PERNIKAHAN PARO WAKTU [#watt...

By OctaviaMangunsong

1.1M 30.1K 2.6K

Pengalaman cinta terpahit adalah jatuh cinta pada seseorang yang menyimpan cinta untuk orang lain di hatinya... More

1. SENDIRI
2. PANIK
3. DIPUTUSIN
4. KEHILANGAN
5. DEPRESI
6. CINTA ?
7. KEMBALINYA CINTA PERTAMA
9. PATAH HATI
10. PERJODOHAN YANG TAK DIINGINKAN
11. MENIKAH ATAU KELUAR DARI RUMAH
12. PERMINTAAN TANTE
13. PEREMPUAN MURAHAN
14. TERBONGKAR
15. PEKERJAAN MALAM
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
22. BIBIR YANG ASING
23. PINGGANG CALON ISTRI

8. DORAEMONKU

45.4K 1.1K 59
By OctaviaMangunsong

Alex's point of view

Anna Karenina, dialah cewek yang melempariku dengan buku dan membuatku mimisan gara-gara mengira aku cowok mesum yang biasa masuk-masuk toilet cewek untuk ngintipin mereka. Sebenarnya sebelum kejadian di toilet cowok itu, aku sudah beberapa kali melihat dia mondar-mandir sambil membawa buku-buku tebal kemana-mana, dan seingatku aku sudah bolak-balik kena tabrak dia tapi dia kayaknya nggak ingat sama sekali kejadian-kejadian itu.

GEMES... adalah perasaan pertama yang muncul saat melihat dia berusaha menampilkan muka memelasnya kepadaku dan memintaku untuk memaafkannya. Tak perlu pikir panjang aku langsung memaafkannya.

Setelah hari itu kami mulai berteman baik. Well...sebenarnya aku sih yang selalu rajin mengunjungi kelasnya hanya untuk sekedar ngobrol atau ngerjain PR bareng. Pertamanya sih Anna terkesan cuek. Jika ditanya jawabannya selalu singkat dan perhatiaannya nggak pernah lepas dari buku. Apalagi ekspresinya selalu menyiratkan kalau aku mengganggu 'zona nyaman' nya dia. Tapi entah kenapa bukannya malah tersinggung, aku justru terus saja ngedeketin dia. Sampai sekarang aku sendiri pun nggak tau apa penyebabnya. Mamaku sih bilang mungkin alasannya karena aku nggak punya saudara perempuan jadi aku secara nggak sadar ingin menuangkan perhatianku pada Anna. Entahlah... mungkin saja yang di katakan mamaku benar.

Anyway... setahuku Anna sudah terkenal dengan julukan 'perpustakaan berjalan', tapi buatku julukan tersebut tidak cocok buatnya. Menurutku, dia lebih cocok dijulukin 'Doraemon' karna sebenarnya bukan hanya buku-buku saja yang di bawanya kemana-mana. Dia juga menyimpan bermacam-macam barang di kantong roknya. Mulai dari tisu, minyak angin, bulpen, permen, pensil, obat sakit perut dan masih banyak lagi yang lainnya. Jadi jika ada yang memerlukannya dia langsung merogoh kantongnya dan memberikannya pada orang itu. Apapun yang di perlukan selalu tersedia di kantongnya. Bahkan suatu saat aku pernah nyeletuk, "Aduh gelap banget sih perpus ini, mana bisa baca kalau gelap begini."Tanpa di komando dia langsung mengeluarkan senter kecil dari kantongnya dan memberikannya padaku tanpa sedikitpun memalingkan wajahnya dari buku di hadapannya.

Tidak hanya itu, doraemonku yang satu ini terkenal selalu ada dan selalu punya solusi jika ada yang membutuhkannya. Saat tau ada yang punya masalah, dia pasti langsung mengeluarkan ide-ide aneh yang tidak pernah terpikirkan olehku sebelumnya. Tapi lucunya, malah ide-ide aneh tersebut yang lebih manjur di bandingkan solusi-solusi logis milik teman-teman yang lain. Dasar memang ajaib doraemonku yang tiada duanya ini.

