My Lovely Time Control

By arifa07

412K 22.9K 1K

Vampir. Apa yang ada di benak kalian tentang itu? Benar, makhluk penghisap darah yang paling menjijikkan yang... More

0.Prolog
1. Vampir
2. Dengan mereka
3. Berburu dan Rahasia (bagian 1)
4. Berburu dan Rahasia (bagian 2)
5. New World (bagian 1)
6. New World (bagian 2)
7. One Step Closer
DAY 2 IN MY NEW WORLD
SICA
ANAK KECIL
IT'S TIME TO PARTY part 1
IT'S TIME TO PARTY-KISS part 2
MY MEMORY part 1
MY MEMORY part 2
MY MEMORY-ME?! part 3
BACK
IT'S ME
FIRST DATE~TOGETHER
NO TITTLE
He's Back
Sad
DEAD(Disitu Engkau Ada Denganku)
The Real Life
Hello China!
Zoo
Hello or Bye!
Beauty Bitch
Baby Don't Cry
See You, Baby!
I Miss U
Tao POV
You [don't] know me
Test
My Heart Will Go On
Changed
War
Epilog
§pecial Chapter

Holding Your Hand

7.9K 449 45
By arifa07

Aku menangis dan terus berlari. Aku mengikuti langkah kakiku yang membawa tubuh ini. Tak peduli seberapa jauh itu. Aku tak menghitung seberapa lama aku berlari. Dan entah mengapa kaki ku terasa pegal. Apa-apaan ini? Kenapa kaki ku bisa terasa pegal seperti ini?

Hingga,

Bruk

Aku jatuh tersungkur ke tanah dengan wajah basah karena air mata. Lututku terluka dan sedikit mengeluarkan darah.

Aku meraung semakin keras ketika aku sedikit merasakan perih pada lututku. Sialnya lagi, aku terjatuh diantara kerumunan yang cukup ramai. Semua mata menatap kearahku dengan berbagai ekspresi. Beberapa dari mereka pun menawarkan bantuan padaku. Namun, aku menolaknya.

Aku hanya ingin menangis seperti ini dan membiarkan luka ku menutup dengan sendirinya. Ku sembunyikan wajahku di sela-sela lipatan tangan yang ku tumpu dengan lutut.

Tubuhku bergetar seirama dengan isakku yang semakin kencang. Aku masih tak percaya dengan apa yang ku lihat tadi. Ini terlalu fiksi untuk diterima akal sehatku.

Kedatangan Sung Rin yang terlalu tiba-tiba saja sudah membuatku syok, ditambah lagi kejadian yang- ah sudahlah. Aku tak mau memikirkannya lagi.

Rasanya dunia runtuh dihadapanku. Aku memaafkan semua yang selalu Sung Rin perlakukan padaku. Bermanja pada Tao yang membuatku menahan kesal, mencuri perhatian Tao yang membuatku menangis, bahkan ketika ia membakar kamarku.

Aku memaafkannya. Tapi, dua hal yang tak bisa ku maafkan darinya. Pertama, pembunuhan yang ia lakukan pada temanku. Bahkan pemerintah pun mungkin tak akan melepaskannya jika tahu masalah ini. Kedua, kejadian tadi. Ini sudah keterlaluan dan melebihi batas. Bahkan sepertinya setiap gerakan wanita ular itu selalu membuatku frustasi.

Angin semilir meniup tubuhku. Rambutku yang terurai bergerak ringan mengikuti arah angin membawanya. Cuaca yang cerah berawan membuat beberapa orang masih betah untuk sekedar berjalan-jalan.

Aku mulai bosan menangis. Nafasku pun mulai teratur. Air mataku sudah berhenti mengalir dan mengering pada permukaan pipiku.

Ku hela nafasku. Mataku menatap lurus ke depan. Dimana jalanan yang penuh dengan individu penuh nafsu bernama manusia. Tak sedikit yang menatapiku karena aku masih terduduk ditanah dengan seragam yang berantakan dan penuh dengan tanah.

Rongga dadaku terasa sangat kosong. Emosiku seakan menguap begitu saja. Aku tak bisa lagi merasakan sedih atau bahagia di dalam sana. Moodku berada di titik terendah.

Aku masih enggan untuk bangkit dari posisiku yang terbilang tak nyaman ini. Dan aku terlalu malas untuk membawa ragaku ini untuk mengikuti perintah otakku. Bahkan untuk menoleh pun aku enggan.

Aku terdiam cukup lama. Lebih lama dari seorang nenek yang ingin mengunyah keripik kentang.

