Chapter 13

63.8K 6.6K 148
                                    

Hujan lebat yang mengguyur tubuhnya membuat Adisty menggertakkan giginya dengan keras. Dingin yang menerpanya terasa sampai ke tulang.

Shit! Nathan kunyuk kurang belaian! Bisa-bisanya nurunin gue sesuka hati dia, anying! Umpat Adisty dalam hati.

Adisty melangkahkan kakinya menuju warung makan tak jauh dari tempat itu.

Pemilik warung makan tersebut berlari ke dalam rumahnya lalu keluar membawakan handuk lalu melilitkannya pada tubuh mungil Adisty.

"Kenapa hujan-hujanan Neng?"

"Tadi saya ada masalah sedikit sama teman saya Bu, makanya saya diturunin di pinggir jalan gini."

"Ya ampun jahat banget temannya Eneng. Sebentar ya Ibu buatkan teh hangat dulu."

Adisty baru teringat bahwa ponsel dan tasnya tertinggal di mobil Nathan. Gadis itu mengumpat kecil.

"Ini Neng diminum dulu tehnya."

"Eh... iya makasih Bu. Mmm... boleh nggak Bu kalau saya pinjam handphonenya sebentar, mau minta ayah saya jemput kesini."

"Oh iya silakan Neng."

Ibu pemilik warung tersebut menyerahkan ponselnya pada Adisty.

"Halo Pa, jemput Adisty dong."

"Tadi sms Papa bilang mau nebeng teman, nggak jadi?"

"Nggak Pa, buruan jemput dong. Dingin nih, aku lagi di daerah Jalan Merdeka."

"Kok bisa lewat sana?"

"Aduh Paaa ceritanya panjang."

"Tapi Papa nggak bisa jemput sayang."

"Kok gitu?"

"Minta jemput Mamamu aja ya, Papa masih ada rapat lagi ini."

"Ihh Papa jahat!"

"Ya udah nanti Papa minta anak rekan Papa buat jemput kamu ya, kebetulan dia habis nganterin file Papanya yang ketinggalan. Posisi kamu dimana?"

"Papa nggak takut aku diculik sama anak teman Papa?!"

"Nggak mungkin Sayang, dia baik kok orangnya. Buruan kasih tahu Papa posisi kamu dimana?"

"Di Jalan Merdeka dekat abang jualan sate kambing kesukaan Papa. Aku lagi nunggu di warung sampingnya."

"Yaudah tunggu lima belas menit lagi."

Adisty menutup teleponnya sambil menghela napas panjang. Diserahkannya ponsel tersebut pada Ibu pemilik warung.

"Makasih ya Bu, maaf ngerepotin."

"Nggak apa-apa Neng, lihat Eneng begini Ibu jadi keinget anak Ibu di kampung."

"Anak Ibu di kampung?"

"Iya Neng, Ibu coba nyari peruntungan di sini buat nyekolahin mereka."

Adisty mendengarkan dengan seksama cerita hidup Ibu tersebut, hingga sebuah mobil berhenti di depan warung tersebut.

Seseorang turun dari mobil tersebut, sebuah payung berwarna hitam menutupi wajahnya.

Adisty mengalihkan pandangannya pada teh hangat di depannya lalu meneguknya agar badannya menghangat.

"Adisty?"

Sebuah suara yang sangat dihafalnya membuat Adisty menolehkan kepalanya ke arah asal suara tersebut.

"Nial? Kok lo bisa ada di sini?"

"Gue di suruh jemput anak teman bokap gue. Jangan bilang, orang itu lo?"

ELNATHANIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang