Spiral [1st book 2nd Life Ser...

By whiteghostwriter

44.7K 3.4K 411

Bunuh diri adalah satu-satunya pilihan yang diambil Pramitha Agni, wanita 33 tahun yang berprofesi sebagai do... More

Sinopsis
Prolog
Dua - Putaran Spiral
Tiga - Kompromi
Empat - Kesempatan Kedua
Lima - RPG (Role Playing Game)
Empat Belas - Paradox
Enam - Sangkalan
Tujuh - Marionette
Delapan - Pandora Box
on GooglePLAY
SUDAH HADIR DI GOOGLEPLAY

Satu - Antara Surga dan Neraka

3.5K 347 28
By whiteghostwriter

Secara perlahan kesadaranku pun kembali, samar-samar kedua indra pendengarku menangkap sebuah suara, tidak begitu jelas isi pesan dalam suara itu namun suara yang terdengar asing itu berasal dari seorang wanita.

Tak berselang lama, indra penglihatanku pun mulai berfungsi. Kelopak mataku pun bergerak seperti membuka tirai di pagi hari, cahaya terang menyeruak masuk ke dalam pupilku. Mataku yang masih belum beradaptasi dengan sempurna hanya bisa menangkap bayangan putih karena cahaya yang berasal dari lampu itu terasa sangat menyilaukan.

Kupejamkan mataku agar ukuran pupil mulai menyesuaikan banyaknya intensitas cahaya dalam ruangan. Kelopak mataku pun kembali terbuka. Akhirnya, mataku pun berfungsi dengan normal.

Indra penglihatanku pun mulai menyorot, seperti menyalakan kamera, benda itu pun mulai merekam bayangan seluruh ruangan kemudian memvisualisasikan bayangan itu ke dalam otakku.

Apakah ini surga?

Tidak!

Tentu saja ini bukan surga karena aku adalah seorang pendosa. Dan, tempat yang tepat untuk seorang manusia yang melakukan dosa besar seperti bunuh diri adalah NERAKA.

Tapi... tempat ini terlalu indah dan nyaman untuk disebut sebagai neraka. Aku tersenyum sinis ketika berpikir jika neraka seindah ini, orang-orang pasti tidak akan merasa sungkan lagi melakukan kejahatan. Bahkan, mungkin mereka semakin bersemangat melakukan berbagai dosa.

Interior ruangan seperti hotel berbintang lima yang beberapa kali kumasuki saat melakukan international conference. Interior ruangan dengan warna dasar abu-abu muda yang dipadukan dengan warna putih tersebut memberikan kesan rapi dan bersih. Perabotan---seperti almari, meja konsol dan furniture yang lain---berwarna kecokelatan, warna khas benda-benda yang terbuat dari kayu, yang ada di ruang ini juga menambah kesan menentramkan.

Aku menyadari tatapan sepasang bola mata yang memaku ketika mengagumi desain interior kamar sembari menerka dimana aku berada.

"Saras," gumam wanita itu lirih dengan tangan setengah membungkam mulutnya.

Mataku mengikuti sosok wanita asing itu ketika berjalan cepat dan memencet sebuah tombol yang sepertinya nurse calling.

Berarti ini adalah sebuah rumah sakit?

Tak lama kemudian beberapa orang berdatangan, awalnya seorang perawat wanita senior kemudian disusul dengan seorang pria tengah baya yang memakai kacamata tebal dengan jas putih yang kemungkinan adalah seorang dokter.

Kedua orang itu pun memeriksa keadaanku secara bergiliran kemudian dokter itu bertanya, "Bagaimana perasaanmu sekarang?"

"Sakit semua," gumamku jujur dengan suara lirih karena merasa seluruh tulang tubuhku terasa luluh lantah.

Suaraku terdengar... aneh.

Suaraku yang sebelumnya jernih dan berat, kini berubah menjadi suara rendah dan nyaris seperti suara anak kecil. Tenggorokanku pun terasa kering seperti tidak pernah digunakan.

Tanganku bergerak menyentuh leher, kulit leherku jauh terasa halus dan lembut tidak seperti biasanya. Saat mencoba menggerakkan anggota badanku yang lain, seluruh tulangku terasa remuk dengan rasa nyeri hebat. Aku pun segera menghentikan aksi itu karena tubuhku seolah tidak bertenaga. Seperti seongkok daging yang tidak berguna... tunggu sebentar!

Aku terlambat menyadari sesuatu. Sesuatu yang sangat krusial. Aku berada di dalam rumah sakit dan dalam keadaan hidup!

Apa itu artinya aku gagal melakukan bunuh diri?

Bagaimana mungkin aku masih hidup setelah terjun bebas dari apartemen berlantai dua belas?

Mimpi buruk apalagi yang kudapatkan setelah bunuh diri?

Semua ini terasa tidak nyata. Seperti ilusi yang terbangun dari alam bawah sadar.

"A-apa aku masih hidup?" gumamku lirih sambil menatap telapak tanganku tidak percaya.

Aku tidak tahu kegagalanku untuk percobaan bunuh diri ini apakah sebuah mukjizat ataukah kutukan.

Tiba-tiba, pintu kamar terbuka lebar diikuti dengan bunyi keras karena tengah dibuka dengan kasar.

Pembuka pintu itu adalah seorang pria yang kini berdiri dengan napas terengah, seperti selesai mengambil langkah cepat atau mungkin berlari kencang.

"Apa benar Saras sudah siuman?!" tanya pria itu setengah berteriak lalu matanya bersirobok dengan mataku. Ia menatapku dengan raut yang tidak bisa kuartikan.

