I am The Luna [On Hold]

By StupidRave

91.1K 6K 868

Best Rank: #13 in Werewolf Theme (22.07.16) Damon Blake adalah seorang omega. Itu berarti rank terendah dalam... More

Author Notes
1. Here Is Come The Morning
2. Chocolate Coffee and The Irony
3. Teens and Their Hormones
4. Dark Side Of The Moon (part 1)
5. Snowflakes*
7. The Monster, The Secret, and The Date
8. Another Boy Who Can Fly
9. Prince Charming

6. Dark Side Of The Moon (part 2)

8.6K 586 119
By StupidRave

Izinkan aku untuk menghancurkan tembok keempat ini dan bertanya pada kalian.

Apakah ada  diantara salah satu dari kalian yang pernah mengalami situasi dimana kamu merasa sebuah kejadian telah terjadi dalam waktu yang cukup lama padahal kamu tahu hal itu hanya memakan waktu dalam sekejap saja?

Kejadian dimana kamu merasa terperangkap dalam adegan slowmo. Segalanya terasa lamban padahal hal itu hanya terjadi dalam beberapa detik atau menit saja?

Well, aku bertanya seperti ini karena aku sudah pernah mengalaminya. In fact, ini bukan kejadian pertama.

Aku sudah pernah mengalami menit dan detik terlama dalam hidupku.

Biarku ceritakan sedikit.

Aku pernah merasakan kejadian seperti itu ketika aku pertama kali melakukan shifting.

Ini bukan pengalaman yang menyenangkan. Maksudku, orang-orang di kawananku tahu kalau aku tidak terlalu suka melakukan shifting (secara sadar). Selain karena aku memerlukan waktu sedikit lebih lama akibat harus berkonsentrasi terlebih dahulu sebelum melakukan hal itu (yang tentu saja ini tidak menguntungkan dalam sebuah pertarungan), aku juga belum terbiasa dengan rasa sakit yang seharusnya menjadi hal wajar ketika melakukan proses transformasi ke wujud lainku.

Semua bermula ketika aku pertama kali melakukan shifting dan yang dapat aku ingat dari kejadian itu hanyalah rasa sakit di sekujur tubuhku ketika setiap inci tulang-tulangku berpatahan membentuk formasi hewan berkaki empat dan seluruh kulitku terasa terbakar ketika sehelai demi helai bulu putih halus mulai tumbuh disana.

Dan meskipun itu semua hanya membutuhkan waktu selama semenit untuk aku berubah menjadi wujud lain dalam diriku, tapi rasa sakit itu seolah terjadi selama berjam-jam.

Dan itulah satu menit terlama dalam hidupku.

Kejadian lain ketika aku terperangkap dalam waktu singkat-terlamaku adalah ketika aku pertamakali bertemu dengan mate-ku.

Well, aku rasa kalian sudah mengetahuinya. Jadi aku tidak perlu meskripsikan hal ini berparagraf-paragraf panjangnya selain saat dimana kami saling bertatapan, jantungku lupa berkerja secara normal, dan aku tahu di momen ketika aku terperangkap dalam mata kelabunya, waktu seakan bekerja lebih lambat dari biasanya.

Semuanya terasa melambat. Aku merasa lumpuh dan aku menyukainya. Butuh waktu selamanya dan kekuatan kenyataan untuk mengembalikan diriku ke realita.
Dan tahu-tahu begitu aku tersadar, waktu baru berjalan selama lima detik (well, ini tidak seperti aku menghitungnya atau apa, tapi yang jelas kejadian itu tidak berlangsung lebih dari itu).

Dan yeah, itulah lima detik terlama dalam hidupku.

Meskipun aku tahu kejadian seperti ini sering terjadi juga di pertemuan-pertemuanku bersama Steve lainnya.

But the first time is always something. Right?

Oke, oke. Aku tahu kalian pasti bertanya-tanya kenapa aku mengoceh tentang hal ini. Well, ini adalah hal random yang aku katakan ketika aku sedang gugup/kebingunan.

But, sebelum aku tambah mengoceh lagi atau sebelum tembok keempat ini terbentuk lagi, aku akan memberitahukan kalian satu hal.

Hidupku payah seperti cerita fiksi remaja.

Dan yeah, seperti halnya cerita-cerita teenfic pada umumnya, selalu ada saja hal yang mengganggu ketika karakter utamanya sedang mengalami kejadian yang menyenangkan.

Ini seperti sang Author sangat membenci mereka dan dia ingin sekali menghancurkan semangat para pembaca.

Dan kali ini adalah momen dimana aku tinggal sedikit lagi merasakan seluruh tekstur lembut bibir Steve, sebelum sebuah bunyi keras terdengar dari luar ruangan.

Surprise, huh?

Catat sarkasme itu.

Tapi yang menjadi perhatianku sekarang bukanlah tentang bunyi misterius itu atau fakta tentang aku secara praktiknya baru saja mencium mate-ku.

Maksudku, yeah "ciuman" itu termasuk, tetapi yang ingin aku coba katakan sebenarnya adalah saat kedua bibir kami (secara teknis) bertemu, kejadian waktu singkat-terlama pun kembali terjadi.

Dan kali ini, di antara dua jantung yang berburu, dua nafas yang mendangkal, dan dua pasang mata yang memejam, aku merasakan waktu kembali rusak.

Disaat bibir kami bersatu, aku meraskan satu detik terlama dalam hidupku.

.
.
.
.

Aaand... of course ini terjadi sesingkat itu karena ulah suara berisik sialan di latar belakang.

Dan itulah yang membuatku tersadar dengan apa yang sedang aku lakukan.

Inilah saat dimana aku kembali ke cerita dan menemukan diriku membuka kedua mata dan seolah baru saja menyentuh panci yang panas, aku refleks menarik diriku menjauh dari Steve.

Kode untuk meruntuk dalam hati. Bagaimana bisa aku membiarkan diriku melalukan hal ini?

Aku membiarkan keinginan subconscious-ku menguasai diriku tanpa memikirkan dampak setelahnya.

Dan sekarang aku telah mengacau. Aku sudah menghancurkan kesempatanku yang ada.

Setelah kejadian ini, Steve pasti membenciku sekarang. Or worse... dia merasa jijik padaku sekarang.

Dammit!

Jantungku belum bekerja secara normal akibat kejadian ini sementara aku memberanikan diri untuk melirik ke samping dan menemukan mate-ku yang masih tergeming.

Butuh banyak kekuatan untuk mengumumkan ini;

"I-i'm sorry"

Steve tersentak sadar dan menatapku. Lalu sesaat kemudian dia membuang pandangannya ke arah lain.

Aku merunduk kecewa dengan reaksinya.

That's it. Mate-ku telah membenciku.

Namun sebelum rasa sesak memenuhi dadaku, aku mendengar mate-ku menggumam sesuatu.

"I-it's okay"

Aku tegang dan menemukan diriku bertanya dikepalaku

Apa dia baru saja berbicara kepadaku?

Dan itu terjawab ketika mendengar dia membersihkan tenggorokannya sebelum lanjut berucap.

