PERNIKAHAN PARO WAKTU [#watt...

By OctaviaMangunsong

1.1M 30.1K 2.6K

Pengalaman cinta terpahit adalah jatuh cinta pada seseorang yang menyimpan cinta untuk orang lain di hatinya... More

1. SENDIRI
2. PANIK
3. DIPUTUSIN
4. KEHILANGAN
5. DEPRESI
6. CINTA ?
8. DORAEMONKU
9. PATAH HATI
10. PERJODOHAN YANG TAK DIINGINKAN
11. MENIKAH ATAU KELUAR DARI RUMAH
12. PERMINTAAN TANTE
13. PEREMPUAN MURAHAN
14. TERBONGKAR
15. PEKERJAAN MALAM
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
22. BIBIR YANG ASING
23. PINGGANG CALON ISTRI

7. KEMBALINYA CINTA PERTAMA

44.8K 1K 55
By OctaviaMangunsong

BACA DARI AWAL KARENA BANYAK YANG DIRUBAH!!!

Seminggu setelahnya, aku menolak untuk datang ke rumah Alex. Hatiku masih terasa sakit dan aku tak yakin akan bisa menahan tangisku jika bertemu dia. Tapi dasar Alex nggak tau situasi, dia tak henti-hentinya menelpon. Sehari bisa sampai lima atau enam kali. Aku tidak mau bicara dengannya, jadi selalu mama atau papaku yang mengangkat telepon. Aku tau keluargaku pasti bingung dengan tingkahku tapi mereka biasanya tidak akan ikut campur sebelum aku sendiri yang cerita dan meminta pendapat mereka. Dengan demikian aku sedikit lega karena tidak harus menjelaskan semuanya kepada mereka.

Aku pun mulai menyibukkan diri dengan cari-cari info kampus jurusan sastra asing yang cocok buatku. Aku berharap dengan begitu pikiranku sedikit teralihkan dari Alex. Untunglah, setelah mondar-mandir, akhirnya aku menemukan kampus yang bagus. Kontan saja, aku langsung memutuskan untuk cepat-cepat mendaftar ke kampus tersebut. Tapi saat aku baru sampai di depan pintu, aku di kagetkan dengan kehadiran Alex yang muncul dengan wajah yang nyengar-nyengir.

"Mau daftar ke kampus ya, hehehe... ayo aku antar." Aku langsung membuang muka dan cepat-cepat melangkah menuju motorku.

"Kamu mau naik motor kesana? Nggak enak lho, panas dan berdebu lagi. Mendingan naik mobilku, dingin dan bebas debu," cerocosnya sambil menggerak-gerakkan tangan bak orang yang sedang membaca puisi.

"Tidak perlu! Minggir!" tolakku sambil mengibas-ibaskan tanganku mengusirnya tapi bukannya minggir, Alex malah menangkap tanganku seraya berkata, "Maafkan aku, An."

"Tuh kan... jantungku berdebar-debar lagi!" celetukku tak sadar.

"Ha? Jantungmu kenapa? Kamu sakit?" ujarnya kuatir sambil tiba-tiba menyentuh dadaku.

"Kurang ajar! Kamu nyentuh bagian mana itu!" teriakku sambil menepis tangannya dan menjitak kepalanya keras-keras.

"Auwwww... aku kan cuma meriksa jantungmu. Lagian aku nggak menyentuh daerah terlarang kok. Kamu aja yang berlebihan."

"Apaaa...? Berlebihan? Aku tahu kamu pasti sengaja, kan? Sengaja mau buat aku tambah marah lagi ya?!"

"Jangan marahlah. Oke gini aja. Sebagai gantinya kamu bisa menyentuh dadaku. Nih... sentuhlah sepuasmu!" rayunya seraya menempatkan telapak tanganku di dadanya.

"Apa ini! Nggak adil. Dadamu seperti papan cucian."

"Ya iyalah. Kalau sampai ada tonjolannya berarti tumor. Mati dong aku..."

Mendengar itu aku langsung tertawa terbahak-bahak. Seketika itu juga hilang rasa kesalku. Dasar memang cinta itu benar-benar aneh. Dia bisa membawamu terbang ke awang-awang tapi di saat bersamaan juga bisa melemparkanmu dengan kerasnya ke bumi.

Seperti itulah cinta membawaku hari demi hari terombang-ambing pada status hubungan yang tak jelas dengan Alex. Beberapa kali memang aku mengingatkan diriku betapa Alex tidak mencintaiku dan masih saja mengharapkan kembalinya Erna. Namun, hatiku tetap saja tidak mau menurut. Rasa cintaku malah semakin dalam. Semakin dalam sehingga membuatku sering terluka karenanya.

.

Lima tahun telah berlalu sejak hari itu. Dari seorang gadis aku beranjak dewasa menjadi seorang wanita. Banyak hal yang berubah dariku, dari mulai cara bicara, cara berpikir sampai caraku menyikapi suatu masalah. Tapi walaupun banyak yang berubah dariku, rasa cintaku pada Alex tidak pernah berubah.

Dan di sinilah aku sekarang, di restoran kesayangan kami berdua, masih saja menunggu si tukang telat itu untuk datang.

Sudah tiga puluh menit berlalu sejak dia mengirimkan pesan singkatnya 'OTW' tadi dan bocah itu masih saja belum muncul. Aku tau sudah jadi kebiasaannya selalu datang telat ketika janjian denganku kesini, tapi harusnya hari ini dia menepati janjinya dan datang duluan.

Itu karena hari ini adalah hari ulang tahun Alex yang ke dua puluh tiga tahun.Walaupun sebenarnya tradisi ini sudah lima kali berturut-turut kami lakukan bersama, namun masih saja hari ini adalah hari yang istimewa bagiku dan hatiku masih saja berdebar-debar seperti tahun-tahun sebelumnya karenanya.

Sayangnya si bocah, yang di rindukan dan di nanti-nantikan kehadirannya itu tidak pernah mengerti perasaanku dan sekali lagi membuatku kecewa.

Menolak untuk di kecewakan lebih lama lagi, aku memutuskan menghubungi hp nya dan memarahinya habis-habisan karena membuatku menunggu lagi.

Namun sampai lima kali aku mencoba menghubunginya, yang terdengar hanyalah nada tunggu.

Aneh! Alex tidak pernah seperti ini sebelumnya. Kekhawatiranku semakin menjadi-jadi. Apalagi aku trauma karena Alex pernah kecelakaan dulu.

Secepat kilat aku keluar dari restoran, tanpa memedulikan tatapan para pelayan dan beberapa orang di sana. Di pikiranku hanyalah Alex dan aku harus tahu dia kenapa. Tujuanku pertama adalah mengunjungi rumahnya. Aku harap dia cuma ketiduran atau tiba-tiba kedatangan tamu dan bukan dugaan jelekku sebelumnya.

Rumahnya kelihatan sepi sesampainya aku di sana. Mungkin Om dan Tante sedang keluar dan para pembantu sedang istirahat di kamar masing-masing. Yang kudapati cuma pak Tino di halaman depan yang kelihatannya sedang bersiap-siap pulang.

"Malem non Anna. Mau ketemu mas Alex ya?" sapanya ramah.

"Iya pak. Alexnya ada di dalam pak?"

"Ada di atas, non. Tapi lagi ada tamunya. Mau saya sampaikan kalau non datang?"

"Tidak usah, pak. Biar saya sendiri saja yang ke atas. Paling juga tamunya Alex teman saya juga."

"Ya sudah kalau gitu bapak pulang dulu, non. Sudah di tunggu sama anak-istri."

"Hati-hati ya pak. Salam sama bu Narti dan Dita ya, pak (nama istri dan anak pak Tino)."

Setelah menyampaikan hal itu, aku melangkahkan kakiku menuju ke dalam rumah. Namun setelah beberapa langkah, aku tiba-tiba mendengar suara orang bertengkar di lantai atas. Khawatir bercampur penasaran, segera aku mempercepat langkahku untuk melihat apa yang terjadi.

Sesampainya aku di anak tangga yang paling atas, aku pun di kejutkan oleh sosok seseorang yang selama ini aku pikir sudah menghilang selamanya.

"Er...na???" panggilku tak yakin. Cewek itu dan Alex menoleh bersamaan saat mendengar suaraku.

"Anna... Ya ampun. Aku nggak menyangka bisa bertemu kamu lagi," pekiknya kegirangan sambil berlari memelukku. Aroma parfumnya yang tajam pun langsung menusuk hidungku.

"Aku benar-benar merindukanmu Anna. Lihatlah kau tidak berubah sama sekali. Masih Anna si perpustakaan berjalan," lanjutnya sambil meregangkan pelukannya dan menunjuk pada buku yang kubawa.

"Kenapa diam saja? Kamu nggak senang bertemu denganku?"

Aku tetap diam membeku di tempatku berdiri. Aku tidak tau harus tertawa, menangis, atau melompat kegirangan. Aku hanya terpaku memandangi sosok Erna di hadapanku.

"Anna... bisa kamu tinggalkan kami sebentar? Ada beberapa hal penting yang harus kami bicarakan. Kamu mengerti kan?" potong Alex sambil memegang lengan Erna menjauh dariku.

"Baiklah. Aku menunggu di ba..." seruku perlahan tapi tak satupun dari mereka yang mendengarkan. Mereka terlalu sibuk saling bertatapan satu sama lain.

Aku pun meninggalkan mereka dan melangkah perlahan menuruni tangga yang serasa berjuta-juta banyaknya. Di bawah perasaanku naik turun tidak karuan. Punggungku sama sekali tidak menempel di sofa saking tegangnya.

Kali ini menunggu benar-benar terasa menyebalkan dan menyakitkan tiap menitnya. Jika saja situasinya berbeda, jika saja saat ini aku tidak mencintai Alex, mungkin aku sudah menyambut Erna bahagia. Tapi sekarang posisiku benar-benar sulit untuk menyambutnya seperti dahulu. Bagaimana mungkin aku melakukannya jika hatiku terasa sakit seperti ini.

Tiba-tiba teriakan-teriakan pertengkaran yang masih terdengar dua jam yang lalu serta merta berhenti. Tak terdengar suara apapun. Karena berpikir mungkin pembicaraan mereka sudah selesai, aku pun bergegas menghampiri mereka.

Tapi... betapa terkejutnya aku dengan pemandangan yang aku lihat sesampainya di sana.

Aku melihat... mereka bercumbu mesra.

Habis sudah cerita cintaku. Sekarang sedikit kesempatan pun sudah tidak tersedia bagiku. Dengan suasana hati yang remuk redam aku cepat-cepat berbalik meninggalkan tempat itu. Aku tidak mau mereka melihatku terluka begini. Statusku masih sahabat mereka dan sudah tugasku untuk berekspresi bahagia buat mereka.

Tapi tidak saat ini. Saat ini aku masih terlalu terluka untuk bisa terlihat bahagia.

***

Continue Reading

You'll Also Like

570K 92.1K 37
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
1.7M 77.6K 52
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _π‡πžπ₯𝐞𝐧𝐚 π€ππžπ₯𝐚𝐒𝐝𝐞
1.2M 46.9K 62
Menikahi duda beranak satu? Hal itu sungguh tak pernah terlintas di benak Shayra, tapi itu yang menjadi takdirnya. Dia tak bisa menolak saat takdir...