BRIDE (End)

By justcallmegege_

21.1K 2.2K 350

[Kris x Tao | Boy x Boy | Yaoi ] ↭ Tao selalu takut jika malam tiba, jika gelap meraja dan jika tak ada satu... More

Voice
Terrors (with warning inside!)
Quid
Deine [A]
Deine [B]
La Mariée (epilogue)

Shadow

4.1K 392 54
By justcallmegege_

Skylar Otsu's

Presents...

BRIDE series: [Shadow]

Romance Mistery with little bit Blood

Terbangun karena mimpi buruk di kala rinai hujan siang hari bukanlah hal yang menyenangkan. Tao berusaha bangkit duduk diatas tempat tidurnya dengan kepala berdenyut ringan, yang menciptakan kerutan samar di dahinya.

Pemuda manis dengan surai legamnya itu tampak begitu lelah meski nyatanya ia baru saja terlempar bangun dari alam bawah sadar. Warna hitam pada kantung matanya yang semula masih samar kini tampak lebih pekat dan tebal.

"Hujan..." gumamnya nyaris tak bersuara. Sambil mengusap kedua matanya yang masih terasa agak berat dan tak bisa menghentikan mulutnya yang menguap lebar.

Si manis itu mencebik tidak suka karena lagi-lagi terbangun karena mimpi buruk. Sudah beberapa hari sejak kemunculan suara misterius itu. Hidupya jadi tak tenang, apapun yang akan ia lakukan selalu di hantui kemunculan suara itu. Suara yang tidak dirinya ketahui siapa pemiliknya dan apa tujuannya.

Suara yang--

Rrrr~ rrr~

Tao terlonjak dari apa yang sedang di pikirkannya karena dering telepon yang berasal dari ponselnya. Buru-buru ia mencari benda tipis itu dan menemukannya di bawah bantal.

Yixing-ge. Nama yang tertera di layar ponselnya. Iapun segera menggeser lembut panel berwarna hijau dan menempelkan ponsel ke telinganya.

"Ya gege?" sapanya dengan suara serak khas bangun tidur. Helai rambutnya yang berantakan dan mencuat membuatnya terlihat menggemaskan.

["Oh baby Zi~ kau sakit? Kata Luhan hari ini kau absen? Ada apa? Apa sakit mu parah? Kau baik-baik saja?"] suara merdu di sebrang sana terdengar begitu cemas.

Tao tersenyum tipis. Kebiasaan para seniornya di kampus yang terlalu mengkhawatirkan nya. Selain Luhan, Yixing adalah salah satu pemuda manis yang sangat peduli dengannya.

"Iya ge, aku baik-baik saja. Hanya anemia"

["Bagaimana bisa kau anemia? Makanan mu banyak sekali Taozi! Ada apa sebenarnya? Jujurlah pada gege mu"]

Mengerucutkan bibir mungilnya, Tao mendengus kecil. "Aku tidak serakus itu gege. Aku juga bisa terserang anemia" gerutunya dengan bibir mengerucut.

Yixing tertawa di sebrang sana. ["Baiklah baiklah~ sepulang kuliah aku dan Luhan akan kesana menjenguk mu. Istirahatlah dan jangan kemana-mana, kau mengerti baby Zi?"]

"Aku mengerti gege~ bawakan makanan ya?"

["Akan ku bawakan makanan keseukaan mu nanti, sekarang istirahatlah"]

"Aye aye captain!"

Yixing tertawa lagi sebelum mematikan telepon tersebut. Tao yang semula merasa tubuhnya masih lemas -apalagi karena mimpi buruk itu- kini merasa lebih baik setelah mendengar suara Yixing serta kecemasannya.

Tao meletakkan ponselnya diatas meja kecil, lalu mencari sandal rumahnya yang lembut. Berjalan kearah pintu, bermaksut untuk ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Tak lupa menghidupkan lampu kamar karena suasana yang remang-remang akibat hujan diluar yang membuat langit menjadi abu-abu.

Ctek

Kamar itu seketika menjadi lebih terang. Tao memperhatikan ke seluruh kamarnya yang sederhana, memastikan tidak ada hal aneh dan mencurigakan yang sangat mengganggunya.