Langit mulai menggelap dan menunjukkan tanda-tanda ingin menangis. Orang-orang yang tadi terlihat sibuk kini mulai berjejalan memenuhi etalase toko untuk menghindari rintik air yang mulai menabrak bumi.

Semakin lama rintik air itu menjadi deras. Sedari tadi aku tak pindah bahkan bergerak sedikit pun dari posisi dudukku.

Tubuhku basah karena terguyur air hujan yang tak tahu kapan berakhirnya. Ada seorang pedagang yang menyuruhku untuk berteduh. Tapi, aku hanya mendiamkannya. Aku sudah seperti seorang mayat yang baru bangit dari makamnya. Tatapan ku kosong dan tubuhku mulai mendingin.

Seseorang berdiri menghalangi arah pandang mataku. Ku tatap sepatu pemiliknya. Sebuah sepatu mewah dengan sedikit noda lumpur disana.

Aku sudah mengetahui siapa pemiliknya hanya dengan melihat dari model sepatu yang ia kenakan. Aku menundukkan kepalaku. Setelah itu, aku mendongakkan kepalaku dan menatap wajah Tao. Salah satu tangannya membawa payung dan memayungiku.

"Mengapa kau kemari?" Tanyaku dengan nada dingin. Tao menghela nafasnya. Ia berlutut di depanku dan memasang wajah bersyukurnya.

"Syukurlah kau tak terluka" ucapnya. Aku berdecih menyadari kekhawatirannya.

"Memangnya kenapa kalau aku tak terluka? Apa itu penting untukmu?" Tanyaku dengan ekspresi datar. Lagi-lagi Tao menghela nafasnya. Ia sedikit menjilati bibir bawahnya yang terlihat kering.

"Eun Wook, aku tahu kau marah padaku. Aku minta maaf, sungguh. Aku tak bermaksud untuk menyakiti hatimu lagi. Aku benar-benar tak tahu kalau Sung Rin akan datang seperti tadi. Kumohon, maafkan aku" Tao berujar. Aku mendengus dan bangkit berdiri.

Tao yang masih berjongkok pun ikut berdiri dan menatapku dengan mata pandanya itu. Ia mendorong payungnya agar memayungi tubuhku yang sudah basah dari tadi.

Plak

Aku menampik tangannya yang memegang payung. Sehingga payung yang ia pegang terjatuh ke tanah dan membuat tubuh atletis Tao ikut terguyur air hujan.

"Kau pasti tahu kalau aku tak akan memaafkanmu dengan mudah, bukan? Lalu, mengapa kau meminta maaf sekarang? Aku tak butuh maafmu!" Aku segera berlalu pergi.

Grep
Gerakanku tertahan karena Tao meraih tanganku dengan mudahnya. Ku tatap cengkraman Tao pada tanganku yang terasa sangat kuat.

"Lepaskan aku, Tuan!" Ucapku menekan kata 'tuan'. Tao justru mencengramnya semakin erat. Aku mencoba menggerakan tanganku agar cengkraman itu terlepas. Percuma saja, tenaga Tao jauh lebih besar dari pada tenagaku. Energiku juga sudah terkuras karena berlari dan menangis tadi.

"Aku memang tak bisa menjelaskan apa-apa karena semuanya sudah jelas. Aku benar-benar tak tahu kalau Sung Rin akan kemari. Bahkan aku tak mengerti mengapa dia datang. Sungguh, Eun Wook. Percayalah padaku" ucap Tao mencoba meyakinkanku.

Tiba-tiba saja Tao melepas cengkramannya dan mulai berlutut di depanku. Kedua tangannya ia angkat tinggi-tinggi.

"Aku akan seperti ini terus hingga kau memaafkanku" yakin Tao. Tatapan matanya memancarkan kesungguhan yang amat pekat.
Apa ia benar-benar akan melakukan hal konyol seperti ini?

"Baiklah, lakukan ini sampai kau mati!" aku membalikkan tubuhku. Ku tatap sepatuku. Aku tak bergerak maju ataupun mundur. Air hujan semakin derasnya menyerang tanah bumi. Bahkan beberapa jalanan sudah mulai tergenang.

Aku tak mendengar pergerakan apapun dari Tao. Apa ia serius dengan ucapannya itu? Apa ia akan seperti ini hingga aku memaafkannya?

"Baik, aku akan seperti ini hingga aku mati. Bahkan aku tak akan pindah dari posisiku ini meskipun lokasi ini akan di gusur. 10 tahun? 100 tahun? Aku akan tetap menunggu hingga kau memaafkanku" ucap Tao tegas. Hatiku terasa teriris mendengar kesungguhan dalam ucapannya itu.

"Aku membencimu!" gumamku terendam suara hujan.

