DESPERATE FOR LOVE √

By AnginSenja

461K 44.9K 1.1K

Wiga adalah Pria yang tak suka berada di satu tempat dalam jangka waktu yang lama. lantas bagaimana ia bisa m... More

Prolog
Bab 2 - Pesona Wiga
Bab 3 - Tantangan
Bab 4 - Would you...?
Bab 5 - Partner Hidup
Bab 6 - Usaha Terus
Bab 7 - Bahagia Bersama
Bab 8 - Let's be together!
Bab 9 - Dating
Bab 10 - Seseorang Dari Masa Lalu...
Bab 11 - Kepo Berbuah Rindu..
Bab 12 - Ibu dan Rahasianya...
Bab 13 - Masih ingin bersamamu..
Bab 14 - Your 'Ex'
Bab 15 - Di antara Kita
Bab 16 - Ada Yang Aneh..
Bab 17 - Titik Terang
Bab 18 - Apa arti kehadiranku bagimu?
Bab 19 - Penyesalan..
Bab 20 - Saya Percaya Kamu.
Bab 21 - Berdamai Dengan Ibu
Bab 22 - Indahnya Memaafkan..
Bab 23 - Aku Mencintaimu..
Bab 24 - Banyak Alasan Untuk Bahagia
Bab 25 - Berjuang..
Bab 26 - I Believe'n You..
Bab 27 - Lamaran Penuh Haru..

Bab 1 - Siapa Dia?

34K 2.7K 27
By AnginSenja

Dia merasakan sesuatu yang hangat menghembus tengkuknya lembut. Perlahan dia mulai meregangkan kelopak matanya dan tercenung ketika tak mengenali ruangan dihadapannya. Dia merasa tak punya photo dengan ukuran setinggi manusia. Dia juga tak punya ruangan berwarna abu-abu terang. Dia mulai tersadar bahwa dirinya sedang tidak berada di kamarnya. Dia pun terduduk dari posisi tidurnya untuk mendapati pakaiannya sudah berganti dari setelan kantor menjadi kaos longgar bertuliskan 'Yogyakarta'. Jantungnya berdegup tak karuan. Apa semalam ia telah melakukan hal 'itu' dengan seorang pria? Tapi hal 'itu' hanyalah sebuah doa diujung keputus-asaan karena selalu hidup sendiri.

Dia menyibak selimut dan lebih terkejut saat ia mendapati bahwa ia ternyata tak sendiri. Ada lengan kekar yang sejak tadi melingkar disekeliling perutnya. Jantungnya berdegup semakin liar. Dia menolehkan pandangannya dan menahan dirinya untuk tidak menjerit saat melihat seorang pria sedang tertidur tanpa pakaian dengan posisi tengkurap. Dia mencoba menetralkan laju jantungnya dengan menarik napas lalu menghembuskannya perlahan.

'Siapa pria ini? Aku dimana?' batinnya gelisah.

Hanin meneliti wajah pria itu baik-baik. Perlahan ia mulai mengenali wajah itu. Wajah pria maskulin yang dihiasi alis tebal dan bulu mata lentik. Bibir yang terukir seksi serta hidung yang kokoh sempurna. Apa sekarang Hanin sedang ada di rumah seorang artis?

Pria itu adalah pria yang semalam bersamanya di club. Dia mengenali wajah pria itu karena mereka sempat ngobrol. Hanin bahkan memberitahu namanya. Dia menepuk kepalanya mengutuk kebodohannya karena memberitahu namanya pada orang yang tak dikenal.

Hanin pun menyadari kalau tak seharusnya dia berlama-lama di rumah pria itu. Hanin bergegas turun dari ranjang sebisa mungkin agar tidak menimbulkan suara. Dia tak ingin terjebak dalam situasi canggung bersama pria itu. Hanin mencari pakaiannya yang tergeletak di sofa kamar. Dia mencium pakaiannya yang tercium bau menyengat.

'Aah sial... Kenapa aku pakai muntah segala.' sambil menepuk dahinya Hanin memakai blazer untuk melapisi kaos milik pria itu dan tak lupa menenteng heels'nya. Pakainnya ia masukkan ke dalam tas. Hanin sempat memandang pria itu sekali lagi sebelum benar-benar keluar dari apartemen pria itu.

