PART 10

83.7K 2.5K 41
                                    

KEIRA POV

Tak seperti belakangan yang terjadi, tubuh yang sedang ku sentuh tangannya saat membersihkan darah yang berlumuran ditangannya ini tak lagi kikuk dan menegang. Dia terlihat kaku dengan pandangan kosong kedepan kaca wastafle kamar mandi. Ya, Akhirnya aku bisa menghalanginya untuk pergi dari rumah ini. Karena aku begitu tahu kelemahannya. Kelemahannya ada pada diriku. Namun, setelah kejadian ini, apa dia masih tetap sama? Masih tetap lemah kalau mendengar isakan dan rengekan dari ku? Kutatap wajah dingin yang sempat menghangat beberapa waktu ini dari balik kaca wastafle. Baru aku sadari kalau kami berdua memang sedikit mirip sebagai saudara yang masih ada hubungan keluarga satu sama lain. Mata bulat dan hidung mancung yang kami miliki cukup memberi bukti akan kenyataan itu. Wajah lonjong dan kulit terang yang kami miliki juga menggambarkan kalau kami memang masih berada pada satu silsilah keluarga. Bahkan, saat benakku mencoba untuk mengingat senyum pria yang sedang di geluti amarah ini, hatiku terasa teriris. Karena senyum yang kami miliki memang sangat mirip. Senyum simpul yang selalu merekah. Cuma bedanya aku mempunyai rambut yang terlahir ikal dari kecil. Sedangkan dia punya rambut yang hitam dan lurus. Hanya itu, ya. Hanya itu yang membedakan kami. Tak sedikitpun ringisan yang kudengar dari mulutnya saat aku mengobati luka-luka yang ada ditangannya. Mungkin karena luka ini tak akan pernah sebanding dengan luka yang sudah ditorehkan keluarga ku kepadanya.

" Bisa aku pastikan kalau kalau takkan ada Dinan lagi di rumah ini."

Kudengar suara dinginnya tiba-tiba menghantam telingaku. Dia tak lagi menyebut nama ku diakhir perkataannya. Apa dia benar- benar sudah tak bisa lagi berkata lembut dan hangat seperti biasanya kepadaku? Ada setitik kesedihan yang tiba-tiba menyiksa bathin ku saat mendengar kata-katanya. Namun aku harus tenang, aku tak boleh cengeng. Aku harus berjuang untuk meraih kehangatannya lagi.

" Maksud kamu?"

Tanyaku polos seakan tak mengerti apa maksud dari pembicaraannya.

" Aku tak berhak disini. Terlalu banyak kenyataan pahit yang kuterima. Mungkin, meninggalkan rumah ini adalah solusi terbaik."

Kak Dinan menarik tangannya yang sudah diperban dari genggaman ku. Aku berusaha mengenggamnya kembali, namun dia malah menjauh dari ku.

"Nggak! Aku takkan membiarkan mu pergi!"

Ya, Aku memang takkan pernah melepasnya. Karena aku takkan pernah sanggup jauh dari orang ini. Orang yang sudah aku amini untuk bisa membuat hidupku bahagia selamanya.

" Apa? Tidak bisa kamu bilang? Dengan sangat mudah aku bisa pergi"

" Lalu.. Lalu bagaimana dengan ku kak? hiks..."

Air mataku kembali mengalir dipipiku. Ketegaran ku roboh begitu saja saat dia memperdengarkan nada ketidakpedulian kepada ku.

" Kamu? Memangnya kamu punya arti apa untukku? Kamu hanya cucu dari seorang pembunuh. Dan kamu juga anak dari 2 orang pembohong yang selama ini aku anggap sebagai malaikat!"

Lagi-lagi kak Dinan melontarkan perkataan yang membuat hatiku teriris. Bisa-bisanya dia mengatakan hal seperti itu didepan ku. Namun, aku tak bisa membantah nya, karena itu adalah kenyataan yang memang harus ku terima. Kakekku adalah seorang pembunuh. Dan orang tuaku adalah 2 orang pembohong besar.

" Ada hal yang tidak kamu sadari kak... aku ini istri mu! Jadi, kamu tidak bisa meninggalkan aku begitu saja."

" Kalau begitu, Aku akan segera mengurus perceaian kita! Karena aku memang sungguh tidak bisa hidup disini. Aku ingin mencari kebahagiaan ku sendiri. Aku ingin menghadap kedua orang tuaku yang sudah terbujur kaku diliang lahat "

Hatiku terasa hancur berkeping keping ketika kak Dinan menyebutkan kata 'perceraian'. Kenapa dia bisa berpikir sejauh itu? Kenapa dia bisa tega berniat menceraikan ku disaat aku sudah ingin menjatuhkan hatiku padanya?

CREATING DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang