Marriage Season (Dirty!!)

By RAlfiya

1.5M 42K 2.4K

( DANGER 18++ ) "Baca kontraknya dengan teliti!" Aku mulai membaca tulisan yang ada pada kertas ini. 'No.7 Se... More

PROLOG
I - Tertarik
II - Kekacauan
III - Pertemanan
IV - Awal Baru
V - Dilema
VI - Sex ?
VII - Hari Panas
VIII - Pernikahan
IX - The Game
X - Last Game
XI - Tanggung Jawab
XII - Orang Gila
XIV - Bad Day
XV - Cinta ?
XVI - Baby
XVIII - Mine !
XIX - Sebuah Berita
XX - Perasaanmu ?
XXI - Akhir Perjuangan ( Stella )
XXII - Penyesalanku ( Ken )
EPILOG
XXIV - BONUS PART

XVII - Who are you ?

45.9K 1.5K 138
By RAlfiya

~Stella Haruno

Sudah kurang lebih dua hari ini aku berada disini. Menatap tubuh kokoh yang terbaring lemah di atas ranjang asing berwarna putih. Selang infus menembus pada salah satu kulit tangannya, sedangkan alat bantu berupa pernapasan ada pada hidungnya. Di ruangan yang serba putih ini, aku hanya bisa mendengar alat monitor jantung berdetak dengan tenang. Kugenggam begitu erat telapak tangan orang tersebut. Tidak salah lagi orang itu adalah paman Ken.

Kami sekarang berada di salah satu ruangan VIP rumah sakit terbesar di Tokyo. Rumah sakit yang sebelumnya pernah aku kunjungi untuk mengikuti program kandungan.

Peristiwa saat malam dua hari yang lalu membuatku sangat shock. Tubuhku gemetar hebat, pikiranku kacau seperti mati rasa karena melihat paman Ken pingsan bersimbah darah dipangkuanku. Aku tak mampu bergerak, seakan-akan tenagaku hilang seluruhnya. Pada saat itu aku hanya bisa menangis kencang.

Kenapa harus paman Ken?

Kenapa ayah begitu tega pada orang yang selalu aku sayangi?

Pertama Ibuku, dan sekarang paman Ken. Kenapa ayah tak bisa merelakan aku hidup bahagia walau hanya sebentar saja?

Aku, Mrs. Yun, serta para anggota band The Titans yang lain selalu bergantian untuk menemani paman Ken disini. Dari penjelasan dokter, beliau mengatakan bahwa luka paman Ken termasuk kategori cukup fatal. Kepala adalah satu organ manusia yang sangat penting untung kelangsungan hidup, sedangkan organ tersebut justru kini terluka akibat benturan benda keras yang membuat lukanya cukup mematikan.

Namun, kata dokter juga, seharusnya paman Ken sudah siuman dari kemarin. Tapi kenapa sampai sekarang ia belum sadar juga?

Semua orang disini, termasuk para fans dari paman Ken juga ikut sedih karena berita mengenaskan ini.

Ini semua salahku!

Andai saja aku tidak bertemu dengannya, tidak mau menerima pernikahan kontrak ini, dan yang pasti tidak mencintai paman Ken. Maka semua ini tidak akan pernah terjadi. Paman Ken pasti sekarang dalam keadaan baik-baik saja.

Kenapa orang baik seperti paman Ken harus menderita karena aku??

Tuhan.. tolong selamatkan paman Ken!

Bahkan jika harus bertukar nyawa dengannya, aku rela memberikan apapun untuk dia. Sedari dulu, aku sudah tak pantas untuk hidup di dunia. Tidak ada satupun orang disini yang menginginkanku. Sedangkan paman Ken, ia seperti matahari yang selalu memberikan cahaya ketenangan di dunia, walaupun terkadang cahaya itu terlalu panas dan menyilaukan seperti pesona dan keburukannya, akan tetapi, tanpa matahari dunia akan terasa kelam.

Sekarang ini, hanya paman Ken seorang yang sangat aku sayangi. Aku tak rela bila melihat ia tergeletak lemah di kasur ini terus menerus.

"Kenapa kamu lama sekali membuka matamu paman Ken? Aku sangat merindukanmu. Kumohon sadarlah," bisikku sembari menatap tubuh kaku paman Ken di atas ranjang. Dan tanpa aku duga sebelumnya, sebuah kristal bening berhasil lolos begitu saja dari sudut kedua mataku.

Aku tidak ingin terlihat lemah dihadapannya. Namun percuma saja, melihat pria yang begitu aku cintai segenap hatiku terbaring lemah, membuatku mau tak mau merasakan sakit yang luar biasa.

"Apa kamu sudah makan? sepertinya kamu harus makan dulu Stella." Suara seseorang yang berada disebelahku seketika membuatku terkejut. Aku beralih menatap orang tersebut. Sebuah kacamata yang menempel erat di hidung lancipnya mengingatkanku akan pangeran es yang begitu kutu buku. Tidak salah lagi dia adalah Daichi.

Hari ini, aku sedang berjaga bersama dengan dirinya. Tadi apa dia bilang? Makan? Ahh.. entahlah sudah dua hari ini juga aku tidak berselera untuk makan. Aku hanya makan satu kali sehari, itupun harus dipaksa oleh Mrs.Yun terlebih dahulu. Bagaimana bisa aku makan begitu lahap jika orang yang terluka karena diriku sedang terbaring koma dan tidak makan sama sekali. Memikirkan itu semua lagi-lagi membuatku ingin menangis.

"Kamu harus makan. Jika nantinya Ken sudah sadar, lalu melihat keadaan tubuhmu lebih kurus dari sebelumnya, ia pasti akan marah besar," ujar Daichi lalu tersenyum tipis kearahku. Aku juga ikut tersenyum tipis kearahnya, dan menatap kembali wajah paman Ken. Tangannya masih kugenggam dengan erat.

"Tidak, aku masih ingin disini menemani paman Ken," jawabku pasti.

Daichi menghela napas berat lalu berkata. "Ini bukan salahmu Stella. Ayahmu yang melakukan itu, bukan kamu." Aku hanya diam mendengar ucapannya. "Lagipula, sudah sewajarnya bila sekali-kali Ken harus diberi pelajaran. Sudah lama sekali aku ingin memukul kepalanya yang super mesum itu!" Ia mencebik kesal lalu tertawa pelan. Aku sedikit ikut menyinggungkan senyum kecil di bibirku. Yah.. jika dipikir ulang, otak paman Ken memang perlu diperbaiki.

"Apa kamu baik-baik saja?" Aku terdiam kaku ketika mendadak Daichi memberikan pertanyaan tersebut. Aku tahu apa maksud dari pertanyaan-nya barusan.

Ayahku sekarang menjadi buronan polisi, dan sampai sekarang ia belum bisa ditemukan juga.

"Maksudmu ayahku?" tanyaku kembali sembari menatapnya. Dia sedikit mengkerutkan keningnya, dibalik kacamatanya yang tebal, ia menatapku sedikit tajam lalu ia menggelengkan kepalanya. "Bukan. Maksudku luka yang ada pada wajah, tangan dan kakimu itu," jawabnya datar. Seketika aku langsung terkejut dan tak berani menatap wajahnya lagi. Aku hanya bisa menundukkan kepalaku.

Luka pada wajah, tangan dan kakiku ini akibat para fans paman Ken yang mengamuk. Mereka tahu, bahwa dalang dari kecelakaan paman Ken ini  disebabkan oleh mertuanya, atau bisa dikatakan ayah kandungku sendiri. Maka dari itu, saat pertama kali aku datang ke rumah sakit, aku langsung diserbu dan ditikam oleh para fans paman Ken.

Mereka sungguh menakutkan!

Apa itu yang disebut sebagai fans setia?

Karena insiden itu, akibatnya ruangan paman Ken dijaga ketat oleh para penjaga. Bahkan 5m dari jarak ruangannya, tidak ada satupun yang boleh mendekat dan masuk selain anggota keluarga dan orang band The Titans. Sebetulnya, lukaku juga tidak terlalu serius, hanya ada bekas cakaran yang cukup perih di pipi kanan dan lenganku. Jika soal kaki, karena rambutku yang ditarik paksa oleh salah satu fans, aku jadi tak bisa menjaga keseimbangan tubuhku sendiri dan akhirnya terjatuh menimbulkan memar yang ringan.

"Tidak apa-apa. Ini bukan luka yang parah," jawabku cepat. Tidak ada satupun kata lagi yang keluar dari Daichi, tapi tiba-tiba ia langsung menepuk bahuku dengan pelan. "Aku tahu. Kamu pasti sangat mencintainya," ujarnya datar namun berhasil membuatku langsung menengok kearahnya. Aku benar-benar terkejut dengan ucapan Daichi barusan.

Dia tahu jika aku mencintai paman Ken? tapi dari mana?

Aku bahkan tak pernah mengatakan kepada siapapun kecuali pada mommy dan diriku sendiri.

Dia menatapku lalu membentuk sebuah senyuman lebar dibibirnya. Ada raut bangga di ekspresi wajahnya. "Aku tahu dari tatapanmu Stella. Tatapanmu sama persis seperti kekasihku Asuka bila menatap diriku," jelasnya yang masih membuatku tak mengerti. "Lagipula aku juga sudah tahu dari gelagat tubuh dan perhatianmu yang berlebih itu. Tidak mungkin kamu merasa secemas ini padanya bila tidak mencintai sahabatku Ken," lanjutnya.

