CREATING DESTINY

By Miamoyy

2.5M 60.8K 1.4K

Semua berawal dari perjodohan yang ku anggap konyol untuk dilaksanakan. Jujur, aku tak pernah membayangkan se... More

PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
PART 21
PART 22
PART 23
Epilog
PENGUMUMAN
Noted!
PO Creating Destiny ( 25 maret-10 april )
PO Creating Destiny tinggal 4 hari lagi
PO CREATING DESTINY TINGGAL 3 HARI LAGI
PO CREATING DESTINY AKAN BERAKHIR 2 HARI LAGI
PO CREATING DESTINY TINGGAL 1 HARI LAGI!!!
HARI TERAKHIR PO CREATING DESTINY DISKON 30% !!!
ebook creating destiny
banjir diskon
ONLINE BOOK FAIR!!! Creating Destiny disc 40%
PENGUMUMAN
CREATING DESTINY DISC 50%!!!
serbuuu!!! novel creating destiny hanya 23ribu saja!!!
beli creating destiny versi cetak hanya 23rb, dari 1-12 mei, buruan!!

Creating Destiny

366K 6.1K 72
By Miamoyy

KEIRA POV

Mataku terus menelusuri jalanan ibu kota yang lumayan padat. Sudah hampir setengah jam aku berada di dalam mobil bersama dengan seorang pria yang duduk tepat di sebelahku. Dia adalah kakakku. Satu-satunya kakak lelaki yang kumiliki meskipun kami tidak dilahirkan pada rahim yang sama.

"Dek...Udah deh, jangan ngelamun mulu entar kesurupan loh."

Lamunanku buyar karena komentar asal-asalan dari kak Dinan. Ya, nama lelaki yang sangat dekat dari kecil denganku itu adalah Dinan.

"Apaan sih kak? Siang-siang gini malah ngomong horor."

Ujarku sambil terus memandang ke arah jalan menuju kantor papa.

"Masih mikirin masalah semalam ya? Udahlah...entar aku yang bilang ke papa sama mama, kalau kita nggak bisa memenuhi permintaan mereka."

Aku langsung menoleh ke arah kak Dinan yang sedang berkonsentrasi menyetir. Ucapannya membuat aku kembali memikirkan masalah yang baru saja menimpa kami berdua. Dimana papa dan mama meminta kami untuk melakukan hal yang paling mustahil kami penuhi. Memikirkan hal itu mataku pun tiba-tiba secara tidak sengaja melucuti setiap keindahan yang ada pada raut kak Dinan. Kulihat setiap sudut wajahnya. Wajah yang sudah begitu ku akrabi semenjak dari kecil. Dari segi fisik, mungkin kak Dinan adalah sosok pria yang nyaris sempurna. Tak ada yang bisa memungkiri hal itu. Hidungnya mancung, kulitnya kuning langsat, matanya bulat dan ada sedikit jambang yang menghiasi wajah lonjongnya. Dia sangat tampan. Dan diusianya yang sudah menanjak 28 tahun ini kak Dinan sudah bisa dibilang mapan dan dewasa. Semenjak kecil kami sangat dekat karena kak Dinan sudah aku anggap sebagai kakak kandungku sendiri. Meskipun notabenenya dia hanya anak yang diangkat oleh orang tuaku demi untuk mendapatkan aku. Ya! bisa dibilang kak Dinan itu adalah anak pancingan.

"Hu um...Tentu saja aku kepikiran soal semalam kak. Mustahilkan kita ngelakuin hal itu?!"

Nadaku kembali meninggi karena terbawa emosi. Peristiwa semalam pun kembali terputar jelas diotakku. Saat dimana kedua orang tuaku menginginkan sesuatu yang takkan pernah mungkin kami lakukan seumur hidup kami.

Flashback

Suasana makan malam dirumah kami memang selalu hangat. Papa dan kak Dinan selalu menyempatkan untuk makan malam dirumah meskipun mereka berdua sangat sibuk di kantor. Saat-saat inilah yang aku rindukan ketika aku berada jauh dari mereka bertiga Ya, aku memang baru saja pulang ke Indonesia setelah menyelesaikan studyku di Jerman. Dan saat ini aku sudah bisa menikmati lagi kebersamaan ini. Dan aku tidak mau menukarkannya dengan apapun, karena kebahagiaan sejatiku terletak pada mereka bertiga. Ada papa, mama dan kak Dinan.

