Pure Vampire

By GarnetMagenta

4.9M 160K 18.5K

[DITERBITKAN OLEH BUKUNE] Cover by: @Ariski Bagaimana jika kamu menjadi seperti Claire Watson, seorang 'budak... More

PENGUMUMAN
Mohon Dibaca
Keputusan
1. Pertemuan Pertama
2. Kehidupan Baru
3. Beradaptasi
4. Sikap Aneh
5. Silver Sword
6. Awal
7. Kejadian di Danau
8. Buku Para Peri
9. Dua kesalahan
10. Sebuah Legenda
11. Negeri Peri
12. Kalung Ruby?
13. Melrose (?)
14. Golden Clover
15. Gadis Mimpi
16. Kegagalan
17. Ratu
18. Pernyataan Sebuah Rasa
19. Ukiran Belati
20. Leo dan Kejujuran
21. Pengkhianatan
22. Raja
23. Immortal Tree
24. Sumpah Darah
25. Kematian
26. Happy Birthday (?)
27. 17 Tahun yang Lalu..
28. Izin Raja
29. Tamu Terhormat (?)
30. Lucy
31. Nasihat
32. Negeri Manusia Serigala
33. Platina Grail
34. Sebuah Mimpi
35. Retak dan Rapuh
36. Kesetiaan
37. Latihan
38. Malam
39. Negeri Warlock
40. Keras Kepala
41. Jebakan
42. Black and White Magic Book
43. Rasa Takut
44. Nyaris (?)
45. War
46. War (2)
47. Epilogue
Extra Part: Danau Marine
Extra Part: Mengikat Janji Suci
Extra Part: Hot and Cold
Extra Part: Penobatan
POLLING COVER
PRE ORDER [CLOSED]

Extra Part: Hari Kelahiran

89.3K 2.8K 447
By GarnetMagenta


"Hati - hati di jalan ya.. " pesan wanita paruh baya yang sedang berdiri di dekat pintu rumah bercat abu.

"Iya, Bi. Aku akan berhati - hati, " ucap pemuda vampire yang sudah duduk di motor hitam - biru tuanya.

Sang wanita paruh baya atau Aradela Watson pun mengalihkan pandangannya ke arah puterinya yang duduk di belakang pemuda vampire tadi. Wajahnya terlihat kelelahan dan mengantuk. Hal itu membuat Aradela ‎tersenyum lalu berujar, "Claire, jangan selalu memaksakan diri mulai sekarang. Belajar memang perlu tapi jika sampai seperti ini kamu bisa sakit. Istirahatlah yang cukup. Sebentar lagi kamu juga akan berulang tahun, jadi jaga kesehatan. "

Gadis berumur dua puluh tahun itu hanya mengangguk mendengar nasihat dari Ibunya. Dia menyandarkan kepalanya ke punggung Luke. Sedangkan tangannya mulai memeluk kekasihnya itu dari belakang.

"Kalau begitu, kami pamit. Sampai jumpa lagi, Bibi, " pamit Luke seraya tersenyum sebelum akhirnya pergi dengan motor hitam - biru tuanya.

Empat tahun telah berlalu dan Luke mulai terbiasa untuk mengendarai motornya dengan kecepatan yang normal. Sebenarnya, Luke juga sudah diperbolehkan untuk memakai mobil sendiri. Tapi Luke belum mau memakainya. Dia masih merasa nyaman memakai motor hitam - biru tua kesayangannya.

"Kamu benar - benar mengantuk ya?" kata Luke membuka pembicaraan.

Claire mengubah posisi kepalanya dan mulai menyandarkannya di pundak Luke, "Hm.. sedikit.. "

Luke melirik sekilas gadisnya yang memejamkan matanya itu lalu tersenyum, "Sedikit, hm? Kamu perlu untuk istirahat lebih lama. Lagipula sekarang jadwal belajarmu tidak terlalu padat. Jadi besok kamu bisa menggunakan waktu sebanyak - banyaknya untuk istirahat. "

"Bagaimana denganmu..? Jadwal belajarmu masih padat?" tanya Claire setengah bergumam.

Yah begitulah. Setelah pesta perdamaian yang mencetak sejarah baru, banyak hal yang terjadi. Claire dan Luke memiliki jadwal belajar empat tahun terakhir ini. Claire diberi jadwal belajar privat atas persetujuan Luke. Sedangkan Luke memiliki jadwal belajar untuk mendalami perannya sebagai pangeran dan penerus takhta.