Namun, julukan doraemon ini hanya aku saja yang tau. Aku tidak pernah memberitahukannya pada siapapun, terutama Anna. Aku takut kalau sampai Anna tau, dia bakalan tersinggung dan nggak mau berteman denganku lagi. Jika itu terjadi aku pasti akan mati kebosanan.

Demikianlah hari demi hari aku jadi makin getol mendekatkan diri dengan Anna. Tak pernah seharipun aku 'bolos' mampir ke kelasnya. Namun saat suatu hari aku mengunjungi kelasnya, aku melihat Anna sedang mengobrol serius dengan seorang cewek. Nggak biasanya dia begitu, pikirku. Anna biasanya jarang bicara pada seseorang tapi ini kelihatannya cewek tersebut cukup akrab dengan Anna. Daripada berlama-lama penasaran, aku pun menyapa Anna dan kemudian dikenalkan dengan cewek yang mengaku teman dekat Anna tersebut. Cewek tersebut bernama Erna. Dia sangat cantik. Aku langsung jatuh cinta pada pandangan pertama dengannya.

Anna dan Erna sangat berbeda satu sama lain. Mereka bagaikan berasal dari dua kutub yang berbeda. Jika di umpamakan mungkin Anna bagaikan api dan Erna bagaikan air. Itu semua karena sifat Anna yang cenderung ekspresif, keras kepala, dan gampang meledak-ledak. Sedangkan Erna kebalikannya, dia lebih tenang, perhatian, dan lemah lembut. Namun justru karna perbedaan itulah persahabatan kami jadi berwarna dan menyenangkan.

Hari demi hari kami jadi sering menghabiskan waktu bersama dan makin dekat satu sama lain. Namun di kelas dua, kedekatanku dengan Erna mulai berubah dari sahabat menjadi sepasang kekasih. Sebenarnya sih sebagian besar itu berkat usaha Anna yang selalu getol ngejodoh-jodohin kami dengan berbagai trik-trik romantis yang di pelajari dari... darimana lagi kalau bukan dari novel.

Walaupun Erna dan aku berpacaran, kami tak pernah melupakan Anna. Kami masih sering hang-out bareng dan bahkan DOUBLE DATE bareng. Aku dengan Erna sedangkan... Anna bersama novel-novelnya. Tentu saja lokasi ngedate kami kalau nggak di perpus ya di toko buku.

Ohhh...saat itu hari-hariku benar-benar terasa indah dan sempurna. Namun... pengalaman indah dan sempurna tersebut mendadak berubah menjadi malapetaka bagiku hanya dalam waktu singkat saja.

Saat itu kami sudah duduk di kelas tiga dan mulai disibukkan dengan banyak pelajaran tambahan dan berbagai kursus yang tiada habisnya. Sekolah mulai terasa seperti rutinitas saja. Untungnya, di sekolah ada Anna dan Erna jadi aku tidak begitu stress menjalani hari-hari membosankan itu. Namun aku mulai memperhatikan ada yang aneh dari Erna. Dia tidak seceria biasanya. Seringkali aku mendapatinya melamun sendiri dan jarang tersenyum. Jika ditanya alasannya, dia cuma menjawab dengan menggelengkan kepala. Mungkin kecapean karna beban pelajaran yang semakin menumpuk, pikirku. Tapi dugaanku ternyata salah.

Tiada hujan tiada petir, Erna tiba-tiba memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami. Walaupun terkejut di ultimatum seperti itu, aku tetap berpikiran ini mungkin hanya keputusan yang di buat berdasarkan emosi belaka dan dalam waktu dekat dia pasti berubah pikiran. Sayangnya untuk kedua kali dugaanku pun meleset. Erna tidak hanya memutuskanku, dia bahkan tiba-tiba menghilang begitu saja.

