Who Am I?

By MaharaniTasya

16.6M 1.1M 95.9K

☑SUDAH TERBIT☑ [Highest rank: #1 on teenfiction] Davino Argya. Siswa yang terkenal di sekolahnya karna di cap... More

Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat
Dua Puluh Lima
Dua Puluh Enam
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan
Dua Puluh Sembilan
Tiga Puluh
Tiga Puluh Satu
Tiga Puluh Dua
Tiga Puluh Tiga
Tiga Puluh Empat
Tiga Puluh Lima
Tiga Puluh Enam
Tiga Puluh Tujuh
Tiga Puluh Delapan
Tiga Puluh Sembilan
Empat Puluh
Empat Puluh Satu
Empat Puluh Dua
Empat Puluh Tiga
Empat Puluh Empat
Empat Puluh Lima
Empat Puluh Enam
Empat Puluh Tujuh
Empat Puluh Delapan
Empat Puluh Sembilan
Lima Puluh
Lima Puluh Satu
Lima Puluh Dua
Lima Puluh Tiga
Lima Puluh Empat
Lima Puluh Lima
Lima Puluh Enam
Lima Puluh Tujuh
Lima Puluh Delapan
Lima Puluh Sembilan
Enam Puluh
Enam Puluh Satu
Enam Puluh Dua
Enam Puluh Tiga
Enam Puluh Empat
Enam Puluh Lima
Enam Puluh Enam
Enam Puluh Tujuh
Enam Puluh Delapan
Enam Puluh Sembilan (ending)
PILIH COVER
Question&Answer
GIVE AWAY?!
•Pre-Order•
Sedikit Penjelasan

Delapan Belas

245K 18.1K 365
By MaharaniTasya

"Bikin cewek bahagia dan selanjutnya bikin cewek itu nyesel karna berurusan sama dia."

Audrey menggangguk-anggukan kepalanya. "Jadi ini kaya pembalasan dendam dia sama cewek?"

"Menurut gue sih gitu,"

"Terus Cecil itu kemana?"

"Ilang. Gatau kemana, dia sempet nyatain perasaannya ke gue. Dia nembak gue. Gue ngga suka itu, maksud gue cewek nembak cowok itu.. Enggatau lah, pokoknya menurut gue yang kayak gitu sama aja kaya ngerendahin harga dirinya sendiri. Gue lebih suka mengejar daripada di kejar."

"Maksud lo, lo nolak dia?"

"Untuk berbagai alasan, ya gue nolak dia. Dan darisitu dia ilang,"

Audrey menggeleng tak percaya. "Cewek nembak cowok itu perlu keberanian besar Dav, dan lo nolak dia. Itu jahat, sumpah."

Davino menghela nafasnya. Ia sudah menduga bahwa Audrey akan seperti ini.

"Drey, lo ngga ngerti—"

"Gue juga cewek. Rasanya pasti sakit ditolak gitu, maksud gue.. Ya, coba aja lo nembak cewek yang bener-bener lo suka tapi lo ditolak? Sakit lah Dav."

"Drey—"

"Gue kira lo bakal ngehargain perasaan orang—"

"Gue punya alesan!"

Mulut Audrey terkatup rapat saat mendengar Davino yang seperti membentaknya.

"Pertama, Tirta suka sama dia. Biar gimanapun Tirta itu pernah jadi sahabat gue, gue ngga mungkin se-pengkhianat itu buat nerima Cecil. Kedua, gue ngga ada perasaan sama sekali ke Cecil. Apa cinta harus dipaksa?"

Dada Davino naik turun, nafasnya tak beraturan karna kembali mengingat soal Tirta dan Cecil.

Davino menggeleng cepat. Ini terlalu jauh. Terlalu berlebihan. Seharusnya dia bisa menahan emosinya, sekarang ia melihat Audrey yang tertunduk karna baru saja mendapat bentakan darinya.

"Maaf, gue ngga tau kalo urusan lo sama Tirta serumit ini."

