I Know Places

By ichigocream

918 94 86

Cerita tentang perempuan ternakal dan laki-laki tercerdas dalam seluruh sekolah yang ditemukan melalui tugas... More

Prolog
1/21
2/21
3/21
4/21
6/21
7/21
8/21
read me !
note

5/21

89 10 4
By ichigocream

DAN HERE! AKA YOUR FAVOURITE AUTHOR.

guys.. maap, ada kesalahan teknis:p kalo kemaren kalian baca cerita ini trus ngeliat klo mereka dah mo UN terus kelas 12, salah yha. mereka masih kelas 11, salah ketik:v 

oya, klo kalian merasa style ngetik gua aneh, maklumin. gua kebiasaan nulis inggris jd mungkin beberapa kalimat ato kata terasa janggal gt, gpp lah yak

btw vote n comment jan lupa, gasusah kok, cuma ngeklik 'vote' doang, kelar. nyoho:3
*
edited: 4/14/17
-

 Raisa mengeluarkan ponselnya lalu mencari untuk nama yang sedang ia ingin hubungi. Beberapa detik kemudian orang itu mengangkatnya. 

"Bacot lu Rai.

 "Dimaaaaas, lu dimana?" tanya Raisa, mengabaikannya."Rumah. Ngape?

Raisa menarik nafas lega, dan ia tersenyum. Nyawanya masih terselamatkan. "Jemput gue dong. Pleasee?" mohonnya. "Eh sial, dah tau jarak rumah kita seberapa. Mang Thomas mana?

Sebenarnya, rumah mereka tidak terlalu jauh, tetapi jika kearah sekolah, rumah Raisa berlawanan arah.

Raisa memutar bola matanya tidak peduli. Apapun akan  lebih baik saat ini bagi Raisa daripada harus berangkat dengan Thomas. "Ih, masih sempet lah. Telat dikit gapapa.  Ayolah, lu dah tau kan, rumah Jeremi lebih jauh lagi." 

"Dan lu satu komplek sama Thomas." ujarnya tak acuh. Raisa mengerang. "Ah, Dimas! Please,  Gua juga ga ada rencana telpon, tapi dari tadi angkot gada yang lewat, sumpah. Ayolah, kenyataannya lu juga masih dirumah kan? " 

Terdengar Adimas mendesah. "Kenapa dulu ama Thomas." paksanya. "Di sekolah aja apah," seru Raisa dengan kesal. 

"Berantem lagi?" Raisa mendecak kesal. "Iya! Udahkan, puas?!? Sekarang sini lu, gercep." Adimas tertawa kecil. "Sip, sip." lalu Raisa memutuskan panggilan tersebut.

***

"Besok besok, awas lu tiba-tiba nyuruh jemput gitu. Kalo mau dari malemnya." sahut Adimas dengan kesal, sambil melepaskan helm nya. Raisa menuruni motornya. "Iya iya, makasih deh Adimas ku tersayaaang,"

 Ia memeluk Adimas yang dibalas olehnya dengan erangan, lalu saat Raisa ingin berlari kedalam, tangannya ditahan. "Eits, siapa bilang gua bakal anterin lo tanpa penjelasan?" Raisa menganga. Sialan juga.

 Adimas melipat tangannya. "Penjelasan. Sekarang." tuntutnya. Raisa mendesah, "Dim, ayolaaah. Kita udah telat 3 menit! Kalo kita belom masuk dalem 2 menit gate nya kan ditutup! Dan lo dah tau hukuman Pa Rocky gimana!" Ninis berusaha untuk beralasan. 

"Bodo, kaya lu gatau gua aja. Mang selama ini kita semua kalo telat bisa lolosnya gimane? Motor Pak Rocky belom ada kok. Asal gak ketauan satpam, kita aman." Raisa terdiam. "Kan, ceming. Udah ah, cepetan. Cerita ga lu." tuntutnya sekali lagi. "Intinya kita berantem, oke?" 

 Adimas memutar bola matanya. "Kalo itu gua juga dah tau, sial. Maksud gua, apa alesannya?" sekali lagi, Raisa terdiam. 