Kemana pun aku mencarinya, dia tak kutemukan. Sesak rasanya dadaku. Aku kehilangan sahabat dan cinta pertamaku. Kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan mulai merasukiku. Aku jadi tidak sadar sedang apa dan dimana. Yang membangunkanku dari lamunan adalah suara keras klakson mobil yang melaju dari arah berlawanan. Tampaknya motorku sudah melenceng melewati jalur dan terlalu ke tengah. Aku kaget dan langsung membanting setir ke pinggir tapi karena awalnya motorku sudah melaju terlalu kencang sehingga gerakan itu membuatnya oleng dan melaju tak terkendali menghantam pembatas jalan. Setelah itu, aku tidak ingat apa-apa lagi.

Saat terbangun yang kulihat adalah wajah mamaku yang menangis. Seluruh badanku terasa luar biasa sakit. Aku tau pasti lukaku tidak ringan. Aku ketakutan dan tanpa sadar aku memanggil-manggil nama Anna sebelum akhirnya aku tidak sadarkan diri lagi.

Aku akhirnya terbangun lagi saat sayup-sayup kudengar suara Anna. Aku membuka mataku perlahan dan melihat Anna dan mamaku menangis di ujung ruangan. Tiba-tiba aku merasa kesal. Kesal karena harus terlihat kalah dan tak berdaya di depannya, juga kesal karna melihat tatapannya yang tercengang melihat kondisiku. Aku ingin bangkit berdiri dan membuktikan padanya kalau aku tidak apa-apa tapi apa daya sluruh tubuhku rasanya sulit untuk di gerakkan. Aku akhirnya menyerah dan melemparkan kemarahanku pada Anna.

Aku mulai bersikap tidak menyenangkan dan terus-terusan mengusirnya saat dia berkunjung. Tapi dasar Anna memang kepala batu. Dia bukannya pergi tapi malah terus-terusan datang. Berapa kalipun aku memarahi dan mengusirnya, dia cuma mendengus dan keesokannya tetap datang lagi.

Depresi dan putus asa semakin merasuki aku hari lepas hari. Apalagi saat melihat gitar-gitar koleksiku, foto-foto dan semua barang pemberian Erna tersebar dengan sempurnanya di seluruh penjuru kamarku. Barang-barang itu semua malah mengingatkanku akan betapa jauh bedanya hidupku sebelum dan sesudah kecelakaan. Aku marah... ma..rah....MARAHHHH. Kenapa aku harus menyimpan barang-barang yang hanya akan mengingatkanku pada semua yang tidak akan bisa kumiliki.

Aku tidak tahan lagi... aku kemudian menyambar semua dari tempatnya dan melemparkannya ke dalam gudang. Berharap dengan begitu aku akan melupakan semuanya dengan segera. Oleh karena itu, saat Anna mulai berusaha menghentikanku dengan berteriak dan menarikku sampai terjengkang ke lantai, aku tidak menghiraukannya.

Tapi setelah mendengar Anna kesakitan aku langsung panik dan mengulurkan tanganku untuk membantunya berdiri. Bukannya berdiri, dia malah menggenggam tanganku dan mulai menceramahi aku tentang ketololan diriku yang tidak pernah mau terbuka dan berbagi perasaan dan sakit hatiku padanya.

Tiap kata-kata yang keluar dari mulutnya perlahan mulai menghangatkan hatiku. Anehnya perasaan ketakutan yang selama ini menghantuiku tiba-tiba berkurang di gantikan dengan kelegaan yang amat sangat. Saat itulah aku memeluknya. Doraemonku menyelamatkanku sekali lagi, seruku dalam hati. Ohhh.... aku ingin sekali mengubahnya jadi kecil sehingga bisa kubawa kemana-mana.