Jadi, dia sudah tahu semuanya? Apakah benar aku terlihat begitu mencintai paman Ken? Tapi kenapa hanya orang lain yang dapat melihat itu? Kenapa paman Ken sendiri tidak bisa melihat isi hatiku ini?

"Kumohon.. jangan katakan ini pada siapapun," pintaku memelas kepadanya. "Tenang saja, aku bukan tipe pria yang bermulut seperti seorang wanita. Aku tahu posisimu." Ada perasaan lega saat Daichi mau menutup bibirnya rapat tentang perasaanku ini. "Sebenarnya, sudah dari awal pernikahan ini adalah ide yang paling konyol! Mana mungkin salah satu dari kalian tidak akan ada yang jatuh hati," geramnya sedikit kesal. Aku tak berani membalas ucapannya. Benar, pernikahan ini memang aneh. Tapi waktu itupun juga yang aku pikirkan hanya untuk membalas budi. Perasaan ini timbul dengan sendirinya tanpa aku ketahui sebelumnya.

"Kamu harus ekstra sabar jika mencintai pria brengsek seperti Ken." Aku kembali tersenyum menanggapinya. Itu sudah aku lakukan ketika pertama tinggal bersamanya.

Aku menyerngit ketika merasakan sebuah pergerakan kecil digenggaman tanganku. Kutatap gerakan tersebut yang tidak lain berasal dari tangan paman Ken. Perlahan namun pasti, akhirnya paman Ken dapat membuka kedua matanya. Aku dan Daichi tentu saja terkejut, namun semua itu berubah menjadi berita kesenangan. Pria berkacamata itu langsung berlari keluar dari ruangan lalu memanggil seorang dokter ataupun perawat di dekatnya. Sedangkan aku, aku hanya menangis sembari terduduk lemas di atas lantai. Tangis lega dan senang karena paman Ken akhirnya kembali sadar.

Dokter dan para perawat langsung berlari menghampiri dan memeriksa keadaan paman Ken. Disisi lain, Daichi membantuku untuk berdiri lalu menyuruhku untuk duduk di kursi yang letaknya di luar dari ruangan paman Ken berada. Aku masih menangis sesenggukan. Sedangkan Daichi, ia langsung menelfon manager dan kedua sahabatnya yang lain tentang berita menggembirakan ini.

Tak lama kemudian Mrs. Yun, Souta serta Honda datang bersamaan di rumah sakit ini. Ketika dokter sudah memperbolehkan kami semua menemui paman Ken, aku langsung masuk ke dalam ruangannya dengan perasaan senang teramat sangat.

Sekarang, kedua mataku mendapati paman Ken sedang duduk sembari bersandar disudut ranjang. Tidak ada lagi alat bantu pernapasan di hidungnya, walaupun perban masih melekat di kepalanya, tapi dia terlihat jauh lebih sehat dibandingkan hari-hari yang lalu. Melihatnya yang kali ini sadar sempurna, aku langsung berlari menghampirinya begitu antusias.

"Paman Ken. Kamu sudah sadar? apa kamu baik-baik saja?" tanyaku khawatir. "Ini semua karena salahku. Kumohon maafkan aku!" Suaraku mengecil sembari menatapnya dengan lekat, dan lagi-lagi aku kembali menangis. Mrs. Yun, Daichi, Souta dan Honda juga langsung menghampiri kami berdua dengan perasaan senang.

"Akhirnya kamu sadar juga pria playboy," sindir Honda dengan remeh. Souta dan Daichi hanya tertawa pelan dengan kata-kata Honda, tapi paman Ken hanya membalasnya dengan tatapan dingin seperti biasanya.

"Diam kamu homo!" bentaknya yang membuat Souta dan Daichi semakin tertawa terpingkal-pingkal. Sedangkan Honda, ia hanya menampilkan wajah tanpa ekspresinya. "Wait a minutes, who are you?" tanya paman Ken yang seketika langsung membuatku berhenti menangis. Anggota band yang lain juga ikut terdiam di tempat. Ruangan ini berubah menjadi hening seketika.

Apa aku tidak salah dengar? Paman Ken bertanya siapa aku??

"Jangan bercanda brengsek! jelas-jelas dia istrimu!" Kesal Honda. Entah kenapa raut wajah paman Ken terlihat sangat shock. Ada kerutan aneh di dahinya. Dia menatapku dari ujung rambut hingga ke ujung kakiku. Apa ini? kenapa aku ditatap seperti itu? kenapa pandangan matanya seakan jijik kepadaku?