Berharap jika Yixing dan Luhan segera datang mengunjunginya.

Karena sesungguhnya Tao tidak suka sendirian, andai saja tubuhnya tidak terlalu lemas, sudah pasti ia akan memilih untuk pergi ke kampus daripada harus di apartemen sendirian.

Sejak suara misterius itu mengganggunya dan hal-hal aneh lainnya. Membuka pintu kamar keluar dari kamar, ia berjalan perlahan dengan hati-hati menuju dapur kecilnya untuk membasahi tenggorokannya yang kering.

Mengambil segelas air dari lemari pendingin kecil di sudut ruangan, Tao menegak airnya perlahan. Namun belum selesai ia menuntaskan dahaganya, ekor matanya menangkap sekelebat bayangan yang bergerak di belakang tubuhnya.

Pemuda manis itu menoleh ke balik punggungnya, diluar dapur yang merupakan ruang tamu, lalu meletakkan gelasnya diatas meja dapur.

Tao berdiri diam disana dengan tatapan yang sulit di artikan, seperti waspada dan takut?

Pasalnya ia tidak tahu kapan suara misterius itu berulah. Suara yang tidak dirinya tahu dari mana asal muasalnya, dan bagaimana awal mulanya. Karena suara itu tiba-tiba muncul begitu saja.

Berusaha untuk tetap tenang. Tao memutuskan untuk melangkahkan kedua kakinya keluar dari dapur, begitu hati-hati, memperhatikan ke penjuru apartemen nya yang kecil dan sederhana.

"Mungkin hanya perasaan ku saja" gumamnya berasumsi.

Menenangkan diri.

Karena sejauh ini hal yang membuatnya takut adalah suara misterius itu. Meski hanya sebatas mengajaknya bicara, tapi hal itu cukup menakutkan. Dan suara itu tak pernah mengganggunya secara fisik, suara itu juga tidak melakukan apapun padanya.

Tao hendak kembali ke dapur saat tiba-tiba mendengar ponselnya yang kembali berdering. Pemuda manis itu terpaksa harus memanuver langkahnya menuju kamar, mendekati tempat tidur dan menerima telepon yang hanya menunjukkan sederet nomor tak di kenal di layar.

"Hallo?"

["........"]

"Hallo? Siapa ini?"

["........"]

Tao berdecak kecil. "Siapa ini? Kalau tidak bicara ku tutup telepon nya"

Masih tidak ada suara yang terdengar di sebrang sana.

"Dengar. Aku tidak punya waktu untuk keisengan mu, siapa pun kau. Aku--"

["Baby Zi..."]

Deg!

Netra kelamnya membesar mendengar suara misterius itu membalas ucapannya. Memanggil namanya dengan suara berat yang kelam. Membuatnya benar-benar kehilangan kemampuan untuk bernafas dan jantungnya berpacu.

["Seperti itu bukan teman-teman mu memanggil mu?"]

Tao memejamkan matanya erat.

"K-kau..." suaranya seperti tertelan.

["Baby Zi. Hanya aku yang boleh memanggil mu seperti itu"]

Menahan nafas dengan satu tangan meremas udara, Tao memberanikan dirinya.

"Kau pikir kau siapa!? Jangan menganggu ku!"

Suara tawa yang seperti kekehan terdengar mengerikan kemudian. Bahkan sampai meremangkan bulu-bulu halus di tubuhnya.

["Aku tidak mengganggu mu baby. Aku hanya sedang bicara dengan calon pengantin ku"]

"Diam! Aku tidak tahu siapa kau, aku tidak tahu apa tujuan mu! Berhenti menakuti ku!"

["Jangan berteriak sayang. Aku bisa mendengar suara mu yang seksi itu tanpa teriakan"]

"Siapa kau!? Kenapa mengganggu ku!? Enyahlah!"

Prak!

Ponsel tipis berwarna gold miliknya berakhir menghatam dinding cukup keras dan meluncur sadis diatas lantai hingga mati.

Tao terengah menatap ponselnya yang mengenaskan, meremat celana pendek yang di kenakannya sampai kusut, tak menyadari jika kedua tangan dan bibirnya gemetaran. Rasa takut itu tampak nyata di kedua netra hitamnya, wajahnya memucat.