"Jadi...kapan kamu akan menikah Kei? Setelah papa menyerahkan Adinata untuk kamu pimpin, papa mau ada yang menjaga kamu full 24jam."

"Iya Kei...mama juga maunya gitu, kami berdua ini sudah tua."

Mama juga ikut ikutan menimpali ku dengan investigasi soal pernikahan.

"Ya ampun pa..ma..aku masih 23 tahun, belum kepikiran untuk menikah. Ronald kan masih ngelanjutin S2 nya di LA. Aku nggak mungkin memaksanya untuk melamarku dalam waktu dekat."

"Ronald? Ronald si anak manja itu? Ahhh..Papa sanksi kamu bisa bertahan hidup bersamanya nanti. Sudahlah...mending kamu nikah sama calon yang papa dan mama sudah siapkan saja. bagaimana?"

"Hah? calon? Maksudnya, papa mau jodohin aku gitu sama seseorang?"

Aku kaget.

"Iya kei...Mama dan papa sudah punya calon buat kamu. Dan kami berharap kamu bisa menerimanya."

Timpal mama yang seakan menghakimi ku secara tiba-tiba.

"Hahaha..papa mama bercanda? Di zaman yang serba modern dan full gadget ini papa mama masih menganut paham perjodohan? Kak, bagaimana ini papa dan mama kita? Kok berubah jadi primitif gini sih?"

Aku menyikut lengan kak Dinan yang duduk di sebelahku. Dia sedang asik menyantap menu favoritnya. yaitu ayam bakar buatan mama. Dari tadi kak Dinan tidak mau ikut campur dalam obrolan kami bertiga. Bahkan dia tak menyumbang satu suarapun pada obrolan konyol ini. Dan aku tahu apa yang menyebabkan mulutnya terbungkam begitu saja. Kak Dinan pasti takut kalau tiba tiba papa dan mama juga menyuruhnya untuk segera menikah.

"Udahlah Kei...iyain aja permintaan papa dan mama. Itung itung buat berbakti sama mereka kan? Kalau emang calonnya baik dan bisa membimbing kamu jadi lebih baik kenapa tidak?"

Sepertinya malam ini kak Dinan memang ingin berada di posisi aman. Makanya dia tidak berniat untuk membelaku sedikitpun. Dia hanya memberikan jawaban jawaban klise dan aman.

"Ohhh... kalau gitu kak Dinan duluan dong yang merit. masa aku harus langkahin kakak aku sendiri?"

Kak Dinan yang sedang meminum air putih terbatuk.

"Iya kamu benar Kei...kalian berdua memang harus segera menikah."

Belum sampai kak Dinan melakukan pembelaan diri, papa malah memotong pembicaraan dan memutuskan secara sepihak masa depan kami berdua. Aku langsung terkekeh mendengar perkataan papa. Sedangkan kak Dinan shock dan melongo dengan tatapan kosong kearahku. Aku tahu, kakakku yang baik hati dan tampan ini tidak punya pacar. Boro boro punya pacar, teman dekat wanitapun dia tidak punya.

"Kei...apa apaan sih! Aku kan yang kena getahnya"

Kak Dinan kelihatan kesal.

"Dinan... kamu memang sudah saatnya menikah. umur kamu sudah 28 tahun, apalagi yang mau kami capai ?"

Aku kembali terkekeh karena berhasil mengalihkan topik ke permasalahan lain. Namun sebenarnya aku merasa sedikit bersalah, karena sudah membuat kak Dinan terjebak. Tapi inikan untuk kebaikannya. Sudah saatnya dia menikah. Kalau perlu papa dan mama harus memaksanya. Karena teman teman ku sering sekali mengejek kalau aku jalan berdua dengannya. Teman temanku malah mencurigai kak Dinan sebagai gay. Karena selama mengenal kak Dinan, mereka tidak pernah melihat kak Dinan jalan atau dekat dengan wanita. Hei! aku kan wanita. Dan aku sering jalan bersamanya. Tapi mungkin itu akan berbeda situasinya kalau kak Dinan jalan dengan wanita lain. Bukan dengan aku yang notabenenya adalah adiknya.

"Iya pa.. tapi aku belum punya calon. hehehe"

Kak Dinan menjawab seadanya dan kelihatan salah tingkah. Kemudian dia melirikku tajam, mungkin dia sangat kesal padaku.

