ELNATHANIAL

By AnitaPrastiwi

2.8M 177K 5.7K

Nathanial, ketua OSIS yang banyak disukai orang karena sikapnya yang baik. Namun sayangnya, Adisty yang dia c... More

Chapter 2
Chapter 3
Cast
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Aileen!!

Chapter 1

247K 9.5K 326
By AnitaPrastiwi

Seorang wanita paruh baya nan cantik tengah mengambil roti selai untuk sarapannya pagi ini. Sebuah kecupan hangat mendarat di pipi kanan wanita tersebut membuatnya tersenyum simpul.

"Selamat pagi sayang."

"Selamat pagi Jonatan."

"Anak-anak mana?"

"Udah berangkat sekolah," jawab Vanessa, istri Jonatan sambil mengoleskan selainya.

"Lalu kenapa muka kamu cemberut gitu?"

"Nathan... dia ngerusakin jam bekernya lagi pagi ini. Kayaknya usul dia ada benarnya deh."

"Ehh?"

"Kamu bikin pabrik jam aja biar aku nggak tiap hari bolak-balik beli jam beker."

"Kenapa nggak pakai handphone aja pasang alarmnya?"

"Jonatan Lazuardi... kamu lupa minggu lalu aku harus beliin handphone baru buat Nathan gara-gara handphonenya rusak dibanting karena dia kira itu jam beker?"

"Kayaknya kamu emang ditakdirkan berada di sekeliling badboys ya hahaha."

"Like father like son! Ralat Jo... not only badboys but badboys with bad habbits!"

"Kamu masih secantik dulu kalau lagi manyun gitu."

"Shut up your mouth!"

Walaupun itu yang dikatakan Vanessa tak urung pipinya blushing mendengar penuturan Jonatan padanya.

***

Sebuah motor sport hitam keluaran terbaru tengah beradu dengan mobil sport Chevrolet Corvette berwarna putih di jalanan kota yang lumayan lengang.

Kedua pengendara saling menatap remeh satu dengan yang lain hingga sang pengendara motor mendahului mobil tersebut sebelum memasuki gerbang sekolah mereka.

Ketika turun dari motornya sang pengendara tersebut melewati pengendara mobil itu dengan diiringi smirk khasnya.

"Nathan!"

"Apa lagi?!"

"Inget ntar malem! Lo tahu sendiri apa yang bakalan terjadi kalau lo nggak ikutan."

"Terserah."

Cowok yang bernama Elnathan tersebut berlalu acuh tak acuh terhadap peringatan Nathanial. Pasalnya, ia memang tak terlalu suka dengan acara-acara semacam acara nanti malam.

Nathan berjalan menuju gudang belakang sekolah dimana dia dan teman-temannya nongkrong ketika malas berhadapan dengan setumpuk soal dan materi sekolah.

"Kenapa muka lo kayak gitu? Kudanil nyari masalah lagi sama lo?" Bryan yang tengah duduk di salah satu meja di ujung ruangan menatap wajah kusut Elnathan sambil menaikkkan alisnya.

Kudanil adalah panggilan yang Nathan berikan pada Nathanial yang sering dipanggil Nial atau Nil oleh beberapa temannya.

"Bukan nyari masalah... cuma dia bikin gue pengen ngebacok kepalanya."

"Haha santai bos. Dia kagak bakalan berani sama lo."

Leon bangkit dari tidurannya di meja ketika Nathan mendekat ke arah mejanya.

"Anak sok baik kayak dia emang nggak bakalan berani nyari masalah sama gue. Ada yang bawa rokok nggak?"

"Nggak bos... kan lo tahu sendiri tadi guru piket yang jaga itu Bu Merta, guru yang super duper anjir bikin gue pengen doa supaya dia segera nikah biar nggak moody," sahut salah satu anak buah Nathan.

"Lah emang dia galak kayak gitu karena belum nikah?" celetukan Leon mendapat jitakan dari Bryan.

"Gue yang dua hari nggak ada cewek aja rasanya bete banget apalagi dia, bego lo!"

"Waahh lo sarap Bry! Gimana bisa lo bandingin diri lo sama tuh guru gembul? Ya kalau lo mah nyari cewek tinggal jalan di depan tuh cewek juga semua cewek bakalan langsung takluk sama lo. Nah kalau tuh guru... dia mesti diet setahun trus operasi plastik dulu baru semua cowok mau sama dia!"

"Wanjiirr parah lo Le! Sama guru sendiri gitu amat!!"

Tak urung celetukan Leon dan Bryan, sahabat dekat Nathan dan beberapa temannya yang lain membuatnya mampu menyunggingkan senyum dan tawa walaupun hanya sekilas.

"KALIAN NGAPAIN DISANA?!" teriakan guru piket yang tengah berjalan ke arah gudang membuat mereka dengan sigap melompat melewati jendela gudang yang langsung terhubung dengan lorong menuju gedung kelas sebelas.

