The Red Affair 「END」

By andhyrama

1M 61.5K 16.2K

[15+] Jatuh ke cinta yang lain ketika sudah ada cincin yang melingkar di jari manis, Damian dihadapkan pada p... More

PREVIEW
THE ODD NUMBER
CHARACTERS
PROLOG
TRA-01
TRA-02
TRA-03
TRA-04
TRA-05
TRA-06
TRA-07
TRA-08
TRA-09
TRA-10
TRA-11
TRA-12
TRA-13
TRA-14
TRA-15
TRA-16
TRA-17
TRA-19
TRA-20
TRA-21
TRA-22
TRA-23
TRA-24
TRA-25
TRA-26
TRA-27
TRA-28
TRA-29
TRA-30
TRA-31
TRA-32
TRA-33
TRA-34
TRA-35
TRA-36
TRA-37
TRA-38
TRA-39
TRA-40
BOOK VERSION
VOTE COVER
OPEN PO TRA!
DI SHOPEE!

TRA-18

16.4K 1.2K 427
By andhyrama

The Red Affair

(The Kingston City Series #1)

a novel by Andhyrama

www.andhyrama.com// IG: @andhyrama// Twitter: @andhyrama//FB: Andhyrama// Ask.fm: @andhyrama

***

Damian tahu kini ia tengah bermimpi, sebuah mimpi yang menakutkan. Suara teriakan dan tangisan anaknya terdengar. Ia melihat istrinya ditangkap oleh polisi dan anaknya menangis memeluknya. Damian mengangkat Bobby dan membisikkan sesuatu agar anaknya itu tidak menangis.

Dilihatnya tangan Firanda terborgol, namun wanitanya itu tidak berontak, marah ataupun menangis. Istrinya itu terlihat tanpa ekpresi, memunculkan ketakutan tersendiri dalam dirinya. Damian tak mampu mencegah polisi memasukkan istrinya, ia memilih diam dan melihat, seakan ia yakin bahwa istrinya memang bersalah dan pantas dipenjara.

"Mama tak mungkin melakukan itu," bisik Bobby.

"Mama yang melakukan itu," jawab Damian.

"Tidak mungkin," bentak Bobby.

"Kita tidak tahu dengan siapa kita tinggal selama ini, anakku!" bantah Damian.

"Apa gara-gara Tante Lena?" tanya Bobby.

"Tidak, bukan karena Tante Lena, Bobby!"

"Papa tidak pelcaya lagi dengan Mama?" tanya Bobby.

Damian termenung, terdiam dalam mimpinya. Mesin mobil polisi itu sudah berbunyi dan siap untuk cepat landas membawa istrinya. Damian menggeleng tanda ia yakin bahwa Firanda tidak bersalah. Segera ia menurunkan Bobby dan saat itu mobil polisi melaju membawa serta Firanda di dalamnya.

Damian berlari kencang tanpa alas kaki dan meneriakkan nama istrinya. Mobil itu tidak berhenti dan semakin jauh meninggalkan Damian. Firanda pergi tanpa kata-kata perpisahan, hanya ada penyesalan yang menyerumuk di dalam batin Damian. Kecurigaan pada istrinya terlalu besar sehingga kepercayaan yang selama ini menjadi pondasi keutuhan rumah tangganya mulai runtuh.

"Papa! Bangun!" Bobby menggoyang-goyangkan tubuh ayahnya yang tidur di sampingnya itu.

Damian membuka mata. "Bobby!" ucapnya saat melihat anaknya di sampingnya.

"Ada Tante Lena di sini," bisik Bobby.

Damian kembali teringat kejadian semalam, Alena tanpa memencet bel menggedor pintu dan memanggilnya, gadis itu memberitakan sesuatu yang mengejutkan. Kematian Tuan Ross yang tidak sempat ia tanyakan lebih lanjut karena Alena tidak mau menjawab. Damian mengerti karena gadis itu mungkin terlalu trauma dengan apa yang dia lihat.

Ia bangun dan mengangkat anaknya untuk keluar kamar menuju dapur. Ada suara di sana, tepatnya di meja makan. Damian melihat Alena tengah duduk dengan wajah pucat sembari meminum segelas teh hangat pelan-pelan.