"Ya, bagus kalau kamu memang tidak punya calon. Biar papa dan mama yang memilihkannya untuk kamu. Jadi kalian berdua segera menikah ya. Ini permintaan kami. Orang tua kalian."

Aku hanya manggut-manggut sambil meneruskan makan malam. Selama ini aku memang tidak pernah membantah pemintaan mereka. Namun, untuk kali ini rasanya begitu berat untuk melaksanakannya. Karena aku sudah punya Ronald. Aku begitu mencintainya. Sudah 5 tahun aku berpacaran dengan Ronald. Anak dari rekan bisnis papa. Namun papa dan mama tidak merestui hubungan kami, karena sikap Ronald yang masih kekanak kanakan dan manja.

"Memangnya papa dan mama udah ada calon gitu buat kami berdua?"

Tanyaku yang masih berusaha menganggap santai obrolan serius ini. aku tidak ingin menampakkan penolakanku terhadap mereka. Karena aku tidak ingin melihat mereka kecewa atas apapun sikapku.

"Sayang...kan papa kamu tadi udah bilang, kalian segera menikah. Jadi tidak ada yang harus dipikirkan lagi. Kita bisa segera mengurus persiapan pernikahan inikan ?"

Aku masih tidak bisa mencerna apa maksud dari perkataan mama barusan. Memangnya siapa calon yang akan dinikahkan dengan kak Dinan dan aku? orangnya saja belum kenal, bagaimana bisa mama malah membahas persiapan pernikahan? ahhhh... ini benar benar konyol! Apa harus aku bernasib seperti Siti Nurbaya? terpaksa menikah dengan Datuk Maringgi yang sama sekali tidak dia cintai dan tidak dia kenal sebelumnya?

"Pa..ma.. ini kok bahasannya jadi serius gini sih? Aku nggak mau dijodohin sama orang yang belum aku kenal."

Akhirnya kak Dinan angkat suara dan membela diri. Sepertinya dia juga tidak mau terperangkap dalam ide konyol mama dan papa.

"Dinan...Keira... kalian ini bagaimana sih? jadi dari tadi kalian tidak mengerti arah pembicaraan kami? Ma.. bagaimana ini anak dan calon menantu kita?"

Papa melirik mama yang dari tadi senyam senyum tidak jelas. Air mukaku langsung berubah seketika saat menyadari inti dari pembicaraan ini. Kak Dinan pun tampak sedikit shock seakan juga sudah mengerti maksud dari semua ini.

"Kei.. kamu akan menikah dengan Dinan. Karena kami merasa Dinan lah orang yang paling tepat untuk mendampingi kamu. Semenjak kecil kalian sudah dekat, kami pun sudah sangat mempercayakan kamu dan perusahaan kepada Dinan. Jadi, apa salahnya kalau kami ingin melihat kalian berdua menikah?"

Ucapan mama membuatku kaget. Ternyata benar! Kalau orang yang akan dijodohkan dengan ku adalah kak Dinan. Kakak ku sendiri. Rasanya jantung ku terasa berhenti memompakan darah ke seluruh pembuluh di organ tubuhku. Tak ada hujan tak ada angin, tiba tiba saja orang tua ku ingin menjodohkan ku dengan pria yang sama sekali tidak aku masukkan ke dalam list calon suamiku. Aku tidak pernah menganggap kak Dinan sebagai pria. Aku hanya menganggap nya sebagai kakak kandung yang begitu dewasa dan selalu melindungiku.

"WHAT? kami harus menikah?"

Sangat lumrah dan sangat manusiawi pertanyaan barusan dilontarkan kak Dinan dengan nada yang begitu tinggi kepada papa dan mama. Kami berdua saling bertatapan, seakan tidak percaya kalau para tetua ini ingin sekali menjodohkan kami untuk membina masa depan bersama.

"Pa...Ma..ini nggak mungkin. Aku nggak mungkin menikahi Keira. Dia adikku. Kami tidak mungkin menikah."

Kak Dinan terlihat gugup. Beberapa kali dia mengusap wajahnya. Baru kali ini aku melihatnya sepanik dan sekaget ini. Dan akupun juga ikut ikutan panik saat menyadari kalau rencana konyol ini benar adanya.

