Bunga Iris dan Takdir

By hanyapisang

77.4K 11.5K 2.1K

Iris Art University adalah salah satu universitas seni ternama di Seoul, Korea Selatan. Salah satu tempat yan... More

PROLOG
Apa Kabar?
Teman?
Bendera Perang?
Tuan?
Canggung?
Kabar Buruk?
Kehadiranku?
Pindah?
Spekulasi?
Kesan Pertama?
Choi Seungcheol: Takdir, Sial!
Choi Seungcheol: Double Sial!
Setuju?
Jatuh Cinta?
Nyaman?
Mengobatiku?
Tidak Berbakat?
Tawaran Perdamaian?
Pernyataan Cinta Soonyoung?
Cemburu?
Kemungkinan?
Alasan?
Kepastian?
Fokus?
Tanpa Kabar?
Tidur Bersama?
Sialan?
Berbicara?
Bagaimana?
Special Story I
Berbeda?
Move On?
Kencan?
Hai?
Pesan?
Orang Luar?
Milikmu?
Mengejutkan?
Power Bank?
Akhirnya?
Satu Menit?
Lee Jihoon: Dua Orang Bodoh
Choi Seungcheol: Hah!
Choi Seungcheol: Drama!
Harga Diri?
Bekas Ciuman?
Payung sebelum Hujan?
Yang Terbaik?
Special Story II: Lets Play A Game!
Special Story II: Never Have I Ever...
Deal?
Harga Diri? #2
Sudah Saatnya?
Hangat?
Pulanglah?
Keras Kepala?
Spesial Story III Seungcheol: Urgent! Help Mee!!!
Spesial Story III Seungcheol: Urgent! Help Mee!!!
Ragu?
Berbicara? #2
Special Story IV Seungcheol's Birthday

Jengkel?

1.4K 216 23
By hanyapisang

Oh, what do you think about that
Now you know how I feel
Say, you can handle my love, are you for real
(Are you for real)

(Wanna Be, Spice Girls)

---------------------------------------

"Jeonghan, aku tidak melihat Seungcheol selama dua hari ini," kata Soonyoung saat mengambil duduk di depanku di kafetaria asrama. Karena tidak ada nampan makanan yang dia bawa, mungkin saja dia sudah selesai dengan sarapannya. "Tumben sekali melihatmu sarapan sendirian. Di mana ketua asrama kita?"

"Dia tidak di asrama," jawabku sambil terus menyuapkan sarapanku.

"Kau tahu di mana dia?"

Aku mengangkat pundak tak acuh sebagai jawaban. "Kalau kau ada perlu dengannya, hubungi saja ponselnya."

Soonyoung menatapku dengan pandangan menyelidik. "Apa kalian bertengkar?"

"Tidak."

"Terus kenapa kau..."

"Karena menurutku bukan suatu hal yang penting, bisakah kita tidak usah membicarakan Seungcheol saat ini?" sahutku dengan nada final. "Terlebih lagi ada sesuatu yang lebih penting yang ingin aku tanyakan padamu."

"Baiklah," Soonyoung meringis menanggapi sikap bersungut-sungutku karena topik tentang Choi Seungcheol yang diangkatnya. "Apa yang ingin kau tanyakan?"

"Apa Jihoon ada di kamarnya sekarang?"

"Mungkin saja. Apa kau ada masalah dengan Lee Jihoon?"

Kenapa Kwon Soonyoung sangat ingin tahu sekali masalah orang lain?

"Apa dia tidak pernah meninggalkan kamarnya selama beberapa hari ini?" tanyakau mengabaikan pertanyaan Soonyoung sebelumnya.

"Aku tidak tahu," jawab Soonyoung sambil memutar bola matanya. "Aku bukan asisten Lee Jihoon yang harus tahu semua kegiatannya sehari-hari. Aku juga bukan pengasuhnya yang harus memantaunya setiap jam."