"Kau sudah bangun, Bobby Sayang!" ucap Firanda dari dapur.

Damian menurunkan anaknya agar menuju ke dapur bersama ibunya, sementara dia sendiri ikut duduk berhadapan dengan Alena. Tampak Alena hanya menatapnya tanpa mengutarakan sesuatu.

"Alena, bisa kau ceritakan apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Damian dengan suara lirih.

"Aku melihat Pamanku duduk dengan pisau menancap di belakang lehernya. Aku takut, aku yakin pembunuhnya ada di rumah itu, aku memutuskan untuk kabur dan berlari keluar menaiki taksi dan aku bingung ingin ke mana, dan kemudian yang terlintas dipikiranku adalah Silver Land nomor 46, rumahmu." Alena menjawab dengan pelan seperti ia masih membayangkan apa yang ia lihat semalam.

Damian ingat ada obrolan di meja makan kemarin tentang tempat tinggal, tentu sangat wajar jika Alena hanya mengingat tempat tinggalnya. Lagi pula ke mana lagi dia akan pergi?

"Ada siapa saja di rumah itu?" tanya Damian.

"Paman, Bibi, Jimmy, Charles Adams, Eliana Adams, Ethan dan Melissa serta aku. Ada penjaga gerbang dan tiga pembantu di situ," jelas Alena.

"Kau kabur, Alena! Kau bisa saja dicurigai," bisik Damian.

"Aku tidak bersalah!" Alena meminum tehnya lagi. "Kau ingat apa yang aku takutkan di rumah itu, bukan?" tanya Alena.

Damian kembali teringat, wajah takut Alena saat sampai di Morning Abby dan penjelasannya akan hal itu saat mereka tengah berada di pantai. Ada sesuatu yang paman dan bibinya sembunyikan, sesuatu yang bisa berujung pembunuhan. Seketika Damian terngingat keanehan Tuan Ross yang tidak pernah terlihat di kantor jika hari rabu, dan kematiannya tepat pada hari rabu. Ini bukan sebuah kebetulan.

"Alena, apa kau tahu apa yang dilakukan pamanmu setiap hari rabu?" tanya Damian penasaran.

"Ia pergi ke kuburan," jawab Alena.

Kuburan? Pastinya Tuan Ross mengunjungi sebuah makam. Makam kedua orang tuanya atau makam orang lain yang istimewa.

"Makam siapa? Maksudku makam siapa yang dikunjungi pamanmu?" tanya Damian lagi.

"Istri pertamanya, Paman bilang kalau istri pertamanya itu meninggal pada hari rabu dan ia ingin setiap hari rabu ia mengenangnya," jawab Alena dengan mata mulai basah.

"Alena bilang kau teman lamanya, bukan?" tanya Firanda yang muncul membawa sarapan.

Damian agak terkejut dengan kemunculan istrinya. "Ya, kami sedikit saling mengenal," jawab Damian sekenanya.

"Alena kau bisa tinggal di sini jika kau tidak ingin pulang ke rumah menakutkan itu," kata Firanda.

Damian tiba-tiba kaget dengan tawaran Firanda pada Alena. Istri dan selingkuhan dalam satu rumah. Ini tidak akan baik, sungguh seusatu yang tidak menyenangkan. Resiko ketahuan akan semakin besar menurutnya.

"Mama? Remot televisinya di mana?" teriak Bobby dari ruang tengah.

"Cari sendiri, Bobby!" jawab Firanda.

"Aku tidak akan merepotkan kalian, mungkin aku akan menginap di hotel untuk beberapa waktu," jawab Alena.

"Jimmy punya rumah sendiri, bukan?" tanya Damian.

Alena menggeleng. "Aku tidak tahu, Jimmy selalu ada di rumah itu."

"Terima saja tawaranku, Alena. Aku akan senang tinggal bersama seorang teman di sini," ungkap Firanda.

"Terima kasih, Firanda, tetapi aku tidak ingin menumpang. Setidaknya berikan aku pekerjaan di sini," ujar Alena.

"Kalau kau mau, kau bisa membantuku mengurus Bobby," jawab Firanda, "tapi mungkin saja, gajinya tidak seberapa."