"Aku tahu kau membenciku" jawab Tao. Aku menunduk semakin dalam. Aku masih tetap memunggunginya.

"Aku tak akan pernah memaafkanmu!"

"Aku tahu kau tak akan pernah memaafkanku. Maka dari itu, aku akan menunggu maafmu"

"Kau berengsek!"

"Ya, aku memang berengsek"

"Mari laksanakan janjimu!"

"Aku akan- tunggu. Apa maksudmu?" Tanya Tao kebingungan. Ia mulai menurunkan tangannya dan berdiri. Ia membalik tubuhku dan menaikkan dagu ku agar melihat wajahku.

"Ulangi lagi" pinta Tao. Aku menelan salivaku.

"Mari tepati janjimu" ujarku. Mata Tao membulat. Ia mengerjapkan mata berkali-kali.

"Ma-maksudmu ten-tang pernikahan?" tanya Tao tak percaya. Aku mengangguk kecil.

Mata Tao menatap intens kearahku. Ekspresinya itu terlihat sangat bodoh. Kedua tangannya mencengkram lembut lenganku.

"Apa kau yakin?" tanya Tao. Matanya mencoba menyusup kebohongan di dalam tatapanku. Aku mengangguk pelan. Senyum Tao merekah di kedua bibir seksinya itu.

Detik berikutnya, aku tertarik kedalam dekapan Tao. Padahal cuaca saat ini sangat dingin. Ditambah angin dan air hujan yang tak berhenti menyentuh tubuh kami. Tapi, hanya dalam dekapan Tao aku menemukan sebuah kehangatan abadi. Kehangatan yang selalu membuatku terbuai.

Tao melepas pelukannya dan menangkupkan wajahku. Aku tahu apa yang akan ia lakukan setelah ini. Aku langsung mendorong bibir Tao yang sudah mengerucut siap 'menyerang'ku.

"Aku tak akan mencium bibir yang sudah dicium perempuan lain!" Sindirku dengan tajam. Tao tampak cemberut tak senang.

"Baiklah, aku akan membersihkannya dahulu" ujarnya. Setelah itu, ia mengusap kasar bibirnya berkali-kali. "Sudah, bagaimana?"

Aku menggeleng tak setuju. Ku lipat tanganku di depan dada. Tao mengusap bibirnya kembali. Namun, kali ini ia mengusapnya dengan sedikit lebih kasar. Aku segera menghentikan pergerakan 'membersihkan bibir'nya itu.

"Bibirmu itu bisa sobek jika kau mengusapnya sekasar itu!" Protesku pada pria di hadapanku ini.

"Lalu, aku harus bagaimana?" Tanya Tao pasrah. Aku tersenyum kecil.

"Sebegitu inginnya kah kau menciumku?" tanyaku.

"Tentu saja!" ujar Tao cepat
Aku cukup terkejut mendengar kefrontalannya itu. Bahkan aku tak menyangka dengan jawaban yang ia berikan padaku itu.

"Dasar mesum!" aku menendang tulang keringnya. Tentu saja tak terlalu sakit karena aku hanya 'sedikit' menendangnya. Jika aku menendangnya terlalu keras, aku yakin tulang keringnya itu akan bergeser ataupun patah. Hahaha aku tak bisa membayangkan jika ada sebuah artikel yang bertuliskan 'Seorang kekasih membunuh pasangannya sendiri dengan menendang tulang keringnya' pada koran mingguan.

"Kemari, biar aku bersihkan bibirmu itu" ujarku. Tao dengan sifat penurutnya itu, ia lebih mendekat kearahku.

Ku tarik dasi Tao dan membuat wajah Tao semakin dekat dengan wajahku. Setelah itu, aku menarik kerahnya. Jangan bayangkan posisi kami. Kalian akan dibuat mati cemburu.

Aku segera meraup bibir Tao. Melumatinya agar menghilangkan 'bisa' dari wanita ular itu. Sepertinya Tao terbuai dengan ciuman dariku. Ia bahkan menahan pinggangku agar tetap pada posisi seperti ini.

Dasar mesum!

Tunggu, mungkin kali ini akulah yang mesum. Ah, biarkan saja. Lagipula Tao kekasihku, bukan?

Ciuman kami terasa amat basah. Air hujan yang menemani setiap lumatan dan kecupan dalam ciuman kami ini menambah kesan erotis.

Aku bergidik membayangkan kata 'erotis'. Oh, astaga. Apa yang kau masukkan dalam otakku, gorila-hitam-menjijikkan-nan cabul?

Apa aku benar-benar bukan gadis yang polos lagi? Astaga, aku tak bisa membayangkannya!