"Dan aku baik-baik saja. Terima kasih karena telah menanyakan keadaanku"

Aku menoleh dan melihat Steve yang sedang mencoba tersenyum. Meski raut bingung masih nampak jelas di wajahnya tapi aku bersyukur karena dia masih mau bicara denganku.

Dan fakta tentang dia bahkan masih mau tersenyum untukku dan tidak ditemukannya tatapan jijik dimatanya membuatku yakin bahwa mate-ku tidak membenciku.

Tiba-tiba saja harapanku muncul lagi dan aku baru saja ingin mengatakan sesuatu sebelum sosok Mrs. Jackson kembali muncul dari balik pintu.

"Ok, boys. Aku kembali" dia mengumumkan.

Dan satu jam kemudian, kami menghabiskan waktu diruangan itu dalam keheningan. Bahkan Mrs. Jackson pun tidak mengeluarkan sepatah kata pun setelah kedatangannya dan malah sibuk dengan kertas-kertas pekerjaan yang memenuhi mejanya. Begitu juga dengan aku dan Steve yang sibuk dengan kertas tugas kami masing-masing.

Atau begitulah kelihatannya.

Karena didalam kepalaku, aku sibuk memikirkan bagaimana hubunganku dengan Steve kedepannya setelah kejadian ini.

Sementara itu, Aku yakin Steve mengetahui diriku telah sekali-dua kali mencuri-curi pandang ke arahnya. Dan maksudku dari sekali-dua kali itu, aku mungkin sudah melakukannya selama ratusan kali.

Dan setelah setengah jam kemudian dalam keheningan lainnya, Mrs. Jackson akhirnya mengumumkan untuk mengakhiri detensi ini lebih cepat dari biasanya.

Alasannya karena dia harus segera pulang untuk menyelesaikan pekerjaan yang tadi disebutkan diawal pertemuan. Sedangkan aku dan Steve hanya menurut saja.

Aku mendapati diriku sedang berada dalam perdebatan batin antara memilih keluar bersama-sama dengan mate-ku dan somehow mengajaknya bicara tentang kejadian barusan (I don't know, aku hanya berfikir hal itu harus dilakukan), atau aku bisa keluar terakhir dan menghindari situasi canggung yang pasti akan terjadi jika aku bersama dengan Steve lagi.

"Are you comming?" Aku mendengar Steve bertanya, bingung setelah melihat diriku yang masih dalam posisi duduk.

Dan saat itulah aku menyadari bahwa aku tidak punya pilihan lain.

"Um... yeah"

Maka disinilah aku sekarang, berjalan bersisian menyusuri koridor sekolah yang sepi bersama dengan seorang cowok yang ditakdirkan untuk menjadi belahan jiwaku dan di beberapa puluh menit sebelumnya hampir saja aku menciumnya.

I mean, jika dilihat dari situasinya kami sudah berciuman. Tapi itu bukan jenis ciuman yang aku maksud.

Kalian mengerti maksudku, kan?

Dan seperti yang aku prediksikan, situasi awkward tidak terelakkan di menit-menit pertama kami keluar dari ruang detention. Sampai akhirnya Steve berdehem dan memulai percakapan.

"So, uh kau belum mengatakan alasanmu menghajar Calvin" ucapnya.

Dia tampak sekali ingin mencoba bersikap kasual meskipun keraguan terdengar jelas disuaranya.

Aku menoleh ke arahnya sebelum mengangguk lemah.

"Cowok brengsek itu menyakiti adikku" kataku datar.

Aku tahu dia melakukan itu semua untukku, tapi aku merasa sedikit sakit dengan sikapnya yang seolah kejadian tadi tidak ada apa-apanya.

"Apa kau coba mengatakan kalau Maddy pernah berhubungan dengan Calvin?" Aku sekali lagi hanya mengangguk untuk pertanyaannya.

Entahlah, maksudku kenapa dia tidak merespon layaknya cowok straight pada umumnya, seperti freak out or something.

Bukannya aku tidak senang dengan sikapnya sekarang ini tapi dengan begini dia justru membuatku bingung.

"Masuk akal juga. Itulah sebabnya kenapa aku seperti melihat Calvin bersamanya di Amber's party" gumamnya lebih ke dirinya sendiri.

Aku memilih mengabaikannya dan melanjutkan perjalanan.

Pertanyaan inilah yang sudah dari tadi memenuhi isi kepalaku. Dan aku berusaha untuk tidak membuat asumsi. Karena satu hal yang aku ketahui setelah membaca berbagai macam jenis novel, kadang dari asumsi itulah permasalahan dimulai.

Tapi tingkah Steve seolah mengirimkanku sinyal acak.

"Well, aku setuju denganmu. Cowok itu memang brengsek. Dia pantas mendapatkannya"

Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tidak mau terus berada dalam situasi ini. Seharusnya setelah kejadian ini Steve sudah mengetahui jelas perasaanku. Tapi dia justru tidak memberikan kejelasan apa-apa dan itu membuatku kesal.

Aku terus berjalan sambil berpikir keras dengan hal ini sementara Steve terus membicarakan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan kejadian di detention room.

"... Dan aku benar-benar tidak percaya kamu bisa menghajarnya sampai seperti itu" ujar mate-ku itu.

"Damon, kamu benar-benar keren" lanjutnya sambil tertawa.

Oke, that's it.

Aku menghentikan langkahku dan menatapnya.

"Maksudku, awalnya aku tidak percaya dengan perkataan mereka. Sampai Freddy menunjukan video dirimu yang sedang meng--"

"Kenapa kamu melakukan ini?" Tanyaku memotong pembicaraannya.

Aku berusaha untuk tidak menampilkan rasa kesal di suaraku tapi aku tidak yakin dengan raut wajahku sekarang.

Steve sendiri langsung terdiam begitu menyadari sikapku.

"Me-melakukan apa?" Tanyanya ragu.

"Kenapa kau malah bersikap seperti ini? Kenapa kau bertingkah seolah semua itu tidak tidak tejadi?! Dude, i literally kiss you!!"

Oke, aku rasa aku baru saja kehilangan sedikit kontrol emosiku.

Steve tersentak mendengar nada suaraku yang mulai meninggi. Nampak sekali dia tidak menyangka aku akan beraksi seperti ini.

Aku menunggu tanggapannya sementara dia hanya diam saja sambil mencoba untuk menghindari tatapanku.

Aku menghembuskan nafas frustasi.

"Setidaknya katakan sesuatu. Apapun. Jangan biarkan aku kebingungan seperti ini" ucapku yang kali ini dengan nada yang sedikit tenang.

"A-aku uh... Aku..." dia gelagapan sementara matanya masih menolak menatapku.

Sekali lagi aku mendesah.

"Oke. Biarku perjelas"

Aku mulai melangkah maju sebelum berhenti dihadapannya dan mencoba berdiri sejajar.

Steve akhirnya memberanikan diri untuk menatap bingung atas apa yang aku lakukan setelah sekali lagi aku menginvasi ruang personalnya.

Dan terlepas dari tinggi kami yang berbeda, aku balas menatap matanya sebelum Steve terkejut ketika aku meraih kedua tangannya. Sementara aku--yang entah mendapatkan keberanian dari mana--menggenggam erat kedua tangannya itu sambil terus menjaga kontak mata ini.