"I don't have a wife, idiot!" protesnya tajam. Kata-kata tersebut begitu menyayat hatiku. Tubuhku sontak menegang dan langsung menjauh sedikit dari arah ranjang. Napasku tercekat begitu saja. Apa maksud dengan ucapan Paman Ken??

"Tunggu. Kamu tahu aku bukan?" tanya Daichi tiba-tiba. Paman Ken manatap Daichi dengan sama tajamnya. "Tentu saja bodoh. Kamu Daichi!" jawabnya lantang dan cepat. Daichi mengkerutkan keningnya, entah apa yang sedang dipikirkan-nya.

"Kalau aku, kamu pasti mengingat aku kan, Ken?" tanya manja khas Souta. Paman Ken menyipitkan kedua matanya lalu menjawab. "Kamu masih saja sama Souta. Kekanak-kanakan!" sinis paman Ken yang dibalas sebuah pola kerucutan di bibir Souta.

"Aku ingat kalian semua. Kenapa pertanyaan kalian begitu memuakkan? lagipula dimana aku? dan siapa juga wanita ini?" tanya bertubi-tubi dari paman Ken yang membuat ruangan ini hening kembali. Melihat ada sesuatu yang ganjil dari paman Ken, Mrs. Yun langsung keluar dari ruangan dan memanggil seorang dokter.

Paman Ken tidak mengenaliku? dia lupa tentang aku? tapi kenapa??

"Dia Stella, Ken. Istrimu. Kamu serius tidak ingat padanya?" tanya Daichi sekali lagi begitu serius. Paman Ken menatapku kembali lalu tertawa terbahak-bahak. Aku menyerngit, bertanya-tanya kenapa paman Ken tertawa? apa ada yang lucu disini? Tapi melihatnya yang dapat kembali tertawa membuat hati kecilku sedikit damai.

"Hahaha.. you insane, Daichi! aku sudah pernah mengatakan pada kalian semua, aku anti dengan pernikahan! Aku tidak punya istri. siapa dia? Stella? aku bahkan tidak kenal dengan kecil ini!" jawab paman Ken remeh. Mungkin baginya itu hanya sebuah kata-kata datar dan tak begitu berarti. Namun bagiku, ucapannya barusan persis seperti bambu runcing yang dapat melubangi jantungku, membuatku kembali tak bisa bernapas untuk beberapa detik.

Ya Tuhan.. paman Ken lupa padaku.

Tetes demi tetes, air mata kembali keluar dari sudut kedua mataku. Air mata itu keluar begitu deras hingga membasahi kedua pipiku yang sedikit tirus. Aku tak mampu untuk bicara apa-apa, yang dapat kulakukan sekarang adalah berusaha melangkahkan kedua kakiku untuk segera keluar dari ruangan ini. Anggota band yang lain sempat menatapku dengan pandangan kasihan.

Kini aku terduduk lemas di sebuah kursi, kedua telapak tangan kusatukan lalu membenamkan wajahku disana dan menangis sejadi-jadinya.

Disaat paman Ken sudah sadar. Kenapa ia sama sekali tak mengenaliku?

Tuhan.. apakah ini balasan karena perbuatan jahat ayahku pada paman Ken?

.
.
.

Keesokan harinya paman Ken diperbolehkan pulang dari rumah sakit yang ditemani oleh aku dan Mrs.Yun.

Kata dokter, dari beberapa hasil cek kesehatan paman Ken sebelumnya, seharusnya ia tidak mengalami lupa ingatan. Namun, mungkin karena efek benturan keras di kepalanya, terkadang pasien akan melupakan sesuatu. Dokter juga mengatakan bahwa paman Ken akan lupa padaku mungkin hanya untuk beberapa saat saja. Aku harus berusaha untuk membuatnya kembali mengingatku.

"Aku serahkan Ken padamu Stella. Jaga dia baik-baik." Aku hanya mengangguk sekali mendengar perintah dari Mrs. Yun.

Sekarang paman Ken sedang menonton salah satu acara di televisi, entah apa yang sedang ditontonnya. Mrs.Yun lalu pamit pada kami berdua, dan pulang kembali ke rumahnya.

Jujur saja, aku sedikit canggung bila harus berduaan lagi dengan paman Ken di rumah sebesar ini. Dan lagi, paman Ken selalu mengusirku jika aku selalu dekat-dekat dengannya.

Mrs.Yun juga sudah berbicara padanya, bahwa pernikahan kami ini hanya sebuah kontrak belaka. Sejak saat itu, paman Ken selalu menatapku dengan pandangan jijik. Hatiku selalu teriris ketika dia selalu memandangiku seperti itu. Tatapan matanya 180° berbeda dari paman Ken yang selama ini aku kenal. Dimana perginya tatapan hangat serta menggoda jika ia selalu bersamaku?