Dirinya tidak tahu keberanian semacam apa yang sempat hinggap hingga membuatnya berteriak pada suara itu.

Tok

Tok

Suara ketukan itu mengalihkan atensi Tao dari pemikiran kacaunya. Masih dengan rasa takut yang sama, ia bergerak kaku mendekati jendela kamar yang tertutup tirai. Menggigit bibir kuat saat semakin dekat, mengangkat tangan kanannya terjulur pada tirai jendela, dan perlahan membuka -menarik ke samping- tirai berwarna biru itu sangat pelan.

Hujan. Air mata langit turun cukup lebat, dan diantara juta'an air yang tercurah ke bumi, kedua netranya melihat sekumpulan asap hitam yang berada di depan jendela kamarnya.

Asap hitam pekat yang mengambang menjadi gumpalan tak berbentuk. Diam seolah tak ada udara ataupun angin yang berhembus. Dan diantara gumpalan asap mirip bayangan itu terdapat 2 titik berwarna merah darah yang mengerikan.

2 titik merah yang menyerupai sepasang mata. Memandangnya tajam, menusuk, begitu menakutkan. Membuat nafasnya tersendat hebat, memberi perintah untuk menjauh, meski kedua kakinya terasa begitu lemas.

Brak!

Tao menutup tirai jendela kembali dengan satu hentakan kasar. Bergerak mundur dengan langkah terseok dan ketakutan yang menjalar luar biasa hingga membutnya tak lagi bisa berpikir, selain untuk segera keluar dari apartemen nya.

Tak peduli dengan pakaiannya yang tergolong tipis serta tanpa mengenakkan alas kaki, Tao berlari berantakan menuju pintu, membukanya tergesa dan menutupnya cepat meski papan bercat coklat gelap itu tan tertutup sepenuhnya.

Air mata sudah meleleh di pipinya yang halus, seirama dengan langkah kakinya yang kini berlari, jantungnya juga berpacu sangat cepat. Bahkan kedua tangannya tak bisa berhenti gemetar.

Ia benar-benar takut. Sangat takut. Dirinya dapat merasakan tatapan tajam nan menusuk dari sepasang mata semerah darah itu. Menghujam ke jantungnya dan mengguncang rasa takutnya.

Mata yang kelam dan mengerikan. Sekaligus seolah mendamba sesuatu berkat kilatannya yang terlihat jelas.

Hingga air mata langit menyala tubuh tingginya ketika kedua kakinya membawanya keluar dari gedung apartemen yang sederhana, berlari di jalanan yang licin, tak peduli jika dirinya basah kuyup dan menggigil, air matanya pun tak terlihat lagi karena melebur bersama air hujan di wajahnya.

Tidak tahu harus menuju kemana, tapi Tao tidak bisa menghentikan laju kakinya. Bahkan saat nafasnya mulai pendek-pendek karena lelah. Karena ia tahu, jika sosok yang berupa gumpalan asap hitam pekat itu mengintainya, mengikutinya. Karena diantara udara dingin yang menjilat tubuhnya, Tao bisa merasakan hawa panas di balik punggung nya yang begitu kelam. Membuatnya takut meski hanya untuk melirik melalui ekor matanya.

Hawa hitam pekat itu tepat di belakang tubuhnya, seperti segump awan mendung yang bergerumul dan mengikuti kemana langkah membawanya. Tapi kepekatan itu bukan berasal dari gumapalan awan yang mendung. Kepekatan lain yang terasa mengancam, berbahaya dan kelam.

Tao sadar jika dirinya dalam bahaya. Sosok -yang entah apa itu- mengerikan bermata merah yang di duganya pemilik suara berat misterius itu pasti mengikutinya saat ini, mungkin menertawakan ketakutannya hingga berlari di bawah hujan.

Tapi sekuat apapun dirinya menahan rasa sakit di dada akibat tak henti berlari, Tao harus mengistirahatkan kedua kakinya sejenak agar kinerja jantungnya tak kepayahan dan membuatnya pingsan, nanti.

Nafasnya terengah hebat dengan dada naik-turun yang berat saat memutuskan untuk berhenti berlari di tengah jalan -entah dimana- dengan tubuh membungkuk dan kedua tangan bertumpu diatas lutut. Tapi belum sempat ia menteralkan nafasnya yang berantakan, udara dingin menjilat tengkuk lehernta bagai lidah api yang menjalar.