Awalnya memang berat. Mereka pun harus merelakan waktu yang pergi dan lebih menghargai waktu bersama. Tapi sekarang jadwal belajar mereka sudah tidak begitu padat. Hal itu disebabkan oleh pengetahuan keduanya yang sudah dianggap cukup memumpuni.

"Sudah tidak begitu padat. Kurasa lusa kita bisa berkencan, " jawab Luke dengan santai. Claire yang mendengarnya hanya tersenyum tipis seraya mengeratkan pelukannya.

‎"Sebentar lagi kamu akan berumur dua puluh satu tahun. Jadi.. apa yang kamu inginkan di ulang tahunmu nanti?" ujar Luke mengalihkan topik.

Namun sebelum Claire menjawabnya, Luke sudah kembali berkata, "Yah.. kurasa kali ini aku tidak perlu memberimu kejutan seperti tahun - tahun kemarin bukan?"

"Iya, itu tidak perlu. Aku ingin sesuatu yang berbeda di ulang tahun ke dua puluh satu tahunku nanti, " bisik Claire pelan, mengiyakan perkataan Luke.

"Mm.. begitu ya. Lalu.. apa yang kamu inginkan?"

Claire terdiam sejenak lalu mengutarakan permintaannya, "Aku.. ingin menjadi vampire.. "

Tak lama setelah Claire mengutarakan permintaannya itu, Luke langsung mengerem secara mendadak. Perbuatan Luke bahkan sampai membuat Claire harus membuka matanya dan mengeratkan pelukannya dengan kaget.

"Luke.. jangan mengerem mendadak seperti itu. Aku sedang setengah sadar tadi!" omel Claire yang terpaksa harus rela membiarkan kesadaran menguasai dirinya.

Luke terlihat tidak begitu mendengarkan perkataan Claire tadi. Dia malah bertanya dengan pelan, "Menjadi.. vampire.. ?"

"Yah.. kurasa aku sudah cukup dewasa sekarang. Jadi.. untuk ulang tahunku nanti, aku ingin terlahir kembali, menjadi vampire, "

Luke tak memberi tanggapan sama sekali. Yang dia lakukan hanya kembali menjalankan motornya dengan pelan. Sedangkan otaknya sibuk memikirkan keinginan Claire tadi.

Claire tidak mencoba untuk membuka percakapan kembali. Dia tahu bahwa Luke pasti perlu untuk memikirkan keinginannya. Terlebih dia sedang sangat mengantuk. Jadi, yang gadis itu lakukan sekarang hanyalah memejamkan mata dengan keadaan setengah sadar seraya memeluk tubuh dingin Luke.

Malam itu suhunya begitu dingin. Meski begitu, para vampire kebanyakan sudah berkumpul di satu rumah hanya untuk menjalankan pesta dan aktivitas lainnya. Tapi di sepanjang jalan yang dilewati mereka berdua malah begitu sepi. Hanya ada satu atau dua vampire saja yang lewat.

Claire nyaris saja benar - benar tertidur karena udara malam yang mendukungnya. Tapi dia tetap bertahan dengan keadaan setengah sadarnya. ‎Lalu akhirnya Luke pun memelankan laju motornya dan sampailah mereka di halaman Kastil Darwene. ‎

"Nah, sudah sampai, " gumam Luke dengan pelan seraya mematikan mesin motornya. Setelah mematikan mesin motor, vampire itu pun melepaskan helmnya, sementara itu Claire pun melepaskan pelukannya dan membiarkan kekasihnya berdiri.

Luke mengulas senyum tipis melihat tingkah gadisnya yang tetap duduk dengan kepala tertunduk dan kedua mata terpejam. Kedua tangannya terulur untuk melepaskan helm dari kepala Claire.

"Mau kugendong?" tawar Luke yang dengan jahilnya mengacak rambut Claire. Tapi Claire tidak kesal, dia hanya tersenyum dan mulai mengganti posisi duduknya. Dengan wajah yang terlihat begitu letih dan mengantuk dia menatap Luke lalu mengangguk dengan senyuman terlukis di sana.