Bagaimana caranya menjelaskan kepada Adimas tentang yang satu ini? Bahwa ia iri dengan Thomas yang mendekati Naura? Iya, sepertinya itu lumayan masuk akal, walaupun ia akan berbohong kepada Adimas jika itu yang ia katakan. "Gua-" 

Ucapan Raisa terpotong saat ia mendengar sesuatu dibelakangnya. Raisa dan Adimas sama-sama melirik kebelakang, dimana Pak Amin telah mengembok gerbang. Ninis langsung berlari kearah gerbang dengan histeris. 

 Adimas berusaha untuk menghentikannya sebelum Pak Amin melihat mereka berdua, tetapi telat. Pak Amin telah melihat mereka. Ia tersenyum jail. "Wah, telat 5 menit, lumayan juga." 

 Raisamembelalak. "Pak Amin, please. Buka gerbangnya, please! Ga lucu!" ia menggedor-gedor gerbang tersebut. Pak Amin masih tersenyum. "Tunggu disini, ya." lalu ia pergi, mungkin untuk memanggil guru.

"Goblok! Ah, bego kan lu!" seru Maulana tiba-tiba. Raisa yang kaget melompat sedikit. "Seharusnya tadi kita masih bisa lolos, kalo aja Pak Amin ga ngeliat kita, ah dodol kan. Dah telat sekarang. Mampus kita berdua," suara Adimas melunak,  tetapi masih ada nada kemarahan dalam suaranya. 

"Yaudah sih, sorry. Gue lupa kita bisa lewat belakang."  Raisa mencibir. Adimas mendesah, menggeleng-gelengkan kepalanya. "Whatever, dah telat. Walaupun kita bisa masuk, dah ketauan duluan ma Pak Amin. Ga mungkin ga dilaporin." 

Raisa mengangkat bahu. "Yaudahlah, lebih mending pergi sekarang dari pada Pak Amin balik ama guru terus ngeliat kita. Bisa aja ntar dia ceming terus gurunya nganggep dia boong. Ayo ah,"

Saat Raisa dan Adimas ingin beranjak pergi, mereka melihat seorang perempuan menggunakan seragam PBIS yang turun dari ojek online, lalu mengumpat dalam bahasa Inggris. "Oh no, no, no, no, crap!" ujarnya panik. 

 Raisa dan Adimas memperhatikan perempuan yang belum pernah mereka lihat itu dengan bingung. Perempuan itu memiliki rambut sepanjang siku yang berwarna cokelat, kulit yang bisa dibilang melebihi standar kulit putih Indonesia, dan ia memakai sepatu yang berwarna biru toska mencolok. 

Mereka berdua bertukar tatapan, mengetahui bahwa nyawa gadis ini akan melayang secepat ada guru yang melihat sepatunya, ditambah ketelatannya. Raisa memutuskan untuk menghampiri perempuan itu. "Hei.. kok gua belom pernah liat lu ya, sebelumnya?" 

Perempuan itu tersentak melihat Raisa, lalu Adimas. Sepertinya ia sedari tadi tidak menyadari keberadaan mereka berdua. "Aku murid baru. Hari ini hari pertama aku." jawabnya. Raisa dan Adimas melongo. "Hah? Serius lo? Murid baru?!" 

 Raisa dan Adimas bertukar tatapan lagi. "Kalo lu sampe ketauan telat di hari pertama, mampus dah lo! Ditambah warna sepatu lo! Gua siapin perkamakam lo, ya." Raisa menyikut dan melototi Adimas sesudah ia mengatakan itu. Muka murid baru tersebut makin panik, dan ia cemberut. "Ga boleh ya?" 

"Ya jelas kaga! Sepatu disini harus item, gimana sih! Gaada yang kasih tau lu? Astaga, metong lu.  Kalo sepatu lu bukan item terus ketauan, disita. Walaupun ga ketauan guru pasti ada senior yang laporin. " perempuan itu mengerang. "Aku kan murid baru!" Adimas menggeleng-geleng kepalanya. "Ya tetep aja! Yaudahlah yak, good luck. Berharap aja lu anak XI-4 ato ga yah, lu mati."   

"Wait, where are you going?" ujarnya dengan spontan dalam bahasa Inggris. Adimas mengabaikannya dan tangan Raisa untuk segera pergi sebelum Pak Amin kembali. 