Membekukan tubuhnya di bawah guyuran hujan dengan posisi yang sama. Ada sesuatu di belakang tubuhnya, memandangnya, menunggunya dirinya berpaling.

Tidak. Ia tidak akan menolehkan kepalanya atau dirinya akan menyesal melihat sesuatu di balik tubuhnya itu.

Tapi ada dorongan lain yang membuatnya secara kaku menolehkan kepalanya ke balik bahunya yang bergetar karena kedinginan.

Guyuran air hujan bahkan tidak sedikitpun menghalangi pandangannya melihat objek bayangan hitam legam seseorang yang berdiri tak jauh darinya, membawa payung.

Tubuhnya gemetar hebat, rasa takut semakin tak terkendali. Bahkan ia tidak bisa memacu kedua kakinya kembali untuk berlari menjauhi bayangan hitam itu.

Tao melihatnya, di belakang bayangan hitam itu, jalan yang tadi di laluinya tak lagi terlihat. Di gantikan pemadangan hitam pekat. Dan bayangan itu berjalan maju tanpa suara, bayangan sesosok manusia tinggi bertubuh tegap.

"Berhenti..." suaranya berubah parau. "Ku bilang berhenti!" hingga tenggorokannya terasa sakit karena memaksa berteriak.

Bayangan seseorang itu tetap bergerak mendekat dengan tenang.

"Kumohon....jangan menganggu ku..." lelehan air mata kembali membasahi pipinya. Melebur dengan air hujan.

Sosok tinggi seperti laki-laki itu kemudian menghentikan langkahnya saat jaraknya dengan Tao hanya terpaut 10 meter. Membawa payung di tangan kanannya.

"Kau tidak akan pernah bisa lari dariku baby..."

Tao meremas udara kosong erat.

Dugaannya memang benar. Sosok itulah yang selama ini menghantuinya dengan suara seorang pria.

"Kenapa kau lakukan ini? Aku bahkan tidak tahu darimana asalmu! Aku tidak pernah menganggu makhluk sepertimu!" suaranya yang serak beradu dengan lebatnya suara tangisan langit.

"Kau menganggu ku, setiap detiknya. Kau yang memanggil ku, kau yang mengajak ku bicara untuk yang pertama kali, dan kau juga yang mempertemukan kita"

"Tidak! Berhenti menganggu ku!"

"Aku selalu bicara padamu, tapi kau mengabaikan ku"

"Pergi! Jangan pernah menganggu ku lagi!"

"Maka kau harus ikut dengan ku, sayang"

"Makhluk apa kau sebenarnya!? Kenapa kau menghantui ku!?" tangisannya mulai tak terkendali.

"Aku seorang Pangeran yang menjemput pengantinnya. Baby Zi milik ku, kau hanya untuk ku, bahkan teman-teman mu sekalipun tidak berhak memanggil mu seperti itu"

"Diam! Diam! Diam! Enyah dari hidup ku! Aku ingin hidup tenang!"

"Dengarkan aku my bride. Aku mengawasimu, aku selalu berada di sekeliling mu, dimana pun. Sebagai udara, angin, udara panas, dedaunan, kucing liar, apapun. Aku melihat mu"

Tao menutup kedua telinganya rapat, menangis tersedu. Menolak mendengar suara berat sosok itu yang membuatnya sangat tertekan, membuatnya tak berdaya.

"Jika kau tak ingin orang-orang yang kau sayangi terluka karena ulahmu, dengarkan aku baby. Karena aku tidak suka melihatmu bersama mereka sementara kau adalah milik ku"

Menggelengkan kepalanya lemah, Tao tenggelam dalam isakannya. Membiarkan kakinya yang lemas menjadi lunglai dan menghempaskan tubuhnya diatas aspal yang dingin.

Lebatnya hujan dan dinginnya udara perlahan membuat kedua matanya memburam, membuat nafasnya semakin berat, hingga tangisnya tak lagi terdengar.

Hal terakhir sebelum kedua matanya terpejam, Tao melihat sepasang mata semerah darah menatapnya tajam. Tatapan mengerikan yang penuh luka.