Setelah menaruh helm Claire, Luke pun berbalik badan dan merendahkan tubuhnya. Sedangkan Claire langsung mengalungkan kedua lengannya di leher Luke dari belakang. ‎Dengan cepat Luke pun mulai menggendong Claire di punggung dan berdiri kembali. ‎

"Lain kali atur waktu belajarmu, Claire, " ucap Luke. Claire yang dinasihati hanya mengangguk pelan tanpa mendengar pasti apa yang Luke katakan.

Entah kenapa Claire begitu nyaman tertidur dengan keadaan setengah sadar seperti itu. Dia masih senang menghirup aroma tubuh Luke yang baginya tetap memabukkan. Sesekali Claire juga bergumam tidak jelas secara tidak sadar. Sedangkan sang penggendong hanya dapat tersenyum samar melihat bagaimana tingkah lucu Claire di saat tertidur setengah sadar.

Langkah kaki Luke terhenti di saat mereka sudah berada di depan pintu kamar Claire. Dia mengambil kunci kamar Claire dari saku celananya lalu mulai memutar kunci. Sebenarnya kunci kamar itu sudah diberikan kepada Claire, tapi gadisnya itu menitip kuncinya sebelum mereka pulang ke kastil tadi.

"Sudah sampai.." ucap Luke yang baru saja menyalakan lampu dan menutup pintu kamar.

Dengan berat hati Claire membuka kedua matanya dan mengulas senyum, "Terima kasih, Luke,"

"Hm.." Luke hanya mengangguk dan mulai merendahkan tubuhnya untuk melepaskan Claire dari gendongannya.

Claire pun melepaskan kedua tangannya dan mulai berdiri, "Kurasa besok aku benar - benar akan bangun siang."

---------------

"Masih mengantuk?" tanya Luke seraya melirik Claire yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Claire mengangguk. Gadis itu melangkahkan kakinya dengan gontai menuju kasur. Lalu tanpa berkata apa - apa lagi, Claire menghempaskan dirinya ke kasur. Sementara itu, Luke hanya menggelengkan kepalanya begitu melihat tingkah gadisnya yang terkadang tetap saja kekanak - kanakan.

Luke pun duduk di kasur lalu menepuk pelan lengan Claire,"Hei, aku belum 'minum'.."

Namun, yang Claire lakukan malah berguling ke kanan, membelakangi Luke. Hal itu membuat Luke gemas sendiri, "Ayolah, Claire.. sebentar saja."

"Iya iya.. " ucap Claire yang akhirnya mengalah dan menggulingkan tubuhnya ke kiri. 

Lalu gadis itu pun duduk dan menatap Luke dengan senyum tipis terlukis di wajahnya. Luke mendekati gadisnya yang duduk di tengah kasur lalu merentangkan tangan kanannya, "Sini.. peluk aku. "

Claire tertawa kecil mendengarnya. Dengan kantuk yang tetap terasa berat baginya, dia hempaskan tubuhnya begitu saja ke tubuh Luke. Lalu Claire mendekapnya dengan erat, seperti akan ditinggalkan.

"Sebentar lagi umurmu dua puluh satu, tapi tingkah lakumu tetap sama saja jika dibandingkan dengan empat tahun yang lalu," sindir Luke kepada gadisnya yang sudah menutup matanya.

‎"Tapi kamu suka kan?" bisik Claire dengan perasaan menang.

Luke terkekeh. Vampire itu membalas pelukan Claire dan mengeluarkan kedua taringnya. Luke menghirup bau darah Claire di lengkungan lehernya dulu sebelum akhirnya menancapkan kedua taringnya di leher gadisnya.

Sudah empat tahun Claire menjadi kekasih dan juga 'fana' Luke, tapi sampai sekarang tidak ada yang berubah darinya. Bagi Luke, rasa darah Claire selalu sama seperti saat dia pertama kali mencicipinya. Manis dan segar.. selalu begitu.

"Bagaimana dengan keinginan ulang tahunku.. Luke..?" tanya Claire dengan perasaan sedikit takut. Seketika Luke berhenti mengisap darah Claire dengan posisi kedua taring masih menancap.

Claire yang merasakan hal itu langsung menyambung perkataannya, "Aku sudah memikirkannya matang - matang. Bunda dan Viccy juga sudah setuju.."

Luke tidak merespon. Dia akhirnya hanya mendengarkan seraya tetap mengisap darah gadisnya. Claire jadi semakin takut untuk mengutarakan keinginannya. Tapi akhirnya dia tetap memilih untuk berbicara kembali.

"Aku.. hanya ingin abadi bersamamu. Itu saja. Apa keinginanku.. salah?"

