Dan disinilah Davino sekarang, di ruang BK duduk di kursi yang ia anggap sebagai kursi introgasi.
Bu Diah sedang menatap Davino dengan tatapan mengintimidasi.
"Jadi? Kamu udah bosen sekolah disini Davino?"
Tadinya sih gitu. Tapi kalo gue keluar atau dikeluarin dari sekolah ini siapa yang jagain Audrey dari Tirta—lah gue ngapain mikirin Audrey.
"Kamu dengar saya bicara tidak Davino?"
"Denger Bu. Sebenernya kenapa saya dipanggil ke BK?"
"Masih ngga tau juga apa kesahalan kamu?"
Cuma ada tiga. Kalau ngga warna rambut, kesekolah bawa mobil, atau ribut di kantin.
"Engga Bu,"
Bu Diah mengambil cermin yang ada di dekatnya, dan memberikannya kepada Davino.
"Sekarang kamu ngaca coba."
Davino melihat pantulan wajahnya di cermin.
"Ganteng Bu,"
"Ck! Bukan itu. Liat apa yang berbeda dari penampilan kamu."
"Tambah ganteng ya Bu?"
"Davino! Saya tidak bercanda ya!"
"Saya juga engga Bu,"
Bu Diah mengusap wajahnya frustasi.
"Murid model kaya kamu ada 10 aja di sekolah ini. Mati berdiri saya."
Davino terkekeh.
"Ibu lucu juga."
"Saya tidak sedang melucu!" Bu Diah menggebrak meja dihadapannya.
Davino terdiam. Menatap Bu Diah dengan tatapan datar.
"RAMBUT KAMU DAVINO!! RAMBUT KAMU! KAMU ITU BUKAN SEKOLAH DI SEKOLAH NENEK MOYANG KAMU!!"
"Oh masalah rambut, saya kira apa. Itu mah urusan gampang Bu, sore ini juga saya bisa kok balikin warna asli rambut saya."
"Saya ngga nanya kapan kamu bisa ganti warna rambut kamu jadi kaya semula! Kamu udah melanggar tata tertib sekolah Davino!"
"Iyaaa Ibu saya tau saya ngelanggar. Yaudah gini aja, besok rambut saya udah ngga berwarna gini deh. Dan saya janji, ngga akan ngewarnain rambut lagi. Deal?"
"Kamu selalu nebar janji Davino. Tapi ngga pernah di tepati. Saya capek ngedenger semua janji kamu."
"Ibu Baperan." Jangan tanya ekspresi wajah Davino saat berkata seperti ini. Karna dari awal masuk ruang BK Davino hanya memasang wajah datarnya.
"DAVINO!"
"Iya Bu? Apa? Oh Deal. Ok." Davino menjabat tangan Bu Diah.
Davino langsung keluar dari ruang BK tanpa memperdulukan teriakan Bu Diah yang sangat nyaring.
Di depan ruang BK, Audrey masih menunggunya.
"Lo masih disini aja,"
"Masih lah. Masalah apa? Masalah yang tadi di kantin ya?"
"Bukan,"
"Terus?"
"Rambut gue."
Berhubung Davino lebih tinggi dari Audrey, Audrey mendongak memperhatikan rambut Davino. Apa yang salah?
"Rambut lo kenapa? Ada kecoaknya?"
"Lo buta warna ya?"
"Yeh. Engga lah."
"Yaudah, lo liat warna rambut gue apa?"
"Blonde."
"Nah itu. Gue dilarang ngeganti warna rambut asli gue. Di sekolah ini dilarang warnain rambut."
Audrey hanya ber'oh' ria.
"Mau kemana nih?"
Audrey menoleh. Tak mengerti maksud Davino.
"Kemana apanya?"
"Lo mau kita berdiri di depan ruang BK terus?"
"Engga lah."
"Yaudah mau kemana?"
"Gatau, gue kan belum tau seluk beluk sekolah ini. Lo ajak gue ke tempat yang paling seru disini dong."
Davino berpikir sebentar.
"Yuk, ikut gue."
**
"Bagus banget ya Dav."
Davino melirik Audrey sekilas. Lalu tersenyum.
"Gue suka kesini. Disini biasanya gue ngeliatin jalanan yang selalu macet. Kadang juga gue ngeliatin awan, kalo awannya lagi bagus."
"Ternyata sekolah ini punya rooftop ya."
"Punya."
Setelah itu hening. Davino melirik Audrey lagi, Wajah Audrey sangat damai saat memperhatikan kemacetan ibu kota dari atas.
"Drey,"
Audrey menoleh. Mata mereka bertemu.
"Apa?"
"Lo kenapa pindah sekolah kesini?"
Audrey membenarkan posisi duduknya. Ia seperti gugup.
"Dreyy?" Davino memanggil tanda ia menunggu jawaban Audrey.
"Apa?"
"Ck. Gue nanya lo kenapa pindah kesini?"
"Kepo lo."
Ngeselin anjir. Bikin penasaran aja.
"Gue serius Audrey."
"Gue j—juga."
"Lo kenapa sih? Gabisa diem duduknya. Kebelet?"
Audrey menatap Davino sambil melotot.
"Santai dong matanya.."
Davino memperhatikan Audrey baik-baik.
Ada yang dia sembunyiin. Pasti.
"Lo nyembunyiin sesuatu ya?"
Audrey lagi-lagi menoleh. Menatap Davino dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Sembunyiin apa?"
"Gue denger, lo pindah karna di keluarin dari sekolah. Katanya juga, lo bad girl."
Audrey menghembuskan nafasnya kasar.
"Tau darimana?"
"Yaa denger-denger aja sih."
Audrey diam. Ia ingin bercerita kepada Davino, tapi Davino bukan siapa-siapa untuknya. Davino hanya orang baru yang ia temukan kemarin. Davino hanya orang yang mengantarnya ke ruang Kepala Sekolah. Davino hanya orang yang menolong-nya dari cekalan tangan Tirta. Davino hanya... Orang yang mengobatinya di UKS.
Dia baik. Gue bisa cerita sama dia.
"Bener." Ucap Audrey tiba-tiba membuat Davino langsung menoleh kebingungan.
"Bener apa? Maksudnya?"
"Gue di keluarin dari sekolah lama gue. Dan bener, gue di keluarin karna gue bad girl."
Davino memperhatikan raut kesedihan diwajah Audrey.
"Mereka cuma tau kalo gue itu bad girl. Mereka gatau gue itu bener-bener bad girl atau bukan. Mereka ngga tau kenapa gue jadi bad girl. Mereka gatau kenapa gue selalu.."
Ucapan Audrey terhenti karna ia tak sanggup meneruskannya. Ya, Audrey menangis.
Davino yang melihat itupun bingung harus melakukan apa.
"Kok lo nangis? Jangan nangis dong." Davino mengusap bahu Audrey dengan canggung.
"Gue jadi bad girl itu karna seseorang Dav..." Audrey semakin menangis dan Davino semakin kebingungan.
"Gue ngga pernah ngehadapin orang nangis. Tapi biasanya anak kecil kalo nangis dikasih balon sama digendong. Berhubung disini ngga mungkin ada tukang balon, gue gendong aja ya?"
Audrey berhenti menangis ia malah tertawa sambil menepuk pelan bahu Davino.
"Lo curang." Davino berucap dengan wajah serius.
Audrey-pun bingung. Ia tak mengerti apa maksud Davino.
"Gue belum gendong lo. Tapi nangisnya udah berenti aja."
"Davino ihh!!"
"Akhirnya ngga nangis lagi. Jangan nangis dong, cerita ya cerita aja jangan pake nangis."
Audrey terdiam.
Davino lucu banget, pikirnya.
"Tadi lo bilang apa? Lo jadi bad girl karna seseorang?"
"Pacar gue. Dulu di sekolah lama gue, pacar gue itu bad boy banget. Tapi gue sayang banget sama dia, gue juga ngga ngerti kenapa. Dia minta, gue juga ikutin pergaulan dia, berhubung gue sayang banget sama dia. Ya gue turutin. Tapi mungkin gue kelewat batas, sampe-sampe gue kepergok ngerokok di sekolah. Dan dikeluarin dari sekolah."
"Lo ngerokok?" Davino bertanya dengan wajah sedikit kaget.
"Iya, dulu."
"Terus? Lo pindah sekolah gini? Pacar lo gimana?"
"Dia mutusin gue. Katanya, karna gue keterlaluan dan dia juga gamau nanggung malu di cap sebagai pacar cewek ter-bandel disekolah."
"What a banci man."
"Apaansih. Kok lo ngaco banget Bahasa Inggrisnya?"
"Gue jadi mikir Drey. Dia yang bikin lo jadi bad girl, tapi setelah lo bener-bener jadi bad girl dia malah mutusin lo karna malu? Ngga masuk akal."
"Gue juga ngga ngerti. Rasanya gue tuh manusia ter—"
"Gausah dilanjut. Nanti lo nangis. Gue gamau terima resiko."
Audrey diam. Ia tidak tau harus berbicara apalagi, jadi ia memilih diam.
Davino yang merasakan kecanggunganpun tidak tau harus melakukan apa. Dalam beberapa detik suara klakson kendaraan dan hembusan angin lah yang mendominasi.
Hingga akhirnya, Davino mengeluarkan sebungkus rokok lengkap dengan pematiknya. Audrey yang ada disebelahnya menatapnya bingung.
"Lo ngerokok?"
Davino hanya mengangguk sambil terus fokus menghidupkan rokoknya. Setelah rokok itu hidup, Davino menghisapnya lalu menghembuskan asap.
"Dav, ini lingkungan sekolah. Jangan gila."
"Gue udah biasa dan udah sering kaya gini, disini."
"Tapi kalo kepergok guru kan nanti—"
"Audrey, gue lagi enak. Jangan ceramah dulu."
Audrey-pun mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Rokok itu. Ia pernah merasakannya dulu, tapi sekarang tidak lagi. Cukup sekali saja ia dikeluarkan dari sekolah.
"Jauhan Drey." Ucap Davino menyuruh Audrey menjauhkan posisi duduknya dari Davino.
"Kenapa?"
"Gue ngga mau lo ngehirup asap rokok."
Audreypun tersenyum sambil menunduk dan menggeser sedikit posisi duduknya.
Setelah hening cukup lama dan rokok Davino sudah habis satu batang. Davino melihat jam tangan yang ia kenakan.
"Lo balik naik apa Drey?"
"Biasanya, gue telfon taksi."
"Ngga dijemput?"
Siapa yang mau jemput gue Dav? Siapa?
"Engga."
"Sebentar lagi jam pulang sekolah. Kita pulang sekarang aja. Gue anter lo pulang."
"Ngaco Dav. Bahkan jam pulang masih satu jam lagi. Itu sama aja namanya kita cabut."
"Ya emang. Ayo turun."
Audrey membulatkan matanya. Dan ia baru sadar, bahwa Davino, orang yang baru ia temui kemarin, orang yang sangat terlihat menawan dan karismatik adalah seorang bad boy.