 "Dim, dia ga dibawa aja? Kasian lah, baru hari pertama." saran Raisa. Adimasmenggelengkan kepalanya. "Bodo, bukan urusan gua." Raisa langsung melepaskan tangannya dari Maulana. "Gada rasa kasian apa lu, gila?!? Dia anak baru, woy! Dan dia telat dalam hari pertamanya! Lu kata Pa Rocky bakal apain dia? Dibakar bisa kali." 

Murid baru tersebut menatap Raisa dan Adimas dengan penuh harapan. "Kenapa? Kalian tau jalan pintas ya? Please, bawa aku!" Raisa langsung melirik Adimas dengan merajuk. Ia mendesah. "Fine. Murid baru, ayok. Gercep." 

"Gercep apa?" tanyanya dengan polos. Adimas melemparkan tatapan mematikan terhadapnya, sementara Raisa menggigit bibirnya agar tidak tertawa. Astaga, polosnya. Dia bule kali ya? Dari tadi ngomongnya Inggris, sekalonya ngomong Indo pake aku kamu. Terus warna rambut dan kulitnya gak natural buat orang Indo. 

Ia tersentak dengan tatapan Adimas. "Oke, oke, no questions, I get it." Adimas memutar bola matanya lalu mulai berjalan tanpa menunggu Raisa atau perempuan itu. Ninis juga mulai berjalan, tetapi ia menunggui murid baru tersebut. 

"Gua Raisa, itu Adimas. Panggil aja Dimas." Raisa memperkenalkan dirinya dengan ramah. Anak baru itu mengangguk. "Aku Violet." jawabnya. "Lu bule ya?" 

 Violet mengerang. "Ih, dari kemaren aku di Indonesia dibilang itu mulu sih? Mang bule itu apa?"

Astaga, dia bener-bener polos. Kasian juga ntar kalo sampe ada senior yang ngeliat dia gini terus dimainin, apalagi ama yang cowo. Udah cantik, bule lagi. Bahaya juga, bisa di bully yang cewe-cewe. Entar dibilangnya malah sok polos gitu, padahal orangnya mang gitu. 

"Bule itu orang yang asalnya bukan dari Indonesia, tapi dari luar negri, gitu." jelas Raisa. Dia termangut-mangut. "Ohh, gitu. Aku orang Indonesia, kok. Cuma ayahku orang Inggris." 

Kini Raisa yang termangut-mangut. "Oh, begitu. Jadi lu baru pertama kali ke Indonesia? Tadi soalnya lu bilang 'dari kemaren', bukan dari dulu."

  Violet mengangguk. "Iya, tapi gak juga sih. Waktu TK aku di Indonesia, tapi dad and mom cerai, jadinya aku dibawa ke Inggris, terus sodara kembarku tetep tinggal di Indonesia. Sekarang, baru-baru ini dad dipromosiin terus jadi jauh lebih sibuk gimana gitu. Dia ga sempet buat urusin aku, akhirnya aku dititip ama mom deh, balik di Indonesia. Katanya sih, sampe lulus SMA. Entar kuliah aku balik lagi ke Inggris." 

 Raisa mengangguk pelan mendengar penjelasan Violet. Ia juga menyadari bahwa Adimas berjalan lebih pelan sejak Violet mulai bercerita. Raisa menduga bahwa Adimas juga mendengarkan Violet secara diam-diam. 

 Ternyata bener bule. Orang Inggris. 

"Oh ya, Violet? Mulai sekarang lu ganti cara ngomong lu deh. Jangan aku-kamu, tapi lu-gue aja." Raisa menyarankan. "Kenapa? Aku dari kemaren ngeliat orang-orang juga ngomongya pake lu-gue sih, tapi aku aneh aja. Ga kebiasa." 

"Makanya biasain lah, dodol." Adimas bergumam pelan. Violet dan Raisa berdua mendengar Adimas. "Iya, Adimas bener. Biasain pake lu-gue, serius deh. Kalo gamau di bully." Violet mengerutkan alisnya. "Lah, kenapa di bully? Masa di bully gara-gara cara ngomong?" 

 Raisa mengangguk. "Yah, gitulah senior-senior tipikal SMA di Indonesia. Jadi, biasain aja, oke?" Violet mengangguk walau ia masih bingung. "Yaudah, ak-gue coba deh." Raisa tersenyum. "Bagus." 

 Adimas yang tiba-tiba berhenti berjalan membuat Raisa sadar bahwa mereka sudah tiba di bagian belakang sekolah. Di bagian sini, pagarnya pendek, yang membuat murid bisa memanjatinya. Inilah satu-satunya jalan rahasia yang mereka ketahui (mereka seharusnya bergaul dengan Naura) jika gerbang depan atau samping telah ditutup.

  Adimas mulai memanjat, diikuti oleh Raisa. Memakai rok yang panjang tidak menghentikkan Raisa untuk memanjat. Ia tidak peduli. "Lho, kalian kok manjat?" walaupun Adimas berada diatas Raisa, Raisa bisa mendengarnya memutarkan bola mata.

  "Kenapa? Mau digendong?" ujar Adimas, yang telah sampai disisi lain pagar, diikuti oleh Raisa. Mereka berdua sekarang telah berada didalam lingkungan sekolah. 

Terlihat dari seberang pagar bahwa pipi Vanessa memerah. Ia terdiam lalu mulai memanjat. tetapi sudah jelas bahwa Violet mengalami kesulitan. Saat Raisa ingin memanjat lagi dan mengulurkan tangannya untuk membantu, Adimas sudah melalukan hal tersebut duluan. 

Bisa dilihat keengganan dimuka Violet saat Adimas mengulurkan tangannya, tetapi akhirnya Violet menerima bantuan tersebut. Beberapa detik kemudian Violet juga sudah berada didalam lingkungan sekolah. "Lu anak XI-berapa? Kelas 11 kan?" tanya Raisa. 

 Violet mengangguk. "Kayanya aku-maksudku-maksud gua, gua kayanya XI-4 deh..." Raisalangsung tersenyum sementara Adimas mendesah seperti tidak senang. "Kebetulan banget! Lu sekelas ama kita, yang berarti lu selamat! Ayok, cepet. Pa Rocky belom dateng." 

 Raisa menarik tangan Violet, tetapi Adimas menghentikkannya. Raisa menatapnya dengan bingung, lalu Adimas menunjuk kebawah, kearah sepatu Violet. Raisa menelan ludah. 

"Kenapa?" tanya Violet, lalu saat ia menyadari bahwa pandangan keduanya adalah terhadap sepatunya, Violet juga menelan ludah. "Yah, terus gimana?" Violet cemberut. Raisa juga ikut cemberut.

 Mungkin ia baru mengenali Violet, tetapi tidak pernah menyenangkan untuk melihat seorang murid dibasmi oleh para guru atau dilabrak para senior. "Astaga, Violet . Hari ini ada pelajaran Bu Luluk. Kalo lu ga pake sepatu dipelajarannya lu dijamin disuruh keluar." 

Violet ternganga. "Keluar?!? Masa aku kena masalah dalam hari pertama?!?" rengeknya, kembali menggunakan aku. Raisa mendesah. "Ya, gimana? Gua gaada sepatu cadangan." 

 Adimas mendesah dan menutup matanya rapat-rapat, sebelum mengatakan "Ikut gua. Rai, lu ke kelas aja. Biar gua yang urus." kedua perempuan tersebut ternganga. "Ma-maksud lo?" tanya Raisa. Violet mengangguk setuju.

"Udah, pokoknya Raisa lu ke kelas aja sebelum ada Pa Rocky. Violet, lu ikut gua. Gua tau sepatu cadangan buat lo." mata Violet melebar. "Kamu serius?!?" Adimas cemberut. "Lu." koreksinya. "Iya iya. Lu serius?" 

 Raisa terlihat paling kaget. Ia tidak menyangka Adimas akan melakukan ini, apalagi setelah Adimas membuat pernyataan bahwa ia tidak menyukai Violet. Ya, dia ga pernah bilang sih.. cuma sikapnya aja.

"Oke, gua ke kelas. Kalo Pa Rocky dateng gua bilang aja lu ke toilet, Violetjuga. Sini, tas kalian. Biar gua taro di meja." Adimas mengangguk, lalu memberikkan tasnya kepada Raisa diikuti oleh Violet. Raisa mulai berjalan pergi meinggalkan mereka. 