Ugh, aku kehabisan nafas!

Ku dorong kuat-kuat tubuh Tao. Dengan nafas terengah-engah, ku tatap wajah kekasihku itu yang tampak senang menerima ciuman terpanas kami ini.

"Ck, jangan menunda apapun yang sudah kau lakukan!" Ujar Tao. Selanjutnya, Tao menarik tubuhku mendekat dan menyerangku dengan kecupan-kecupan kecil pada bibirku.

Ku pukul pelan dadanya itu. Kepala ku menunduk agar menghindar dari 'penyerangan'nya itu.

"Aku bisa mati kehabisan nafas, bodoh!" Protesku. Tao cemberut dan menunjukkan ekspresi tak terimanya itu.

Aku terkekeh melihat ekspresinya. Mendengarku terkekeh, Tao semakin menunjukkan ekspresi jeleknya itu.

"Sudahlah, ayo kita pulang. Dan hentikan seranganmu itu! Aku tak mau namaku berakhir di korang mingguan dengan judul artikel 'seorang gadis mencumbui Huang Zi Tao, salah satu anak terkaya di Korea'!" Protesku.

"Okay, aku tahu dan aku mengerti. Tapi, kapan kau mau menunjukkan dirimu sebagai kekasihku pada media?" Tanya Tao.

"Sampai aku sukses menjadi orang besar. Entah kapan itu, aku tak tahu" jawabku. Tao cemberut.

"Itu terlalu lama! Bagaimana kalau setelah menikah saja?" Tanya Tao sambil mengedipkan mata kanannya padaku. Aku berdecak jijik.

"Apa kau tak mau bersenang-senang dulu setelah menikah?" Pancingku. Tao tersenyum miring.

"Wah, kau mau bersenang-senang rupanya" jawab Tao semakin memajukan tubuhnya agar wajah kami semakin dekat. Aku tak tak menjauh ataupun mendekat. Aku hanya terdiam dan ingin melihat apa yanga akan Tao lakukan padaku setelah ini.

"Tentu saja! Orang lain selalu bersenang-senang setelah pernikahan mereka" celetukku.

Tao menjauhkan tubuhnya dariku. Ia tersenyum tipis sambil mengacak pelan rambut basahku.

"Ck, gadis kecilku ini sudah menjadi dewasa rupanya. Aku benar-benar akan membunuh Kai jika kami bertemu nanti" ujar Tao.

"Hei, kenapa kau menyalahkan Kai? Apa bedanya kau dengannya? Kau yang selalu mencuri ciuman dariku dan menjejaliku dengan tindakan-tindakan erotis atukah Kai yang hanya menjejali ku dengan pikiran mesumnya? Tindakan dan pemikiran adalah hal yang berbeda" ujarku. Tao melipat kedua tangannya di depan dada.

"Jadi, kau lebih membela Kai daripada aku?" Selidik Tao. Matanya pun ikut menyipit kecil.

"Tidak, aku hanya mengungkapkan sebuah fakta saja" jawabku.

"Apa kali ini kau ingin membuatku cemburu lagi dengan membela Kai seperti itu setelah membuatku cemburu setengah mati pada Baekhyun?" Tanya Tao tanpa penjedaan pada kalimatnya.

"Well, jika kau berpikiran seperti itu, tak masalah buatku. Lagipula kau juga sudah membuatku cemburu setengah mati dengan membawa wanita ular itu di kehidupanku" jawabku enteng.

"Baiklah, aku kalah. Ayo, apa kau ingin kehujanan seperti ini terus?" Tao segera melepas jas almamaternya dan menyampirkannya pada bahuku.

"Ey, kau ingin bertindak romantis sekarang?" Ledekku melihat sikapnya itu.

"Tidak" jawab Tao singkat. Aku mengerutkan keningku dengan penuh kebingungan yang meletup-letup.

"Lalu?" Tanyaku.

"Seragammu itu cukup tipis. Dan sekarang pakaian dalammu terlihat. Aku tak mau orang lain melihatnya. Cukup aku saja yang menikmatinya. Ah, atau aku bisa melihatnya dengan jelas nantinya" ujar Tao sambil mengancingkan kancing teratas jas almamaternya yang ia sampirkan pada bahuku.

Aku memukulnya keras. Sialan sekali dia yang membahas pakaian dalam.

"Dasar mesum!" Aku menggeram sebal.

Aku meninggalkannya dan memilih berjalan lebih dahulu menuju sekolah.

"Hei, tunggu aku!" Tao menyahut dari belakang. Aku dapat mendengar kekehan penuh kesenangan darinya. Sialan!
.
.
"Apa kau baik-baik saja?"