Kali ini Luke benar - benar berhenti mengisap darah Claire dan mengeluarkan taringnya kembali. Tapi dia tetap diam, tak mengucapkan sepatah kata apa pun. Hal itu membuat Claire meregangkan pelukannya dan mencoba untuk menatap Luke.

"Luke..?"

Tanpa disangka - sangka, Luke malah memeluk Claire kembali. Kali ini lebih erat. Sehingga Claire semakin kesulitan untuk melepaskan pelukan Luke. Claire juga semakin dibuat bingung oleh tingkahnya. Lalu akhirnya gadis itu pasrah dan tak berusaha untuk melepaskannya lagi.

Luke menatap kosong ke arah kasur. Vampire itu tetap bungkam, tak bersuara sedikit pun. Jemari kanannya mulai naik ke kepala Claire. Claire kira Luke akan mengelus kepalanya, ‎tapi ternyata dia tidak melakukannya. Yang Luke lakukan malah mendorong kepala Claire dengan lembut, membuatnya semakin tenggelam di dada vampire itu.

"Dari sekian banyaknya keinginan, kenapa memilih menjadi vampire? Kenapa harus sekarang..?"

Suaranya yang lirih dan nyaris menyerupai gumaman itu membuat Claire terdiam. Kalau boleh jujur, Claire sedikit menyesal karena sudah mengungkit masalah ini. Pasalnya, rasa kantuk gadis itu sudah melewati batas sekarang. Claire jadi sedikit kehilangan fokus untuk sekedar menjawab pertanyaan Luke.

Claire menghela napas. Kali ini dia tidak dapat melawan kantuknya lagi. Kepalanya dia tolehkan ke samping. Membiarkan telinga kanannya menempel ke dada Luke. Lalu ia pun memejamkan matanya kembali.

"Tak bisakah jika.. aku tidak memiliki alasan khusus untuk itu?" ucapnya dengan pelan, "Tak bisakah jika.. kamu anggap aku sedang egois sekarang?"

Luke berpikir sejenak. Vampire itu akhirnya melepaskan pelukannya. Luke rasa, sepertinya dia hanya terlalu khawatir. Umur Claire sebenarnya sudah cukup untuk menjadi vampire. Tapi Luke takut jika nanti Claire malah tidak bisa menerima dirinya sendiri di saat sudah menjadi vampire. Luke menatap dalam Claire yang sedari tadi menyandarkan diri di tubuhnya. Lalu diusapnya pelan kepala gadis itu.

Andai Claire tahu berapa banyak aspek yang Luke pikirkan ke depannya jika dia benar - benar menjadi vampire. Kehidupan vampire tidak mudah baginya. Luke bahkan terkadang iri terhadap Claire yang bersifat fana. Jika Luke diberikan kesempatan untuk menjadi manusia, dia pasti tidak akan menyia - nyiakannya.

‎Tapi sekarang.. gadis yang dicintainya malah berkeinginan menjadi vampire hanya karena ingin abadi bersama dirinya juga. Membuat batin Luke bersuara,

"Aku hanya tidak ingin merenggut semua kebahagiaan menjadi manusia, Claire."

Mereka pun hening. Hanya ada suara detakan jantung Claire yang begitu teratur. Iramanya bahkan menenangkan Luke yang masih terduduk kaku, tetap menjadi penopang bagi tubuh Claire. Sepertinya gadisnya itu sudah tertidur sekarang.

Luke pun berinisiatif untuk membaringkan Claire kembali. Lalu dia turun dari kasur. Dengan perasaan yang masih diselimuti rasa bimbang, vampire itu menyelimuti gadisnya.

Anggaplah Luke sedang menggantungkan pertanyaan Claire sekarang. Tapi mau bagaimana lagi? Sulit baginya untuk menyetujui keinginan Claire. Setelah menimbang - nimbang sebentar, Luke mengambil keputusan untuk membicarakannya kembali besok.

Saat hendak berbalik badan dan pergi, langkah Luke terhenti karena sebuah tangan yang mencengkram ujung kausnya. Hal itu sontak membuat Luke berbalik badan kembali.

Dilihatnya Claire yang menatapnya dengan mata yang terlihat berat sekali untuk terbuka. Tangan kanannya tetap mencengkram ujung kausnya, benar - benar tidak ingin jika Luke pergi saat itu juga.