****

"Kamu kemana saja, Nin?" tanya Vega yang terdengar memekakan telinga Hanin. Hanin menekan option untuk loudspeaker. Suara Vega pun terdengar nyaring disekitar kamar Hanin.

"Aku di apartemen saja Ve, lagi males keluar, ada apa Ve?" tanya Hanin dengan suara kantuknya yang tak bisa ditutupi. Terdengan Vega menghela napas panjang.

"Kamu lupa ya?"

"Lupa apa, Ve?"

"Malam ini pesta pertunangan Lizzi, Nin."

Hanin bangun dari posisinya dengan kilat. Dia melirik jam dinakas ranjang lalu menepuk dahinya keras.

"Jangan bilang kamu lupa Nin?"

"Aku lupa Ve, aku sampai disana satu jam lagi."seru Hanin lalu mematikan sambungannya sebelum memilih gaun yang akan dipakai. Sial benar dia hari ini. Bagaimana bisa ia melupakan pesta pertunangan sahabatnya itu. Padahal Hanin yakin Vega pasti sudah mengingatkannya lewat asistennya di kantor.

Hanin memakai gaun dengan potongan A-line berwarna merah marun. Dia pun memilih heels dengan warna yang senada. Rambutnya yang tergerai panjang hingga punggung diikat ke atas agar dapat memperlihatkan motif kupu-kupu yang tersebar dari bagian dada hingga lengan. Hanin bersyukur karena matanya tidak bengkak atau dilingkari bayangan hitam. Jadi make-up yang ia gunakan terlihat sempurna dan sangat natural.

"Aku sudah terlambat!" pekik Hanin bergegas menggapai tas tangannya. Dia harus bergegas tiba di Ballroom sebelum Vega dan Lizzi murka padanya.

Langit Jakarta malam ini begitu terang. Hanin menikmati pemandangan langit Jakarta dari taksi yang ia tumpangi. Lampu-lampu pada bangunan perkantoran dan lampu jalan yang menerangi malamnya tetap tidak bisa menghilangkan rasa sukanya pada langit gelap yang mempesona. Langit gelap yang setia bersama dengan kesepiannya.

Hanin harus menahan perasaannya ketika di pesta nanti. Sahabat dan teman semasa SMA akan berkumpul pada pesta meriah pertunangan Lizzi dan kekasihny,Erik. Keduanya adalah putra-putri dari keluarga penguasa besar Negeri ini. Hanin mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk selalu siap menjawab pertanyaan-pertanyaan akan statusnya yang masih saja betah melajang diusianya yang sudah kepala tiga

Hanin membayar taksinya sebelum turun dari taksi tepat di lobi utama. Dia berjalan memasuki Hotel lalu naik menuju lantai 2 dimana area Ballroom berada. Kedatangan Hanin disambut Vega dan suaminya, Nando.

"Kamu tuh ya Nin.. Kenapa sih hapenya nggak aktif dari siang?" tanya Vega memulai aksi ceramahnya. Hanin menampilkan cengirannya. Dia malas harus berdebat dengan Vega apalagi dalam posisi bersalah.

"Hapeku lobet dan aku sibuk membereskan apartement," jawab Hanin yang kemudian dipercaya oleh Vega. Dia terkenal sebagai anak rumahan selain profesi pengacara yang disandangnya. Dan tidak akan ada yang menyangka kalau tadi malam Sang 'anak rumahan' memutuskan minum hingga mabuk bahkan berakhir di ranjang milik pria yang tak dikenalnya.

"Kamu sendiri saja Nin? Tidak jadi bawa seniormu itu?" tanya Vega yang tak melihat ada orang lain disamping Hanin.

"Bram sibuk Ve, nggak enak kalau mau ngajak dia ke tempat rame gini." jawab Hanin yang menutupi fakta bahwa ajakannya ditolak seniornya karena pria itu lebih memilih pergi dengan seorang pengacara magang yang usianya jauh lebih muda dan tubuhnya yang jauh lebih seksi.