Hingga kemudian gelap menjemput.

Kedua matanya terasa sangat berat dan juga panas ketika Tao memaksakan dirinya untuk membuka mata, dan seketika hantaman rasa sakit di kepalanya membuatnya melenguh pelan nyaris tak terdengar. Sementara cahaya ruabgan yang terasa menyakitkan untuk kedua matanya, setidaknya membuat Tao menghela nafas lega karena seseorang sudah menyelamatkannya.

Tubuhnya terasa berkali lipat lebih lemas, ingin bangun namun tak berdaya. Nafasnya tersengal, wajahnya memerah karena suhu tubuh yang meningkat, ia hanya bisa memejamkan mata dengan nafas yang panas. Dan di antara kesadarannya yang menipis, ia dapat mendengar suara beberapa orang bercakap-cakap di luar kamarnya.

Pasti Luhan atau Yixing telah datang. Pasti...

Setidaknya dirinya bisa tenang karena sudah berada di dalam kamarnya, dan ada kedua seniornya disana. Pasti tidak akan terjadi apapun.

Mendengar suara pintu yang dbuka perlahan, Tao juga membuka kedua kelopak matanya lemah. Nyaris tak terlihat jika pemuda manis itu sedang membuka mata.

"Taozi, kau sudah sadar?" Luhan bertanya dengan raut dan nada cemas yang amat kentara. Duduk di tepi ranjang, mengusap kecil dada Tao yang tertutup selimut tebal.

Si manis itu mengangguk lemas. "Ada apa...ge? Kenapa aku...bisa...berada di kamar?"

"Aku dan Yixing baru saja sampai saat melihat kau pingsan di gendongan seseorang. Tubuhmu basah kuyup, panas sekali. Kenapa kau bisa berada diluar hm?"

Perhatian Luhan dan juga Yixing adalah salah satu alasan yang membuatnya bertahan hidup jauh dari kedua orangtuanya. Mereka sudah seperti kakak kandungnya. Dan dirinya tidak mungkin membuat kedua kakaknya cemas dengan menceritakan apa yang sedang di alaminya.

Tao memejamkan matanya lagi, bernafas susah payah karena tubuhnya terasa panas.

"Zi? Kau bisa menceritakan sesuatu pada gege. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa kau ada masalah?" Luhan mengusap helai jelaga Tao lembut. Si manis itupun menggelengkan kepalanya tanpa daya.

"Gege pernah menawari ku untuk tinggal satu apartemen dengan gege kan? Apa itu masih berlaku?" tanyanya, memancing kerutan bingung di dahi Luhan.

"Ya aku memang pernah berkata seperti itu, tapi kenapa tiba-tiba? Ada apa dengan apartemen mu?"

Tao menggelengkan kepalanya lagi -lemah. Kedua matanya sudah berkaca-kaca, bibirnya pucat dan bergetar. Ia ingin mengatakan sesuatu tapi tak bisa mengatakannya. Tao takut, terlalu takut.

Luhan berusaha meyakinkan Tao untuk menceritakan masalahnta saat pintu kamar pemuda itu di ketuk. Atensi mereka pun beralih kearah pintu, melihat sosok Yixing masuk membawa sebuah napan yang lengkap dengan isinya.

Pemuda ber dimple itu tersenyum lembut pada Tao yang menatapnya lema kemudian meletakkan napan yang di bawanya diatas meja kecil di samping tempat tidur.

"Kau harus makan dan minum obat Zi. Kau benar-benar membuat kami ketakutan" ucapnya, berdiri di samping kanan tempat tidur.

"Maaf ge..."

"Saat kami baru saja datang, tiba-tiba aku dan Luhan melihat seorang pria yang membawa mu dalam keadaan pingsan di bawah hujan. Apa kau ada masalah dengan pria itu?"

Kernyitan di dahi Tao tak terlihat karena plester penurun demam yang menempel disana, si manis itu bergantian menatap Luhan dan Yixing.

"Seorang pria tinggi dan tampan, saat aku bertanya dia bilang, dia sedang dalam perjalanan menuju apartemen ini karena baru saja pindah, dan tak sengaja melihatmu pingsan di jalan"

"Penghuni baru?" Tao balik bertanya.