Aku mulai bisa tidur nyenyak sejak hari itu dan mulai mencoba berpikir positif tiap harinya. Akhirnya semua berhasil kulalui tanpa sekalipun mengalami 'emotional break down' lagi. Nilai-nilaiku di sekolah juga tidak ada satu pun yang turun meskipun hampir sebulan tak masuk sekolah. Ini juga berkat Anna yang rajin meminjam buku-buku catatan teman-temanku dan menjelaskan ulang ke padaku sepulang sekolah.

Kebahagiaan mulai menyusup ke dalam hatiku perlahan-lahan. Semuanya jadi tampak tak sesuram dulu. Persahabatan kami pun semakin tak tergoyahkan. Memang sih ada satu kejadian pada waktu ultahku ke delapan belas yang membuat Anna ngambek berhari-hari tapi itupun terselesaikan dengan mudahnya. Anna memang selalu nggak pernah tahan berlama-lama marah padaku.

Bertahun tahun sudah kami lewati bersama. Anna dan aku sekarang bukan lagi anak sekolahan atau mahasiswa lagi. Anna yang mengambil jurusan sastra asing, sekarang mengajar di sebuah sekolah internasional bergengsi di kota kami. Sedangkan aku yang akhirnya mengambil kuliah bisnis atas dorongan orang tuaku sekarang memimpin salah satu restoran masakan prancis milik keluargaku yang bernama DÉLICIEUX.

Bekerja membuatku benar-benar lupa akan masa lalu dan ambisiku pada musik. Aku menuangkan segala energi dan pikiranku untuk memajukan restoran yang seluruh karyawannya sudah aku kenal dekat bagai keluarga sendiri. Anna pun sering aku ajak mengunjungi restoranku sekalian meminta pendapatnya tentang progress yang aku buat. Seperti yang diharapkan pun dia sering memberiku ide-ide dan kritikan-kritikan yang lumayan membantu meningkatkan kinerja restoran kami. Namun, karena aku terlalu sering membawanya ke tempatku bekerja, orang-orang mulai mengira kami berpacaran. Aku sih cuek aja tapi aku takut Anna tersinggung. Oleh karena itu untuk ulang tahunku yang ke dua puluh tiga ini aku mengajaknya makan malam di restoran lain, restoran langganan kami selama lima tahun belakangan ini.

Waktu pun menunjukkan jam lima sore, aku langsung bergegas pulang untuk mandi dan berganti pakaian supaya tidak lagi datang terlambat seperti tahun-tahun sebelumnya. Janji makan malamnya jam tujuh, jadi aku masih punya banyak waktu untuk bersiap-siap, pikirku. Tepat jam enam aku sudah turun ke bawah dan siap-siap berangkat. Namun saat aku hendak membuka pintu tiba-tiba bel pintu rumahku berbunyi. Tentu saja aku langsung cepat-cepat membukanya. Tak disangka saat pintu itu terbuka, sosok Erna lah yang muncul di hadapanku.

Aku mengusap mataku berulang-ulang tak percaya dengan apa yang aku lihat di hadapanku. Memang wanita di hadapanku jauh lebih tinggi dan kurus dibandingkan Erna yang dulu. Wajahnya yang dulu selalu terlihat polos pun sekarang di penuhi make up warna-warni. Tapi aku kenal betul Ernaku. Wanita yang di depanku sekarang ini benar adalah Erna Dharmawan, cinta pertamaku yang tiba-tiba menghilang lima tahun yang lalu.

"Hai lex... apa kabar?" sapanya enteng sambil melenggang masuk ke dalam rumah.

"Apa kabar? Kamu menunggu lima tahun untuk mengatakan itu padaku?" hardikku sambil membanting pintu hingga tertutup dengan suara berdebam.

"Kok pakai marah segala sih, lex?"

"Marah? Kata itu nggak cukup untuk menggambarkan perasaanku selama lima tahun ini." Aku menatap lekat-lekat wanita yang dulu sempat mengisi hari-hariku dengan cinta.

"Aku punya alasan kenapa melakukan semua itu-"

"O ya? Apa alasannya? Jelaskan padaku alasan apa yang begitu penting hingga kau pergi dariku tanpa peduli untuk berpamitan lebih dulu."