Ia tidak takut untuk meninggalkan Violet dengan Adimas. Ia percaya bahwa Adimas tidak akan macam-macam dengannya. 

Adimas menoleh terhadap Violet. "Tunggu apa lagi? Ayo." 

***

Violet berhenti saat Adimas berjalan memasuki ruangan ganti laki-laki. Adimas menyadari ia tidak mendengar langkah kaki lagi dibelakangnya, lalu ia berputar. "Ngape? Udah ah, cepet." Violet terdiam kaku. "Ehm.. Ah, well, itu ruang ganti cowo.. No thanks." ia berdeham.

 Adimas memutar bola matanya, lalu langsung menarik Violet tanpa ijinnya. "So? Lu kira ada cowo lagi ganti baju?" Violet menguatkan kakinya agar ia tidak bisa ditarik lagi, lalu Adimas kembali berputar melihatnya dengan tegas. "Kalo lu mau sepatu lu harus ikut masuk. Kalo lu ga masuk, no shoes." 

 Violet melihat Adimas tidak yakin, tetapi akhirnya ia menyerah. "Fine. Tapi cepet, jangan lama." Adimas melanjutkan menarik Violet kedalam ruangan. "Siapa juga yang mau lama-lama." ia bergumam lebih kepada dirinya sendiri, tetapi Violet mendengarnya.

Mereka melalui banyak loker-loker yang penuh dengan coretan dan gambar-gambar yang tidak pantas. Adimas berhenti di loker yang paling banyak coretan dari semua loker yang Violet telah lihat, lalu Adimas memasukan nomor kombinasinya. 

"Ini loker lu?" tanya Violet, yang sedetik kemudian kaget karena ia telah mengucapkan 'lu' daripada 'kamu'. Adimas juga terlihat sedikit terkejut, tapi mengabaikannya. "Kaga, punya Thomas. Temen gua." 

Violet ber'ooh'. "Kok k-lu tau kombinasinya?" 

 Violet dalam hati mengutuk. Ia hampir saja menggunakan 'kamu'. Adimas mengabaikan pertanyaannya. Setelah loker itu terbuka, ia mengambil sebuah benda yang terlihat seperti sepatu yang ditutupi plastik hitam.

Ia membuka plastik tersebut, mengungkapkan sepasang sepatu berlari Nike berwarna hitam. Benar-benar hitam semua. Untuk sedetik, Violet mendesah lega, tetapi ia ingat bahwa ukuran kaki itu bisa saja lima angka lebih kakinya. "Itu ukurannya berapa omg?!?" 

 Adimas mengangkat bahu. Ia mengecek dibawah sepatu tersebut. "42." Violet ternganga. Itu memang lima angka lebih besar dari kakinya! 

"Kaki gua 37, gila! Bayangin!" Ia memprotes. Sekali lagi, ia kagum dengan dirinya yang sudah mulai bisa menggunakan lu-gua. Adimas memberikannya tatapan jengkel. "Yaudah kalo gamau. Silahkan mati, entar gua undangin yang lain ke pemakaman lu." saat Adimas ingin memasukan kembali sepatu tersebut kedalam loker, Violet langsung mencegat tangannya. "Eh, eh, jangan jangan!" 

 Violet merebut sepatu tersebut sebelum Adimas bisa menanggapi, lalu melepas sepatunya sendiri dan memasang sepatu milik Thomas. Adimas menggeleng-gelengkan kepalanya. Sepatu itu terasa sangat besar dengan kaki mungil Violet, tetapi Violet menahan protesnya. Ia tidak ingin dimarahi Adimas lagi.

Setidaknya dia aman sekarang, jika yang dikatan Raisa dan Adimas benar. "Kok dia bisa punya dua sepatu? Ngapain?" ekspresi Adimas terlihat lebih tenang. Ia sebenarnya mengharapakan celotehan-celotehan yang keluar dari mulut Violet tentang seberapa besar sepatu itu, tetapi tidak. "Kan buat Olahraga. Dia biasanya pake converse, ya kali olahraga pake sepatu gituan."