"Haha tumben Nat lo ikutan kabur... kan biasanya lo duduk santai ngadepin guru-guru piket itu."

"Males dengar ceramah hari ini."

"Lagian lo kan biasanya juga duduk santai Bry, ngapain lo ikutan kabur gini juga?"

"Gue mah ikutan Nathan aja Le."

"Dasar nggak punya pendirian lo!" Leon menjitak kepala Bryan yang langsung bersungut-sungut.

"Gue anak buah yang baik yang selalu mengikuti big bossnya hahaha." jawab Bryan dengan senyum lebar yang tercetak dibibirnya ketika sudah sampai di gedung utara.

Setelah berhasil kabur dari kejaran guru piket, lalu dengan acuh tak acuh mereka masuk ke kelas tanpa mengindahkan gertakan guru yang tengah mengajar di depan kelas.

"Astaghfirullah... saya yakin dalang dari semua ini pasti kamu Elnathan Lazuardi."

Nathan mengeluarkan smirk khasnya sebelum duduk dengan santai karena mendapati bahwa ternyata jam pelajaran pertamanya hari ini adalah keagamaan.

"Bapak salah... dalang dari semua ini adalah Allah."

"Jangan bawa-bawa nama Allah Nathan!"

"Hidup saya jadi seperti ini karena Allah. Jadi bukan salah saya karena saya hanya memerankan peran saya di dunia."

Pak Budi, guru keagamaan tersebut hanya menggelengkan kepalanya mendapati sosok Nathan masih sama seperti saat pertama kali ia bertemu dengan muridnya tersebut.

Sosok dengan aura kelam dan dingin, namun disertai amarah yang terpendam dalam-dalam dilubuk hatinya yang entah kapan dapat membuncah ke permukaan.

Sudah berulang kali Pak Budi mencoba membukakan hati Nathan agar dapat menjalani hidup selayaknya anak yang berbakti pada umumnya namun selalu gagal.

Hal ini dikarenakan Nathan terlampau hebat membangun pondasi dinding es untuk melindungi dirinya dari panas dunia luar yang sama sekali tak ingin dia sentuh.

***

Malam ini Nathan terpaksa menghadiri acara tersebut, sebuah pesta anniversary perusahaan kolega papanya.

"Sayang kamu jangan cuma berdiri diam gini dong." Vanessa menyenggol lengan Nathan yang berdiri mematung di kirinya.

"Aku ke mobil aja ya Ma."

"No!" Vanessa segera mencekal lengan anak bungsunya tersebut lalu menatap tajam ke manik matanya.

"Ya udah aku mau ambil minum." Nathan melepas lembut cekalan tangan mamanya lalu berjalan menuju deretan minuman.

"Punya anak cowok dua kok kepribadiannya bertolak belakang." Vanessa mendengar keluhan tersebut dari belakang tubuhnya. Tanpa berbalik, ia sangat hafal pemilik suara bass itu.

"Satu mirip kamu dan satu mirip aku kan?" Jonatan terkekeh mendengar jawaban Vanessa.

"Nil mana sayang?"

"Jangan khawatir soal Nil. Dia udah berbaur dengan calon penerus perusahaan keluarga yang lain tuh." Vanessa menunjuk beberapa anak yang tengah berkumpul sambil sesekali tertawa dengan dagunya.

Berbeda dengan Nial yang mudah berbaur dengan calon penerus perusahaan yang lain, Nathan adalah sosok yang tak suka kehidupan pribadinya diusik siapapun.

Baginya cukup sekali dia dikecewakan oleh orang yang pernah dengan senang hati dibukakan pintu hati untuknya. Namun gadis yang beruntung itu kini amat dibenci oleh Nathan karena kesalahan fatalnya.

Nathan berbalik menuju tempat dimana mamanya berada namun tanpa sengaja seorang gadis menabraknya hingga membuat jas hitamnya basah.

"Aduuhh sorry banget gue nggak sengaja," ucap gadis itu tulus sambil membersihkan jas milik Nathan dengan tisu yang dia ambil dari tas jinjingnya.

Ketika mata mereka bertemu ada sorot keterkejutan dimata gadis itu.

"Na... Nathan?" Nathan hanya mengernyitkan dahi mendengar suara gadis di hadapannya yang seperti mencicit.

"Lo kenal sama gue?"

"Kita satu sekolah!"

"Ohh...."

Hanya kata itu yang keluar dari bibir Nathan yang membuat Adisty, gadis di depannya itu sedikit kesal.

Nathan berjalan melewati Adisty namun dengan cepat gadis itu mencekal lengannya. Bukan mendapat pertanyaan seperti yang diharapkan Adisty, namun sebuah tatapan meminta penjelasan dari Nathan yang dia terima.

"Lo bosen sama acaranya?" Walaupun sedikit bingung namun akhirnya Nathan mengangguk kecil menanggapi pertanyaan Adisty.

"Gue juga nih. Pulang yuk!"

"Kalau nyokap gue ngebolehin udah dari tadi gue pulang!" Adisty hanya terkekeh mendapati reaksi Nathan yang mendengus kesal.

"Kalau gue berhasil bikin nyokap lo ngizinin lo pulang, lo juga harus bantu gue supaya papa gue ngizinin gue pulang juga. Deal?"

"Heemm...." Adisty dengan cepat menggandeng tangan Nathan menuju tempat dimana para orang tua saling bercengkrama.

"Nyokap lo yang mana?" Nathan hanya membalasnya dengan dagu yang dia arahkan ke tempat mamanya berdiri.

Adisty kembali menggandeng tangan Nathan seraya berlari kecil ke arah yang tadi ditunjuk oleh cowok itu.

Nathan menarik tangan Adisty ketika gadis itu hampir melewati mamanya.

"Ohh... hehe selamat malam Tante, selamat malam Om. Perkenalkan saya Adisty Ganindra Brawijaya. Saya dan Nathan boleh minta izin nggak ya Om, Tante?"

"Jadi kamu anak perempuan Geovani Brawijaya?" Adisty tersenyum lalu mengangguk menanggapi pertanyaan Jonatan.

"Cantiknya... pantesan papa sama mama kamu bangga punya anak perempuan secantik kamu," ucap Vanessa seraya tersenyum manis kepada gadis di hadapannya.

"Tante bisa saja. Tante juga cantik kok, awet muda lagi hehe."

"Waahh ternyata nggak cuma cantik tapi pintar mengambil hati orang. Tadi kamu mau minta izin apa Adisty?"

"Begini tante... besok pagi saya ada ujian maka dari itu saya boleh nggak minta Nathan nganterin saya pulang?"

"Ohh begitu... gimana sayang?" Vanessa terlihat meminta persetujuan Jonatan yang langsung mengangguk mengiyakan.

"Nathan... jaga Adisty. Papa Adisty itu teman Papa dan Mama. Jangan kecewakan Papa!"

"Baik Pa. Aku permisi nganter dia pulang dulu."

Adisty kemudian menggandeng tangan Nathan atau lebih tepatnya menarik tangan Nathan menuju tempat dimana kedua orang tuanya tengah bercengkrama dengan seorang pebisnis lainnya.

"Ma, Pa... aku pulang dulu ya. Aku besok ada ujian. Papa sama Mama tenang aja, aku pulangnya diantar Nathan kok," ucap Adisty seraya memperkenalkan Nathan kepada kedua orang tuanya.

"Perkenalkan saya Elnathan Lazuardi," ucap Nathan formal seperti yang biasa diajarkan oleh Mamanya.

"Jadi ini pangeran Lazuardi Corporation yang kedua? Tampan ya Ma? Kayak Papa dulu," ujar Geovani sambil menyenggol pelan lengan sang istri, Ferisa.

"Itu tandanya kemampuan Adisty mencari pacar menurun dari Mama," kekeh Ferisa seraya tersenyum melihat Adisty yang meringis di depannya.

"Ya sudah, pulangnya hati-hati. Om titip anak Om ya Nathan."

"Baik Om, saya permisi dulu."

"Duluan ya Pa, Ma."

Adisty masih menggandeng Nathan hingga melewati pintu keluar lalu dengan kasar Nathan menyentak lengan gadis itu.

Tanpa mengucap sepatah kata pun Elnathan pergi meninggalkan Adisty di tempat tersebut.

***
A/N.

Maafkan saya yang mempublish cerita ini sedangkan Hay, Bay belum finish.

Tapi saya usahakan cerita Hay, Bay tetap akan berlanjut walaupun slow update.

Terimakasih sudah membaca, jangan lupa klik bintang di bawah ini dan kasih komentar tentang cerita ini ya :)

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 117K 57
"Oh jadi lo itu cuma pura-pura?" tanyanya setelah mendengar Alesya berbicara tidak seperti biasa. Alis Alesya mendadak menaut. "Pura-pura?" "Pura-pu...
359K 23.8K 28
Tentang Garkano Arthure Virgama. Sosok laki-laki yang identik dengan jaket denim biru berkerah hitam Sosok laki-laki berwajah dingin dengan banyak ra...
Different By ping

Teen Fiction

10.8M 557K 55
CERITA TELAH DITERBITKAN Kiara Ifania : 1. Cantik ✔ 2. Pinter ✔ 3. Polos ✔ 4. Imut ✔ 5. Rokok ✘ Karrel Antonio : 1. Ganteng ✔ 2. Pinter ✘ 3. Nakal ✔ ...
2.8M 16.5K 4
PINDAH KE DREAME! Terjerat dalam perjodohan konyol mampu menyeret dua remaja berbeda jenis itu pada ikatan yang tidak pernah mereka sangka. Belum sam...