"Kamu.. tidak menjawab pertanyaanku dulu?" lagi - lagi seulas senyumnya membuat Luke tak berdaya untuk menolak keinginannya, "Bunda dan Viccy.. keduanya sudah mengizinkanku. Lalu bagaimana denganmu?"

Luke menarik napas dan membalas senyumnya. Vampire itu yakin sekali bahwa Claire melakukan sesuatu sampai dirinya tanpa sadar menjawab dengan ringan,

"Aku mengizinkanmu,"

---------------

"Kamu tidak jujur ya saat mengatakannya?"

Suara pelan itu membuat Luke berkedip beberapa kali. Matanya yang sedari tadi menatap kosong ke arah jendela, sekarang dapat menangkap dengan jelas pemandangan di luar kastil. Setelah sepenuhnya sadar dari lamunannya, Luke pun menoleh ke arah kasur. Tempat di mana gadisnya duduk dengan gaun putih polos setengah betisnya.

"Hm? Mengatakan apa?" tanya Luke balik seraya berbalik badan dan menyandarkan punggung ke dinding.

"Mengatakan bahwa kamu mengizinkanku untuk menjadi vampire di hari ulang tahunku besok," jawab Claire yang terlihat berusaha untuk mengikhlaskan sesuatu, "Jika kamu berubah pikiran, kamu dapat merubah itu sekarang. Masih ada waktu, Luke. "

Luke berpikir sejenak. Netra keemasannya menatap lantai dengan bingung. Selang beberapa menit, vampire itu pun menghampiri Claire. Ia duduk di samping gadisnya. Tangan kanannya mencengkram dagu Claire dengan lembut, membuat Claire mau tidak mau menoleh kepadanya dan membalas tatapan dalamnya.

"Kamu tahu, aku begitu senang setelah mendengar alasanmu. Tapi.. apa kamu benar - benar tahu apa yang akan berubah di kehidupanmu setelah kamu menjadi vampire, Claire?" ujar Luke dengan serius meski tetap mengulas senyum.

Claire tak menjawabnya. Dia membiarkan kekasihnya untuk melanjutkan perkataannya, "Claire, menjadi vampire bukan hanya menjadi abadi, memiliki sepasang taring, dan meminum darah."

"Vampire adalah makhluk petarung. Kehidupan bertarung tidak akan lepas dari kami. Terlebih kamu akan berubah menjadi satu ras denganku, vampire murni. Ras tertinggi yang juga akan memimpin semua ras vampire dan manusia. Tanggung jawabnya lebih besar, "

"Silvia bahkan membenci dirinya di saat menjadi vampire untuk jangka waktu yang lama. Dan di usiamu yang baru akan mencapai dua puluh satu ini, kamu tetap yakin ingin menjadi vampire?"

Wajah Claire tidak memunculkan adanya tanda - tanda keraguan. Sorot matanya menatap Luke dengan penuh keyakinan. Sementara kedua tangannya menggenggam tangan Luke yang satunya dengan begitu percaya.

Dengan nada yang tak tergoyahkan sekaligus penuh dengan keyakinan, Claire pun menjawab, "Aku yakin. "

"Kamu tetap yakin meskipun kamu harus merelakan kebahagiaan menjadi manusia? Aku tidak ingin kamu menyesal.. "

Claire menggeleng dengan bersih kukuh, "Tidak, Luke Darwene. Aku sudah benar - benar yakin atas keinginanku ini. "

Melihat paras Luke yang memancarkan kekhawatiran dan sedikit perasaan takut membuat pandangan Claire melembut padanya. Bibirnya mengulas senyum dengan begitu tulus. Claire menghela napas lalu mengangkat tangannya hingga menyentuh pipi dingin Luke, mengusapnya ringan.

"Ya Tuhan.. sepertinya aku perlu lebih banyak bersyukur karena telah melihat raut khawatirmu,"

Mungkin memang benar, sifat gadisnya ini terkadang begitu kekanak - kanakan. Sifatnya tak banyak berubah dari empat tahun yang lalu. Namun seiring berjalannya waktu, kedewasaan Claire pun semakin terbentuk. Dan sekarang, Claire menampilkan sisi dewasanya dengan begitu baik.

‎Perkataan gadis itu membuat Luke tidak dapat menolak keinginan Claire, "Baiklah."

"Dalam waktu kurang dari dua belas jam, kamu akan terlahir kembali menjadi.. " 

"Vampire." 