Meskipun perkataan Soonyoung sangat masuk akal, tetap saja aku tidak bisa mencegah diriku untuk mengernyit heran. "Bukankah kalian teman sekamar? Seharusnya paling tidak kau tahu sedikit mengenai kegiatannya."

"Kau tahu, tidak semua teman sekamar bisa seperti kau dan Seungcheol. Ada juga yang..." Soonyoung segera menghentikan kata-katanya dan kembali meringis saat mendapatkan tatapan tajamku. "Maaf."

Salah siapa dia kembali menyebut nama Seungcheol di depanku. Dan tahu apa dia tentang hubunganku dengan Seungcheol?

Yang ada saat ini Choi Seungcheol sangat membuatku jengkel.

Aku menghela napas dan menyingkirkan makananku ke sisi meja. "Apa Jihoon terlihat baik-baik saja? Setidaknya kau bisa menilai dari hanya sekilas melihat keadaannya."

"Apa kau sedang ada masalah dengan Lee Jihoon?" tanya Soonyoung lagi. "Bukankah kau dan dia adalah teman baik? Kenapa kau menanyakan keadaannya padaku?"

Sepertinya aku memang harus terbuka dengan Soonyoung mengenai masalah Jihoon kalau ingin meminta bantuannya. "Sudah beberapa hari ini aku tidak bertemu dengannya. Mungkin dia sedang menghindariku."

"Apa kau baru tahu? Lee Jihoon memang menghindari semua orang sejak awal, bahkan aku yang adalah teman sekamarnya," Soonyoung mengangkat pundaknya. "Sejujurnya aku sedikit kaget ketika dia bisa begitu akrab denganmu, sementara menurutku kalian adalah pribadi yang sangat berbeda."

"Pribadi yang berbeda?" ulangku bingung.

"Kau adalah Yoon Jeonghan yang disukai semua orang karena kau begitu mudah bergaul. Sedangkan Lee Jihoon, karena dia begitu terlihat tidak menyukai semua orang, jadi banyak yang bingung bagaimana caranya untuk bisa menyukainya."

Aku meringis dalam hati, merasakan sebuah ironi. Soonyoung tidak tahu apa-apa tentangku. Dia tidak tahu bahwa aku dan Jihoon sebenarnya mempunyai kemiripan. Dan karena itulah aku bisa begitu dekat dengannya.

Jihoon tahu bagaimana awalnya aku yang begitu susah berinteraksi dengan orang lain. Aku yang masih bingung dengan apa yang baik dan sebaiknya tidak aku lakukan dalam hubungan pertemanan. Kami berdua, terlepas dari alasan masing-masing, sangat tidak berpengalaman dalam urusan bersosialisasi. Kami berdua juga sama-sama masih canggung dalam merespon segala bentuk kebaikan orang lain.

Hanya saja di sini, karena telah berjanji pada kakek dan diriku sendiri untuk berubah dan menjalani semuanya dari awal, aku berusaha untuk membaur. Dan usahaku bisa begitu dengan mudahnya kulakukan bukan karena aku yang mudah bergaul, tetapi karena orang-orang di sini, termasuk Soonyoung sendiri, adalah orang-orang yang baik.

"Dulu aku sudah berusaha untuk bisa dekat dengannya, mengingat bahwa kami adalah teman sekamar. Tetapi dia sangat terlihat sekali menjaga jarak dariku. Dia membatasi diri dalam berinteraksi dengan orang lain," Soonyoung melanjutkan. "Jadi Jeonghan, kenapa kau merasa Lee Jihoon tiba-tiba menghindarimu?"

Aku sudah berencana akan melibatkan Soonyoung dalam masalahku dengan Jihoon. Jadi sebaiknya aku memang harus memberikan informasi seperlunya padanya.

"Beberapa hari yang lalu ketika aku dan Jihoon sedang dalam perjalanan untuk menonton pertandingan Chan, empat orang laki-laki menghandang kami. Mereka mengenal Jihoon dan memperlakukannya dengan buruk," jelasku berusaha seringkas mungkin menceritakan kronologis kejadian yang menjadi awal dari semua masalah ini. "Karena Jihoon diam saja, aku yang tidak terima mulai membelanya dan berujung dengan berkelahi dengan mereka."