"Iya" Yixing mengangguk. "Aku baru melihat wajahnya. Dan untungnya dia adalah Dokter, setelah kami mengeringkan tubuh mu dan mengganti pakaian mu, laki-laki itu bisa memeriksamu segera. Dia bilang kau demam tinggi karena terlalu lama di bawah hujan"

"Siapa namanya?" suaranya terdengar menyedihkan.

Yixing menepuk dahinya keras, menyadari sesuatu yang di lupakannya.

"Astaga. Aku belum menannyakan namanya! Aku akan menemuinya!" Pemuda Zhang itu buru-buru keluar dari kamar.

Tao beralih menatap Luhan bingung. "Siapa ge? Siapa yang Yixing-ge bicarakan?"

"Laki-laki yang membawa mu kemari. Dia laki-laki yang baik, bahkan dia tidak mau kembali ke tempatnya sebelum kau sadar. Dia bilang ingin memeriksamu lagi saat kau sadar"

"Laki-laki?" bertanya pada dirinya sendiri.

Tao merasakan pusing yang amat sangat di kepalanya saat mencoba untuk berpikir siapa kira-kira pria yang di maksut kedua seniornya itu? Penghuni baru? Seingatnya sejak kemarin dirinya tidak melihat kegiatan apapun atau adanya tanda-tanda ada penghuni baru.

"Silahkan masuk, Taozi sudah sadar"

Suara lembut Yixing menyadarkan Tao dari Dunianya. Kedua nertranya tertuju pada pintu kamar yang terbuka, melihat Yixing yang berjalan masuk di ikuti seorang pria tinggi berambut hitam.

Laki-laki itu sangat tinggi dan bertubuh tegap. Benar apa yang di katakan Luhan jika dia sangat tampan, kulitnya putih, tapi wajahnya terlihat datar dan dingin. Seperti type pria yang sulit untuk di dekati.

Tapi yang lebih penting dari hal itu adalah tatapan matanya yang sangat tajam. Berwarna coklat bening yang indah, tapi juga seperti menyimpan banyak rahasia di dalamnya.

"Dia yang membawamu pulang Zi" kata Luhan. Bangkit berdiri dari tepian ranjang.

Tidak tahu apa yang terjadi pada tubuhnya, terutama kedua matanya yang tak bisa melepas sosok itu dari pandangan. Memperhatikan pria itu berjalan mendekat dengan aura aneh yang menguar dari tubuh tegapnya. Tatapannya pun terasa begitu familiar dan juga menakutkan...

"Aku tidak tahu apa yang membuatmu berada di bawah hujan lebat seperti itu. Andai saja aku tidak menemukan mu pingsan di jalan, mungkin kau sudah berada di Rumah Sakit dengan menderita hypotermia" pria itu berujar dengan suaranya yang berat dan dalam.

Suara yang sangat di takutinya, suara yang sedikit berbeda tapi terdengar sama. Suara...

Netra malam milik Tao membesar begitu tubuhnya mengenali suara yang menakutkan itu. Sama seperti ekspresi wajah pria itu yang kini tertuju lurus pada kedua matanya. Kilatan aneh itu tampak disana, di kedua matanya yang tajam. Dan pria itu tersenyum, yang berubah menakutkan di matanya.

"Nama ku Wu Yi Fan, aku tetangga baru mu. Semoga kita bisa menjadi teman Taozi" senyumnya masih bermain dibibirnya yang tebal.

Laki-laki itu sangat tampan, tapi juga sangat menakutkan. Auranya sangat berbahaya, dan juga caranya menatap terkesan buas dengan segala hasrat di dalamnya.

"Gege..."

"Ah Taozi, aku dan Luhan harus kembali ke kampus. Kau tidak apa-apa kan disini sendiri?" Yixing berkata sambil menilik jam tangannya.

Tao tersentak. Menoleh cepat pada pemuda itu, menatapnya panik.

"Tidak gege, jangan pergi" Tao nyaris menangis mengatakannya. Luhan tersenyum, mengusap lembut kepala juniornya itu, lalu memberi kecupan kecil diatas plester penurun demam.

"Tenang lah Zi. Yixing sudah menyiapkan bubur dan obatnya, dan kami akan kembali setelah kelas selesai. Oke?"

