa menghabiskan waktu hingga malam penobatanmu bersama anak - anak, bukan? Kamu dapat bebas bermain dengan mereka, Luke," ujar Claire yang sedang menuangkan adonannya ke enam cetakan kue.

Luke melepaskan pelukannya saat Claire menaruh masing - masing cetakan ke dalam pengukus makanan. Setelah itu, Claire pun melepas celemek abu kesayangannya sebelum akhirnya menaruhnya di salah satu laci.

"Jadi, sore nanti Mama dan Papa akan kembali dan malamnya kamu akan menjadi raja?" tanya Claire mengalihkan topik. Kali ini ia sibuk menyiapkan darah.

Luke memperhatikan gerak - gerik istrinya sebelum menjawab, "Ya begitulah. Sebentar lagi, kesibukanku akan semakin meningkat dan kurasa akan semakin sulit pula untukku menyisihkan waktu berdua denganmu."

Claire melirik Luke dengan gemas. Sejak kemarin entah kenapa suaminya itu selalu hanya ingin berdua dengannya. Claire pun akhirnya menghampiri Luke lalu mengalungkan kedua lengannya ke leher sang suami.

Claire sedikit menelengkan kepalanya dan tersenyum, "Kita sudah sepakat bukan? Pagi sampai anak - anak tidur, aku dan kamu bekerja. Setelah itu ... waktu yang tersisa adalah milik kita."

Luke hanya tersenyum. Ia lalu mendekatkan wajahnya. Keinginan Luke untuk mencium istrinya harus sirna ketika suara benda jatuh membuat keduanya menoleh.

"Amary! Kamu ceroboh sekali!" suara anak laki - laki yang menunjukkan kekesalannya kepada anak perempuan yang terduduk di lantai membuat Luke dan Claire saling menjauhkan tubuh.

"Oh, Amary!" dengan sigap, Claire menghampiri anak perempuan yang terduduk dengan bingung itu dan langsung menggendongnya. "Apa kamu baik - baik saja? Ada yang sakit, hm?"

Amary menggeleng. Sementara Claire tersenyum lega melihat anak perempuannya baik - baik saja, Luke menghampiri kedua putra kembarnya yang saling melirik.

Luke menyilangkan tangan di dada sebelum akhirnya bertanya, "Jadi, Lucas dan Lerman Darwene, coba jelaskan apa yang terjadi di sini?"

"Ah ... Ayah, itu...." sang sulung, Lucas Darwene melirik sang adik dengan mata birunya, memintanya untuk menjelaskan.

Sedangkan Lerman balik meliriknya dengan kesal, "Ehm ... begini Ayah, aku, Kak Lucas dan Amary kemari karena ..."

Sebelum Lerman berhasil menyelesaikan perkataannya, sang adik, Clarice Amarine Darwene berkata dengan riang, "Bunda, lihat! Taringku sudah tumbuh!"

"Nah, iya maksud kami itu, Ayah. Kedua taring Amary sudah tumbuh karena itu kami bertiga kemari...." jelas Lucas dengan gugup karena ditatap curiga oleh Ayahnya. Luke hanya dapat menatap kedua putranya dengan sangsi walau setelah itu akhirnya ia melirik ke arah putri bungsunya.

"Benarkah? Coba Bunda lihat," Amary pun membuka mulutnya dan memperlihatkan sepasang taringnya dengan bangga. "Ah iya ya. Taringnya sudah tumbuh. Kalau begitu, Amary mau ya makan choco lava pagi ini?"

"Amary mau darah angsa," celotehnya seraya cemberut. "Bunda janji jika Amary punya taring, Bunda akan memberi Amary darah angsa."

Claire tertawa kecil, "Boleh, tapi minta kepada Ayah ya." ‎‎

‎"Ayaah!" panggil Amary dengan manja. Si bungsu yang baru menginjak umur lima tahun itu dengan segera menolehkan kepalanya. Ia menatap Luke dengan wajah memelasnya.