Aku tidak tahu, tapi yang jelas setelah kejadian tadi, hanya ada satu hal yang aku tahu dan harus aku lakukan.

Aku akan memperjelas semuanya.

Maka bersama dengan detakan jantung yang kembali menggila, aku akan mengakuinya.

"Aku hampir menciummu karena aku menyukaimu"

Mata Steve membulat dan aku bisa merasakan tubuhnya kembali tense up sementara dari keringat yang membasahi kedua telapak tangannya, aku tahu bahwa dia sedang gugup.

"Aku tidak mau mengira-ngira tentang hal ini, tetapi dari reaksimu saat tadi di kelas dan saat sekarang, aku bisa tahu kalau kau juga punya rasa untukku" lanjutku.

Aku bisa melihat pergerakan jakunnya naik-turun sementara rahangnya mengeras.

"A-aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan" ucapnya gugup.

"kamu tidak memberontak saat aku hampir menciummu tadi. Hell, kamu bahkan berusaha untuk tersenyum dan menganggap semua itu tidak pernah terjadi meskipun kamu tahu betul apa yang sedang aku lakukan saat itu. Lalu sekarang bahkan setelah kamu berusaha menyangkalnya, kamu tidak juga memberontak atau melakukan sesuatu untuk melepaskan genggaman tanganku ini dan langsung pergi menjauh dari orang yang sedang berusaha jujur dengan perasaanya ini" ucapku masih menatap langsung ke kedua matanya.

Sementara itu, aku juga bisa melihat bibirnya bergerak-gerak ingin mengatakan sesuatu tetapi tak ada satu suara pun yang terdengar darinya. Sampai akhirnya Steve membuang pandangannya ke arah lain dan menggumam lemah.

"I-i don't know"

Dan untuk kesekian kalinya aku mendesah.

"Look, dude. Aku tahu kita secara teknis adalah sesama orang asing. Tapi disini aku tidak mau membohongi perasaanku. Dan aku tahu kamu masih bingung dengan semua ini. Jadi..." aku melepaskan genggaman tanganku dan mulai mengambil tiga langkah mundur ke belakang.

"Aku akan memberikanmu ruang untuk berpikir" ucapku selanjutnya.

Steve kembali menatapku dan kami sekali lagi saling memandang satu sama lain selama sejenak.

"Tapi ingatlah satu hal. Aku tidak akan berhenti dan menyerah begitu saja" kataku sebelum mematahkan kontak mata itu.

"Aku pamit" gumamku kemudian dan mulai melangkah pergi meninggal Steve yang masih terdiam di tempatnya.

Dalam beberapa langkah perjalanan meninggalkan mate-ku, aku sempat bertemu dengan cowok idiot yang tempo hari mencari masalah denganku. Aku mengabaikan tatapan tajam yang diberikannya ketika kami berpapasan sebelum si idiot itu mengubah pandangannya menuju Steve dibelakangku.

"I'm sorry, man. Tidak seharusnya aku meninggalkanmu" aku mendengar si idiot itu berucap sementara aku terus berjalan menuju ujung koridor ini.

Sepanjang perjalan dari tempat itu menuju parkiran, aku mendapati diriku terus-terusan menanyakan satu hal.

Apa aku melakuan hal yang benar?

~*~


Langit sudah senja ketika aku sedang mengendarai mobilku menuju Starbuck sesuai yang diinstruksikan Maddy.

Setelah kejadian di sekolah, aku langsung menghubungi adikku akibat rasa insekuritasku yang mulai meninggi.

Kepalaku mulai dipenuhi pertanyaan-pernyataan baru setelah kejadian itu.

Bagaimana jika aku salah mengartikan tentang Steve dan perasaanya?

Bagaiman jika dia tidak punya perasaan lebih untukku yang dianggapnya sebagai seorang teman saja?

Bagaiman jika setelah kejadian ini Steve akan benar-benar pergi dariku?

Semua pertanyaan-pertanyaan itu membuatku gelisah sampai akhirnya aku menghubungi satu-satunya orang yang tahu dan mengerti dengan keadaan ini, adikku.

"Hey, big bro. Whut's up?" Itu adalah kalimat pertama Maddy setelah tiga kali percobaan menghubunginya.

Aku ingin menceritakan semua kejadian tadi tetapi itu sebelum perhatianku teralihkan dengan sebuah suara lain yang terdengar sayup-sayup di latar belakang bersamaan dengan suara Maddy yang mulai cekikikan disana.

"Apa kau bersama seseorang disitu?" Tanyaku.

Aku masih mendengar Maddy tertawa bersama dengan sesorang yang menurut suaranya terdengar seperti seorang cowok itu sebelum adikku itu tersadar kalau aku sedang bicara.

"Oh I'm sorry, Damon. Apa yang kau bilang tadi?"

"Kamu bersama siapa disitu?"

"Oh, Aku sedang bersama Jeremmy, cowok yang tadi aku ceritakan di kantin siang tadi? Dia mengajakku hang out sekarang" dia menjelaskan.

"Dan omong-omong, kenapa kamu menelpon?" Tanyanya ulang.

"Aku ingin bicara denganmu"

"Well, that's good. Kamu bisa datang kesini dan membicarakan apapun yang kamu mau bicarakan. Kita bisa berkumpul bersama disini. Right?" Aku yakin dia tidak hanya menanyakan hal itu padaku seorang.

"Uh... Aku tidak begitu yakin kalau itu ide bagus"

"Oh Ayolah, ini pasti menyenangkan. Lagipula Jeremmy tidak keberatan"

"But..."

"Berhentilah beralasan. Kamu harus datang kesini. Kami sedang berada di Starbuck" tuntutnya sebelum menghentikan panggilan dan aku tidak punya pilihan lain selain menurut.

Dan setelah berkendara selama sepuluh menit, aku akhirnya sampai ke tempat tujuan.

Aku langsung keluar dari mobilku setelah mendapatkan tempat parkir yang pas sebelum tiba di depan pintu kaca toko itu.

Dan saat aku membukanya, aroma khas kopi disini langsung menyambutku dan seketika itu juga yang aku ingat adalah aroma khas Mate-ku.

Aku menggelengkan kepalaku dan mencoba fokus dengan tujuanku kemari.

Aku memperbaiki letak kacamataku sebelum mulai mencari keberadaan Maddy.

Namun setelah memperhatikan sekeliling, aku tidak menemukan satupun sosok yang menyerupai adikku itu.

Hal ini membuatku bingung. Dan setelah mendapatkan tatapan aneh dari beberpa pengunjung dan karyawan tempat ini karena aku terlalu lama berdiri di depan pintu masuk, aku akhirnya memilih untuk duduk di kursi kosong terdekat.

Terlepas dari ramainya pengujung tempat ini hari ini, aku masih bisa mencium bau khas adikku, cherry dan rosemary bersama juga dengan bau asing yang terkesan seperti rempah-rempah yang aku asumsikan milik cowok bernama Jeremmy itu. Meskipun bau-bau itu sudah tidak terlalu kuat lagi yang berarti mereka telah meninggalkan tempat ini.

Aku memberengut heran mengetahui hal itu dan langsung mengeluarkan handphoneku untuk menulis pesan kepadanya.

'Kamu dimana sekarang?'

Dan setelah menunggu lebih dari sepuluh menit, aku tidak juga mendapatkan balasan darinya.
Aku bahkan sudah berkali-kali mencoba untuk menghubunginya setelahnya tetapi adikku tidak juga menanggapinya.

Ini ada dua kemungkinan. Antara Maddy yang memiliki keperluan mendadak dan tak sempat memberitahukan kepergiannya atau dia memang sengaja melakukan hal ini untuk mengerjaiku.

Dan setelah menunggu beberapa menit kedepan, aku akhirnya menjadi jenuh dan memilih untuk pergi dari tempat ini.

Namun begitu aku sampai diluar dan hendak menuju mobilku, aku menemukan seorang pria asing sedang memandangiku.

Pria itu sedang berdiri di depan hutan lebat yang berada di seberang jalan tepat di depan toko ini sementara matanya menatap intens diriku.

Dia berpenampilan serba gelap sementara kepalanya ditutupi tudung dari jaket kulit hitamnya.

Aku tidak mengenalinya tetapi dari sepasang mata ruby yang dimilikinya itu cukup familiar.

Aku balas menatapnya dengan memicingkan mata dan memberengut heran sebelum pria itu menghilang bersamaan dengan sebuah mobil yang selesai lewat dihadapanku.

Aku terkejut dan mendapati kejadian ini juga cukup familiar.

Ini seperti déjà vu.

Namun belum juga aku berpikir lurus dengan kejadian ini, handphoneku tiba-tiba saja berdering menandakan panggilan masuk.

Aku menemukan nama adikku tertera di layar dan langsung mengangkatnya.

"Hello, Maddy. Kamu dimana sekarang? Aku sudah tiba di Starbuck tapi kamu tidak ada"
Kataku dengan nada protes.

"Damon..." ucap Maddy sambil berbisik.

"Maddy? Ada apa? Kamu dimana sekarang?"

"Damon, ada yang aneh dengan Jeremmy"

"Apa yang sedang kamu bicarakan? Ayolah Maddy, kamu ada dimana sekarang?"

"Aku sedang berada di rumahnya. Jeremmy mengatakan ada sesuatu yang terjadi disana. Aku mengantarnya, dan ketika aku sampai, dia mulai bertingkah aneh. Dan aku seperti mencium bau seri-- oh crap! Dia disini. Damon cepat hubungi pack" bisiknya tergesa-gesa.

"Apa maksudmu? Maddy apa kau baik-baik saja?" Tanyaku mulai khawatir.

"Damon, ini tidak ada waktu lagi cepat hubungi pack! Aku rasa Jeremmy ada hubungannya dengan para ro--"

"Apa yang kau lakukan!?" Tiba-tiba saja terdengar suara asing yang memotong kalimat adikku.

"Oh h-hey Jeremmy. A-aku sedang menghubungi kakakku. Dia bertanya tentang keber--hey hey! Apa yang kau lakukan!? Lepaskan aku! Jeremmy kau--"

Panggilanku terputus.

Aku menatap horor handphoneku setelah mendapati adikku seperti sedang dalam masalah besar.

Maddy apa yang telah kau lakukan?

~*~


Setelah panggilanku terputus, aku langsung menghubungi dad sesuai yang di perintahkan Maddy.

Aku dengan panik menceritakan semua yang terjadi dengan adikku begitu dad menjawab telponku.

Sementara dad terdengar begitu tenang namun aku tahu dia juga khawatir dengan Maddy.

"Ok, Damon. Apa Maddy memberitahukan dimana dia berada?" Tanyanya dengan tenang.

"I don't know, dad. Maddy mengatakan dia berada di rumah cowok itu. But i don't know where the hell that place is"
Ucapku bingung sementara tanganku berlari diatas kepalaku.

"Dia terdengar seperti dalam bahaya" lanjutku.

"Damon, tenanglah. Tidak ada yang akan terjadi dengan adikmu. Aku sudah memberitahukan Alpha dan dia sudah menyuruh anggota perajurit pack untuk pergi mencarinya. Mereka akan menemukannya"

"Aku juga akan membantu" putusku.

"No! You're not, Damon. Kau akan pulang kesini dan biarkan para prajurit pack mencarinya" tuntut dad.

"But dad..."

"Damon, dengarkan aku. Jangan membantah" perintah dad secara absolut.

"Okay..." ucapku dengan bahu yang turun sebelum menghentikan panggilanku.

Aku langsung masuk kedalam mobilku dan duduk disana dengan rasa khawatir yang makin meningkat.

Entah kenapa akhir-akhir ini Maddy sering sekali terlibat dalam masalah. Pertama Calvin dan sekarang Jeremmy.

Aku menghembuskan nafas berat sebelum menyalakan mesin kendaraanku. Sementara
Aku makin merasa gelisah dengan kejadian ini dan aku tidak bisa melakukan apa-apa.

Tidak, aku harus melakukan sesuatu.

Pikirku sebelum langsung menjalankan mobilku dan melajukannya menuju arah yang berlawanan dari rumahku.

Aku memilih nekad untuk pertama kalinya membangkang dari perintah dad. Tapi itu semua aku lakukan karena Maddy dalam masalah.

Maafkan aku dad. But i can't just sit down here and do nothing. Maddy juga adalah keluargaku, adikku.

Dan bersama pemikiran itu, aku dengan mantap melajukan mobilku di jalanan yang mulai gelap akibat matahari yang semakin tenggelam di ufuk barat.

Aku mengendarai mobil biru itu dengan kecepatan sedang sementara kepalaku memikirkan tempat yang menjadi potensi keberadaan Maddy.

Oke, pertama dia mengatakan dia berada dirumah Jeremmy. Dan aku ingat adikku itu pernah menyebut dimana cowok itu tinggal.

Ayo... ayolah ingat apa saja yang dikatakan Maddy di kantin tadi siang.

Aku mengurut-urut pelipis dengan sebelah tangan.

Uh... dia mengatakan tentang bertemu dengan Jeremmy di jalan. Maddy membantunya dan mengantarkannya ke uh... sar... saruna...

Saroona Valley!

Itu dia! Maddy mungkin berada disana.

Aku langsung menaikan kecepatan mobilku menjadi penuh dan melajukannya ke tempat itu.

Tidak butuh sepuluh menit untuk aku tiba di tengah-tengah kompleks perumahan yang terletak tak jauh dari lembah Saroona itu. Lembah yang menjadi asal mula nama tempat ini.

Aku langsung melompat keluar dari mobilku dan mulai menghirup udara sebanyak mungkin, berusaha mencari jejak aroma adikku.

Tidak menemukannya, aku mulai berlari mengelilingi kompleks perumahan itu.

Aku terus mengendus-endus udara sekitar berharap menemukan apapun yang bisa menuntun ke tempat adikku berada.

Sampai akhirnya aku tiba di depan sebuah rumah dua lantai yang memiliki sedikit jejak aroma adikku.

Aku mengikutinya dan mendapati diriku mulai menjelajahi pekarangan rumah itu sebelum bau adikku melemah dan digantikan bau yang lebih kuat.

