You're MINE!

teh_iis tarafından

58.2K 731 70

Hanya cerita biasa. Cinta, rindu dan benci yang begitu dekat, menyatu dan kompak bersarang di hati saat menja... Daha Fazla

Prolog
PENGUMUMAN
Chapt. 15 - Terluka
Chapt. 24 - Lebih Dekat
Chapt. 25 - Menyelesaikan yang harus diselesaikan
Chapt. 36 - Kejutan Sialan
Chapt. 38 - Kehidupan Baru
INFO - KABAR GEMBIRA
Pengumuman Unpublish

Chapt. 4 - Hujan

3.3K 90 3
teh_iis tarafından

Dear readers...
di part ini mas Yori datang....

__________

Yori's POV

Terompet bangun pagi ditiup sekitar jam 4.30. Seperti biasa selesai sholat subuh aku dan beberapa rekanku tengah sibuk bersiap diri untuk apel pagi sebelum latihan gabungan terakhir dilakukan.

Syukurlah akhirnya kegiatan ini selesai. Sudah berhari-hari kami berada di Situbondo meninggalkan keluarga.

Aku sudah berniat setelah sampai di kantor nanti ingin mengajukan cutiku yang tahun kemarin belum ku ambil.

Aku merasa setelah kepulanganku dari misi perdamaian di Libanon dua tahun lalu tugasku semakin berat saja. Selain mendidik para tamtama juga harus mengikuti kegiatan komandanku mengikuti Latihan gabungan bersama prajurit TNI AD, TNI AL dan TNI AU.

Ya, seperti inilah salah satu kegiatanku. Kali ini latgab dilakukan di desa Banongan, kabupaten situbondo jawa timur.

Banongan menjadi tuan rumah para prajurit dari pangkat terendah hingga para jenderal karena menjadi lokasi pertempuran pada Latihan Gabungan (Latgab).

Pada Latgab tahun ini melibatkaan 15.000 lebih prajurit TNI AD, TNI AL dan TNI AU. Ratusan jenis alat utama sistem senjata (alutsista) dikerahkan untuk menyukseskan latihan ini.

Mereka adalah prajurit-prajurit penjaga kedaulatan negeri yang kini berjibaku dengan peralatan. Bagi yang berkeluarga, sudah berhari-hari mereka tidak jumpa anak istri.

"ijin lapor Komandan, pasukan sudah siap" lapor rekan perwiraku yang berpangkat dibawahku.

Aku mengangguk.

***

Sore hari Situbondo di guyur hujan. Hawa dingin yang menusuk membuat siapapun saja ingin bermalas-malasan tapi tidak dengan ku. Tugas tetaplah tugas bagaimana hujan adalah waktu untuk bekerja lebih keras. Aku rela bekerja menembus derasnya hujan, teriknya matahari dan menerjang badai sekalipun.

Aku mengedarkan pandanganku, kini hujan mulai berganti rintikan hujan, namun genangan air mengubah keadaan lapangan  secara drastis.

Untung saja ini hari terakhir. Gerutuku.

"Sudah aman ndan"

"Basah kuyup aku rek! Kenapa yang diturunkan berpangkat semua. Asem! Seharusnya ini yang kerja para tamtama itu. Seenaknya saja mereka ikut perdiklat, leha-leha sedangkan kita basah kuyup begini"
Teriak rekan perwira seangkatan ku, Lettu. Inf Wiranto pada rekan yang lain. Semua rekan terdiam mendapat cipratan emosi darinya.

Aku yang dari tadi cuma mendengarkan percakapannya cuma tersenyum. Aku memang lumayan kesal dengan pemberian tugas yang bisa dibilang tidak adil ini.

Seharusnya dalam satu tim beranggotakan satu perwira untuk menjadi pengarah bagi tamtama nya. Tapi mengingat sedang diadakan latgab dan juga diklat utk para tamtama maka turunlah semua perwira yang bertugas dilapangan untuk saat ini.

"Jangan emosi dulu komandan, lagian setelah ini kita bakal dapat tambahan besar kan" ujar rekanku, Adimana.

"Heh, Adi, di otakmu ini uang saja yang kau pikirkan. Badanku sudah sakit begini. Alamat meriang aku"

Rekanku, adi hanya terdiam sambil cengengesan. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku.

"Kasuh!" Panggilnya.