 Violet mengangguk mengerti. Tiba-tiba, terdengar bunyi notifikasi HP. Violet memeriksa HP nya, tetapi suara itu bukan dari miliknya. Ia melihat ke Adimas, dan Maulana Adimas. Tiba-tiba ekspresinya berubah panik. "Ayo! Pa Rocky dah di kelas! GECE!" 

Adimas berlari dengan menarik Vanessa yang tersentak ikut lari.

***

Mr. Rocky langsung mendongak seketika pintu kelas terbuka. Violet dan Adimasterdiam di tempat. Violet menyadari bahwa mata semua murid tertuju padanya. Ia merasa agak canggung, tapi ia mengingatkan dirinya sendiri bahwa ia murid baru. Tentu saja semua pandangan akan kedirinya. 

"Late?" tanyanya dengan sinis. Adimas dan Violet menggeleng, diikuti beberapa murid. "No, Mr. They were just from the toilet. If you don't believe me, just look at their tables. Their bags are already there." Thomas yang pertama bertindak, dan dalam hati Adimas berterima kasih kepada Thomas, dan Raisa untuk memberi tahu semua teman sekelasnya untuk berkooperasi. Mata Violet menyusuri sel uruh kelas untuk mencari dimana tasnya berada, dan ia menemukannya disebelah perempuan yang ia belum kenali.

Mr. Rocky masih terlihat tidak yakin. "Toilet? The two of them, together?" tanyanya lagi. Sial. Sekarang gimana? 

"Mr, if I may," Violet tiba-tiba berbicara. Jika sebelumnya semua murid tidak memperhatikkan Vanessa, sekarang mereka menatapnya, dimana mereka memang sudah memerhatikannya dari awal. Tetapi sekarang dengan intens. 

"He wanted to go to the toilet, and I wanted to go too. Before Adimas announced he wanted to go, I was asking Raisa to show me the way. But then if  Adimas was also going to the toilet, why don't just ask him? So then he showed me to the toilet, and I asked him to wait for me in case he's out first, so I'll have someone to lead me back to the class and won't get lost.

 Violet mengatakan semua itu dengan sangat lancar, ditambah aksen yang 100% aksen Inggris. Ini semua murid ternganga dan terkejut, dan Mr. Rocky bahkan terkejut dengan kelancarannya. 

Beberapa detik kemudian, semua murid sadar bahwa Mr. Rocky sedang menatap mereka tidak yakin, lalu mereka semua langsung mengangguk menyetujui Violet. "Alright, you're free to sit." Adimas dan Violet membungkuk hormat sedikit, lalu saat Vanessa ingin pergi ke tempatnya, Mr. Rocky menahannya. "Wait, not you." 

 Violet langsung berhenti. Detak jantungnya kembali cepat. "You're new, right?" Ia mengangguk. "Then what are you waiting for? Introduce yourself."  Violet hampir melongo, tetapi ia langsung mengangguk. Ia telah diberi peringatan bahwa jika Mr. Rocky menyuruhnya melakukan sesuatu, sebaiknya langsung dilakukan tanpa bantahan.

"Hello, Class XI-4. I'm Violet Justine, and I'll be studying here until we graduate."

--

Continue Reading

You'll Also Like

9.5M 375K 38
*COMPLETED* (Y.O.L.O stands for: YOU ONLY LIVE ONCE) *** Carter Jones, the school nerd, and Killian Henderson, the reputated troublemaker, somehow en...
40.5K 893 50
not you're average mafia brothers and sister story.. This is the story of Natasha Clark, an assassin, mafia boss, and most of all the long lost siste...
135K 4.5K 56
'Dysfunctional: not operating normally or properly' That was one way to describe Clara Campbells family. Dysfunctional; not operating properly. That...
82.8K 3.2K 38
ᴅɪᴠᴇʀɢᴇɴᴛ; ᴛᴇɴᴅɪɴɢ ᴛᴏ ʙᴇ ᴅɪꜰꜰᴇʀᴇɴᴛ ᴏʀ ᴅᴇᴠᴇʟᴏᴘ ɪɴ ᴅɪꜰꜰᴇʀᴇɴᴛ ᴅɪʀᴇᴄᴛɪᴏɴꜱ.