"Astaga, aku tak percaya wanita sinting itu kembali lagi!"

"Hei, kau kehujanan?"

"Apa kau tak apa-apa?"

Berbagai pertanyaan dari anggota EXO menyambut kepulanganku ke kastil. Pria-pria ini sungguh perhatian! Aku harap mereka memiliki pasangan takdir yang baik.

"Cepat ganti bajumu" perintah Kai. Kali ini aku tak menolak sama sekali pada ucapannya itu.

Dengan langkah perlahan agar tak terpeleset, aku menaiki anak tangga satu persatu. Tao menyusul dan menuntunku.

Sesampainya di dalam kamar, Tao menyalakan kran bathup dan mengambilkan handuk untukku.

"Berendamlah, jangan terlalu lama. Kalau sudah selesai, turunlah untuk makan malam. Aku akan membicarakan pernikahan kita pada mereka" ujar Tao. Aku mengangguk setuju.

Tiga puluh menit kemudian, aku sudah berada di meja makan bersama anggota EXO lainnya. Seperti biasa, mereka selalu bercanda ditengah-tengah kunyahan mereka.

Tiba-tiba saja Tao berdiri dan mendentingkan sebuah gelas dengan sendok makan miliknya. Tentu saja itu membuatnya menjadi pusat perhatian. Bahkan para maid yang memiliki kesibukan sendiri pun ikut berhenti mengerjakan pekerjaan mereka hanya untuk menoleh kearah Tao.

"Ehm" Tao mencoba mentralkan suaranya. Aku tahu apa yang akan ia bicarakan. Dadaku terasa sangat sesak. Rasanya ada yang meletup-letup didalam sana.

"Aku tak suka bertele-tele. Aku akan langsung mengucapkannya
Jadi, tolong dengarkan baik-baik. Aku akan menikah dengan Eun Wook minggu depan" ujar Tao to the point.

Suasana yang tadinya hening berubah menjadi ramai karena tertawaan anggota EXO.

"Jangan bercanda! Kau mau menikah? Kau saja masih menghisap ibu jarimu!"

"Kalau kau mau menikah dengan Eun Wook, aku akan menikah dengan Selena Gomez!"

"Cuci mukamu itu. Kau sedang mengantuk?"

"Mungkin kau sedang sleep walking kembalilah ke kamarmu!"

"Apa dia mabuk?"

Tao menggeram kesal melihat respon ketidakseriusan para saudaranya itu. Mungkin jika aku berada di posisi mereka, aku juga akan mengatakan hal yang sama.

"Aku sedang tak bercanda!" Suara geraman Tao membuat mereka terdiam. Suho dan Kris yang tampak tenang dari tadi itu mulai mengeluarkan suara mereka.

"Tao sedang tak bercanda. Eun Wook, apa kau benar-benar sudah memikirkan hal ini?" Tanya Suho. Aku mengangguk pelan. Semua anggota EXO mulai riuh kembali. Namun, kali ini dengan celotehan ketidakpercayaan mereka.

"Benarkah?"

"Secepat ini?"

"Astaga! Dia mendahuluiku!"

Aku terkekeh mendengar celotehan mereka. Tao tampak melirik kearahku dengan senyum tipis.

"Kalian sudah melihatnya, bukan? Aku akan menikah dengan Eun Wook minggu depan. Jadi, aku meminta bantuan kalian untuk prosesnya nanti" ujar Tao diiringi tepuk tangan para maid. Anggota EXO lainnya mulai mendekat kearah Tao dan aku untuk mengucapkan selamat.

Aku tak menyangka hidupku akan sebahagia ini. Setelah melalui banyaknya duri dan lubang kehidupan, akhirnya aku bisa menemukan sebuah cahaya dan kehangatan kembali.
.
.
.
Ternyata waktu seminggu bukanlah waktu yang lama. Selama seminggu inilah aku disibukkan dengan persiapan pernikahan. Mulai dari pemilihan gaun, cincin, lokasi, tamu undangan, dekorasi, dan masih banyak lagi hal yang perlu diurus. Tentu saja aku tak mengerjakannya sendiri. Orang-orang disisiku pun ikut membantu. Bahkan ku pikir merekalah yang terlihat lebih repot dibandingkan denganku.

Setelah melewati banyak masa sulit untuk persiapan, akhirnya aku dan Tao sudah memutuskan. Lokasi yang di ambil adalah tempat dimana cahaya bulan bisa bersinar terang, tamu undangan hanya orang terdekat dan pakaian yang akan kami pakai didesain oleh seorang desainer ternama di paris.