Tidak! kau tidak boleh menyerah Stella. Kamu harus membuat paman Ken kembali mengingatmu.

Kuhampiri paman Ken yang sedang duduk tenang di sofa. Seakan tahu kehadiranku, dia langsung menatapku dengan tajam lalu berkata. "Mau apa kamu?" Kata-katanya membuatku berhenti untuk mendekatinya. Dari aura paman Ken, aku bisa merasakan aura permusuhan yang begitu kental dan tak tertembus.

"Kamu tidak butuh apa-apa? apa kepalamu masih sakit? kamu mau aku membuatkanmu kopi?" tanyaku berusaha ramah kepadanya. Dia hanya memutar kedua bola matanya dengan malas, lalu menjawab. "Tidak perlu. Pergilah! kamu sungguh mengganggu suasana hatiku!"

Aku terdiam untuk sesaat lalu aku hanya tersenyum tipis menatapnya. Sesuai dengan perintah paman Ken, aku segera menjauh darinya lalu pergi ke kamarku dengan perasaan yang rumit. Segera kubuka pintu kamarku, dan melihat sebuah ranjang berukuran queen ditengah-tengahnya. Melihat ranjang itu seketika mengingatkanku saat terakhir kali aku dan paman Ken melakukan sex secara panas dan liar disana.

Air mata kini jatuh lagi membasahi kedua pipiku. Aku masih mengingat betul akan sentuhannya, suara bisikan menggodanya di atas ranjang bersamaku, aku juga masih mengingat desahan kami berdua saat menuju klimaks. Tapi kenapa semua itu kini terlihat seperti mimpi belaka?

Kuhempaskan tubuhku langsung keatas ranjang. Lagi-lagi aku menangis sendirian disini. Ini begitu menyesakkan, ketika orang yang kau cintai tidak mengenalimu dan menyuruhmu untuk pergi darinya.

Apa yang harus aku lakukan sekarang? apa sebaiknya aku pergi dari kehidupan paman Ken?

Akibat menangis lama dan kurang istirahat. Aku langsung tertidur masih dengan perasaan sedih. Entah sudah berapa lama aku tertidur, tiba-tiba aku terbangun karena udara yang menjadi lebih dingin. Mataku masih mengerjap tidak sempurna, lalu melihat jam beker diatas laci sebelah ranjangku. Ternyata jarum jam menunjukkan pukul 10:20 malam.

Sial! ternyata setelah dua hari lamanya aku sering bergadang, membuatku kini tertidur begitu lama. Begitu semua pikiran dan nyawaku terkumpul, pertama kali yang aku ingat adalah paman Ken. Aku langsung turun dari ranjang dan bergegas menemui paman Ken.

Aku keluar dari kamar, berlari kearah ruang keluarga, siapa tahu paman Ken masih menonton televisi disana. Tapi, saat aku sudah berada disana ia tak lagi ada. Aku berjalan lagi menaiki anak tangga menuju lantai dua. Mungkin saja paman Ken ada di dalam kamarnya.

Belum sempat aku berjalan menuju kamarnya, tiba-tiba paman Ken keluar dari kamarnya. Yang membuatku terkejut sekaligus kagum adalah sekarang paman Ken terlihat rapi. Ia mengenakan kemeja berlengan panjang bewarna putih serta celana jeans bewarna hitam. Kancing atasnya ia biarkan terbuka begitu saja. Tidak ada lagi perban di kepalanya. Hanya saja rambutnya kini terlihat berantakan dan justru membuatnya terlihat semakin tampan.

Ia sedang sibuk melipat lengan kemejanya keatas hingga ke siku dengan asal. Di bibirnya, ia menggigit sebuah kunci mobil. Entah kenapa melihat paman Ken yang seperti itu membuat degub jantungku mulai berdetak lebih cepat. Aku tahu paman Ken itu sangat tampan.

Tapi tunggu dulu! apa yang dia lakukan dengan pakaian seperti itu di waktu yang sudah malam ini?

Dia membawa kunci mobil?

Apa dia mau pergi? Pada jam selarut ini? dengan kondisi fisik yang baru saja sembuh?

Paman Ken kini tak sengaja melihatku. Ia mendengus kesal lalu mengambil kunci mobil yang sebelumnya ia gigit tadi. "You again. What's up? Sudah bagus kamu ada di kamarmu tadi," sinisnya begitu dingin. Tak peduli dengan gaya bicaranya yang kurang bersahabat, aku langsung bertanya. "Kamu mau pergi kemana? kamu belum sembuh sepenuhnya, paman Ken."