"Apa?"

"Dingin tidak kau?" Tanyanya padaku.

"Nenek-nenek juga tahu, kalau kehujanan begini pasti kedinginan"

"Enaknya ngebok*p kasuh" ujar Adi dengan muka innocent-nya.

Kurang ajar! punya adik asuh kenapa mesum begini. fix! Adi ini otaknya sudah terkontaminasi mesum level atas karena kebanyakan nonton video-video begitu.

"Sialan kau, kalau tidak uang ya bok*p yang kau pikirkan. aku laporkan ke komandan, mati kau!"

Dia tertawa terbahak-bahak. Aku masuk kedalam ruangan untuk mengganti seragamku yang sudah basah kuyup ini.

Adi ini mukanya dengan tidak ikhlas kukatakan ganteng macam artis rio dewanto.

Apa? Tadi aku mengatakan Adi ganteng. Eh eh.. jangan berpikir negatif. Aku masih normal.

Ngomong-ngomong tentang hati, setelah berganti pakaian kaos ketat dan training, ku ambil ponselku dan membuka aplikasi facebook. Ku lihat beranda, cek inbox dan pemberitahuan tidak ada satupun balasan pesan yang selama ini ku tunggu.

Aku mendengus kesal. Harus rela menelan kekecewaan lagi seperti 3 tahun belakangan ini.

Entahlah sudah berapa banyak pesan yang aku kirim, namun tidak ada satupun yang diresponnya.

***

AUTHOR's POV

Hembusan angin menusuk tulang vitha. Rambutnya yang terurai panjang berhamburan.

Langit sore ini sepertinya sedang tidak bersahabat dengan vitha, langit sore yang biasanya memancarkan warna jingga kini terlihat gelap, rintikan hujan mulai turun membasahi bumi. Mungkin hujan merindukan bumi.

Sudah dua minggu sejak vitha bekerja ia tidak pernah menunggu kehadiran senja lagi. Namun sore ini ia merindukannya. Sayang, senja sedang mengalah pada hujan.

Vitha duduk di balkon lantai dua rumahnya, kali ini bukan di balkon kamar. Sambil mengaplikasikan mp3 pada ponselnya ia bersenandung menatap rintikan hujan yang turun.

Denting yang berbunyi dari dinding kamarku sadarkan diriku dari lamunan panjang. Tak terasa malam kini semakin larut ku masih terjaga, di malam ini.
Rintik gerimis mengundang kekasih di malam ini kita menari dalam rindu yang indah. Oh, meski kurasa hatiku saat ini oh sayangku jika kau disini aku tenang.

"Aku butuh kamu, Mas. Kamu dimana? Apakah kamu disana juga merasa yang sama sepertiku?" ucap vitha lirih dengan segala macam pertanyaan-pertanyaannya itu.

Gimana kalau ternyata Mas Yori sudah punya wanita lain. Sia sia saja penantianku. 

Tiba-tiba pemikiran itu begitu saja terlintas dipikiran Vitha. Dan.. dirinya begitu bodoh. Mengharapkan  pemilik hatinya lebih padahal dia belum tahu apakah pemilik hatinya masih setia kepadanya atau tidak.

Vitha tersadar dari lamunannya, kemudian bangkit dari duduknya mematikan mp3 di ponselnya dan berjalan ke ruang keluarga. Bola mata Vitha menatap sebuah piano yang berada dipojok ruang keluarga itu. Vitha berjalan menghampiri piano dan kemudian duduk mengambil posisi. Vitha membuka papan penutup piano, jarinya yang mungil putih itu mulai menekan-nekan tuts piano dengan asal, tanpa nada yang berarti. Gadis itu mendesah pelan.

"Ce'ela yang lagi galau"

Sebuah suara familiar menyapa telinga Vitha. Dengan cepat Vitha menoleh ke belakang dan mendapati pria jangkung yang dikenalnya sedang menyunggingkan senyum jail.

"MAS DONI?!"

Vitha terkejut, matanya melebar  mendapati sosok pria jangkung yang dikenalnya itu adalah Doni, sepupunya. Senyum vitha melebar.

"Mainnya jangan asal dong! Gaenak banget didengernya" ujar pria itu.

"Kayak lo bisa aja mas" Sahut Vitha yang masih duduk dengan posisinya.