Semuanya menggunakan uang Tao. Aku hanya memberikan ide dan semangat saja. Terkadang aku merasa tak enak pada calon suamiku itu, aku selalu merepotkannya. Hah~ memangnya apa lagi yang bisa ku lakukan selain merepotkannya?

"Kau akan melamun seperti ini terus?" Suara Sica berhasil memecah lamunanku. Aku menoleh kearah Sica yang terlihat sangat cantik menggunakan gaun selutut tanpa lengannya itu.

"Ayo, kurasa Tao sudah menunggumu di altar"ujar Sica.

Ya, ini saatnya pernikahanku. Aku merasa sangat gugup. Lebih gugup dibandingkan saat pertama aku berbicara di depan umum, lebih gugup dibandingkan saat aku pertama kali keluar dari panti asuhan. Kali ini rasa gugupku berada dititik maksimal. Bahkan kakiku terasa sangat lemas.

Menyadari kegugupanku, Sica membantuku berdiri. Tubuhku sedikit oleng karena menginjak gaunku sendiri.

"Hei, tenanglah. Kau bukan mengahadapi eksekusi apapun" Sica mencoba melawak.

Aku hanya tersenyum lemah. Candaannya itu justru membuatku sadar kalau pernikahan ini lebih menakutkan dibandingkan eksekusi manapun.

Sica merapikan gaunku. Sedikit penjelasan saja, gaun yang ku kenakan ini panjangnya sampai menyentuh tanah. Tak sedikit mutiara dan berlian yang bertaburan diatas kain yang membalut tubuhku ini. Tentu saja gaun ini terasa sangat berat dilihat dari banyaknya hiasan yang menempel.

"Aku yakin kau pasti melamun lagi!" Protes Sica. Aku sedikit tersentak ketika mendengar seruan Sica.

"Biar ku cek suaramu. Siapa tahu suaramu menghilang ketika mengucapkan janji nanti" ujar Sica. Ia menyuruhku untuk mengucapkan janji pernikahan.

"Bagus, sekarang kita harus keluar. Jangan buat Tao dan para tamu menunggu" ujar Sica sambil memberikan buket bunga pernikahan padaku.

Kutarik nafasku dalam-dalam ketika pintu terbuka dan menyajikan pemandangan dimana Tao tengah berdiri di altar dengan jas yang memiliki warna yang sama seperti gaunku.

Dadaku terasa membuncah ketika kakiku melangkah mendekat menuju altar. Setiap tatapan yang terarah padaku berhasil membuatku ingin lari dari tempat ini. Aku percaya pada 'kegugupan pernikahan' yang selalu orang bicarakan.

Dahulu, aku selalu menganggapnya sebuah bualan semata. Tapi, rasanya aku termakan oleh karma.

Acara pernikahanku ini berlangsung malam hari di tengah-tengah hutan yang sudah sering dijadikan tempat perkumpulan para vampir. Hutan ini adalah satu-satunya tempat yang bermandikan cahaya bulan. Lokasi ini pun tak terlalu jauh dari kastil.

Hutan yang seharusnya gelap kini telah terang benderang setelah diberi pencahayaan di setiap sisinya. Jangan bayangkan hutan yang ku gunakan sebagai lokasi pernikahanku ini adalah hutan yang penuh dengan pohon.

Hutan ini memiliki tanah lapang di tengah-tengahnya. Tanah lapang itulah yang ku jadikan lokasi pernikahanku.

Aku cukup terkejut ketika ujung kakiku sudah menyentuh altar. Tao berdiri menyabutku. Tangan kanannya ia ulurkan agar aku bisa menaiki altar dengan mudah. Sica yang menjadi pendampingku itu sedikit menyingkir.

Aku menatap wajah Tao yang tampak tersenyum senang. Melihat senyumannya itu, membuatku ikut tersenyum dan larut dalam kebahagiaan ini.

Setelah mengucapkan janji suci kami, Tao menciumku dengan penuh kasih sayang yang membuatku menitikkan air mata kebahagiaan.

"Jangan menangis, orang lain akan menganggap kau tak bahagia karena menikah denganku" ujar Tao sambil menghapus air mataku.

"Justru karena menikah denganmu lah aku menemukan kebahagiaan" ujarku. Tao tersenyum lembut.

Suho dan Kris berjalan mendekat dengan membawa dua ekor merpati di tangan mereka. Aku mengerutkan kening.

"Untuk apa itu?" Bisikku pada Tao. Tao menoleh dan mendekatkan bibirnya di depan telingaku.

"Kita sudah menikah di depan Tuhan, kini kita akan menikah di depan alam" ujar Tao. Aku semakin tak mengerti.

"Kenapa harus merpati?" Tanyaku.