Pria berkacamata yang memakai kemeja putih dan jas hitam yang tersampir asal di tangannya itu pun berjalan memasuki ruangan. Wajah pria yang usianya berada di kepala empat itu terlihat asing. Pria itu memiliki rambut hitam yang pendek dan tertata rapi seperti para pengusaha kalangan atas. Matanya tampak kecil dan sipit di balik kacamata berbentuk kotak, namun secara tersirat memancarkan aura arogansi yang pekat. Struktur wajahnya keras dengan rahang kokoh dan hidung runcing yang mancung. Secara keseluruhan, pria bertubuh tinggi dan proporsi ramping itu masih menunjukkan ketampanannya di usia yang sudah tidak muda lagi.

Tiba-tiba wanita yang sebelumnya sudah berada di kamar ini memelukku dengan erat, lalu mulai terisak dengan suara yang membuat gendang telingaku berdenging, seolah akan pecah.

"Jangan membuatku menjadi seorang ibu yang kembali kehilangan anak lagi," ucap wanita itu di tengah isak tangisnya.

Air mata wanita itu mengalir deras dan jatuh membasahi pundakku. Tidak hanya pelukan wanita itu yang membuatku merasa tidak nyaman, namun sikap wanita itu terasa berlebihan setelah kedatangan pria itu, membuatku merasa risih.

"Ibu... anak," gumamku lirih, tidak mengerti. Kutatap pria dan wanita itu secara bergantian, seolah meminta jawaban dari semua situasi aneh ini. "Ibuku sudah lama meninggal," kataku mengakhiri.

Isak tangis wanita itu pun berhenti, memberikan sebuah jeda. Wanita berambut panjang itu pun perlahan melepas pelukan dan bangkit dengan tingkah canggung dan kaku. Pria yang baru saja memasuki kamar inap sekelas suite room hotel itu menatapku dengan tatapan tajam, seolah marah mengenai pendapatku terhadap wanita itu.

"Kau masih belum menganggap Sari sebagai ibumu meskipun selama ini ia sudah berusaha keras membesarkanmu?" tanya pria itu dengan suara dingin. Tidak berniat menyembunyikan ledakan amarah yang bagai letusan gunung merapi itu.

Aku mengernyitkan alis dengan tatapan bingung dan masih tidak mengerti kenapa pria itu memarahiku, orang asing yang jelas-jelas tidak dikenalnya.

"Aku baru mengetahui kalau selama ini kau tidak pernah menghargai usaha Sari. Kau benar-benar anak yang tidak tahu terima kasih bahkan setelah semua masalah yang kau timbulkan..."

Amukan pria asing itu mematik api emosi yang sebelumnya tidak pernah berkobar.

"Jangan bercanda! Bagaimana mungkin aku menganggap wanita ini ibuku, jika umur kami saja tidak jauh berbeda!" Kembali kulemparkan tatapan bergantian ke pria dan wanita itu, "... lagipula aku tidak mengenal kalian, siapa kalian sebenarnya?" sungutku dengan suara nyaring yang membuat tenggorokanku semakin terasa kering dan menggelitik hingga aku pun terbatuk-batuk.

Ada apa dengan tenggorokanku? Kenapa menaikkan intonasi suara sedikit saja membuat tenggorokanku tercekat dan tidak nyaman?

Siapa pria dan wanita ini sebenarnya?

Tunggu, jangan-jangan ini sebuah mimpi... Sebuah mimpi saat sekarat menjelang kematian. Aku pernah membaca sebuah artikel saat seseorang sekarat otak mereka akan memutar kenangan berharga semasa hidup seperti proyektor yang memutar video kehidupan.

Kalau memang ini adalah video menjelang kematianku, rumor itu nyata salah besar, karena semua ini bukanlah kenanganku. Aku tidak pernah mempunyai kenangan seperti ini. Ditambah lagi, aku tidak pernah mengenal kedua orang itu!

Kedua orang asing itu menatapku dengan wajah terpengarah antara tidak percaya dan terkejut kemudian menatap dokter seperti meminta penjelasan. "Apa yang sebenarnya terjadi pada putri saya, dok?"

Putri saya?

Apa pria itu berhalusinasi?

Bagaimana mungkin aku yang usianya tidak berbeda jauh dengan usianya adalah putrinya?

Ekor mataku menangkap bayangan yang terpantul di layar TV LCD tipis, seorang gadis muda berkulit putih dengan wajah pucat dengan rambut hitam lurus sebahu tengah terbaring di ranjang.

Aku tekejut saat menggerakkan tanganku, gadis itu juga ikut menggerakkan tangannya. Begitu juga saat gadis itu menampar pipinya, kurasakan rasa nyeri hasil tamparan itu di pipiku.

Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?

Katakan semua ini hanyalah sebuah mimpi!

Bagaimana mungkin aku terbangun di tubuh seorang gadis kecil?

Bagaimana mungkin jiwaku terperangkap ke dalam tubuh yang tampak muda dan rapuh ini.

***

Continue Reading

You'll Also Like

10.7K 1.5K 47
DANMEI TERJEMAHAN
KANAGARA [END] By isma_rh

Mystery / Thriller

7.6M 550K 93
[Telah Terbit di Penerbit Galaxy Media] "Dia berdarah, lo mati." Cerita tawuran antar geng murid SMA satu tahun lalu sempat beredar hingga gempar, me...
don't hurt Lia (end) By el

Mystery / Thriller

1.3M 96.9K 73
"lo itu cuma milik gue Lia, cuma gue, gak ada yang boleh ambil lo dari gue" tekan Farel "sakit kak" lirih Lia dengan mata berkaca kaca "bilang kalo...
360K 31K 22
Ini tentang Na jaemin dengan cara anehnya, dalam mencitai Huang Renjun. Warning!!! mengandung kekerasan, adegan penyiksaan, dan sejenisnya:) BXB YAOI...