"Tidak mungkin kamu bilang? Keira sekarang memang berstatus sebagai adik kamu. Tapi, kalian berdua tidak sedarah. Jadi, apa salahnya papa mengangkat kamu sebagai menantu Di? papa ingin kamu mempunyai hak penuh atas Adinata. Perusahaan yang sudah dirintis oleh keluarga kita dari dulu. Karena papa sangat percaya sama kamu."

"Pa.. aku tahu , aku hanya anak angkat, bahkan kasarnya bisa dibilang aku hanya anak pancingan. Tapi selama 28 tahun kehidupanku, selama 5 tahun aku bekerja diperusahaan papa, tidak pernah terbersip sedikitpun dipikiranku untuk mengambil sesuatu yang menjadi hak Keira. Keira adalah pewaris tunggal Adinata. Bahkan, di masa depan aku berencana untuk membuka bisnis sendiri. Hasil jerih payah ku. Jadi papa tidak perlu repot-repot menjodohkan ku dengan Keira hanya demi untuk memasukkan ku ke dalam pewaris Adinata "

Aku hanya bisa menelan ludah mendengar pertentangan antara papa dan kak Dinan. Sepertinya kak Dinan sedikit salah paham mencerna penjelasan papa.Aku tau papa berniat baik. Tujuannya begitu mulia menikahkan ku dengan kak Dinan. Papa hanya ingin hidup tenang, karena kalau aku menikah dengan kak Dinan, tentunya sudah ada orang kepercayaan papa yang akan menjagaku dan meneruskan tahta perusahaan turun temurun itu. Namun, kak Dinan sepertinya salah tanggap dengan maksud mulia dari papa.

"Dinan... kamu salah paham.. kami tidak bermaksud seperti itu, kami hanya ingin kehidupan yang aman dan tenang di hari tua. Makanya kami ingin kalian menikah."

"Kak..udahlah.. mungkin obrolan serius ini harus kita pending dulu untuk beberapa waktu. Karena kita butuh waktu untuk memikirkan semuanya."

Sebelum kak Dinan menanggapi pernyataan mama, aku segera memotong. menyentuh lengannya yang dibaluti kaus polo berwarna biru.

" iya .. kamu benar Kei... mungkin obrolan ini harus ditunda dulu."

Ujarnya sambil beranjak dari meja makan. Aku tidak bisa berbuat apa apa lagi. Karena disatu sisi, aku tidak ingin mengecewakan orang tuaku. Namun, disisi lain aku juga tidak sanggup untuk menikah dengan kak Dinan. Dia adalah kakak ku. Mana mungkin bisa aku menikah dengan kakak ku sendiri? mungkin inilah yang membuat kak Dinan menyalahkan permintaan papa dan mama. kak Dinan merasa kalau selama ini dia memang orang luar yang tiba tiba saja harus berada dikeluarga berdarah biru ini. Dia hanya anak terbuang yang dititipkan dipanti asuhan tanpa tau siapa orang tuanya. Makanya, untuk membuat posisi kak Dinan tetap kokoh dalam keluarga ini sebagai pewaris Adinata, papa ingin mengangkatnya sebagai menantu dirumah ini, yang otomatis akan menjadi waliku di masa depan kami nanti. Kak Dinan hanya merasa jadi orang luar yang dimanfaatkan. Aku begitu mengerti setiap jalan pikirannya. Karena dia adalah orang terdekatku. dengannya aku berbagi. Maka dari itu, sangat tidak mungkin aku mengubah rasa sayang persaudaraan ini menjadi rasa sayang antara pria dan wanita yang sedang merajut kasih. itu adalah hal paling mustahil untuk aku lakukan.

"Tuuh..Kaann..Ngelamun lagi. Udah ah. ayo turun udah nyampe kantor nih."

Lagi lagi suara kak Dinan membuyarkan lamunan ku tentang kejadian semalam. Satu yang aku salut darinya, obrolan semalam sama sekali tidak merubah sikapnya padaku. Dia tetap hangat dan penyayang seperti biasanya. Akupun tersenyum tipis dan segera turun dari CRV putih miliknya.

Aku berjalan berdampingan bersama kak Dinan yang kelihatan cool dengan kemeja blue aqua nya. kakakku ini benar benar kelihatan maskulin disetiap kesempatan. Terlihat sekali ketika orang-orang yang berada di lobby, khususnya para wanita menatapnya terpaku. sebenarnya, apa sih yang ada dalam pikiran kak Dinan? bagaimana bisa dia bertahan untuk tidak dekat dengan wanita sedangkan disini penuh dengan wanita-wanita cantik yang haus akan pria tampan dan mapan sepertinya ini? aku rasa kak Dinan hanya cukup melayangkan jari telunjuknya saja untuk memilih salah satu dari mereka. Maka mereka akan datang pada kak Dinan dan lengket begitu saja bagai permen karet.