"Karena merpati adalah lambang dari kesetiaan" ujar Tao.

"Apa kita akan menerbangkannya?" Tanyaku lagi.

"Tidak"

"Lalu?"

"Kita akan mengisap darahnya. Setelah itu, kau harus menghisap darah yang sudah ada pada tubuhku. Semacam pertukaran darah. Kita akan saling menggigit" jawab Tao. Aku sudah bergidik hanya dengan membayangkannya.

Suho memberikan seekor merpati padaku. Ia memamerkan senyum angelicnya padaku.

Merpati yang kini sudah berada digenggamanku itu tampak tenang. Aku melirik Tao yang sudah siap menggigit merpati itu. Kedua taring yang sudah nampak pada mulutnya itu sangat jelas menunjukkan kesiapannya.

Ku telan ludahku. Dengan amat perlahan, aku mulai menggigit leher merpati itu. Darah merpati itu mulai mengalir di kerongkonganku. Mataku berubah merah ketika merasakan lezatnya darah dari hewan bersayap putih itu.

"Sekarang, kalian boleh menggigit pasangan kalian" ujar pembawa acara. Aku melepas gigitanku.

Mataku melirik kearah Tao. Mata kami sama-sama berwarna merah. Mungkin karena kami harus berpuasa dari benda kental berwarna merah itu selama dua hari sebelum pernikahan.

"Tahanlah, ini tak akan sakit" gumaman Tao menyapu telingaku. Wajah Tao sudah menempatkan diri di leherku. Sedangkan aku sama sekali belum siap untuk ritual ini.

Tao mulai memasukkan taringnya kedalam leherku. Hanya panas dan perih yang bisa kurasakan dari sana. Dengan cepat aku segera menggigit leher Tao.

Darah mulai mengalir dari lubang yang ku buat pada leher Tao. Aku mencecapnya. Rasanya sangat manis.

Tepat pukul 12 malam, cahaya bulan yang berdiri gagah diatas langit menyinari kami. Aku dapat merasakan sedikit sensasi yang menyengat seluruh tubuhku. Namun, sengatan itu justru memberikan rasa nyaman untukku. Tubuhku sedikit bergidik ketika Tao melepaskan dan menjauhkan taringnya dari leherku.

Begitu pun denganku, aku juga melepas tautan taringku dari leher Tao. Mata kami bertemu.

Tao memberikan senyum bahagianya padaku. Di sudut bibirnya terdapat darah yang mulai mengering. Aku mendekatkan wajahku.

Ku kecup sudut bibirnya itu agar menghilangkan bekas darah yang menempel disana. Aku cukup terkejut ketika tepuk tangan memenuhi pendengaranku.

Dengan bangganya Tao menarik tubuhku mendekat dan merengkuhku dalam pelukannya.

Demi apapun, jika kalian bertanya apakah aku bahagia, maka aku akan menjawab dengan lantang kalau aku sangat bahagia.
.
.
"Selamat atas pernikahanmu, aku tak menyangka kau akan menikah secepat ini" ucapan selamat dari seorang pria yang tak kukenal disambut hangat oleh Tao.

Acara kali ini hanya pesta biasa. Mereka yang ingin berdansa sudah diberikan tempat untuk menunjukkan goyangan mereka.

Musik yang menghentak membuat semua orang ikut larut dalam kebahagiaan. Aku dan Tao tak henti-hentinya dihujani ucapan selamat dari tamu undangan yang datang.

"Kau mau minum sesuatu?" Tawar Sica. Aku mengangguk sambil tersenyum hangat pada wanita yang telah banyak membantuku itu.

"Alkohol?" Tanya Sica. Aku cukup terkejut dengan tawarannya itu. Aku menggeleng lirih.

"Hei, jangan seperti itu. Usiamu sudah mencapai 19 tahun. Cobalah segelas atau dua gelas saja. Itu tak akan membuatmu mabuk" rayu Sica. Aku menimbang ucapannya.

"Berhenti menawari minuman maksiat itu, Nona!" Tiba-tiba saja Tao datang dan merangkulku. Tanpa diperintah, Sica beranjak pergi.

Tao melirik sekilas kearahku. Dapat ku lihat senyum misterius pada wajahnya itu. Perasaanku tak enak melihat senyum miringnya itu.

"Berhenti menatapiku seperti itu!"

Tao memiringkan kepalanyaa. Namun, senyumnya itu tak ikut luntur bersamaan pergerakan kecil yang ia buat.

"Memangnya kenapa? Apa aku tak boleh memandangi wajah istriku ini?" Tao menggerakkan alisnya naik dan turun seolah memberiku sebuah kode misterius.