"Abaikan masalah itu, aku tidak mencari uang, aku hanya ingin ketenangan. Aku tidak bisa tinggal di sana dengan bayang-bayang pamanku," ucap Alena, "pamanku sangat baik, kenapa tuhan memanggilnya begitu cepat?"

"Sudahlah, kita doakan saja semoga pembunuhnya segera ditemukan," kata Firanda.

Damian hanya mengiyakan saat Firanda meminta persetujuaannya memperkerjakan Alena. Ia mulai berpikir sebaliknya. Dengan semakin dekatnya Alena dengan Firanda bukanlah memperbesar kemungkinan ketahuan, tetapi sebaliknya. Perselingkuhan satu rumah, akan lebih aman.

Firanda menutup pintu setelah Damian berangkat ke kantor. Ia segera menuju ke dapur, di ruang tengah Alena tengah menyusun lego bersama Bobby. Firanda hanya tersenyum melihat mereka dan kembali melangkah ke dapurnya. Mencuci piring dan kemudian bersih-bersih.

Setelah dapurnya rapi kembali, ia menuju ke ruang tengah duduk di sofa dan menyalakan televisi sembari memperhatikan Alena yang menamani anaknya bermain di atas lantai. Dilihatnya Alena sedikit banyak sudah bisa mengatasi ketakutannya.

"Kau tidak ingin menghubungi Jimmy?" tanya Firanda pada Alena.

"Aku rasa tidak, biarkan dia yang mencariku," jawab Alena datar.

"Di rumah itu pasti banyak polisi, bagaimanapun juga kau harus memberikan kesaksianmu nanti pada mereka," ujar Firanda.

Alena mengangguk. "Iya, tapi biarlah. Aku tidak ingin kembali ke rumah itu. Polisi pasti akan segera ke mari," kata Alena.

"Aku mengerti, lebih baik seperti ini. Aku akan bersaksi bahwa kau bukannya kabur, kau hanya ingin mencari tempat yang aman," ucap Firanda.

Alena memandang wajah Firanda yang tersenyum manis padanya. "Apa kau mengira aku yang membunuh pamanku sendiri?" tanyanya pelan.

"Tentu saja tidak, aku yakin perampok yang menyelundup masuk ke rumah itu," jawab Firanda.

"Ya, Tentu Saja," sahut Alena.

"Mama, apa ada puding di kulkas?" tanya Bobby.

Firanda mengangguk dan Bobby segera bangkit dan berlari ke dapur. Sedangkan Alena merapikan mainan Bobby dan memasukannya ke dalam kotak plastik, lalu menaruhnya kembali ke dekat tembok.

"Kau sepertinya perlu mandi, Alena. Aku akan pilihkan bajuku yang pas untukmu," kata Firanda.

Alena mengikuti nasehat Firanda, sedangkan Firanda menuju kamarnya dan memilihkan baju yang pas untuk pengasuh Bobby yang baru itu. Tubuh Alena lebih kecil darinya, itu sama dengan tubuhnya sebelum mempunyai anak sehingga Firanda mencari sampai ke bagian terbawah tatanan pakaian di lemarinya.

Bel berbunyi dan membuat Firanda segera keluar kamar dan membukakan pintu. Seorang berperawakan tinggi besar berada di depan pintu. Pria gagah dengan pakaian rapi. Jimmy Ross datang mencari tunangannya.

"Nyonya Smith, aku baru saja menelepon suami Anda. Dia mengatakan tunangan saya ada di rumahnya, jadi di mana dia sekarang?" tanya Jimmy.

"Masuklah, Jimmy! Dia sedang mandi, aku akan membuatkan teh untukmu," kata Firanda dengan ramah.

Jimmy mengangguk dan segera masuk, mengikuti Firanda sampai di ruang tamu. Pria itu tampak tenang menunggu, tidak ada wajah gelisah karena kematian kakaknya sedikitpun. Pribadi Jimmy memang sulit untuk bisa dimengerti oleh orang yang belum lama kenal.

Tidak sampai lima menit Firanda kembali dari dapur membawa teh di atas nampan, lalu duduk berhadapan dengan Jimmy.