***

DINAN POV

Sebelum masuk ke ruangan papa, aku melihat sekilas ke arah Keira. Rautnya begitu datar. Dia sama sekali tak antusias ketika semalam papa menyuruhnya untuk datang ke kantor. Karena, diusia Keira yang sudah 23 tahun dia masih punya perjalanan yang cukup jauh untuk menuju ke tahap kedewasaan diri. Aku tau, Keira sama sekali tidak menyukai kantor ini. Keira tidak suka jurusan ekonomi, dia hanya terpaksa menjalankan permintaan papa dan mama untuk kuliah manajemen bisnis di Jerman tanpa mau melawannya sedikitpun. Impian mulianya untuk menjadi seorang dokter terkubur begitu saja karena status nya sebagai calon pewaris tunggal Adinata.

"Dinan...Keira..."

Sambut papa sambil bangkit dari singasananya. Kami berdua pun duduk di sofa besar yang terletak di tengah-tengah ruangan kerja. Entah apa maksud papa memanggil kami berdua ke sini.

"Bagaimana Kei? Kantor ini banyak berubahkan?"

"Hmm...Lumayan pa."

Jawab keira datar. Selama kuliah di Jerman, Keira memang jarang sekali pulang ke Indonesia. Makanya papa melontarkan pertanyaan seperti itu kepadanya.

"Lalu...bagaimana dengan pembicaraan kita semalam? Bisa kita tentukan tanggalnya segera?"

Papa melirik kami bergantian. Aku menghela nafas panjang. Pertanyaan itu lagi.

"Kalo aku sih no pa."

Aku menyipitkan mata sambil melirik ke arah Keira yang duduk di sampingku. Jawabannya singkat dan santai. Namun suskes merubah air muka papa. Lalu, bagaimana denganku?

"Kalau kamu Di?"

Nah! Benar sajakan papa langsung melontarkan pertanyaan yang sama kepadaku.

"Maaf pa..."

Aku tertunduk.

"Kami memang nggak bisa menikah pa. Kami udah jadi saudara dari kecil. Bahkan, sebelum aku mengerti apapun, kak Dinan udah jadi kakak aku. Lalu, bagaimana bisa kami merubah hubungan persaudaraan itu menjadi hubungan yang lain?"

Keira angkat bicara lagi. Papa menyandarkan punggungnya ke sofa. Menghela nafas panjang tanda tak menerima pertanyaan dari putri semata wayangnya. Mungkinkah kami bedua menikah dan menjadi sepasang suami istri? Rasanya mustahil.

***

Kuperhatikan Keira yang sedang terhanyut dalam diamnya. Tangan kirinya menopang dagu. Makanan yang sudah dipesan setengah jam yang lalu belum juga dia sentuh. Sesekali rambut ikal sebahunya bergerak gerak kecil dihembus angin yang masuk kedalam cafe favorit kami. Kami berdua sering menghabiskan waktu untuk sekedar mengobrol disini sebelum Keira kuliah keluar negri. Ada banyak hal yang berubah dari Keira setelah 4 tahun berpisah. Anak kecil ini wajahnya sudah kelihatan dewasa. Dia makin cantik dan tidak mau lagi aku acak rambutnya.

"Gimana kalau papa dan mama tetap memaksa kita untuk menikah kak?"

Aku tersentak dengan pertanyaan Keira. Kutatap matanya yang terlihat kosong.

"Kenapa kamu bertanya seperti itu? Apa kamu berubah pikiran dan mau menikah dengan ku?"

Disaat saat galaunya Keira, aku masih saja mencandai nya dengan pertanyaan konyol. Keira mengerenyitkan keningnya dan menaikkan sebelah alisnya.

"WHAT? nikah sama kak Dinan? ogah deh! Aku nggak mau. Dari kecil itu aku udah sama kakak. Dan aku tau gimana bibit bobot bebetnya kakak. Jadi, aku nggak mungkin menikahi pria yang sama sekali tidak masuk kedalam list calon suamiku."

Keira berdercak santai sambil menyunggingkan senyumnya.

"Waahhh..parah juga ya kriteria calon suami kamu. Aku aja yang udah nyaris sempurna seperti ini tidak masuk kedalam list kamu."

"Ishh...Pede banget sih jadi cowok?! Memangnya kakak mau gitu nikah sama aku?"

"Ck! Ya nggaklah..kamu itu adik aku Kei. Kita tidak mungkin menikah."

Aku meyakinkan Keira supaya dia kelihatan lebih tenang menghadapi papa dan mama dirumah nanti.

"Makanya.. kakak capetan cari calon istri. Biar kita nggak diteror lagi sama mama dan papa."

"Iyaaa... aku bakalan cepet cepet nyari calon. Makanya bantuin dong."

"Aku yang bantuin? ada.. ada... gimana kalau sama Dara ??"

Keira kelihatan bersemangat menyodorkan Dara untuk menjadi pendampingku. Aku menggelengkan kepalaku dengan cepat ketika nama Dara keluar dari mulut Keira. Sangat tidak mungkin aku menikahi Dara yang sifatnya sebelas dua belas dengan Keira. 2 tikus kecil yang selalu menguntit ku kemana mana. 2 tikus kecil yang sering minta ditraktir makan. Dara adalah teman terdekat Keira semenjak duduk di bangku sekolah menengah. Dia sering main kerumah dan kami bertiga pun juga sering jalan bersama.

"Kembaran kamu itu? ohhh..No..No..No..aku tidak mungkin menikahi tikus kecil itu."

"Yeee..Dara yang dulu sama Dara yang sekarang udah beda banget kak. Udah hampir 5 tahunkan nggak ketemu Dara? dia sudah menyelesaikan study kedokterannya di Australia. dan rencananya dia mau melanjutkan profesi di Indonesia. Kan kalo lulusan dari luar negri kalau mau kerja disini harus KOAS lagi biar dapet lisensi. Sekalian dia juga nanti ngambil spesialis jiwa juga disini.

Aku hanya bisa manggut-manggut mendengar penjelasan dari Keira mengenai Dara. Sudah bertahun tahun aku tak pernah bertemu dengan sahabat karib Keira itu.

"Ahhh... ntar aja deh diomongin..aku bingung..soalnya belum ada calon. Kalau soal Dara, statusnya sama kayak kamu. udah aku masukin ke dalam blacklist."

Akupun segera menutup topik ini sambil menyantap beef steak yang sudah mulai dingin. Aku tidak mau Keira mendesak ku lagi. Kulihat Keira sepertinya juga mengerti dengan mood ku yang kurang baik hari ini. Diapun mulai memakan makanannya tanpa mengubris jawaban dari ku barusan.

***

Aku berlari secepat mungkin masuk ke dalam lobby rumah sakit setelah mendapat telfon dari Keira sebelum magrib tadi kalau papa masuk rumah sakit karena serangan jantung. Aku langsung meninggalkan kantor dan menuju rumah sakit Harapan. Keira menangis terisak isak ketika menelfon ku. Dia mengatakan kalau papa dilarikan ke UGD dan harus segera dioperasi. Sebenarnya apa yang terjadi? Setahuku papa tidak pernah punya riwayat penyakit jantung. Lalu kenapa papa tiba-tiba saja terkena serangan jantung dan harus segera dioperasi? Dan benar saja, kulihat Keira dan mama berdiri didepan UGD. Akupun langsung mendekati mereka dengan nafas yang masih terengah-engah karena berlari.

"Ma.. papa kenapa? kok bisa masuk ke UGD?"

"Dinan.. papa kamu nak.. papa kamu anfal. Dia harus segera dioperasi..."

Spontan mama memelukku. tangisnya meledak dipelukanku. aku tau bagaimana khawatirnya mama saat ini. kulirik Keira menyandarkan punggungnya ke dinding koridor rumah sakit. Dia menjauh dari kami berdua, seperti ada sesuatu yang disesalinya.

"Ma... tenang ma... semuanya akan baik baik saja."

"Mama takut kehilangan papa Di. papa kamu tiba tiba saja anfal dan jatuh pingsan"

"Hmmm...dengan keluarga pak Rusdi? maaf sekali, kami harus segera melakukan operasi bypass jantung. Kalau tidak semuanya akan berakibat fatal."