-----------------‎

Tepat pukul sembilan malam, Luke berdiri di depan sebuah meja. Tangan kanannya mencengkram belatinya. Dia memejamkan mata untuk meneguhkan niatnya. Setelah Luke membuka matanya kembali, matanya melirik sekilas telapak tangan kirinya. Sebelum akhirnya ia menggoreskan mata pisau ke telapak tangannya itu.

Darah langsung mengalir dari luka yang dibuatnya itu. Lalu Luke mengambil sebuah gelas kaca dan menuangkan darahnya ke dalam gelas tersebut. Jelas sekali bahwa Luke memanfaatkan sedikit racun agar lukanya tidak cepat pulih. ‎Setelah merasa cukup, Luke pun menghentikan aliran darahnya dan membalut lukanya dengan sehelai kain putih.

Diliriknya Claire yang masih berbalut gaun putih bersihnya. Mata birunya sedang menatap ke luar kastil lewat jendela. Merasa diperhatikan, gadis yang dalam tiga jam lagi bertambah umurnya itu menoleh dan mendapati Luke dengan senyumnya.

Secara tak sadar, senyum Luke menularkan Claire untuk tersenyum juga. Kekasihnya itu berbalik dengan sebuah gelas kaca berada di tangan kanannya. Setengah gelas kaca itu terisi oleh darah Luke. Warnanya benar - benar merah, mirip dengan sirup yang diberikan Luke ketika Claire baru saja menjadi 'fana'nya.

"Kamu tidak perlu menelan semuanya. Minum saja semampumu, " ujar Luke seraya menyodorkan gelas kaca kepada Claire.

Bau amis begitu menusuk indra penciuman Claire ketika jemari lentiknya memegang gelas kaca itu. Sebelum Claire mendekatkan gelas kaca ke mulutnya, Luke berkata, "Claire, aku sudah menaruh obat tidur di sana. Jadi.. selama prosesnya kamu tidak akan merasakan apa - apa. "

"Iya," jawab Claire singkat sebelum meminum darah Luke dengan sekali teguk.

Ekspresi Claire yang langsung berubah drastis membuat Luke tertawa kecil, "Rasanya pasti tidak enak. "

"Tapi kurasa nanti aku akan menyukainya, " ujar Claire seraya memberikan gelas kaca kembali kepada Luke. ‎‎

Ucapan Claire hanya disambut oleh anggukan Luke. Setelah itu Claire pun membaringkan tubuhnya di kasur. Kepalanya menengadah ke atas, menatap langit - langit kamarnya. Sementara itu, Luke menaruh gelas kaca yang berisi darah itu ke meja.

"Sampai jumpa, Luke, "

Tiga kata itu cukup untuk membuat Luke terdiam. Claire memang tidak akan pergi. Tapi sosok manusianya yang akan pergi. Sosok yang Luke yakin, akan begitu dia rindukan.

"Selamat tidur, Claire dan jangan membuatku lebih khawatir lagi, "

Tawa kecilnya dapat menenangkan Luke sejenak. Namun di saat akhirnya Claire benar - benar terlelap karena pengaruh obat tidur, rasa khawatir kembali menyergap Luke. Claire pasti akan melewati sebuah kematian dahulu sebelum akhirnya hidup kembali, karena itulah Luke begitu khawatir.

Kecupan di kening Claire menjadi pertanda perpisahan antara tuan dan gadis 'fana'nya..

-----------------

"Pangeran, saya sudah berhasil menidurkannya dengan baik, " ucap seorang warlock yang bersedia untuk membantu proses perubahan Claire menjadi vampire.

Luke hanya dapat mengangguk pelan mendengarnya. Sedangkan warlock itu pun membungkukan tubuh sebagai simbol kehormatan lalu pergi.

"Percayalah, dia akan baik - baik saja, " suara lembut itu membuat Luke tersenyum simpul. Perkataannya membuat Luke menatap Silvia dengan penuh rasa terima kasih.

"Mama..!"

‎"Ah.. Ya Tuhan.. Maafkan aku Luke," ucap Silvia seraya menggendong bayi berumur tiga tahun yang baru saja berteriak itu. "Darvin sepertinya lapar. Kurasa aku harus pulang sekarang. "

Darvin Joseph adalah putera pertama Silvia dan Callesto yang baru berusia tiga tahun. Yap, Silvia dan Callesto menikah tak lama dari pesta perdamaian empat tahun yang lalu. Sekarang pun Silvia sedang mengandung anak kedua mereka.

