Lost Memories

By amateurflies

1.3M 63.7K 1.4K

Semenjak kecelakaan beruntun yang terjadi menimpa Nael, ada satu hal yang menghilang begitu saja dari ingatan... More

Prolog
1. Memori
2. Nama
3. Gadis yang Sama(?)
4. Debaran dan Perasaan
5. Sobekan Kertas
6. Tidak Asing
7. Jangan Panggil Gue Damar
8. Siapa Pengirimnya?
9. Pengagum Rahasia
10. Dalam Diam
11. Tanpa Alasan
12. Ganti Rugi
13. Mulai Pacaran
14. Apa yang Salah dari Mencintai?
15. Cinta dan Benci
16. Mencintai Tanpa Dicintai
17. Tanya Tanpa Jawab
18. Malam Puncak Event
19. Sebuah Kotak
20. Kevin?
21. Halusinasi
23. Bagaimana?
24. Bolos
25. Yang Disembunyikan
26. Kilas Balik
27. Membingungkan
28. Entah
29. Apa Artinya Debaran Itu?
30. Jatuh di Dua Hati
31. Sebuah Janji
32. Untuk Mempertahankan
33. Terlanjur

22. Berhenti Mencintai

42.5K 3.3K 27
By amateurflies

Gue akan berhenti mencintai lo mulai sekarang.

• • •

Sesaat kepala Nata menunduk. Melihat kembali sebuah kertas yang dipegang sebelah tangannya yang lain.

Maaf, gue masih menyukai lo. Meskipun gue tau hati lo bukan untuk gue.

Seketika seperti ada sesuatu yang berkecamuk dalam pikiran Nata, yang membuatnya meragukan kembali niatannya untuk menaruh kertas tersebut di laci meja Naya. Nata tidak tahu, pantaskah dia melakukan hal ini, ketika sudah jelas-jelas ia tahu, bahwa Naya sudah menjadi milik orang lain?

Tapi, kalau ia masih begini terus, menuliskan ungkapan-ungkapannya di kertas itu, kemudian mengirimkannya pada Naya, bagaimana bisa ia berhenti menyukai gadis itu? Yang ada malah perasaannya pada gadis itu semakin tumbuh dan berkembang, bukan? Apa mungkin ini sudah saatnya bagi Nata untuk benar-benar menguburkan perasaannya pada Naya?

Lagi pula, bukannya yang Naya tahu pengirim tulisan-tulisan di laci mejanya selama ini adalah Nael? Dan kalau sampai ia melakukan ini lagi, bagaimana kalau Naya menanyakan hal itu secara langsung pada Nael? Bagaimana kalau setelah mengetahui bahwa pengirimnya bukanlah Nael dari mulut Nael langsung, nantinya Naya malah menaruh curiga padanya? Tidak. Itu tidak boleh terjadi. Nata harus mengehentikan apa yang selama ini diam-diam dia lakukan, sebelum semuanya menjadi kacau.

Setelah cukup lama di ambang kebimbangan, Nata memutuskan untuk urungkan niatnya. Sebelum membuka pintu kelas X IPA Dua yang hanya berjarak beberapa sekian senti di hadapannya, Nata melepaskan kembali tangannya dari daun pintu tersebut, bahkan tanpa sempat ia memutarnya.

"Gue akan berhenti mencintai lo mulai sekarang, Nay," putus Nata, sebelum akhirnya ia memutar balik tubuhnya, dan berjalan menjauh dari ruang kelas Naya.

Saat mengatakan itu Nata tahu untuk melakukannya pasti tidaklah mudah. Tapi Nata janji, ia akan berusaha keras untuk memusnahkan perasaan sepihaknya.

Sambil berjalan Nata meremas kertas yang tidak jadi ia berikan pada Naya, yang kemudian ia buang ke salah satu tempat sampah yang tersedia di koridor yang dilewatinya. Berharap perasaannya dapat ikut terbuang bersamaan dengan kertas itu.

🌺

Entah kenapa, hari ini Naya tidak merasa seperti biasanya. Sejak bangun tidur sampai jam istirahat sekarang pun, di kelas Naya tidak mengeluarkan kata sebanyak hari biasanya. Bahkan Nael pun sampai heran dibuatnya karena kebungkaman Naya yang tanpa sebab itu.

"Nay, lo sakit, ya?" tebak Sera, ketika anak-anak kelasnya yang lain sudah pada bubar mengisi perut masing-masing. Menyisakan Naya, Hellen, dan dirinya di dalam kelas.

Setelah merapikan mejanya, Hellen ikut menyeruak. Dan ia pun mewajarkan tebakan Sera ketika ia melihat wajah Naya. "Muka lo pucet amat, Nay, kayak mayat idup. Mau ke UKS nggak?"