"Heh, nih bocah kurang ajar banget sama kakak sepupu manggilnya lo-gue an.. aku timpuk juga nih pake ransel"

Vitha tertawa. "Maaf"

Doni kemudian berjalan menghampiri Vitha dan mencubit pipi Vitha.

"Rese kamu yaa.. kamu kan tahu, jaman dulu kita les piano bareng jelas aku lebih jago dari yang lain. Lah, kamu.." kenang Doni sambil menahan tawanya ketika melihat Vitha mengerucutkan bibirnya.

"Kayak gini nih harusnya" ucapnya lagi.

Doni memainkan tuts piano dengan posisi hampir memeluk vitha. Terdengar pria itu memainkan lagu 'sakitnya disini'. Vitha mengerutkan keningnya.

"Eh eh lagu apaan tuh?" Vitha mendongakkan wajahnya.

"Dangdut. Lagunya Cita citata" jawab Doni polos.

Vitha tertawa terbahak-bahak sambil menutup mulutnya.

"Kamu, oh ya ampun.. mas.. kamu masih suka dangdut?"

"Ehem.."

"hahahahaha... mas doni alay..." Vitha tertawa puas. Wajah Doni memerah menahan malu.

"Heh, kam......"

"EHEM!" 

Ucapan Doni terpotong ketika mendengar suara, refleks Doni dan Vitha menoleh ke sumber suara deheman tadi. Kemudian Doni melepaskan jemarinya di tuts piano. Dan langsung berdiri tegak. Tak urung kedua pipi saudara sepupu itu diselimuti semburat merah.

"SERU BANGET SIH, YA AMPUN.. ikutan dong" suara heboh Reena terdengar diambang pintu.

Tangan Doni mengusap kepala Vitha kemudian. "Sahabat kamu lagi galau nih"

"Ish.. kata siapa? Nggak..." elak Vitha.

"Nggak salah lagi" goda Doni cepat disambung dengan tawanya.

"Vitha mah galau mulu" umpat Reena.

Reena berjalan menuju sofa kemudian mendudukkan pantatnya disana. Sementara Vitha masih merengut kesal akibat godaan dari sepupu dan sahabatnya. Vitha mengambil posisi duduk disebelah sahabatnya itu diikuti oleh Doni.

"Hei, Reen apa kabar? Sibuk apa sekarang? Gimana kuliahnya? Denger-denger lagi skripsi ya sekarang? Sama kayak kamu kan, ta?"

"Satu satu kek mas kalo nanya! Tuh si Reena bingung mau jawab pertanyaan yang mana dulu" ujar Vitha sambil menunjuk ke arah Reena yang tengah nyengir kuda.

Doni tertawa. "Sorry... ah, aku mandi dulu deh, baru nyampe udah dibuat pening sama nih bocah" Doni menoyor kepala Vitha pelan. Vitha berkacak pinggang.

"Mas, ih.. aku bilangin mami nih, sana pergi! Pantesan dari tadi ada bau-bau apa gitu" ancam Vitha yang membuat Doni tertawa. Doni bangkit dari duduknya kemudian pergi menuju kamar tamu yang biasa ditempatinya ketika berada di rumah Vitha.

Doni adalah anak tunggal dari kakak-maminya Vitha, tante Ranita. Vitha dan Doni memang sangat dekat karena mereka tidak punya saudara sepupu lain.

"Sepi banget, ta.. mami mana?" Tanya Reena.

"Ke palembang sama papi tadi pagi, Oma masuk rumah sakit lagi.  mangkanya tuh mas Doni dikirim kesini buat jagain gue" Ujar Vitha sambil bangkit dari duduknya.

"Lo mau kemana?"

"Ngambil minum buat lo? Kenapa?"

Reena menggeleng. "Ngrepotin ta..."

"Pereusssss, lo..." Jawab Vitha sambil melenggang pergi meninggalkan Reena yang tertawa.

***

Cahaya terang dari api unggun kini mulai memudar karena kayu yang dibakar sedikit demi sedikit berubah menjadi abu bercampur lumpur akibat hujan sore tadi.

Disini, dibawah langit malam situbondo ditemani dengan cahaya bulan dilangit malam ini. Samar memang, namun sinarnya menenangkan.