"Kamu pasti sudah tau kan usaha papa ku bangkrut sehingga rumah dan semua aset keluarga kami habis semua disita bank."

"Terus???"

"Mmm... uang kami habis sehingga kami harus pindah ke desa untuk tinggal bersama nenek di sana."

"Terussss???"

"Terus apalagi Alex. Harusnya dari situ kau sudah bisa menyimpulkan alasanku."

"Nggak lah! Aku belum bisa mengerti apa hubungannya situasi ekonomi keluargamu dengan hubungan kita. Walaupun kamu bangkrut atau pindah rumah dan sekolah sekalipun, bukan berarti kau lantas mengambil keputusan pergi juga dari hidupku!"

Pintu tiba-tiba terbuka tapi untunglah pak Tino yang datang bukan papa mama. Kalau sampai mereka yang datang pasti Erna sudah di caci maki dan di usir keluar. Aku kemudian menarik tangan Erna dan menyeretnya ke lantai atas untuk melanjutkan pembicaraan kami. Sesampainya di lantai atas aku meneruskan pertanyaanku dengan suara yang sarat dengan kemarahan. Namun pertengkaran kami tiba-tiba berhenti saat kami mendengar suara Anna.

Saat melihat Anna, aku segera sadar kalau aku sudah melupakan janji makan malamku dengannya. Tapi semua itu tidak penting lagi. Sekarang yang paling penting adalah membereskan masalahku dan Erna.

Karena tidak sabar lagi menunggu aku langsung meminta Anna meninggalkan kami berdua untuk melanjutkan pembicaraan kami. Anna yang masih terlihat syok dan bingung langsung turun meninggalkan kami.

Aku menatap mata Erna lekat-lekat mencari jawaban dari semua pertanyaanku. Lama kami terdiam seperti itu sampai akhirnya Erna yang duluan memecah keheningan dengan berkata, "Aku malu, lex. Aku merasa nggak pantas denganmu. Itulah sebabnya aku berpikir mungkin lebih baik aku melepaskanmu."

"Bodoh! Kau pikir aku mencintaimu karna harta dan status sosialmu? Aku mencintai Erna Dharmawan bukan Erna anak pengusaha kaya."

"Maafkan aku sayang..." pintanya lirih dengan wajah yang mengiba.

"Entahlah Erna... ini terlalu tiba-tiba. Aku tidak tau apakah aku bisa mempercayaimu la-"

Dengan gerakan tiba-tiba, Erna mendekatiku dan langsung menyapukan bibirnya sekilas ke bibirku.

"Aku benar-benar menyesal Alex, bisakah kau mempercayaiku sekali lagi."

Jantungku berdetak sangat cepat. Gelombang cinta dan kerinduan yang kurasakan dulu, dengan deras mengalir lagi di hatiku. Tanpa pikir panjang aku menariknya mendekat dan menciumnya dalam-dalam. Semua perasaan kesal dan marahku luntur seketika.

"Aku memaafkanmu tapi ingat jangan pernah meninggalkanku lagi karna jika kau melakukannya lagi seumur hidup aku tidak akan pernah memaafkanmu," bisikku di telinganya sambil tetap memeluknya erat-erat.

***

Continue Reading

You'll Also Like

885K 41.3K 66
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
333K 25.7K 82
Cinta hanya untuk manusia lemah, dan aku tidak butuh cinta ~ Ellian Cinta itu sebuah perasaan yang ikhlas dari hati, kita tidak bisa menyangkalnya a...
643K 127K 43
Reputation [ rep·u·ta·tion /ˌrepyəˈtāSH(ə)n/ noun, meaning; the beliefs or opinions that are generally held about someone or something. ] -- Demi me...
1.2M 46.5K 62
Menikahi duda beranak satu? Hal itu sungguh tak pernah terlintas di benak Shayra, tapi itu yang menjadi takdirnya. Dia tak bisa menolak saat takdir...