Kini kedua tangannya bersedekap di atas dadanya yang bidang. "Haruskah aku meminta izin dari istri kontrakku? Ini kehidupanku. Kamu tidak perlu ikut campur! lagipula aku bosan berada di rumah seharian. Aku akan pergi ke club. Sudah lama juga aku tak menjamah pelacur," jelasnya sepele yang langsung membuatku melotot. Apa tadi dia bilang? dia mau bersama pelacur? jadi dia mau bersenang-senang diluar sana dengan pelacur? sedangkan disini ada aku istrinya?!

"Tarik semua perkataanmu paman Ken. Kita ini suami istri paman Ken!" protesku tapi saat menyebut kata-kata 'suami istri' nadaku begitu lirih tak meyakinkan. Paman Ken menatapku dengan tajam.

"Are you kidding me? You're just my wife contract! Remember that! You are not entitled to set me!" bantahnya dengan suara tinggi. Perasaanku sekarang benar-benar gelisah. Aku tidak mau paman Ken bermalam dengan wanita manapun kecuali diriku. Aku tahu, aku pasti wanita bodoh karena hanya dengan status istri kontraknya mau menguasai paman Ken seutuhnya. Aku sama sekali tak ingin bila paman Ken berbagi dengan wanita lain.

"Ta.. tapi di kontrak kita nomer
5. Tidak ada wanita ataupun pria lain di dalam pernikahan." protesku kembali, kali ini mencoba mengingat isi kontrak dan meyakinkan paman Ken. Paman Ken kini mendekatiku, entah kenapa auranya begitu menakutkan sehingga membuat tubuhku gemetar ketakukan.

"Well.. itu perjanjian ketika aku masih ingat. Dan yang perlu kamu ingat sekarang adalah aku bukan lagi suami  perjanjian bodohmu itu!" ucapnya dengan begitu tegas. "Sudahlah. Aku muak berbicara denganmu! Kamu membuatku pusing!" ketusnya, lalu ia berlalu meninggalkan aku.

Seperti ada ribuan jarum yang menancap pada kedua mataku. Aku ingin menangis, tapi ini bukan waktu yang tepat untuk terlihat lemah, yang kuhadapi sekarang bukan paman Ken yang mesum namun menghangatkan. Tapi paman Ken lain yang berjiwa iblis. Aku harus mempertahankan pernikahan kontrak ini. Apapun yang terjadi aku tidak akan membiarkan paman Ken melupakanku.

Aku berbalik menatap punggungnya dari belakang. Lalu berlari memeluk tubuh paman Ken dari belakang dengan erat. Paman Ken tentu saja terkejut, dia mencoba protes tapi aku mengucapkan sesuatu yang membuatnya terdiam untuk beberapa saat.

"Berhubunganlah intim denganku paman Ken. Kumohon jangan pergi. Kamu mungkin tidak mengenaliku, tapi aku sangat yakin bila tubuhmu pasti dapat mengenalku," pintaku sungguh-sungguh dibalik punggungnya. Aku tahu itu ide paling gila yang pernah aku lontarkan. Tapi jika otaknya tak mau mengingatku, maka tidak ada cara lain selain mengingatkan tubuhnya pada tubuhku.

Dia menepis pelukanku dengan amat kasar, detik berikutnya ia berbalik menghadapku lalu berkata. "Apa kamu gila?!" bentaknya yang bahkan menggema keseluruh ruangan rumah ini.

Tanpa basi-basi aku belutut dihadapanya, lalu langsung saja membuka kancing jeans beserta restliting celananya ke bawah.

"Hei.. wh.. what are you doing?!" Paniknya berusaha menjauhkan tanganku darinya. Aku tak bergeming dengan amarahnya, aku terus melanjutkan aksiku. Kukeluarkan kejantanan paman Ken dari tempatnya. Aku sedikit meringis akan ereksinya, walaupun masih terlihat sedikit lesu, namun kejantanan paman Ken masih begitu terlihat begitu kuat.

Kumasukkan batang miliknya di dalam mulutku dengan paksa. Kukulum kejantanannya dengan hati-hati. Dengan posisi seperti ini aku terlihat seperti seorang pelacur. Tapi biarkanlah aku menjadi pelacur satu-satunya paman Ken. Aku tidak peduli lagi dengan itu.

Kugerakkan mulutku ke depan dan ke belakang. Entah kenapa junior-nya yang berada di dalam mulutku semakin mengeras hingga menyesakkan mulutku. "Shh.. crap! mulutmu kurang ajar bitch!" desahnya frustasi.

Aku terkejut ketika salah satu tangan paman Ken meremas rambutku. Ia seakan meminta lebih pada mulutku. Ia bahkan dengan kasar memasukkan ereksinya begitu dalam pada mulutku hingga membentur tenggorakanku, membuatku kesulitan untuk bernapas. Napas paman Ken kini mulai terengah-engah. Aku bisa melihat dari sinar kedua matanya yang kini penuh dengan kabut gairah.