Baunya seperti rempah-rempah.

Dan sedetik kemudian aku teringat kalau cowok bernama Jeremmy itu juga memilki bau yang sama dengan ini.

Aku sedang berada di samping bangunan ini ketika pintu depan terdengar terbuka disusul dengan suara seorang cowok yang sedang membicarakan sesuatu.

"Yeah, man. Aku bertemu gadis itu pagi ini. Dan awalnya aku kira dialah orangnya. Ternyata bukan"

Aku lansung bersandar di samping tembok dan mencoba mengintip keadaan di depan rumah dan menemukan seorang cowok yang memiliki handphone berasa di telinganya.

Aku memperbaiki kacamataku dan memicingkan mata sebelum mengetahui kalau cowok itu memiliki kulit tan dan rambut hitam cepak sedang berjalan menuju garasi yang berada di sisi lain bangunan ini.

Aku rasa dialah Jeremmy.

"Tapi ini pertanda kalau gadis itu memiliki hubungan dengannya" lanjutnya sambil mengambil sesuatu di mobilnya.

Apa mereka sedang membicarakan tentang adikku?

"Katakan pada yang lain, kalian harus kesini. Kita bisa mengorek informasi dari gadis itu" Jeremmy tertawa.

"Man, aku tidak menyangka misi ini bakal lebih mudah dari yang aku pikirkan"

Misi?

Apa yang sebenarnya mereka bicarakan?

Dan siapa sebenarnya si Jeremmy ini?

"Yeah, aku menaruhnya dibelakang rumah. Dia terlalu berisik untuk berada di dalam" aku langsung menyembunyikan kepalaku begitu Jeremmy hendak kembali menuju beranda rumahnya.

"Well, dia cukup cantik dan cukup cerdik juga. Dia dengan cepat mengetahui identitasku dan mencoba membocorkan misi kita" aku kembali mengintip sambil mencoba mengerti maksud dari pembicaraan mereka.

"Oke begini, aku tidak peduli apa yang akan kalian lakukan pada gadis itu. Tapi itu setelah kita menyelesaikan tugas ini. I mean man, aku ingin segera keluar dari kota ini. Tempat ini payah" itulah kalimat terakhirnya sebelum dia menghilang dibalik pintu rumahnya.

Ok, siapapun si Jeremmy ini dan kawan-kawanya itu, satu hal yang jelas adalah mereka bukan orang baik. Dan ini berarti Maddy benar-benar dalam masalah besar.

Aku langsung bergegas ke bagian paling belakang rumah ini sebelum menemukan satu-satunya bangunan kecil yang aku asumsikan sebagai gudang perkakas berdiri sendiri di halaman belakang.

Tempat ini memiliki potensi keberadaan adikku, tetapi yang aku bingungkan adalah tidak adanya bau cherry dan rosemary khas Maddy.

Aku malah menemukan bau rempah-rempah yang makin menguat. Tetapi satu-satunya orang yang aku tahu memiliki bau ini adalah Jeremmy, dan dia berada di dalam rumahnya.

Apa ada orang lain selain Jeremmy disini?

Aku bisa merasakan rasa takut mulai tumbuh di dalam diriku tetapi aku memberanikan diri untuk masuk kedalam bangunan itu.

Lagipula jika benar ada orang di dalam sana, aku bisa menggunakannya sebagai petunjuk untuk menemukan adikku.

Dan mari berharap dia tidak memberontak atau paling tidak dia adalah seorang mortal sehingga aku masih memiliki kesempatan untuk mengatasinya jika dia memberontak nanti.

Tapi bagaimana jika orang ini adalah seorang Werewolf?

Atau seorang Rouge?

Aku langsung menggelengkan kepalaku dan mencoba berpikiran positif.

Dammit, Damon! Kamu adalah seorang Werewolf. Berhentilah menjadi seorang pengecut.

Aku mulai membuka pintu gudang ini. Terdengar bunyi besi berkarat yang menyebalkan ketika pintu itu digerakan.

Dan ketika aku masuk kedalam, aku langsung disambut dengan berbagi macam alat-alat perkakas yang ditempatkan di setiap dinding rak di ruangan ini.

Pandanganku mulai menjelajah sekeliling dan mencoba mencari keberadaan sosok manusia satupun. Sebelum mulai bergerak dengan mengendus-endus udara sekitar. Mencoba mencari jejak aroma rempah-rempah yang tampil kontras diantara bau besi berkarat dan oli bekas yang sangat dominan.

Pencahayaan tempat ini remang dan matahari yang sudah selesai terbenam juga tidak membantu keadaan. Tetapi aku dapat mengelola diriku untuk tidak menabrak sesuatu dan menciptakan keributan yang mencurigakan.

Aku dituntun melewati semacam lorong dengan berbagai jenis alat-alat perkakas yang menempel di kiri dan kanan rak-rak ini sampai aku tiba di ujungnya dengan sebuah pintu kayu yang menghubungkan ke sisi sebelah ruangan.

Tetapi belum juga tanganku menyentuh gagangnya, sebuah benda tumpul menumbuk keras tengkukku.

Aku langsung tersungkur ke depan dan mengerang kesakitan akibat serangan dadakan itu.

"Wow, hello lil' wolf. Apa kamu berfikir aku cukup bodoh untuk tidak menyadari keberadaan serigala kecil berkeliaran di rumahku, huh?"

Aku berusaha menolehkan kepala dan meskipun pandanganku seperti berkunang-kunang, aku masih dapat menemukan Jeremmy menyeringai sambil kedua tangan memegang tongkat baseball.

Aku menelan takutku dan panik mulai menguasi kepalaku. Sementara Jeremmy masih dengan seringai yang sama dan kali ini sebelah lengannya bersandar ke tongkat baseball yang ditancapkan di atas tanah sementara sebelah tangannya yang lain mulai bergerak mendekati wajahku.

Matanya memandang penasaran ketika meraih kacamataku yang retak.

"Hmm... sebuah barrier charm? Aku mengerti sekarang" ucapnya sebelum melempar benda itu ke arah lain.

"Well, aku rasa misi kali ini benar-benar mudah" Jeremmy kembali menyeringai sebelum dia berdiri tegak dan mulai mengambil ancang-ancang untuk mengayunkan tongkat pemukul itu.

Ada sekitar beberapa mili detik lagi sebelum tongkat milik Jeremmy bertemu wajahku jika saja aku tidak dengan sigap berguling ke samping.

Ini adalah sebuah keberuntungan namun aku tidak membuang waktu lainnya begitu terbebas dari serangan barusan. Aku langsung mencoba bangkit dan adrenalin memompaku untuk mendorong tubuhku untuk menubruk tubuh Jeremmy dan membuat pinggulnya bertemu rak-rak di dekatnya.

Semuanya terjadi begitu cepat sebelum Aku sadar tinjuku mulai melayang ke wajahnya. Jeremmy mengerang kesakitan sementara beberapa alat perkakas berjatuhan.

Aku berhasil mendaratkan tinjuku di beberapa tempat di wajah cowok itu namun Jeremmy cukup mampu untuk gantian mendorong tubuhku dan menabrak rak di belakang. Aku memekik kesakitan.

Tidak sampai disitu saja, Jeremmy kembali menarik tubuhku dan membuangnya ke tanah. Punggungku menempel di bidang keras itu sementara Jeremmy diatas mulai melancarkan serangan balasan.

Dia berhasil menyakiti pipi dan rahangku sebelum kedua tangannya mulai mencengkeram batang leherku. Aku mencoba memberontak bebas.

"Kamu pikir bisa mengalahkanku, lil wolf?!" Jeremmy mempererat cengkeramannya.

Aku tercekik dan terus berusaha untuk terlepas darinya. Sementara itu, aku dapat melihat pupil mata milik Jeremmy yang berubah gelap semua. Sudah ku duga dia bukan manusia biasa.

Aku mengabaikan hal itu dan mulai menancapkan kuku-kukuku di tangannya, namun cengkeramannya semakin menguat, Aku coba mengangkat sebelah tanganku ke wajahnya namun dia berhasil meninggikan kepalanya sebelum aku meraih matanya. Tanganku terjatuh lemah.

Aku mulai kehilangan kemampuanku untuk bernapas. Dan tenagaku melemah. Namun disaat itulah ujung mataku menangkap sebuah benda tumpul tergeletak dekat denganku. Sebuah tongkat baseball.

Aku langsung merenggangkan tanganku, mencoba meraihnya. Dan layaknya adegan klise dalam film-film thriller, jari-jariku harus bermain terlebih dahulu sebelum berhasil menggapai benda itu.

Dan dengan sisa-sisa tenaga, aku mengayunkan benda itu sebelum sedetik kemudian...

Bugh!

Tubuh Jeremmy ambruk menindihku. Tidak sadar.

Rupanya aku berhasil memukul kepala cowok sialan ini. Cukup keras.

Aku mengambil jeda sejenak untuk bernapas lega sebelum mendorong tubuh cowok cepak itu ke sebelah dan mulai bangkit berdiri.

Aku meringis perih dan berusaha mengembalikan keseimbanganku sebelum mulai mengambil langkah menuju pintu kayu di hadapanku.

Hal yang pertama kali aku lihat ketika pintu itu terbuka adalah sosok adikku terduduk lemah di atas bangku tua dengan mata terpejam, tangan dan kaki terikat dan mulut tersumbat. Aku langsung menghampirinya.

Maddy tersentak ketika tanganku menyentuh wajahnya. Melepaskan penutup mulutnya.

"Maddy, kau tidak apa-apa?" Tanyaku khawatir sambil membingkai wajahnya.

"Damon?" Maddy menatapku tak percaya.

"Iya ini aku. Tenanglah aku akan mengeluarkanmu dari sini" aku langsung berusaha melepaskan ikatan yang membelenggu pergerakan adikku.

Maddy langsung memelukku ketika ikatan yang menahannya terlepas semua. Aku balas memeluknya dan kami bertahan dengan posisi itu untuk sejenak.

"Bagaimana kau bisa menemukanku?"

"Aku ingat ucapanmu saat di kantin tentang kompleks ini dan mengikuti aromamu sampai di sini. Ayo, kita harus segera pergi dari sini"

Maddy menurut dan kami bergegas keluar dari ruangan ini.
Adikku sempat terkejut begitu mendapati tubuh Jeremmy terkapar di lantai. Tapi aku berhasil meyakinkan dia bahwa cowok itu hanya pingsan saja dan meraih sebelah tangannya untuk melanjutkan perjalanan.

Kami bergerak dengan gesit sampai menemukan pintu keluar.

"Siapa si Jeremmy ini sebenarnya?" Aku mulai bertanya ketika kami sudah keluar dari gudang itu.

"Aku tidak begitu yakin. Tapi aku merasa kalau Jeremmy ada hubungannya dengan para Rouge yang melintasi wilayah ini"

Mataku membulat dan menoleh ke arah adikku.

"Bagaimana kau mengetahuinya?"

Maddy belum sempat menjawab ketika suara mesin mobil terdengar berhenti di depan rumah disusul dengan suara langkah kaki dari beberapa orang.

kami terdiam dan saling berbagi tatapan gugup.

"Hey Jeremmy!" ucap seorang pria bersuara serak beberapa saat kemudian terdengar bersamaan dengan suara ketukan pintu.

Aku berada dalam mode panik ketika ujung mataku menangkap pemandangan hutan dibelakang kami.

"Lewat sini!" Usulku berbisik, menunjuk jalan masuk ke dalam hutan.

Maddy menurut dan kami langsung bergerak mengendap-endap untuk menghindari perhatian orang-orang di depan rumah.

Aku mengabaikan rasa nyeri yang sudah dari tadi mendera di sekujur tubuhku ketika bergerak terlalu banyak. Dan berusaha menyembunyikannya ketika Maddy mulai memandangiku khawatir.

Kami mulai berlari begitu masuk kedalam hutan yang gelap. Aku bergerak memimpin di depan karena aku sudah terbiasa berlari diantara pepohonan besar dan menggunakan seluruh indraku untuk menghindari diri dari menabraknya.

Ada sekitar lima belas menit kami bergerak cepat di dalam gelapnya hutan dan sudah cukup jauh juga masuk kedalamnya ketika Maddy memutuskan untuk memperlambat langkahnya.

Dan beberapa menit kemudian aku menghentikan langkahku ketika merasakan Maddy sudah tidak lagi mengikutiku. Aku berbalik dan menemukan dia sedang berdiri kaku dibelakangku.

"Ada apa?" Tanyaku sambil mendekat.

"Aku tidak bisa merasakannya" gumamnya.

Aku melihat adikku sedang memandang kosong ke bawah sebelum raut wajahnya berubah panik dan ketakutan. Peluh mengalir dari keningnya.

"Apa maksudmu, Maddy?" Aku mengerutkan dahi.

Dan Maddy mulai bergetar.

"A-aku sudah dari tadi berusaha melakukan kontak. Tapi tidak bisa. A-aku tidak bisa lagi merasakannya" adikku kemudian mengangkat wajahnya untuk menatapku, horor.

"Aku tidak bisa lagi merasakan serigalaku"

Mataku membulat.

Ini tidak mungkin. Namun reaksi adikku menunjukan sebaliknya. Tapi bagaimana bisa?

Aku dalam fase shock sejenak sebelum menemukan adikku yang mulai terisak.

Hal ini membuatku sadar dan langsung menarik tubuh adikku ke dalam pelukan.

"Hey hey, Maddy. It's okay. It's okay..." kataku mencoba menenangkannya. "I-itu mungkin hanya sementara. Yah itu hanya sementara"

"D-dia memberiku sesuatu. Dia m-memaksaku meminumnya" dia bergumam dengan wajah yang dibenamkan di pundakku.

"Tenanglah, Maddy. Itu tidak apa-apa. Kita akan segera mengetahuinya begitu tiba di rumah" aku meraih wajah adikku keluar dari pundakku. Lalu membingkainya dengan kedua tanganku sambil menatap kedua matanya yang berair.

"Tapi sebelum itu, kita harus kembali bergerak dulu, ok?" ucapku menambahkan.

Butuh beberapa saat sebelum akhirnya Maddy mengangguk.

"Good" aku mencoba tersenyum sebelum mengecup keningnya.

Aku kemudian kembali meraih sebelah tangannya dan mulai menuntunnya menyusuri hutan gelap ini.

Aku mengarahkan kami lebih ke timur berharap bisa keluar dari ujung lain hutan ini dan menemukan jalan raya sehingga kami bisa lebih mudah mencari pertolongan disana.

Ini akan lebih mudah jika aku tidak meninggalkan Handphoneku di dashboard mobil atau kemampuan shiftingku sudah sempurna. Karena dua hal itu yang sangat membantu sekarang. Alat komunikasi dan pertahanan diri.

Maddy kehilangan kemampuannya untuk berinteraksi dengan serigalanya adalah kabar yang mengejutkan tetapi untuk sekarang masalah utamanya adalah bagaimana kami bisa keluar dari sini dengan aman.

kami memiliki lima menit lainnya untuk menyusuri hutan ini sebelum indra pendengaranku menangkap bunyi jejak-jejak kaki dari kejauhan.

Aku melihat Maddy tegang dan menatapku gugup.

Aku tahu cepat atau lambat mereka akan menemukan kami. Aku tidak sempat menutupi jejak aroma kami dan sekarang mereka mengikutinya. Tapi aku masih punya rencana.

Atau semacam itu.

"Pergilah" Bisikku pada Maddy.

Adikku tersayang langsung menatapku seolah aku punya dua kepala.

"Tidak akan. Aku tidak mau meninggalkanmu" dia menggeleng protes.

"ini satu-satunya cara. Aku akan mengalihkan mereka sementara kau terus lanjut mencari bantuan"

"Bagaimana caranya?"

"Aku akan shifting dan berusaha membawa meraka menjauh darimu. Dad mengatakan hampir seluruh warrior pack sedang mencari kamu. Kamu hanya perlu mencari cara untuk mengontak mereka"

"Tapi kau kesulitan dalam melakukan shifting" ucap Maddy lebih ke pernyataan dari pada pertanyaan.

"Aku akan pikirkan caranya"

Maddy tampak ingin menolak namun pada akhirnya dia mengangguk ragu.

"Berhati-hatilah" ucapnya khawatir.

"Tenang saja. Orang-orang tahu bahwa aku hebat dalam berlari" responku sebelum berhenti bergerak dan membiarkan Maddy berlari sendirian.

Ketika aku mengatakan bahwa aku hebat dalam berlari, itu benar-benar serius. Ini mungkin satu-satunya hal hebat yang bisa aku lakukan. Tapi tetap saja, sebelum itu aku harus memikirkan cara untuk melakukan shifting secepatnya.

Aku sengaja berhenti berlari sehingga aku bisa lebih berkonsentrasi untuk melajukan proses transformasi. Tapi sampai lebih dari lima menit mencoba meraih Luna, aku tidak juga mendapat tanggapan. Dan aku terpaksa kembali berlari ketika suara-suara dari langkah itu mulai menampakkan sosoknya.

Aku bergerak ke arah berlawanan dari Maddy sesuai rencana sebelumnya sambil terus berusaha berkomunikasi dengan Serigalaku.

"Ayolah, Luna. Ini bukan saatnya kau untuk tuli"

Setelah menunggu beberapa menit. Aku masih juga belum menemukan jawabannya. Sementara orang-orang yang mengejarku sudah tampak berada beberapa meter dibelakangku.

Aku berhasil menggiring mereka mengikutiku dan dilihat dari keadaannya (atau kedengarannya lebih tepatnya. Karena aku menggunakan indra pendengaran), ada tiga orang yang mengikutiku (terdengar dari tiga jenis langkah kaki yang berbeda).

Aku mungkin saja memiliki kesempatan untuk kabur dari kejaran mereka jika tidak ada satupun dari orang-orang itu shifting. Tapi tentu saja itu tidak mungkin karena keberuntungan tidak bertahan lama untukku.

Tiba-tiba saja aku bisa merasakan sesuatu melilit kakiku. Membuatku tersungkur ke depan. Aku mengerang kesakitan sebelum beberapa saat kemudian lilitan di kakiku mulai menjalar ke seluruh tubuhku. Ini membuatku lumpuh sementara sesuatu yang melilitku itu mulai menarik tubuhku.

Aku diseret beberapa meter sebelum tubuhku terangkat dengan posisi jungkir balik. Kakiku tergantung di salah satu batang pohon sementara kepalaku berjarak beberapa meter dari tanah. Disinilah aku menyadari bahwa yang melilitku itu adalah sebuah rambatan dari akar-akar pohon sekitar.

"Dan lihat apa yang kita temukan"

Dan menyadari bahwa usahaku untuk kabur sia-sia.

Berasal dari kegelapan, aku mendapati tiga orang yang mengikutiku tadi.

Dari posisi terbalik seperti ini, aku berhasil mengenali salah satu diantara meraka adalah Jeremmy. Dengan wajahnya yang lebam, cowok itu muncul dengan seringai kemenangan.

"Apa kamu benar-benar berpikir kamu bisa kabur dari kami?" Ucapnya sekali lagi.

Aku memilih diam sambil berpikir mencari jalan keluar dari sini.

Jika hal itu ada.

Sementara itu dibelakang Jeremmy, dua orang yang ikut bersamanya mulai menampakkan tampangnya.
salah satu dari mereka adalah pria berkepala plontos dengan tubuh yang besar sementara temannya adalah cowok tinggi kurus dengan rambut poni hitam yang menutupi sebelah matanya dan telinga yang dipenuhi anting.

Aku menjerit kesakitan ketika tiba-tiba saja lilitan di tubuhku semakin keras.

"Hentikan itu, Jeremmy. Kita butuh dia hidup-hidup" aku mendengar si Pria berkepala plontos itu bicara.

"Aku tahu, tapi mereka tidak menyebutkan soal tulang yang patah. Aku ingin membalas perbuatan bajingan kecil ini" balas Jeremmy.

Aku bisa melihat bagaiman dia memainkan tangannya yang bercahaya sebelum lilitan itu kembali mengeras dan aku kembali menjerit kesakitan.

Kejadian ini terus terulang-ulang sampai aku yakin tulangku remuk semua. Sementara itu Jeremmy masih dengan mata gelapnya dan seringai kemenangannya. Cowok itu tampan begitu menikmati aku yang tersiksa seperti ini.

"Kau berurusan dengan orang yang salah, lil' wolf" kata cowok itu. Sementara dua temannya hanya diam saja dibelakangnya.

Aku harus menahan sakit itu selama lima menit selanjutnya sebelum Jeremmy puas menyiksaku. Aku kembali meringis kesakitan ketika tubuhku dengan kerasnya jatuh menyentuh tanah setelah lilitan yang membelenggu diriku akhirnya terlepas. Dua teman Jeremmy tadi langsung menghampiriku. Mereka tiba di kiri-kananku sebelum membopong tubuhku yang lemah.

"Cepatlah bergegas, guys. Kita tidak punya waktu seharian" perintah Jeremmy sebelum membalikan badannya dan bergerak memimpin perjalanan.