Davino mengusap wajahnya dengan kasar.
"Maaf juga gue ngga bisa ngendaliin emosi gue sendiri."

Audrey menegakan kepalanya, menatap Davino.

"Gue ngerasa lega udah bisa cerita masalah ini ke lo,"

"Lo bisa cerita apapun sama gue Dav, tapi maaf, gue suka kebawa emosi juga kalo denger cerita orang."

Audrey terkekeh dan Davino juga ikut terkekeh. Secepat itu. Secepat itu mereka kembali seperti semula, melupakan waktu 2 minggu yang mereka isi dengan saling berjauhan.

"Ada satu lagi yang mau gue ceritain Drey," Ucap Davino serius.

"Apa?"

Davino menundukan kepalanya. Ia belum yakin. Berbagai asumsi memenuhi kepalanya. Semua itu selalu berputar-putar dalam otaknya.

Gimana kalo Audrey malah ngejauh setelah gue ceritain ini?

Gimana kalo Audrey malah ngerasa malu buat kenal sama gue setelah gue ceritain semuanya?

"Dav..?"

Davino menghela nafasnya. Ia sudah bertekad untuk menceritakan semuanya.

"Gue anak haram Drey."

Bagai tersambar petir di sore hari, mata Audrey nyaris melompat keluar mendengar ucapan Davino.

"Dav, lo—"

"Gue ngga bercanda. Gue emang anak haram. Anak yang dihasilin dari hubungan diluar nikah."

Davino merasakan wajahnya memanas. Audrey adalah orang pertama yang ia ceritakan soal ini. Bahkan Randy, Ferdi dan Angga serta Tirta tidak pernah tau soal ini.

"Gue ngga akan tau semua itu kalo aja Grandma dari Mama gue ngomong ini. Pas gue kelas 4 SD, gue ke Bali, biasa silaturahmi. Gue emang selalu ngerasa dibedain setiap gue kesana. Maksud gue, sikap Grandma itu pilih kasih banget. Pernah waktu itu gue lagi main kejar-kejaran sama sepupu perempuan gue, namanya Rebecca. Dan ngga sengaja ngebuat guci kesayangan Grandma pecah, sebenernya yang pecahin itu Becca, sepupu perempuan gue.."

Davino tertawa hambar. "Tapi waktu itu gue mau jadi sok pahlawan, gue bilang gue yang pecahin. Suara pecahan guci cukup keras sampe semuanya yang ada dirumah itu nyamperin gue. Dan Grandma yang marah karna itu guci peninggalan Grandpa gue pun, ngungkap semua rahasia besar itu. Rahasia yang terjaga rapih selama 9 tahun."

"Gue masih inget banget omongan Grandma yang bikin hati gue panas. Dasar anak ngga tau diri! Kamu lahir di dunia ini aja udah salah! Dasar anak haram! Bisanya cuma nyusahin orang!"

Davino tertawa hambar dengan tatapan kosong. Dan satu tetes air mata berhasil lolos dari mata merahnya.

Davino menunduk memijat pangkal hidungnya dan setelah itu air matanya tak mau berhenti. Ia merutuki dirinya sendiri yang terlihat sangat lemah dihadapan perempuan.

Dan Audrey hanya bisa menatap Davino dengan tatapan iba. Siapapun yang mendengar itu pasti tak akan menyangka bahwa Davino yang terlihat memiliki kehidupan sempurna ternyata mempunyai masalah serumit ini.

"Dari situ gue nutup diri dari keluarga gue. Semua keluarga gue. Termasuk Mama sama Papa. Bahkan selama 8 tahun ini gue ngga pernah pergi bareng sama mereka, mereka yang terlalu sibuk sama pekerjaan juga ngebantu tekad gue buat jauh dari semua keluarga gue.."