"Jadi luka di sudut bibirmu kemarin dan juga di buku-buku jarimu adalah bekas pukulan mereka?" tanya Soonyoung sambil menatapku dengan pandangan kaget, yang bagiku sangat berlebihan mengingat aku baik-baik saja dan hanya luka-luka ringan.

"Ya, begitulah," sepertinya aku tidak perlu menceritakan pada Soonyoung bahwa aku telah memberikan luka yang lebih parah kepada mereka berempat, ataupun tentang kenyataan mengenai kami yang sempat ditangkap oleh polisi. "Dan setelah aku dan mereka selesai berkelahi, aku baru menyadari kalau Jihoon sudah tidak ada di tempat kejadian. Sejak saat itu aku tidak bertemu lagi dengannya, baik di kelas ataupun di asrama."

Soonyoung mengetuk-ngetukkan telunjuknya di dagunya terlihat berpikir. "Sepertinya Lee Jihoon baik-baik saja. Dia masih sependiam seperti biasanya," kata Soonyoung setelah beberapa saat terdiam. "Beberapa kali aku juga melihatnya di kampus."

Berarti memang benar, Jihoon berniat ingin menghindariku. Dan yang membuatku bingung adalah kenapa dia ingin menghindar dariku? Apa aku telah melakukan suatu kesalahan padanya?

Apa mungkin Jihoon marah karena aku telah menghajar teman-temannya waktu itu? Tapi apakah mereka bahkan bisa disebut berteman?

"Soonyoung, aku boleh meminta bantuanmu?"

"Apa?"

"Biasakah kau bicara pada Jihoon dan bujuk dia supaya mau menemuiku? Bagaimanapun aku harus berbicara dengannya."

"Itu sangat tidak mungkin," sergah Soonyoung cepat. "Aku bahkan hampir tidak pernah berbicara dengannnya."

"Oh, ayolah!" sahutku dengan nada membujuk. "Kau belum bisa mengatakan tidak mungkin kalau kau bahkan belum mencobanya. Aku sudah berusaha menghubunginya, tetapi teleponku tidak pernah diangkat, pesanku juga tidak pernah dibalas olehnya."

Soonyoung kembali terdiam sejenak dengan kening yang mengernyit, sebelum akhirnya dia menyetujui permintaan tolongku. "Tapi aku tidak bisa menjanjikan apapun padamu. Aku hanya akan mencobanya."

"Tentu saja," kataku sambil mengangguk.

***

"Baiklah, seperti katamu tadi bahwa laki-laki harus bisa dipegang kata-katanya," Seungcheol masih memberikanku senyumnya. Tapi kali ini senyumnya berubah menjadi senyuman lembut dan tidak ada jejak-jejak humor di ekspresi wajahnya. "Jeonghan, aku mencintaimu."

Aku membisu, masih memproses apa yang baru saja dikatakan oleh Seungcheol dalam waktu satu menit penuh sebelum kemudian mengeluarkan tawa yang terdengar kaku, bahkan di telingaku sendiri, untuk mencairkan suasana yang tiba-tiba berubah jadi canggung di antara kami.

Seungcheol sialan! Kenapa juga dia harus mengatakan hal bodoh seperti itu?

Tentu saja Seungcheol hanya bercanda. Mana mungkin dia mencintaiku.

"Kau tidak bercanda?" aku menghentikan tawa kakuku dan bertanya dengan suara tercekat ketika melihat ekspresi Seungcheol sedikitpun tidak berubah. Dia masih menatapku dengan lembut dan tidak ada jejak-jejak humor di wajahnya.

Seungcheol menggeleng sebagai respon atas pertanyaanku.

Dia benar-benar serius dengan apa yang baru saja dikatakannya?

Aku kembali membisu dengan mulut yang kubuka dan kukatupkan berulang-ulang karena tidak tahu harus berkata apa. Pernyataan Seungcheol sama sekali di luar prediksiku.

"Kau tahu, aku, me-meskipun wajahku seperti ini a-aku, aku ini bu-bukan seorang wanita?" tanyaku sedikit gelagapan karena syok.

"Aku memang tidak menganggapmu sebagai seorang wanita."

Sial. Kenapa Seungcheol menjawab dengan begitu serius dan tegas. Aku jadi bingung harus merespon seperti apa pernyataan cintanya yang mendadak ini

Biasanya aku yang dulu akan merasa sangat jengkel dengan pernyataan cinta dari laki-laki dan akan meninju wajah sipapun dia, yang berjenis kelamin laki-laki, yang berani-beraninya menyatakan cinta padaku.

Dan anehnya sekarang aku benar-benar tidak tahu harus merespon seperti apa.

Aku memang sangat kaget mendengar pernyataan cinta dari Seungcheol. Aku tidak pernah mengira bahwa dia akan mengungkapkan perasaannya padaku seperti ini, bahkan sedikitpun tidak pernah terlintas di otakku Seungcheol, dari sekian banyak laki-laki di Iris Art University, akan memiliki perasaan 'seperti itu' terhadapku. Aku sudah mengantisipasi kalau seandainya ada laki-laki yang menyatakan cintanya padaku, mengingat pengalaman masa laluku seperti apa. Aku juga sudah memikirkan masak-masak bagaimana jawaban yang akan aku berikan untuk merespon pernyataan cinta mereka.

Tetapi semua antisipasi yang aku lakukan menguap begitu saja karena orang itu adalah Seungcheol. Aku tidak yakin lagi dengan apa yang harus aku katakan. Dan jujur saja, aku tidak merasakan perasaan jengkel pada Seungcheol seperti yang aku rasakan dulu ketika ada laki-laki yang mengutarakan perasaannya padaku.

Entahlah, apa itu karena ekspresi wajah Seungcheol yang benar-benar terlihat serius dengan matanya yang tulus menatapku, atau karena selama ini kami memang telah berteman dekat dan mengingat semua kebaikan-kebaikan yang telah dia berikan padaku, aku sama sekali tidak memiliki kengininan untuk meninjunya meskipun setelah aku mendengar pernyataan cintanya tadi.

Ada yang salah dengan otakku.

Seungcheol sialan! Dan sekarang apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku katakan?

"Tenang saja, aku tidak meminta apapun darimu," kata Seungcheol setelah terjadi keheningan yang lama dan canggung di antara kami. "Aku hanya ingin mengungkapkannya saja dan tidak ada yang berubah dari hubungan kita. Kita masih tetap berteman seperti biasanya."

Tentu saja tidak sama. Bagaimana mungkin dia masih menganggap bahwa nantinya hubungan kami tidak ada yang berubah? Mungkin saja aku memang tidak jengkel ataupun membencinya setelah tahu perasaannya padaku. Hanya saja sekarang pandanganku terhadapnya telah berubah. Aku tidak bisa lagi memandang Seungcheol sebagai 'teman baik sekamarku', melainkan 'teman baik sekamarku yang telah menyatakan perasaan cintanya padaku'. Mau tidak mau aku akan memandang dirinya atau semua yang dia lakukan untukku dengan cara yang berbeda.

Bodoh! Kenapa sekarang aku malah berdebar-debar hanya karena pernyataan cinta dari laki-laki? Benarkah bahwa saat ini aku merasa sedikit senang karena Seungcheol menyatakan perasaannya padaku dengan begitu serius dan tulus?

Harus aku akui, Seungcheol yang serius seperti saat ini memang terlihat sangat keren. Sangat sangat tampan.

Oh, ayolah Jeonghan! Itu bukan berarti kau juga memiliki perasaan yang sama pada Seungcheol. Dan hubungan cinta sesama jenis tidak pernah terlintas sedikitpun dalam otakmu sebelumnya.

Apakah itu mungkin? Hubungan cinta sesama jenis?

"Kenapa kau melihatku seperti itu?" Seungcheol kembali memecah keheningan di antara kami. "Apa kau mulai terpesona padaku?"

Aku memutar bola mataku dan menarik lagi pendapatku sebelumnya mengenai 'kekerenan' Seungcheol ketika melihat seringaian bodoh kembali menghiasi wajahnya.

Apa Seungcheol tengah berusaha untuk mencairkan suasana di antara kami?

"Perlu kau tahu, aku tidak membencimu karena mengatakan itu," kataku dengan sedikit gugup, mengabaikan pertanyaannya yang konyol. "Tetapi bukan berarti aku juga menerima pernyataan cintamu."

"Iya aku tahu," jawab Seungcheol sambil mengusap-usapkan tangannya di atas puncak kepalaku, sedikit mengacak-acak rambutku dengan senyum lembutnya itu. "Kita hanya akan berteman seperti biasanya."

Meskipun saat ini jantungku berdetak semakin bertalu-talu, aku berusaha dengan santai menepis tangan Seungcheol dari kepalaku dan membalas senyumnya dengan sedikit kaku. "Tentu saja. Kita adalah teman baik."

"Tetapi karena tadi kau bilang bahwa laki-laki harus bisa dipegang kata-katanya," lanjut Seungcheol sambil merubah senyum lembutnya menjadi senyuman licik, membuat firasatku benar-benar tidak enak untuk apapun yang akan dikatakannya. "Aku akan mulai menempel padamu sesuai janjimu tadi. Dan juga mungkin aku akan mengucapkan perasaan cintaku lagi kepadamu kapanpun aku mau, mengingat kau tidak benci mendengarnya."

Aku mengerjap. Firasatku benar.

Dasar Seungcheol sialan! Bukankah itu berarti hubungan pertemanan kita bukan 'seperti biasanya' seperti yang tadi dia katakan padaku melainkan akan menjadi hubungan pertemanan yang ambigu?

***

"Jeonghan!"

Aku mengangkat kepalaku yang tadi aku topangkan di atas buku besar yang aku letakkan di atas meja dengan kaget ketika mendengar seseorang menyerukan namaku. Jisoo tengah duduk di depanku dan tersenyum ketika meliaht reaksi kagetku.

Buyarlah sudah lamunanku tentang kejadian dua hari yang lalu ketika Seungcheol mengutarakan perasaannya padaku. Tanpa bisa dicegah akhir-akhir ini aku memang sering mengulang kejadian itu di otakku.

Saat ini, setelah makan malam, aku tengah menghabiskan waktuku di ruang baca asrama yang cukup sepi. Rencananya aku ingin mengerjakan tugas kelas melukis tetapi malah berakhir dengan melamun.

"Apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya Jisoo.

"Mengerjakan tugas."

Jisoo kembali tersenyum. "Dengan melamun?"

"Aku hanya sedang beristirahat sebentar," aku menghembuskan napasku. "Dan sedang apa kau di sini?"

"Mencarimu."

"Kau butuh sesuatu?" tanyaku bingung.

"Mengenai besok minggu. Kau jadi ikut melihat latihan anak-anak klub tenis denganku?"

"Tentu saja," jawabku antusias.

Aku sedikit berjingkat kaget ketika tiba-tiba ada tangan yang mengalungi leherku dari belakang dan sebuah dagu yang ditopangkan di atas puncak kepalaku.

Bahkan tanpa melihat siapa pemilik tangan yang saat ini melingkar di sekitar leherku, aku bisa menebak siapa orangnya. Siapa lagi yang tanpa malu berani menempel-nempel padaku seperti ini kalau bukan seorang Choi Seungcheol.

Orang yang seharian ini menjadi objek kejengkelanku.

Bagaimana aku tidak jengkel padanya, seharusnya hari ini adalah giliran dia untuk piket membersihkan kamar kami termasuk kamar mandi. Tetapi dengan seenaknya Seungcheol malah pergi dengan alasan urusan klub yang dia ikuti dan memintaku untuk mengerjakan tugasnya. Padahal dua minggu yang lalu aku sudah melaksanakan jadwal piketku.

Bukankah dia adalah ketua asrama? Bukankah dia sendiri yang membuat peraturan bahwa masing-masing penghuni kamar harus bergantian dengan teman sekamarnya untuk membersihkan kamar masing-masing?

Dan sekarang dengan seenaknya dia melanggar sendiri apa yang dia terapkan.

Selain itu dia juga dengan seenaknya memintaku mengerjakan tugas melukis yang akan dikumpulkan senin pagi sendirian, padahal seharusnya itu adalah tugas kelompok.

Huh, cinta apanya!

"Kalian berencana ingin pergi ke suatu tempat?" tanya Choi Seungcheol.

Aku hanya diam, berniat akan tidak mengacuhkan Seungcheol.

"Ya, rencananya minggu besok Jeonghan akan ikut aku untuk melihat-lihat klub tenis sebelum memutuskan untuk bergabung atau tidaknya," jelas Jisoo setelah melihat tanda-tanda bahwa aku tidak akan membuka suara untuk menjawab.

"Aku ikut."

"Tidak boleh," sergahku cepat. "Kau kan tidak ada kepentingan. Jadi tidak usah ikut."

Seungcheol mendecakkan lidahnya dengan sebal sementara Jisoo terlihat bingung denganku yang bersikap sengit pada Seungcheol.

"Jadi besok jam berapa?" tanyaku pada Jisoo, berusaha mengalihkan perhatiannya.

"Jam sepuluh," Jisoo berdiri dari duduknya. "Aku akan menunggumu di kafetaria asrama."

"Baiklah."

Aku benar-benar tidak sabar menunggu besok. Aku butuh refreshing dan melihat kegiatan latihan klub tenis mungkin bisa menjadi salah satu bentuk refreshing buatku nantinya.

"Kalau begitu aku ke kamar dulu. Selamat malam Jeonghan, Seongcheol." Jisoo berpamitan.

Aku menebak dia tidak ingin melibatkan diri terlalu jauh di antara apapun masalahku dengan Seungcheol, makanya dia ingin segera meninggalkan tempat ini.

"Selamat malam," balasku dan Seungcheol secara bersamaan.

"Kau, Choi Seungcheol, menjauhlah sedikit. Kau berat!" protesku setelah Jisoo benar-benar menghilang dari pandangan.

Seungcheol berdehem-dehem dan semakin mengeratkan lengannya yang melingkari leherku. "Laki-laki harus bisa dipegang kata-katanya."

Aku hanya bisa mengerucutkan bibirku dan menghembuskan napas jengkel saat Seungcheol menyindirku seperti itu. Aku tidak bisa berkata apa-apa untuk membalasnya.

Choi Seungcheol benar-benar orang yang menjengkelkan.

"Omong-omong Jeonghan, aku suka kau mengurai rambutmu hari ini," gumam Seungcheol akhirnya menjauhkan dirinya dariku dan mendudukkan diri di kursi yang tadi ditinggalkan oleh Jisoo. Dia menyanggah dagunya dengan telapak tangan kanannya dan memandangku dengan senyum di bibirnya. "Aku menyukai rambut panjangmu."

Demi Tuhan! Hanya untuk membuat Seungcheol jengkel, aku berjanji pada diriku sendiri akan memotong pendek rambutku besok.

***

Semoga kalian suka dan terima kasih sudah bersedia membaca cerita ini :)

Terima kasih untuk kalian yang mau mengapresiasi tulisanku dengan memberi vote dan comment. Vote dan comment kalian benar-benar membuatku semangat untuk melanjutkan cerita ini.

Noerana^^

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 81.1K 31
Penasaran? Baca aja. No angst angst. Author nya gasuka nangis jadi gak bakal ada angst nya. BXB homo m-preg non baku Yaoi 🔞🔞 Homophobic? Nagajusey...
1M 84.1K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
426K 4.5K 85
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
149K 15.2K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...