Tao menggelengkan kepalanya. "Jangan pergi ge..."

"Biarkan mereka pergi ke kampus, aku yang akan menemani mu disini. Sekaligus untuk memeriksa mu nanti" Yifan menyahut tenang, terkesan datar. Mengalihkan atensi Luhan dan Yixing padanya.

"Tapi apa tidak merepotkan? Kau baru saja pindah kemari, dan--"

"Bukan masalah. Aku sudah selesai berbenah sejak kemarin, dan hari ini aku tidak ada kegiatan"

"Oh, syukurlah kalau begitu. Kami titip Zitao ya, dia tidak rewel saat sakit"

Yifan mengangguk, "Tenang saja, kalian bisa pergi"

Luhan dan Yixing kembali berpamitan pada Tao yang tak berhenti memohon agar kedua seniornya itu tak meninggalkannya. Hatinya sungguh tidak nyaman, ia takut jika harus bersama pria asing bernama Yifan itu. Tapi kedua seniornya harus pergi ke kampus, dan kini meninggalkannya berdua saja bersama Kris di dalam kamar.

Tao mengawasi dengan takut, memperhatikan gerak-gerik Yifan yang tengah melihat-lihat seisi kamar kecilnya. Tapi tiba-tiba pandangan pria itu tertuju padanya. Sangat menusuk dan tajam. Membuat kedua tangannya di balik selimut bergetar karena takut.

"Kau sudah menyadari siapa aku" suaranya yang berat berunah drastis. Menjelma menjadi suara mengerikan yang menghantuinya selama beberapa hari ini.

Tao sudah menangis tanpa suara di berbaringnya. Memancing seringai menakutkan di wajah tampan Yifan.

"Kenapa? Kenapa kau lakukan ini padaku?" bertanya lemah dengan suara bergetar. Tao merasa sangat tidak berdaya, untuk bangkit saja dirinya tidak bisa. Bagaimana caranya agar dapat lari dari lelaki itu?

Yifan tersenyum, naik keatas tempat tidur pemuda Huang yang ketakutan melihatnya.

"Aku akan menjagamu, sayang" ia berbisik, merayap di samping tubuh Tao yang tergolek tak berdaya.

Pemuda manis itu menutup matanya rapat, menggigit bibir bawahnya kuat. Terlalu takut untuk membuka mata, merasakan hembusan nafas dingin yang menerpa lehernya, takut pada rengkuhan lengan berotot milik Yifan yang berada di perutnya.

Lelaki itu memeluknya erat, sangat erat. Membuatnya sulit bernafas, membuatnya semakin tak berdaya.

"Kau sekarang bersama ku Taozi. Dan tidak ada hal yang lebih menyenangkan selain bersama pengantin ku, bukankah begitu?"

Suara itu terus berbisik, menghembuskan nafasnya yang dingin. Tak melakukan apapun terhadap perlakuan Yifan padanya.

Lelaki itu benar-benar menginginkannya.

Yifan bukanlah manusia.

To be continue

Maaf kalau kurang nge feel ya :"""
Saya sudah mencoba secara maksimal :"""

Regards, Skylar
19 - 06 2016

Continue Reading

You'll Also Like

5.8K 653 19
(n.) 𝐀𝐧 𝐚𝐥𝐞𝐫𝐭 𝐟𝐫𝐨𝐦 𝐭𝐡𝐞 𝐚𝐧𝐠𝐞𝐥𝐢𝐜 𝐞𝐧𝐞𝐫𝐠𝐢𝐞𝐬 𝐭𝐡𝐚𝐭 𝐲𝐨𝐮 𝐚𝐫𝐞 𝐬𝐮𝐩𝐩𝐨𝐫𝐭𝐞𝐝 𝐛𝐲 𝐟𝐨𝐫𝐜𝐞𝐬 𝐲𝐨𝐮 𝐜𝐚𝐧𝐧𝐨𝐭...
157K 15.1K 18
Buku dimana Vegas dan Pete menjalani hidup sebagai pasangan. Setelah berbagai masalah yang mereka lalui, kini mereka memulai awal yang baru dengan me...
432K 4.6K 85
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
303K 23K 104
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...