"Aku akan menyabut tamu yang lain!" Aku segera menghindar dari tatapannya dan mencoba untuk pergi.

Tepat seperti dugaanku, Tao tak akan mengijinkanku pergi dengan mudahnya. Ia menarik tanganku dan membuatku kembali terjatuh pada pelukannya.

"Kau bilang kita bisa bersenang-senang setelah menikah, bukan?" Pancing Tao.

Sial, mengapa ia menganggap serius ucapanku waktu itu?!

"Berhenti berkhayal, Tuan! Lebih baik kita pergi kesana untuk bergabung bersama dengan yang lainnya" ucapku cepat.

Aku segera berlari menjauh dari Tao. Namun, langkahku tertahan ketika lengan Tao menjulur di depan wajahku. Telapak tangannya menempel pada pohon yang cukup besar. Ya, seperti yang ada di didalam sebuah drama. Aku terjebak dalam kungkungan tangan Tao.

ZRASS
"Akh-" aku memekik ketika merasakan panas pada pipi kananku. Ku sentuh daerah yang terasa panas itu. Ketika aku melihat jemariku yang baru saja menyentuh pipi, ada noda darah disana.

Pipiku tergores sesuatu yang tajam. Ketika aku menoleh ke samping kananku, aku melihat sebuah panah yang tertancap pada pohon yang berada di dekatku.

Aku melirik kearah Tao yang tampak kesal melihat luka pada pipiku. Dengan gerakan cepat ia mengambil panah itu.

Suasana pesta menjadi hening seketika. Pekikan ku berhasil mencuri seluruh perhatian para tamu undangan.

Melihat pipiku yang terluka, satu-persatu anggota EXO mulai mendekat. Mereka menanyakan keadaanku, dan aku menjawab kalau aku baik-baik saja.

"Tunggu, aku melihat kertas pada ujung panah itu!" Ucap Sica. Luhan sempat menoleh sekilas pada kekasihnya itu. Lalu, pria bermata rusa itu berjalan mendekat kearah Tao yang tengah memegang panah misterius itu.

Tao dan Luhan membaca isi kertas misterius yang berhasil melukaiku di acara pernikahanku sendiri.

Raut wajah Tao terlihat cemas setelah membaca isi kertas tersebut. Luhan pun menunjukkan ekspresi yang tak berbeda jauh dari Tao.

"Ada apa?" Tanyaku penasaran. Ku angkat sedikit gaunku agar memudahkanku untuk berjalan.

Ku rebut kertas yang ada dalam genggaman Tao itu. Aku hanya bisa menitikkan air mataku setelah membacanya.

Selamat atas pernikahannmu. Sebagai hadiahnya, mari kita bertemu pagi ini pukul 9 untuk membahas peperangan. Bagaimana?-Jung Yong Hwa-

Ku jatuhkan kertas itu. Tubuhku bergetar hebat. Secepat inikah kematianku? Bahkan setelah pernikahanku ini, aku masih mendapat kejutan yang begitu menyeramakan?

Tuhan, apa dosaku ini?

~~~~~~~~~~~~~~~~~~TBC

Yeah, i'm back!

Gimana, chap kali ini? Kekeke well, aku update buat memperingati hari ultahnya Baekhyun. Happy B's day!

READ IT PLEASE!
Oiya sekedar peringatan aja, chap depan dan seterusnya mungkin bakal jadi rate 17+
Karena ada beberapa adegan yang bikin kita ngomong 'gak kuat'

Kalo emang kalian nekat, aku juga gak masalah kok...

Tadinya aku sempet mikir buat ngeprivat chap terakhir, tapi karena aku tahu bagaimana perasaan siders, jadi aku putusun buat di publik aja.. mungkin ada satu atau dua chapter yang bakal aku privat..

Tapi, tolong jangan copas seenaknya. Izin dulu ya,,, karena plagiat itu DOSA!

Continue Reading

You'll Also Like

67.9K 5K 31
"Kami berjanji, kalian akan, dan tetap baik-baik saja." -Kate Crawford. Semuanya berawal ketika Scott Brooklyn menugaskan Andrew Edgar Crawford, Mike...
4.9M 160K 57
[DITERBITKAN OLEH BUKUNE] Cover by: @Ariski Bagaimana jika kamu menjadi seperti Claire Watson, seorang 'budak' yang digunakan sebagai 'makanan' pange...
1.5M 74.7K 33
Anak baru yang menarik perhatian semua cewek di sekolahnya ternyata mempunyai rahasia yang selama ini tidak pernah dibayangkan Elena. Malam itu, dia...
185K 28.8K 52
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...