"Iya, tentu saja. Kasihan si jagoan ini jika telat diberi makan malam ini, " ucap Luke seraya mengusap pipi gembul Darvin. Bayi itu masih saja menangis, "Titip salam untuk Callesto ya. "

Silvia mengangguk, "Tunggulah Claire dengan sabar. Dia pasti akan bangun dalam beberapa jam. "

"Aku pergi dulu ya, Luke. Besok pagi aku dan yang lain akan kemari," pamit Silvia sebelum berlalu pergi.

Tak lama setelah kepergian Silvia, Luke hanya dapat menyandarkan punggung ke dinding. Kini dia hanya sendiri menunggu Claire bangun dari kematian. Orang tua Luke akan kembali dari negeri peri besok pagi. Sama halnya dengan Aradela dan Viccy.

Dengan hati yang gelisah, vampire itu pun memasuki kamar Claire.

Di dalam kamar itu, Claire terbaring dengan kaku layaknya sang Puteri Tidur yang menunggu saat di mana dia akan bangun. Gaun putih bersihnya nampak senada dengan kulit Claire yang semakin memucat. Sudah begitu nampak seperti kulit Luke.

Dihampirinya Claire, lalu disentuhlah tangannya oleh Luke. Vampire itu sudah tidak dapat merasakan adanya kehangatan darah manusia di tubuh gadisnya. Dia juga sudah tak dapat merasakan denyut nadi maupun irama detakan jantung. Semuanya sudah berhenti, menyisakan dingin yang sama dengan tubuhnya.

Luke terduduk di lantai dengan kepala bersandar di kasur Claire. Sementara tangannya masih setia menggenggam tangan Claire. Dia harus menunggu di sini hingga kekasihnya itu bangun. Claire akan membutuhkan darahnya lagi setelah bangun, barulah setelah itu proses perubahan Claire selesai.

---------------

Tangannya yang dingin mulai menandakan adanya pergerakan meski sedikit. Tak lama kemudian, kedua matanya terbuka, menampakan netra semerah darah. Sepasang taring terlihat keluar dari mulutnya. 

Dengan cepat dia bangkit dari posisi terbaringnya. Matanya mengikis sekitar area kamar dengan tajam. Ekspresinya begitu awas. Di saat suara pintu terbuka terdengar, dengan cepat ia melompat dari kasur.

"Claire..?"

Mata Luke terbelalak kaget begitu melihat gadisnya yang sedang kelaparan itu. Iris merah darahnya menatap Luke tajam, seakan tak mengenali sosok yang berada di hadapannya. Claire seperti seseorang yang tiba - tiba terbangun lalu dihadapkan dengan segala rasa lapar dan ketidaktahuan.

Di tangan kanan Luke terdapat belati yang baru saja dia cuci. Dengan gerakan yang senatural mungkin, Luke pun menyembunyikan belati itu di belakang punggungnya karena tak ingin membuat gadisnya menjadi lebih agresif lagi.

"Ini aku Claire, Luke," kata Luke yang mulai mendekatinya dengan hati - hati.

‎Silvia mengatakan bahwa di saat dirinya pertama kali bangun dan menjadi vampire, dia mengenali semua wajah yang berada di sekitarnya. Namun tubuhnya tak dapat dia kendalikan dan rasa lapar terus menggerogoti tenggorokan dan perutnya. Air wajah Claire tidak berubah, menandakan bahwa perkataan Silvia benar.

"Hei.. ini ak.."

Perkataan Luke terpotong karena Claire yang menerjangnya secara tiba - tiba. Tangan kiri Luke langsung menahan dua tangan Claire yang nyaris saja berhasil mendorongnya. Kekuatan fisik Claire yang semakin kuat sedikit menimbulkan kesulitan untuk Luke, jika diingat dia hanya dapat memakai tangan kiri untuk menahannya. Tapi akhirnya Luke berhasil untuk menyudutkan Claire hingga punggungnya menyentuh dinding. ‎

Claire mencoba untuk meronta dan melawan Luke balik, namun Luke sudah berhasil untuk menguncinya dengan satu tangan. Mata Claire menatap sengit ke arah Luke. Sedangkan taringnya tetap mencuat keluar. Dia benar - benar kelaparan.