"Kematian kakakku pastilah membuat Alena menjadi trauma, ia langsung kabur ketika melihat mayat Jhonny di ruang baca. Aku tidak sempat menyusulnya karena aku harus menelpon polisi saat itu," jelas Jimmy.

"Biarkan dia tinggal di sini untuk beberapa waktu, setidaknya sampai kasusnya selesai dan pembunuhnya berhasil ditangkap," ucap Firanda.

"Terima kasih, Nyonya Smith! Hanya saja, dia harus memberikan keterangan malam ini. Kau dan suamimu juga," terang Jimmy, "polisi ingin menanyai semua yang hadir pada pesta itu."

"Kami pasti akan datang. Aku penasaran apakah ada kemungkinan bahwa beliau diracuni sebelum ditikam?" tanya Firanda.

"Dokter bilang ini murni sebuah tikaman, Jhonny segera meninggal setelah ditikam dari belakang. Tidak ada sidik jari di pisau yang pembunuh itu gunakan," jawab Jimmy.

"Pembunuhnya pastilah dari luar 'kan?" tanya Firanda lagi.

"Jendela terbuka di ruangan itu, tapi penjaga kami mengatakan tidak melihat ada orang yang masuk. Polisi mencurigai orang di dalam rumah," ungkap Jimmy.

"Kau dan Alena juga dicurigai?" tanya Firanda masih begitu penasaran.

"Ya, semuanya dicurigai. Tidak ada yang bisa membuktikan alibinya masing-masing, semua orang bisa melakukan hal itu," jawab Jimmy dengan menyesal, "kakakku sangat keras kepala, dia tidak mau memasang CCTV, pasti akan sangat mudah menemukan pembunuhnya jika semuanya tertangkap kamera."

Jimmy meminum tehnya ketika Firanda tidak bertanya lagi. Tidak sampai satu menit, Alena datang dengan baju kuning milik Firanda. Ia tampak kaget melihat Jimmy.

"Jimmy," kata Alena.

"Alena!" Jimmy segera berdiri dan mendekati tunangannya itu.

"Pembunuh! Kau pasti pembunuhnya! Kau yang membunuh paman, bukan?" teriak Alena.

"Apa yang kau bicarakan?" kata Jimmy.

"Kau ingin menguasai perusahaan secepatnya, kau ingin mendapatkan banyak warisan dari kakakmu, bukan? Kau pembunuhnya! Hanya kau orangnya!" Alena menunjuk-nunjuk wajah tunangannya itu.

"Dengarkan aku!" bentak Jimmy mendekati Alena.

"Kau pembunuh! Kau pembunuh pamanku!" teriak Alena.

Firanda terkejut saat tangan Jimmy dengan kerasnya menampar pipi Alena. Ia segera berdiri dan menuju ke arah Alena, dengan segara memeluk gadis yang langsung menangis itu.

"Jimmy, lebih baik kau pergi!" ucap Firanda dengan nada kesal.

Jimmy tampak marah, wajahnya merah dan ia segera meninggalkan ruangan itu dan keluar tanpa kata-kata tambahan dari mulutnya.

***

Question Time

1. Apa pendapat kalian tentang part ini?

2. Lebih suka happy atau sad ending?

Continue Reading

You'll Also Like

KANAGARA [END] By isma_rh

Mystery / Thriller

6.9M 524K 92
[Telah Terbit di Penerbit Galaxy Media] "Dia berdarah, lo mati." Cerita tawuran antar geng murid SMA satu tahun lalu sempat beredar hingga gempar, me...
414K 23.8K 33
NICOLE selalu menganggap JUSTIN adalah sahabatnya, karena mereka sudah saling mengenal sejak kecil. Namun, Justin selalu menyangkalnya. Alih-alih men...
5.1M 193K 48
[BOOK 1 of Golden Family] Ketika rasa peduli dan sakit berubah menjadi cinta tak bersyarat. Seorang wanita harus mengalami pahitnya kehidupan ketika...
1.6M 226K 72
WARNING : MATURE CONTENT (21 TAHUN KE ATAS) "Love is like war. Easy to begin but very hard to stop." - H L Mencken