Setelah kegiatan api unggun dilaksanakan semua prajurit kembali ke tenda masing-masing untuk beristirahat. Kecuali Yori. Dengan segala rasa lelah yang melanda tubuhnya Yori masih termenung disalah satu sisi lapangan.

Walau udara dingin sedikit menusuk tulang, Yori tetap memandang langit dengan segala macam doa yang terucap dari bibirnya. Langit yang sana, tanah yang sama.

"Yah.. yah, Massssss.... "

"Apaan sih?"

"Cincinnya.."

"Cincin apa?"

"Cincin yang kamu kasih ke aku, kebawa ombak"

"Kenapa kamu buang?"

"Siapa juga yang buang, orang aku mau foto cincinnya di pasir eh malah ombaknya dateng"

"Lagian, macem-macem aja kamu"

"Cuma gitu doang reaksinya?"

"Lah, terus? Masa mas harus jungkir balik sambil nangis sambil bilang oh ombak kembalikan cincin pacarku"

"Ish, Ya cari dong!"

"Kamu mau mas nyelem cuma buat nyari cincin itu? Aku baru aja dilantik jadi perwira lho dek.. kalo nanti aku yang dibawa ombak gimana? nanti mas ganti.., mas ganti pake cincin tunangan" cicitnya pelan.

"Ish, tentara kok cemen"

"Nanti mas ganti.." Ia mengelus rambut gadisnya.

"Bukan masalah itunya, itu cincin kan hasil tabungan gaji kamu selama setahun."

"Yaudah sih dek, nanti aku ganti pake cincin tunangan. tapi..."

Gadis itu mendongak menatap kekasihnya. "Tapi apa?"

"Tapi.. kamu mau kan nunggu aku setahun lagi?"

"Kok gitu?"

"Aku dipilih untuk dikirim ke Libanon untuk misi perdamaian"

Gadis itu mendekat sang pria. "Kok dadakan?"

"Aku minta maaf, sebenarnya ini sudah 3 bulan yang lalu. Aku gak tega bilang ini ke kamu. Jadi ak.."

"Desuh... " panggil seseorang membuyarkan lamunan Yori.

"Siap komandan"

"Ngapain kamu rek, melamun saja.  jadi kau ambil cuti nanti?" Tanya pria itu.

"Ah, biasa saja komandan, saya hanya kepikiran ibu, tadi sore beliau sms menyuruh saya untuk menengoknya di Bandung. Jadi, sepertinya saya jadi ambil cuti 3 hari"

"Oh begitu, tengoklah sana, kangen mungkin.. Ohya, Kakak iparmu dinas dimana sekarang?" Tanyanya lagi.

"Di Bandung, komandan.. Beliau baru saja dilantik menjadi Danyon"

"Cepat sekali karirnya, itu bagus. Kau juga pasti bisa"

"InsyaAllah, komandan."

"Kau dicari Jenderal Mulyono tadi, ada apa? Ada masalah?"

"Ah, iyakah? Saya tidak tahu.. waduh, perasaan saya kok tidak enak ya, ndan.."

"Sudah, jangan berfikir negatif dulu, istirahat sana. Sudah malam. Ketemu komandan besok. Kau jaga kah?"

Yori menggeleng. "Tidak komandan"

"Yasudah, saya istirahat dulu ya"

"Siap komandan"

Pria itu pergi meninggalkan Yori yang masih duduk disisi lapangan.
Bayangan tentang gadis yang dicintainya kembali muncul. Rasa bersalah kembali menyeruak hatinya.

Maafkan aku, vi.. aku belum bisa tepati janjiku untuk kasih kamu cincin, cincin tunangan kita yang aku janjikan dulu. Batin Yori sebelum dirinya bangkit dari duduknya dan pergi ke tenda untuk beristirahat.

***

"Selamat malam untukmu dimanapun berada... aku masih nunggu kamu mas"  Batin Vitha lirih.

Vitha menarik selimutnya, menatap langit-langit dikamarnya sesekali telinganya mendengar rintikan hujan dibalik jendela yang masih membasahi tanah kota Bandung. Kemudian samar gelap menyambut mata Vitha memintanya untuk segera terlelap.

#tbc

Maaf kalau ada salah penyebutan tempat, gelar maupun panggilan terhadap jabatan prajurit.

A/N

Yori's wife :D

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

6.6M 338K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
1M 149K 49
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
6.3M 485K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
3.5M 27.2K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...