Ketika aku sedang meminta penjelasan dari mama apa sebenarnya penyebab papa anfal, tiba tiba seorang dokter keluar dari ruangan UGD dan menemui kami. Keira yang tadinya bersandar di dinding koridor rumah sakit, langsung mendekati kami.

"Iyaa dok benar.. bagaimana keadaan papa saya saat ini?"

Tanyaku dengan nada khawatir.

"Ayah anda sudah sadar. Namun operasi harus segera dilakukan."

"Baik dok..lakukan yang terbaik untuk papa saya."

"Mmm.. dok, apa boleh saya menemui papa sebelum operasi?"

Keira tiba tiba saja meminta untuk bertemu dengan papa sebelum operasi dilakukan .

"Hmmm.. silahkan. Mungkin dengan bertemu kalian pak Rusdi bisa tenang menjalani operasinya. Tapi, jangan lebih dari 15 menit ya. Kami akan segera menyiapkan ruang operasi, mari ibu Leni. Ibu harus menandatangani dulu surat persetujuan operasinya."

Tanpa menghiraukan aku dan mama, Keira langsung masuk ke ruangan UGD. Aku pun mengikuti Keira dari belakang. Keira berlari ke arah papa yang sedang terbaring. Dia langsung memeluk papa.Tangisnya meledak. Aku hanya bisa menelan ludah dan begitu sedih melihat papa yang biasanya sangat sehat dan gagah harus terbaring lemah seperti ini dirumah sakit. Wajahnya sangat pucat dan bibirnya sedikit membiru.

"Pa.. maafin aku pa..hiks.. aku salah.."

Aku mendengar permintaan maaf yang penuh penyesalan dari Keira. Apa yang sebenarnya terjadi dirumah tadi? Kenapa Keira malah minta maaf kepada papa. Apa Keira yang menyebabkan papa tiba-tiba anfal seperti ini?

"Dinan... mana... Kei..."

Dengan terbata bata papa memanggil namaku. Akupun kemudian berjalan mendekati papa dan berdiri disamping Keira. Keira menoleh kepadaku dengan penuh air mata. Tidak ada lagi wajah ceria seperti biasanya.

"Iya pa... ini aku.. papa bertahan ya..papa harus sehat."

Aku menggengam tangan papa begitu erat.

"Di.. kalau seandainya papa pergi, Papa titip mama dan Keira ya. Kamu harus jaga mereka berdua. Papa mohon.."

Ujar papa lirih. Hatiku terasa teriris mendengar permintaan papa. Aku tidak mau kehilangan papa. Aku begitu menyayangi beliau, karena beliau sudah aku anggap sebagai ayah kandungku sendiri.

"Papa ngomong apa sih? papa harus sembuh. Operasinya akan berjalan dengan baik kok."

"Inikan berbicara seandainya Di.. kamu janji ya?"

Wajah papa kelihatan semakin pucat. Akupun mengiyakan permintaan papa tanpa mau mempersulit papa lagi dengan jawaban jawaban yang keluar dari mulutku. Aku hanya ingin papa segera sembuh.

***

"Kita.. menikah saja kak. Ini demi papa."

Ucap Keira dingin kepadaku. Tiba tiba saja Keira mengajakku untuk segera menikah. Saat ini, kami berdua sedang menunggui jalannya operasi yang sudah dimulai 10 menit yang lalu. Kami duduk dikursi tunggu dengan wajah yang begitu khawatir. Sedangkan mama pergi ke musholla untuk menunaikan sholat isya dan berdoa untuk kesembuhan papa.

"Apa? Kita menikah?"

Nadaku sedikit meninggi menanggapi permintaan dari Keira. Dengan mata yang begitu sendu, Keira menatapku. Dia seakan memohon kalau aku dan dia memang harus menikah.

"Ini demi papa kak...aku nggak mau kehilangan papa. Aku menyesal karena sudah melawan papa dirumah tadi. Menunjukkan penolakan ku yang baru aku lakukan kali ini kepadanya."

Air mata Keira kembali mengalir. Aku pun merangkul nya kemudian mendekapnya hangat. Supaya dia lebih tenang dan tidak menangis lagi.

"Kak... kenapa diam? Ayo kita menikah."

Dalam dekapanku Keira masih saja memohon padaku untuk menikahinya. Aku tidak tau harus bagaimana menanggapi permintaan dari Keira. mana mungkin aku menikahi adikku sendiri? ini adalah hal mustahil yang tidak pernah terpikirkan selama 28 tahun kehidupanku. Aku masih saja terdiam dengan terus mendekap Keira.