"..tapi kemarin waktu gue ke Bali, Grandma kelihatan beda. Dia ngga sesinis dulu, dia... baik. Semua yang dia kasih ke gue kelihatan tulus. Pelukannya, senyumnya, semuanya."

Audrey melihat Davino tersenyum lalu menghapus air mata yang membasahi wajahnya dengan kasar.

"Dan disaat gue ngerasa masalah terberat dalam hidup gue berangsur selesai, ada masalah baru muncul. Elo. Lo kemakan omongan Tirta, dan hampir jadi korban Tirta."

Audrey menggeleng cepat lalu menunduk mencoba mengontrol dirinyad. Audrey menangis. Bagaimanapun Audrey hanya perempuan yang memiliki hati lembut dan bisa dibilang cengeng.

"Maafin gue, Dav.. Gue.. Minta maaf."

"Gapapa. Yang penting sekarang lo ngga di apa-apain sama Tirta. Yang penting ketakutan gue ngga kejadian,"

"Em, lo ngga malu kenal sama anak haram kaya gue Drey?" Lanjutnya membuat Audrey mengangkat kepalanya seperti semula dan memukul bahu Davino dengan tinjuannya yang keras, tapi terasa pelan di bahu Davino.

"Davino!!!" Audrey merengek membuat Davino tertawa dengan wajah sembabnya.

"Drey, gue nanya. Lo ngga malu kenal dan temenan sama anak haram kayak gue?"

"DAVINO! GUE GIGIT NIH YA?!" Audrey meraih pergelangan tangan Davino lalu menggigitnya dengan keras.

"Aw, aduh! Drey, Sakit!"

Audrey melepaskan gigitannya  dan mengerucutkan bibir.

"Jangan nanya gitu lagi makanya!"

Davino terkekeh masih dengan mata yang merah dan berair karna habis menangis. Audrey menatap mata itu lekat-lekat dan baru menyadari bahwa,

Davino Argya yang terkesan tidak peduli dengan sekeliling adalah sosok yang rapuh.

**

"Lo udah di Bandara?" Davino memindahkan posisi ponsel dari telingan kiri ke telinga kanannya.

"Udah Dav, lo jemput gue sama Cavan kan?" Terdengar suara Devan disebrang sana.

"Gue masih di sekolah, jam pulang masih 1 jam lagi, apa gue cabut aja?"

"Yaaa, gimana ya. Kan udah UKK juga, udah cabut aja."

Davino terkekeh mendengar hasutan setan, dan setan itu adalah Devan.

"Yaudah iya gue jemput, tunggu situ jangan kemana-mana."

"Siap. Cepet ya, jangan biarin gue sama Cavan jadi gembel Bandara."

"Shut up!"

Davino terkekeh lagi, lalu mematikan sambungan telfonnya dengan Devan.

"Siapa?" Audrey yang sedang duduk disampingnya bertanya.

Davino melihat pemandangan jalanan macet disiang hari melalui rooftop dengan 4 orang temannya. Sebenarnya, 3 orang teman dan 1 orang spesial.

"Gue mau jemput si kembar. Mereka udah di Bandara, lo mau ikut Drey?"

"Cabut? Kita baru aja selesai UKK kemarin,"

Davino tersenyum nakal. "Gue udah lama ngga cabut, jadi kangen. Ayo lah,"

Davino melempar rokoknya ke lantai rooftop lalu menginjaknya hingga mati dan beralih menarik tangan Audrey untuk turun.

"Guys, gue cabut ya sama Audrey."

"Mau cabut kemana lo?" Ferdi menghisap rokoknya yang tinggal setengah batang.

"Jemput sepupu gue di Bandara."

Setelah itu Davino mengantar Audrey ke kelasnya untuk mengambil tas sebelum akhirnya ia mengambil tasnya sendiri lalu bergegas ke parkiran untuk mengendarai mobil menjemput si kembar.

Continue Reading

You'll Also Like

6.3M 268K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
1M 96.7K 53
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
2.4M 127K 61
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
6.6M 217K 75
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...