Jika tadi Luke hanya melirik putrinya, kali ini ia menolehkan kepalanya dan tersenyum. Kemudian, Luke pun mengambil Amary dari gendongan istrinya, "Iya, Ayah akan beri Amary darah angsa sebanyak yang Amary mau. Tapi sekarang sarapan dulu ya?"

Luke dan si putri bungsu saling bercengkrama ‎dengan riang seraya menghampiri meja bundar yang sekarang mereka gunakan untuk sarapan. Sebenarnya, ruang makan yang sesungguhnya berada di ruangan terpisah. Tapi karena Raja dan Ratu sedang tidak ada di Kastil, maka Claire memutuskan untuk sarapan di meja bundar dekat dapur itu.

Sementara sang suami sibuk dengan putri mereka, Claire berlutut di depan kedua putra kembarnya. Ia menyunggingkan senyum hangat, "Selamat pagi, Pangeran Lucas dan Lerman. Aku harap kalian tidak melakukan hal ini lagi. Aku tahu kalau kalian berdua sudah berada di sini sebelum Amary terjatuh tadi."

"Ehm ..." Lerman terlihat menggigit bibirnya sebelum berkata dengan pelan, "Iya. Kami berada di sini sebelum Amary terjatuh tadi."

"Kami minta maaf, Bunda," Lucas ikut meminta maaf.

"Lalu?" tanya Claire agar kedua putranya kembali melanjutkan perkataan mereka.

"Kami tidak akan mengintip dan akan mengucapkan salam ketika datang ke suatu tempat," ucap Lucas disertai anggukan dari Lerman.

Claire kembali tersenyum. Ia pun mengacak rambut kedua putranya dengan sayang, "Kalau begitu, mari kita sarapan sekarang. Siapa yang minta dibuatkan choco lava kemarin, hm?"

Seketika senyum dua pangeran kecil pun mengembang.

"Aku!"

---

"Apakah Engkau bersedia bersumpah, wahai Luke Darwene, putra dari Houston Darwene menjadi Raja atas Negeri Vampire dan tetap terlibat secara tidak langsung di pemerintahan kaum manusia? Apakah Engkau bersedia menjadi Raja yang baik bagi rakyat, jujur dalam bekerja, adil dalam bertindak, mendengarkan keluhan mereka, dan berusaha sekuat tenaga untuk menyejahterakan rakyatmu?"

Suasana tegang dan hening sedang berlangsung di ruangan beraltar. Pada malam ini Negeri Vampire sedang mengalami peristiwa bersejarah. Sang Pangeran, Luke Darwene di usianya yang ke- 131 tahun akan menerima takhtanya dan diangkat menjadi Raja.

Luke yang sedang dalam posisi berlutut dan mencengkeram hulu Silver Sword memasang ekspresi seriusnya. Dengan mantap, ia bersumpah, "Aku, Luke Darwene bersumpah dan bersedia menjadi Raja Negeri Vampire dan terlibat di pemerintahan kaum manusia, menjadi Raja yang baik bagi rakyatku, jujur dalam bekerja, adil dalam bertindak, dan akan berusaha sekuat tenaga untuk menyejahterakan rakyatku."

Houston terlihat tidak menyangka dengan kemantapan putra satu - satunya itu. Ada sedikit rasa sesal di hatinya karena telah membuat Luke merasa tidak berguna dulu.

"Malam ini, disaksikan oleh seluruh rakyat baik vampire maupun manusia, kunobatkan kau menjadi Raja Negeri Vampire. Dengan demikian, kau sudah memberikan tubuh, jiwa, dan pikiran untuk rakyatmu," Raja Hoston mengambil mahkota yang disodorkan oleh salah seorang menteri. "Kuberikan mahkota ini sebagai bukti ketulusan hatimu. Semoga Tuhan memberkati langkahmu."

Houston meletakkan mahkota itu ke kepala putranya dengan sedikit gugup. Sementara itu, Luke hanya dapat berusaha menatapnya tanpa ekspresi. Lalu Luke pun bangkit dan berbalik badan.

"Dengan ini, Negeri Vampire telah resmi memiliki Raja yang baru!" ucapan dari salah seorang menteri disambut sorakan dari semua makhluk yang berada di ruangan penobatan.

Sementara itu, Luke terlihat menyunggingkan senyuman lega. Rasa tegang saat ia menyatakan sumpahnya sudah tergantikan oleh rasa lega.

---

Pesta diadakan secara besar - besaran di seluruh penjuru negeri. Alunan musik ceria dari rakyat diperuntukkan menyambut Raja mereka yang baru, Raja Luke Darwene. Begitu banyak yang menari, menyanyi, atau saling bersulang dengan darah. ‎

"Apa nanti Ayah tidak akan bermain dengan Amary lagi?" tanya putri bungsu yang terus saja berada di dekat sang Raja Vampire.

"Apa yang Amary katakan? Ayah pasti akan tetap bermain dengan Amary lagi nanti," jawab Luke yang sudah mencubit pipi Amary dengan gemas.

Amary terlihat cemberut lalu menunjuk ke arah Darvin, putra Silvia dan Callesto yang sudah berumur tiga belas tahun, "Tapi kata Kak Darvin, Raja itu sibuk sekali."

"Hm ... begitukah? Sibuk bukan berarti Ayah tidak bisa bermain dengan Amary lagi, bukan?"

"Benar, Ayah?"

Luke tersenyum, "Iya. Amary boleh meminta darah angsa jika Ayah benar tidak bermain dengan Amary."

"Amary sayang Ayah!" seru Amary kecil yang sedang berusaha memeluk Luke.

"Ah lucunya. Amary tidak ingin memeluk Bunda juga?" ujar Claire yang baru saja kembali. Luke pun memberi Amary ke dalam gendongan istrinya.

"Sayang, Sebastian dan keluarganya sudah datang. Kamu mau menemui mereka, bukan?" ‎

Luke mengangguk lalu menjawab singkat, "Ya. Kita akan menemuinya."

Keluarga Sebastian bukan satu - satunya keluarga yang berada di pesta. Ada juga keluarga Harold dan Callesto. Mereka semua membawa anak - anak mereka juga. Semuanya saling bercengkrama, membicarakan anak - anak dan hal lainnya.

Ya, generasi baru mungkin saja akan membawa cerita yang lebih menarik bukan?

---‎

Note: Ehem Halo semua~ / ditimpuk readers 

Yha, pertama mohon maaf karena udah ngephpin atau ya lama bangeeet ngupdate. :'( 

Maaf juga kalo part ini kurang memuaskan, mungkin aku udah lelah kali ya nerusin Claire - Luke / gak kok

Btw, ehem (lagi) soal pv versi cetak, tanggal naik cetaknya tinggal hitung hari lho. Hayo tebak tanggal berapa :v Maaf karena gak jadi bulan Juli kemarin. Ngaretnya itu karena ya itu, aku ganti editor sampe berapa kali. Yang satu gak jadi yang satunya sakit, yang satunya lagi alhamdulillah jadi editorku pada akhirnya :'( 

Mohon maaf untuk ketidaknyamanannya. Mungkin diantara kalian ada yang merasa diphpin atau gimana gitu, mohon maaf! 

Satu lagi, The Same Birthday kuunpub karena udah gak tau lagi nerusinnya gimana. Kuganti cerita baru ya. Tapi baru prolog :v Kalo mau nyoba baca, monggo. 

Untuk komen, besok dah kubalesin. Jam segini ngantuuk :v 

Ya udah, selamat bermimpi ya! :)

Continue Reading

You'll Also Like

16.6M 1.9M 160
WARNING : Cerita ini memiliki efek ketagihan. Sekali baca gak akan bisa berhenti sampai berharap gak pernah tamat. Gak percaya, buktiin aja. ...
1.1M 81.4K 35
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...
5.5M 284K 27
[ SUDAH TERBIT ] PART TIDAK LENGKAP Scarlet Gregory Seorang penyihir cantik yang tinggal dan dibesarkan di Diamond Pack--Teritori yang cukup disega...
-L By 𝒅𝒊𝒏

Teen Fiction

96K 8.9K 31
Bukan tentang siapa yang paling lama menemani. Tetapi tentang siapa yang menopang saat terjatuh. ABP series II ; -𝗟 ©2019...