"Ooh gitu.." sahut Ve murung. Hanin tersenyum lalu menepuk lengan Ve yang terbalut kebaya modern dengan padu padan songket yang dibuat rok berpotongan H-line.

"Sendiri juga gak papa daripada berdua tapi cuma teman kencan bohongan." ujar Hanin yang membuat Ve meringis lalu tersenyum masam pada Hanin.

"Nin.. Kamu tuh ya.. Nggak bosen apa jadi bahan gunjingan temen-temen, aku gak terima Nin kalau mereka udah gunjingin status single kamu." Ujar Ve dengan wajah masam yang membuat Hanin tersenyum lalu merangkul sahabatnya itu.

"Mereka cuma bisa ngomongin dibelakang aku Ve, kamu tahu kan siapa aku? Aku Hanin Raina Bhakti, SH, MH." Sahut Hanin dengan bangga. Ve terkekeh mendengarnya.

Hanin, Ve dan suaminya Nando masuk ke dalam Ballroom dengan langkah mantap. Suka atau tidak suka pesta ini adalah pesat sahabat mereka. Siapa yang ada didalamnya selain Lizzi dan Erik adalah hanya penghias. Hanin tak boleh terpancing bahkan sampai marah. Dia harus tahan banting malam ini walau sisa mabuk kemarin malam masih terasa tapi demi Lizzi dan Erik, Hanin harus jadi tamu anggun yang siap menyapa siapa saja.

"Dimana Lizzi?" tanya Hanin setelah tak melihat calon mempelai yang akan bertunangan malam ini.

"Lizzi dan Erik di ruang ganti, mereka akan dipanggil saat MC mengumumkan kedatangan mereka berdua." Jelas Hanin yang sepertinya hafal sususan acara.

Hanin mengelilingi pandangannya dan sempat bersitatap dengan wajah-wajah yang dikenalinya semasa SMA. Ada yang masih berkomunikasi dengannya karena sempat meminta bantuannya untuk menyelesaikan kasus perkaranya. Mereka yang hanya sebagai teman-teman kumpul beberapa tahun terakhir. Ada juga yang sempat berhubungan baik sebagai teman-amat-sangat-dekat sebelum mereka mulai mengundurkan diri karena kasus-kasus Hanin yang kadang membuat wajah cantiknya nongol di Televisi Nasional. Hanin mulai jengah melihat pandangan mereka yang bak lampu sorot. Membuat hatinya kesal dan kesabarannya surut.

"Sabar Nin, mereka bahkan belum menyapamu,"ujar Nando yang membuat Hanin terkekeh geli.

"Berani salah ucap akan kutuntut mereka." Sahut Hanin. Nando dan Vega tertawa bersamaan.

Suara MC yang memberitahukan kedatangan pasangan yang akan bertunangan malam ini menginterupsi aktivitas para tamu. Suara merdu dari band pengiring melantunkan lagu 'Endless Love - Diana Ross' serta permainan dari pengatur lampu. Semua berkolaborasi menghasilkan penampilan yang membuat takjub para tamu yang datang. Lizzi nampak cantik dengan gaun berwarna putih pucat yang terbalut ketat ditubuhnya yang semampai sedangkan Erik terlihat gagah dengan 3 piece suit kombinasi warna Abu-abu dan putih.

"Lizzi cantik banget." Puji Ve yang disetujui oleh Hanin.

Tak ada yang menyangka jika Lizzi dan Erik adalah pasangan dari profesi yang selalu membuat Hanin kagum. Lizzi adalah seorang Dosen muda di sebuah Universitas Negeri di Jakarta sedangkan Erik adalah Professor untuk Fakultas Seni di Universitas yang sama. Keduanya bertemu di kampus, bukan pada masa kuliah mereka namun pada saat mereka memberikan kuliah pada mahasiswa mereka. Lizzi yang anggun sekaligus cerdas bertemu Erik yang humoris dan charming. Hanin tidak pernah melihat pasangan paling cocok selain mereka berdua. Dan setelai berpacaran selama 2 tahun akhirnya keduanya memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius.

Acara berlanjut pada sambutan dari pihak keluarga untuk para tamu yang sudah datang. Lalu ada film pendek yang menceritakan pertemuan Lizzi dan Erik sampai pada momen dimana Erik melamar Lizzi tiga bulan lalu direstoran langganan mereka. Hanin mendengar dari Lizzi bagaimana Erik begitu romantis menyanyikan sebuah lagu untuknya yang ditutup dengan cincin berlian yang ditujukan untuk Lizzi. Hanin hampir percaya bahwa Lizzi mungkin saja sedang bermimpi tapi malam ini lewat photo-photo yang dihadirkan dalam film pendek itu Hanin pun mau tak mau percaya. Erik adalah pria yang diidamkan oleh seluruh wanita di bumi ini. Hanin melihat bagaimana Erik membisikkan sesuatu di telinga Lizzi yang membuat wanita itu tersenyum penuh cinta pada Erik. Hanin merasa extraordinary jealous pada sahabatnya itu.

"Erik romantis banget siih." Ujar Ve yang terdengar ditelinga Nando dan Hanin.

"Aku kurang romantis memangnya, Beb?" tanya Nando dengan nada serius. Hanin mundur satu langkah tak ingin berada disekitar ketika sahabatnya itu berperang dengan pasangannya. Hanin hanya menggeleng sebelum tak sadar menyenggol lengan seseorang.

"Maaf.." ucap Hanin bergegas.

"Hanin?"

Hanin memutar kepalanya ke arah orang yang tak sengaja ia senggol lengannya. Saat melihat wajah maskulin dengan alis tebal dan bibir seksi yang sedang tersenyum padanya. Hanin rasanya ingin menenggelamkan dirinya ke dasar bumi karena bisa-bisanya ia bertemu dengan pria itu.. pria yang bersamanya pagi ini.

"Maaf..." lirih Hanin yang memutuskan untuk bergegas meninggalkan pria itu. Tapi terlambat, lengannya sudah dicekal oleh pria itu. Hanin menatap pria itu tegas karena tak suka dengan perlakuan pria itu. Hanin masih mencoba mengingat siapa nama pria yang masih mencekal lengannya sambil menatapnya intens.

"Kamu tidak ingat pada saya atau pura-pura tidak ingat?" Tanya pria itu dengan mata terus meneliti wajah Hanin. Hanin risih bukan main. Ia juga harus memutuskan apakah harus jujur atau mengelak agar bisa pergi dari pandangan pria itu.

"Aku akan menjawabnya kalau kamu mau melepaskan tanganmu itu," tegur Hanin dengan suara dingin. Pria itu tersenyum tipis sebelum melepaskan cekalannya.

"Maaf... saya cuma mau tahu kenapa kamu pergi tanpa pamit." Ujar pria itu mencoba menjelaskan maksud dari perlakuan kasarnya sebelumnya.

"Aku.. minta maaf karena tidak pamit padamu, terima kasih karena sudah menampungku semalam," jelas Hanin yang akhirnya memilih untuk mengaku. Dia tidak ingin membuat pria itu terus berada di sampingnya saat pesta masih berlangsung dan harus membuat dirinya menceritakan pada para sahabatnya dimana mereka bertemu.

"It's ok... saya cuma takut kamu kenapa-kenapa, kalau begitu saya permisi."sahut pria itu sebelum berjalan meninggalkan Hanin. Usai tak lagi melihat pria itu dalam pandangannya Hanin menghela napas lega karena pria itu tak berniat berbincang dengannya lebih lama.

"Nin, Ayo kita kasih selamat ke Lizzi sama Erik." Suara Vega menyadarkan Hanin bahwa sejak tadi ia masih saja memikirkan pria itu.

"Ooh.. mereka udah tukeran cincin?"

"Kamu dari tadi ngapain aja sih Nin?"

Hanin hanya cengengesan sebelum lengannya diseret oleh Vega untuk menghampiri pasangan yang malam ini menjadi Raja dan Ratu.