Naya menggelengkan kepalanya pelan. "Kalian kalau mau istirahat, duluan aja," katanya seraya menelungkupkan wajahnya ke dalam lipatan kedua tangannya di atas meja.

"Mau gue panggilin Kak Nael, buat nemenin lo di sini?"

"Jangan. Kalau perlu dia nggak usah tau. Kalau dia nanyain gue, bilang aja gue lagi apa kek, jadi nggak bisa diganggu," ucapnya tanpa mengangkat kepala. Membuat suaranya sedikit teredam.

Jangankan untuk berjalan ke kantin, untuk menjawab menyahuti Sera dan Hellen saja dari tadi rasanya Naya harus bersusah payah memaksakan dirinya. Naya benar-benar kehilangan daya untuk melakukan apapun. Badannya lemas, seakan tiada energi. Kepalanya agak pusing, mungkin karena sekarang hari pertama haid.

Biasanya dia memang selalu merasa tidak enak badan pada hari pertama sampai kedua haid. Tapi tidak pernah separah ini. Tadinya Naya juga tidak ingin masuk sekolah, tapi karena hari ini ada ulangan biologi, jadi mau tidak mau dia harus paksakan sendi-sendi tubuhnya untuk berangkat ke sekolah.

🌺

Bel pulang berbunyi, semua murid langsung gesit menggendong tas masing-masing. Termasuk Sera dan Hellen. Sementara Naya, gadis kacamata itu tetap menjalankan tugasnya membersihkan kelas bersama-sama dengan empat teman sekelompok piketnya yang lain. Tidak peduli akan dirinya sendiri. Seusai menyelesaikan tugasnya; menyapu dan menghapus papan tulis, Naya langsung bersiap-siap untuk pulang.

"Gue balik duluan, ya, Jes?" pamit Naya pada Jessie, teman sekelompok piketnya.

Tanpa melihat ke arah Naya, Jessie yang masih sibuk mengepel lantai hanya menyahut, "Iya, Nay. Hati-hati."

Naya berjalan melewati koridor. Menuruni anak tangga dari lantai tiga, sampai lantai satu. Kepalanya yang terasa cenut-cenut membuat Naya tidak berhenti memijat keningnya sembari berjalan. Sehingga Naya tidak sadar, kalau sepanjang ia berjalan, nyaris semua orang yang ia lewati, melemparinya tatapan aneh. Naya baru menyadari tatapan-tatapan itu ketika ia berjalan melewati lapangan. Melalui ekor matanya, Naya menangkap banyak sekali pasang mata yang menatapnya seakan-akan ia baru saja melakukan hal yang memalukan.

"Heh cewek! Darah lo tembus, tuh," tegur salah satu perempuan yang kebetulan berjalan searah dengan Naya, seraya memunculkan diri dari belakang Naya. Setelah itu perempuan dengan rambut tergerai agak ikal itu berlalu begitu saja melewati Naya sembari menertawakan. Suaranya yang cukup kencang, kontan menyebabkan seluruh pasang mata manusia yang berada di sana tertuju pada Naya.

Dengan cepat, kedua tangan Naya bergerak menutupi bagian belakang roknya dan refleks berbalik badan. Namun tidak ada efek. Mau Naya berbalik ke manapun di sekelilingnya ada banyak orang yang sudah terlanjur melihat noda merah itu, menjadikannya sebuah tontonan. Semuanya menunjukkan reaksi yang bermacam-macam. Ada yang tertawa sama seperti perempuan yang menegurnya tadi. Ada pula yang diam, namun sorotan mata mereka tidak bisa membohongi, kalau mereka menghujat dalam hati. Mendadak Naya tidak sanggup lagi mengambil langkah. Kakinya berdiri membeku di tengah lapangan.

Saat itu juga mulai terdengar desisan-desisan yang tidak enak didengar.

"Ish, jorok banget, sih!"

"Emang nggak pake pembalut apa, tuh, cewek?"

"Anjir, pendarahan itu, mah!"

Dan desisan yang paling nyelekit itu, "Nggak tahu malu amat, ya?"

Sedangkan Naya hanya bisa menunduk, berharap bumi bisa menelan dirinya sekarang juga. Tapi tidak mungkin. Ini kali pertama Naya tembus di sekolah, dan langsung fatal begini. Keringan mengalir deras di dahinya. Jantungnya berdegup mematikan.