"Damn! What are you doing to my body? Why my dick very glad to receive your dirty mouth?" ceracaunya tak jelas sembari terus menggerakkan kepalaku maju mundur. Kejantanan paman Ken kini semakin membesar dan aku bisa merasakan denyutan yang akan keluar dari kejantananya. Dia semakin memperdalam mulutku di batang kemaluannya.

"Fuck! Aku tidak tahan lagi, aku akan keluar!" paraunya. Tubuhnya gemetar hebat dan bersamaan dengan itu menyemburlah cairan kejantanan paman Ken di dalam mulutku. Air mata keluar dari sudut mata kiriku. Kutelan cairannya tanpa tersisa sedikitpun. Setelah itu, aku langsung terduduk lemas di atas lantai dengan sisa cairannya yang sedikit keluar dari mulutku. Napasku terengah-engah, suhu tubuhku menjadi memanas.

"Kamu membuatku gila!" Aku terkejut ketika paman Ken langsung menggendong tubuhku. Ia membawaku masuk ke dalam kamarnya. Begitu sampai di dalam kamar tersebut, tubuhku langsung dihempaskan di atas kasur paman Ken dengan kasar. Aku masih berusaha untuk berhati-hati. Tapi ketika melihat suasana kamar paman  Ken ini mengingatkanku akan indahnya saat kami berkali-kali melakukan sex disini. Mengingat itu kembali, tentu saja pipiku jadi memanas dan malu.

"Buktikan kalau kamu ini istriku! Goda tubuhku dengan tubuhmu!" Perintah paman Ken yang membuatku meneguk air ludah dengan susah payah. Apa yang harus aku lakukan sekarang? ia mau aku yang memulai sex duluan? tapi selama ini paman Ken yang selalu memulai duluan. Apa aku memiliki keberanian yang lebih dari tadi?

Melihat tatapannya begitu tajam dan bergairah. Aku tak bisa untuk menyerah sekarang. Kuhampiri paman Ken yang masih berdiri di tepi ranjang. Jantungku memompa dengan cepat. Ini sudah terlanjur basah, aku yang menawarinya duluan jadi sudah sewajarnya pula bila aku yang harus memulai ini semua. Asal dengan paman Ken, akan kulakukan apapun.

Kubuka seluruh kancing kemeja paman Ken dan melepaskan kemejanya yang seketika menampilkan otot-otot bidang khas paman Ken yang sangat seksi. Dia tak berbicara apapun. Dia hanya menatapku dengan lekat. Kini berganti aku yang melepaskan kaosku yang bewarna biru dongker ini, begitu pula kubuka bra bewarna hitamku, hingga terpampanglah sudah kedua dadaku dengan menggoda.

Paman Ken kini melihat kedua dadaku dengan pandangan kagum. Tubuhku masih gemetar hebat. Lalu kutarik salah satu tangan paman Ken, mengarahkannya untuk naik juga keatas ranjang bersamaan denganku. Ia menurut, tapi tatapannya tak ada henti-hentinya melihat tubuhku dengan pandangan lapar.

Kulepaskan lagi celana jeans-ku serta celana dalam yang sedikit transparan. Hingga aku benar-benar telanjang sekarang. Kurebahkan tubuh paman Ken hingga sekarang akulah yang berada di atasnya. Tanpa basa-basi kubuka seluruh celananya dengan susah payah lalu membuang kain tersebut ke tepi ranjang. Walau ini pertama kali untukku karena aku yang pertama memulainya dahulu, tapi sebenarnya ini juga tidak terlalu buruk.

"Kumohon gunakan tubuhku untuk memuaskanmu paman Ken," ujarku lirih sembari meletakkan tangan kirinya di salah satu dadaku sedangkan tangan lainnya kuletakkan pada kewanitaanku. Paman Ken kini tersenyum, lebih tepatnya menyeringai menakutkan. Lalu tanpa kuduga paman Ken langsung meremas payudaraku dengan keahlian jemarinya. Dua jari bahkan tiga jari langsung masuk ke dalam lubang kewanitaanku. Mendapatkan rangsangan itu tentu saja tubuhku menjadi menggelinjang kaku.

Paman Ken benar-benar terampil dalam menggerakkan jarinya. Aku yang tidak tahan akan godaannya langsung saja kucium bibirnya dengan panas. Paman Ken terkejut, tapi ia menerima ciumanku tersebut dengan antusias. Kami berdua memberikan desahan dan erangan berkali-kali dengan satu sama lain. Dan kali ini, aku merasakan kejantanan paman Ken yang bergerak menusuk-nusuk perutku dengan kasar.