Lizzi berteriak semangat ketika melihat kedatangan Hanin dan Vega. Mereka bertiga berpelukan sambil tertawa dengan diselingi ledekan untuk Lizzi yang sebentar lagi akan melalui tahap yang lebih sakral.

"Kamu kemana aja sih Nin, dari kemarin kita tuh nggak bisa hubungin kamu tahu nggak," protes itu datang dari Lizzi. Hanin nyengir bingung harus bagaimana menceritakan hal yang sebenarnya. Kedua sahabatnya itu pasti akan syok jika tahu seorang pengacara kondang Hanin Raina Bhakti menghabiskan malamnya dengan minuman bahkan sampai bermalam di rumah pria yang tak dikenalnya. Entah bagaimana Hanin jadi kembali teringat cara pria itu memandangnya tadi. Apakah pria itu marah padanya? Apa Hanin sudah jadi orang yang tidak tahu terima kasih?

"Nin? Kok malah ngelamun," Vega menyenggol lengan Hanin.

"Sorry.." ucap Hanin menyesal. Ia tak tahu apa yang merasukinya sampai ia bisa-bisanya melamun dihadapan para sahabatnya.

"Kamu ada masalah sama kerjaan, ya?" Tanya Lizzi dengan penuh perhatian. Wanita itu menatap Hanin dengan cemas.

Hanin menggelengkan kepalanya, "Aku cuma kurang istirahat aja, sekali lagi selamat ya Zi, I'm happy for you dear.." ujar Hanin lalu kembali memeluk Lizzi.

"Semoga kebahagiaan untukmu bisa datang secepatnya Nin, kamu wanita baik dan Tuhan akan mengirimkan pria baik untuk wanita yang baik pula." Ucapan Lizzi selalu membuat Hanin nyaman. Ia menggenggam tangan Lizzi yang bebas dan tersenyum penuh terima kasih.

"Terima kasih Zi."

"Wiga!! My bro!!Sayang, Wiga dateng tuh!"

'Wiga?' Batin Hanin.

"Selamat ya Zi, Rik, semoga lancar acaranya sampai hari pernikahan nanti."

Hanin membeku saat mengenali pemilik suara bariton yang menginterupsi obrolannya dengan Lizzi dan Erik. Suara dalam yang membuat para wanita tergila-gila. Suara yang juga terdengar tegas yang kini membuat Hanin diserang rasa panik lagi.

Suara itu...

"Nin, kenalin ini sahabatnya Mas Erik waktu kuliah, namanya Wiga." Lizzi mengenalkan Hanin pada pria yang tadi membuat Erik berteriak senang.

"Wiga."

Hanin memberanikan diri untuk menatap wajah pria itu. Dan tak percaya ketika menemukan senyuman nakal tersungging dibibir seksi itu.

"Ha..Hanin."

Dimana letak keberanian seorang pengacara Hanin Raina Bhakti?

****

TADAAAAAAAA akhirnya Anja update Bab satunya juga. Inilah kisah Wiga dan Hanin. Semoga kalian suka ya... doakan Anja punya stok Bab yang banyak biar bisa eksis lagee.. hehehe
Siapa yang udah mulai kepincut sama Mas Wiga?

Salam Hangat,
Angin Senja

Continue Reading

You'll Also Like

202K 12.8K 57
Niat hati kabur dari perjodohan yang diatur orang tuanya dengan duda anak 1 yang sialnya masih tampan itu, Herna malah harus terjebak menikahi pria k...
2.6K 88 19
FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!!! Typo bertebaran!! Menjadi leader mafia di umur belasan? Oh shit! Bahkan Natala tidak pernah berpikiran seperti itu sebelum...
199K 24.5K 31
Reuben Rasya Atmadja, bertahun-tahun mencintai Alia-sahabatnya. Dan dia berpura-pura ikut bahagia atas kebahagiaan sahabatnya yang sudah menjalin cin...
12K 814 48
[CHAPTER MASIH LENGKAP. ADA EXTENDED & EXTRA PART DI KARYAKARSA] Bagi Afshana Naira, mencintai seseorang itu mengerikan. Ia akan melakukan apapun dem...