Tidak jauh dari Naya berdiri, Nata yang hendak mengambil tindakan, seketika langkahnya tertahan. Terus terang saja, Nata tidak tega melihat Naya di sana sendirian. Tetapi ia juga tidak bisa melakukan apa-apa selain memantau dari pijakannya. Baru tadi pagi ia berjanji pada dirinya sendiri untuk membuang jauh-jauh perasaannya. Tidak mungkin sekarang ia sudah mengingkarinya lagi. Nata tidak ingin perasaan yang hanya dirasakan oleh dirinya itu muncul lagi dalam benaknya. Walau memang belum benar-benar menghilang. Dengan memohon maaf sedalam-dalamnya, lagi-lagi Nata mengambil sikap layaknya seorang pengecut.

Naya menunduk semakin dalam, ketika pandangannya memburam karena adanya air yang mengembang di pelupuknya. Namun, belum sempat air mata Naya terjatuh dan disaksikan oleh puluhan manusia di sana, tiba-tiba seseorang yang entah dari mana datangnya, berlari menghampiri gadis itu dan langsung menyembunyikan wajah Naya di dadanya.

"Santai aja. Lo nggak sendiri. Ada gue. Jadi kita malunya berdua," bisik orang itu.

Meski belum melihat rupanya, cukup dari suaranya saja Naya sudah mampu mengenali. Seseorang yang menyelamatkannya dari malu saat ini adalah pacarnya sendiri. Naya juga kenal betul aroma parfumnya. Untuk yang kedua kalinya, air mata Naya sukses membasahi baju Nael. Gadis itu menangis sesenggukan tanpa suara.

"Berhenti dulu nangisnya." Nael berbisik lagi di telinga Naya.

Setelah isakan Naya tidak terdengar lagi, Nael menjauh dari Naya. Tanpa pikir panjang, cowok itu membuka seragam kemeja putihnya, menyisakan kaus oblong yang juga berwarna putih membalut setengah bagian atas tubuhnya. Kemudian mengikatkan kedua bagian lengan bajunya di pinggang Naya. Sehingga noda merah pada rok abu-abu Naya tidak lagi terlihat.

Sembari merangkul bahu Naya―menggiring gadis itu menuju parkiran, Nael berbisik untuk yang ketiga kalinya, "Jangan liat ke mana-mana. Kalau mau liat ke gue aja." Nael berbicara begitu agar Naya mengabaikan para manusia namun tidak berperikemanusiaan semacam mereka.

Menyaksikan kejadian tersebut, para kaum yang tadinya menghujat, kini malah berbalik iri dengan Naya. Berandai-andai ingin berada di posisi Naya. Memang memalukan, tetapi jika dipadu-padankan dengan apa yang Nael lakukan membuat segalanya bagi mereka terlihat sangatlah romantis. Bahkan drama-drama Korea yang mereka tonton saja sepertinya lewat.

🌺

Naya yang sudah membersihkan diri dan mengganti seragamnya dengan pakaian biasa, berjalan dengan langkah demi langkah yang nampak canggung menuju ruang tamu. Menghampiri Nael yang tengah duduk di sofa menunggunya sembari memainkan ponsel di sana.

Saat ekor matanya mendapati seseorang baru saja duduk di sofa sebelahnya yang untuk ukuran satu orang, leher Nael menolah sedikit. Lalu Nael segera menyimpan ponselnya ke dalam saku celananya. Nael tersenyum memerhatikan Naya yang selalu saja memalingkan pandangan darinya, kikuk, sambil sesekali membetulkan posisi kacamatanya yang menyangkut di pangkal hidungnya. Akan tetapi melihat gelagat Naya yang seperti itu, malah memunculkan sebuah ide di kepala Nael untuk menggodanya.

Nael sengaja mendekatkan posisi duduknya, sekaligus wajahnya dengan Naya. Secara terang-terangan sepasang matanya menyorot manis ke arah Naya. Membuat gadis kacamata itu jadi salah tingkah sendiri. "Tadinya gue pikir lo cuma terlihat gemesin kalau lagi marah-marah aja. Tapi ternyata kalau lagi salah tingkah begini, lo juga gemesin, ya."

Bibir Naya mengerucut. "Apaan, sih, basi banget tau, Kak."

Nael tertawa.

"Oiya, Kak, aku boleh tanya sesuatu nggak?" Tiba-tiba Naya menyeruak lagi.

"Tanya apa?" Nael balas bertanya balik.

"Kenapa tadi Kakak bisa tiba-tiba ada di sana?"

===

To be continue...

a/n: gimana sama part ini? jangan lupa vomment yaa...

Continue Reading

You'll Also Like

308K 36.1K 27
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
3.2M 264K 45
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
1.4M 67.9K 61
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Kita emang nggak pernah kenal, tapi kehidupan yang Lo kasih ke gue sangat berarti neyra Gea denandra ' ~zea~ _____________...
1.9M 68.2K 44
Seorang santriwati yang terkenal nakal dan bar-barnya ternyata di jodohkan dengan seorang Gus yang suka menghukumya. Gus galak itu adalah musuh bebuy...