"Dinan...Keira..."

Tiba tiba mama datang dengan wajah sendu. Hatiku teriris melihat dua wanita yang paling aku sayangi di dunia ini tampak begitu sedih dan khawatir. Aku harus melindungi mereka berdua, aku tidak mau terjadi apa apa kepada mereka apalagi sampai menyakiti mereka.

"Iya ma... mama udah selesei sholat?"

Tanyaku dengan lembut sambil berusaha melepaskan dekapanku kepada Keira. Keira pun segera menghapus air matanya kemudian berdiri mendekati mama.

"Udah nak.. ada hal yang mau mama bicarakan ke kalian."

Ujar mama sambil melirik ku dan Keira dengan tatapan yang semakin sendu.

Keira pun membimbing mama untuk duduk diantara kami berdua. Kemudian kamipun mengenggam tangan mama supaya mama kelihatan lebih tenang.

"Mama mau ngomong apa?'"

Tanya Keira penasaran dengan suara serak.

"Kalian menikahlah. Mama mohon. Karena ini satu satunya jalan yang membuat papa kalian tenang."

Aku dan Keira pun saling bertatapan. Tak pernah kulihat mata Keira yang penuh penyesalan seperti ini sebelumnya. Ya Tuhan... apa yang harus aku lakukan untuk kebahagiaan keluarga ini? Apa harus aku menikahi adikku ini?

"Ma.. aku mau menikah sama kak Dinan...aku mau ma.. Aku nggak mau ngeliat papa kayak tadi lagi. Aku sangat menyesal karena sudah melawan papa...hiks."

Keira terisak. Aku masih membisu.

"Dinan..bagaimana dengan kamu? apa kamu bersedia?"

Mama menatapku. Menarik kedua tangannya dari genggamanku dan Keira. Dia meraih pipiku.

"Nak.. mama mohon..."

Ujar mama lirih. Air mata mama mulai Mengalir dipelupuk matanya. Aku tidak sanggup melihat mama memohon kepadaku seperti ini.

"Tapi ma.. aku.."

"Kak! Udahlah..aku mohon.. kita harus segera menikah. Ini semua demi papa. Aku nggak mau menyesal kak. kakak lihat sendirikan papa yang selama ini kita anggap gagah, kuat dan sehat, ternyata punya penyakit jantung yang dia simpan sendiri. Kita nggak pernah tau hal apalagi yang disimpan papa tanpa sepengetahuan kita. Menikahlah dengan ku kak."

Keira membentakku. Mungkin dia merasa kesal karena sikapku yang tidak bisa memutuskan masalah ini dari tadi. Dengan perasaan campur aduk akupun mengangguk kecil, aku bersedia menikahi Keira demi kebahagiaan keluarga ini.

"Baik Kei..aku akan menikahi kamu."

Mama dan Keira tersenyum padaku. Mereka berdua menitikkan air mata untuk kesekian kalinya. Mama pun kemudian menggapai tanganku dan Keira. Mama menyatukan tangan kami berdua.

"Dinan..Keira.. makasi ya..kalian sudah mau memenuhi permintaan kami. Semoga kalian bahagia dengan pernikahan ini. Karena inilah yang terbaik untuk kalian berdua."

Aku dan Keira hanya bisa saling bertatapan untuk yang kesekian kalinya. Tak ada sesuatu yang berbeda yang kami rasakan saat ini, ini semua hanya untuk kebahagiaan papa dan mama. Lalu bagaimana dengan kehidupan pernikahan kami yang dilandasi keterpaksaan dan tanpa cinta ini? sampai kapan kami akan terperangkap dalam kehidupan yang sama sekali tidak kami harapkan?

***

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

1.4K 324 33
Masalah harus diselesaikan, bukan ditumpuk selayaknya buku. Berawal dari satu masalah yang merembes menjadi banyak masalah lainnya. Semakin menumpuk...
5.8M 310K 73
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
7.2M 885K 46
Davina Grizelle yang sering dipanggil Vina merupakan seorang dosen muda di sebuah universitas swasta. Dia mengajar mata kuliah Pengantar Akuntansi da...
215K 8.9K 80
"Saat diposisi landing, tak banyak hal yang bisa aku lakukan. aku hanya mengintip dibalik jendela menghitung seberapa besar kesempatan yang kupunya u...