"Kamu lapar ya.. Tunggu sebentar, " dengan susah payah Luke mengangkat belatinya dengan hati - hati, karena tidak ingin melukai Claire. Lalu dengan sengaja, kali ini dia menggoreskan mata pisaunya ke pundak kirinya. Menimbulkan luka yang cukup panjang di sana.

Mata Claire yang sedari tadi menatap tajam Luke, sekarang sudah beralih fokus ke arah darah yang mengalir di pundak Luke. Dia semakin meronta - ronta karena rasa laparnya. Luke pun melempar belatinya ke belakang, sebelum akhirnya melepaskan kunciannya pada Claire.

BRUK!

Mereka berdua langsung terduduk karena terjangan Claire kepada Luke. Gadis itu mulai menancapkan kedua taringnya ke pundak Luke yang terluka tadi lalu menyesapnya dengan nafsu. ‎

"Hei, jangan terlalu cepat begitu, kamu dapat tersedak nantinya," ucap Luke seraya mendekap punggung Claire dengan satu tangannya. Sedangkan tangan yang satunya menahan tubuhnya agar tidak terjatuh ke belakang.

Claire rupanya mendengarkan ucapan Luke. Lama - kelamaan, caranya menyesap darah semakin tenang, tak sebrutal tadi. Luke hanya dapat tersenyum lega. Setidaknya, proses perubahan Claire cukup lancar.

Beberapa menit kemudian, netra merah Claire berubah kembali menjadi berwarna biru. Semua penggalan ingatan seperti menghujani kepalanya. Lalu gadis itu pun tersentak kaget karena dirinya yang baru saja menarik taringnya dari pundak Luke.

Dengan segala kebingungan yang melanda, Claire berucap dengan pelan, "Apa yang.."

"Hm?" Luke yang baru menyadari bahwa Claire sudah sepenuhnya sadar langsung memeluknya dengan erat, "Selamat ulang tahun, Claire. "

"Dan selamat datang kembali.."

‎Claire langsung melepaskan pelukan Luke setelah mendengarkannya. Dengan raut wajah yang penuh kebingungan, Claire menatap Luke, "Luke, apa yang.. "

"Terjadi? Kamu melakukannya dengan baik, " Luke mengusap sudut bibir Claire dari sisa darah tadi lalu ia pun tersenyum.

"Maksudmu aku.. "

Lagi - lagi Luke memotong perkataan Claire dengan cara memeluknya kembali.

"Ya, sayang.. selamat datang kembali di kehidupan kedua,"

------------------‎


Note: Halo! Maafkan aku yang lama banget buat extra part ini :'( Urusan di realita makin banyak dan virus wb mulai datang lagi -_- 

Oya! Terima kasih untuk semua readers ya! Berkat kalian, sekarang PV sudah dibaca oleh 1 juta orang lebih! 

Banyak hal yang harusnya aku ucapin dari kemarin di sini sebenarnya. Aku jabarin aja deh ya :) 

- Happy Birthday Claire! (1 Maret) 

- Happy Birthday untuk akunku yang ke satu tahun! :v (6 Maret) 

- Selamat 1 tahun novel PV! (6 Maret juga) 

- Happy Birthday my Best friend xphyschogirlx

- Terima kasih untuk semua readers ya! Doain semoga wb nggak dateng lagi :) 

- Minggu depan aku akan sibuk karena UTS -_- semoga lancar deh ya, Aamiin 

Untuk best friendku satu lagi, @Aitchan, aku udah selesai nih extra part 1nya! Kamu kapan lanjut cerita? :v 

Oke, semoga suka ya sama extra part ke satu ini! :)

Continue Reading

You'll Also Like

2.9M 185K 46
[Part lengkap] Blur : Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang...
2.9K 1.3K 17
Langit yang gelap juga membutuhkan sedikit cahaya, untuk membuat semua menjadi sempurna, tetapi cahaya yang semakin lama semakin redup karna cahaya b...
74.9K 4.1K 34
Fay menatapnya dingin, seolah tak peduli dengan apa yang terjadi pada pria itu. "apa?" suaranya bergetar karena menangis dan menahan rasa sakit. "kau...
6.1M 349K 67
TERBIT Oleh Glorious Publisher Dingin, datar dan kejam. Itulah sifat yang menggambarkan sosok Luke, pangeran mahkota vampire yang memiliki kekuasaan...