"Akhh..." desahku bersamaan dengan keluarnya cairan pertama pada kewanitaanku, membasahi jari paman Ken begitu erotis. Paman Ken kini tersenyum semakin lebar, lalu tanpa malu-malu ia menjilat jarinya yang terkena cairanku tadi. Napas kami sama-sama terengah-engah. Kewanitaanku terasa berkedut-kedut gatal ingin meminta lebih kepadanya. Kubuka kedua kakiku selebar mungkin lalu menindih tubuh paman Ken yang berada dibawahku. Dengan gaya woman on top, kumasukkan kejantanan paman Ken secara perlahan ke dalam milikku yang sudah sangat basah.

"Aghh!" pekikku ketika daging kokoh itu masuk seluruhnya di dalam milikku. Posisi ini benar-benar membuat kejantanan paman Ken masuk seluruhnya di dalam milikku. Perlahan namun pasti kugerakkan tubuhku, menggoda ereksinya.

Paman Ken kini sedikit kuwalahan dengan gerakanku. Ia bahkan sepertinya menikmati aksiku ini. Gerakanku semakin cepat, sedangkan kedua tangan paman Ken kembali meremas kedua payudaraku beserta memilin puncak payudaraku dengan gemas. Peluh keringat membasahi kami berdua, membuat gerakanku semakin liar. Dan aku sudah tak mampu untuk menahan gejolak ini lagi.

"Ahh.. shh.. pa.. paman Ken aku akan keluar," ujarku terbata-bata. Tapi disaat aku akan klimaks, tiba-tiba paman Ken langsung membalikkan posisi kami berdua, hingga kini aku yang berada dibawahnya. Dia menatapku dengan pandangan aneh, dan yang membuatku bingung adalah senyumannya yang sangat aku kenal dulu.

"I can't take it anymore. You are very sweet, Stella! maaf aku membohongimu. Sebenarnya aku hanya berpura-pura lupa ingatan tentang dirimu tadi," terangnya begitu datar terdengar seperti tak ada penyesalan sama sekali. Kedua mataku membelalak dengan lebar.

Apa aku tidak salah dengar? paman Ken pura-pura tentang aku? jadi selama ini dia berbohong? Apa-apaan ini?!

Kini dia menggerakkan kejantanannya di dalam lubangku semakin cepat. Perasaan bingung, kesal, malu, nikmat, bercampur aduk di dalam pikiran dan tubuhku.

"Aku sedikit menjahilimu tadi. Ini juga karena kesalahan ayahmu! beraninya dia melukai seorang drummer ter-hot Ken Candellar!" ujarnya tidak terima, lalu menyeringai tipis kepadaku. Kupukul kedua dadanya dengan sisa-sisa tenagaku. Air mata keluar dari kedua mataku, aku benar-benar menangis sekarang. Dia jahat! kenapa Tuhan membiarkan aku mencintai pria jahat seperti dia?!

Dia menghapus buliran air tersebut begitu lembut lalu berkata. "Maafkan aku. Jangan pernah pergi dari sisiku Stella." Aku terdiam kaku ketika mendengar pengakuannya barusan.

Ya Tuhan.. apakah ini mimpi?

Paman Ken mengatakan tak ingin aku pergi? apakah ini perasaannya yang sesungguhnya?

Apa ini juga pertanda bahwa paman Ken juga mulai mencintaiku?

Aku sangat bahagia sekarang!

-------------

Jangan lupa vomment ya
Thanks :*

Continue Reading

You'll Also Like

464K 39.1K 66
[FOREVER SERIES #2] [COMPLETED] Ada sesuatu, di diri Kayla Brietta Noor yang menarik perhatian Ando Nathaniel Reji. Bukan senyumnya yang menawan di a...
4.1M 278K 75
[PRIVAT ACAK - FOLLOW SEBELUM BACA] - Sederhana saja, ini tentang Kanaya dengan segala rasa sakit dan penderitaannya - "Kanaya Belva Anastasya" Gadi...
5.2M 467K 71
"𝐌𝐚𝐧𝐮𝐬𝐢𝐚 𝐡𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐛𝐢𝐬𝐚 𝐛𝐞𝐫𝐤𝐡𝐢𝐚𝐧𝐚𝐭 𝐝𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐮𝐦𝐩𝐚𝐡𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐫𝐚𝐡." 🚫PLAGIAT = KU SANTET🚫 (Jangan lupa vote, komen...
3.3M 300K 56
Masayu, manajer baru Band Petir sangat menyadari kalau pekerjaan barunya ini akan jauh lebih berat dari pekerjaannya sebelum ini, terutama karena keb...