Belum ada lima langkah Jeremmy berpindah, sebuah batang kayu menghantam wajahnya dari balik pohon. Cowok itu langsung mengumpat sementara aku dikejutkan dengan kemunculan Maddy yang kembali mengharamkan batang kayu itu ke kepala Jeremmy.

Jeremmy langsung ambruk sementara Maddy kemudian mulai bergerak mendekatiku. Namun keburu dihadang oleh cowok beranting. Mereka saling berhadapan.

"Maddy, apa yang kamu lakukan disini?!" Aku mencoba memberontak tetapi pria plontos itu mampu mengunci kedua lenganku ke belakang.

"Aku akan menyelamatkanku" kata Maddy percaya diri sebelum mengayunkan batang kayu yang menjadi andalannya. Tapi cowok beranting itu dengan mudahnya menghindar dan sebelum adikku sadar sebuah tumbukan sudah mendarat di wajahnya.

"Maddy!!" Aku berteriak sementara tubuh adikku terlempar kebelakang. Aku bisa mendengar dia merintih perih.

Aku kembali memberontak namun pria plontos dibelakangku makin mempererat kunciannya membuatku meringis sakit.

"Maddy!!" Aku kembali berteriak putus asah.

Aku tidak tahu apa yang gadis itu pikirkan, aku sudah jelas sekali untuk menyuruhnya pergi. Tapi kenapa dia kembali? Maddy tahu betul hal ini berbahaya.

Dia bahkan tidak bisa melakukan kontak dengan serigalanya!

Aku tahu bahwa
Maddy tahu caranya membela diri. Tapi dalam kondisi sekarang dia dikategorikan sebagai manusia biasa sedangkan lawannya bukan.

Maddy masih berusaha melawan. Dia bangkit dan kembali mengayunkan senjatanya namun sekali lagi cowok beranting itu dengan mudahnya menghindar. Tapi kali ini adikku sudah sedikit belajar dan mampu menghidari pukulan cowok itu dan sekali lagi mengayunkan batang kayu itu ke atas yang akhirnya mampu mendarat di dagu lawannya. Dia meringis kesakitan sambil termundur beberapa langkah.

Akan tetapi cowok itu pulih dengan cepatnya dan dengan sekejap sebuah tendangan meluncur ke arah adikku. Dan aku menyaksikan bagaimana Maddy dengan gesitnya melakukan putaran 360 derajat sambil mengayunkan batang kayu tersebut dalam kekuatan penuh dengan  belakang kepala cowok itu sebagai target utamanya. Dan...

.
.
.

Tidak ada yang terjadi.

Mataku jatuh pada lilitan akar pohon yang telah melilit kedua tangan Maddy yang tinggal sedikit lagi menghantamkan batang kayunya ke kepala cowok beranting itu. Semuanya terhenti dan menjadi sunyi ketika teriakan Jeremmy menggema di tengah hutan yang gelap ini.

"DASAR KAU JALANG KECIL!!"

Aku mengamati cowok itu yang mencoba berdiri tegak. Terdapat darah segar mengalir dari keningnya yang berhasil menutupi sebagian besar wajah Jeremmy. Dan dengan mata yang gelap itu, aku menemukan cowok itu terlihat seperti monster yang sesungguhnya.

"Aku seharusnya membunuhmu ketika masih memiliki kesempatan" ucapnya dingin sebelum memainkan tangannya yang bercahaya.

Dan dengan itu, aku bisa melihat bagaimana sebuah akar pohon kembali meluncur menuju Maddy sebelum akhirnya melilit perut adikku itu.

Semuanya terasa melambat ketika mata coklat Maddy menangkapku.

"Damon..." ucapnya sebelum menjerit ketika tubuhnya ditarik dengan kacangnya.

Aku mengalami satu detik terlamaku yang lainnya ketika menyaksikan bagaiman tubuh Maddy dipancing kebelakang sebelum diayunkan kembali ke depan yang hanya untuk dihentikan oleh batang kokoh dari pepohonan sekitar. Aku kemudian menemukan adikku jatuh terguling diatas tanah.

Mataku membulat sebelum refleks menghantarkan kepalaku ke kepala pria plontos dibelakangku. Dan saat merasakan kuncian tanganku yang sedikit melonggar, aku langsung menghempaskannya bebas sebelum mengambil beberapa langkah untuk menendang selangkangan pria itu tadi.

Aku mengabaikan umpatan kesakitannya dan juga rasa nyeri di belakang kepalaku serta di sekujur tubuhku sebelum berlari pincang ke arah tubuh Maddy yang tergeletak tak berdaya.

"M-maddy" aku langsung merunduk dan meraih tubuhnya.

Tidak ada respon ketika aku coba membangunkannya. Dan disitulah aku sadar ketika merasakan sesuatu yang cair membasahi tanganku yang memegangi kepalanya. Dan ketika aku melihatnya, Aku menepati darah. Banyak sekali darah.

Tidak. Ini tidak mungkin

Tanganku gemetar sementara Air mata mengancam keluar. Nafasku sesak sementara tubuh Maddy terbaring kaku dipangkuanku.

"M-maddy?" Aku hanya mampu mengeluarkan bisikan.

Mereka menyakiti Maddy

Pikiran itu muncul dikepalaku.

Mereka menyakiti adik kecilmu

Aku mengangkat kepala dan memandangi tiga orang yang menjadi penyebab semua ini.

Aku bisa merasakan panas di tubuhku. Amarah yang terbakar. Semua anggota tubuhku menegang.

"Kalian menyakiti adik kecilku" aku menggeram.

Dan saat itulah semuanya menjadi gelap.

~*~


Semua terdengar jauh.

Suara-suara itu seperti berasal dari ribuan mil jauhnya. Sehingga aku hanya mampu mendengarkan sebagai bisikan.

Aku menemukan diriku sedang berada di kegelapan. Dikelilingi kehampaan dan hanya ditemani oleh suara-suara itu yang makin kesini makin jelas.

Telingaku dapat menangkap suara teriakan. Telingaku juga dapat menangkap suara tangisan kesakitan.

Rasa takut terdengar kental di dalamnya. Dan banyak sekali bunyi benda berpatahan dan cairan berhamburan yang membuat perutku mual.

Aku berdiri disana kebingunan dengan rasa panik yang memuncak. Aku coba mencari jalan keluar tetapi aku tidak bisa menemukannya. Dan suara-suara itu semakin jelas.

Aku langsung menutupi telingaku. Mencoba untuk memblokir semuanya. Aku tidak menyukainya. Mereka terdengar seperti tersiksa. Aku ingin semuanya berhenti.

"Berhenti" rintihku. Namun suara-suara itu semakin keras.

"Berhenti!" Pintaku. Namun suara-suara itu semakin jelas.

"BERHENTI!" Teriakku. Dan akhirnya aku mendapatkan keheningan.

Aku berhenti menutup telinga ketika tidak ada lagi mendengar suara-suara. Kegelapan yang mengelilingiku terasa mati. Aku mencoba untuk tenang saat semuanya menjadi normal.

Namun saat itulah aku mendengar gema sebuah aungan sebelum sesaat kemudian aku kembali ke tengah hutan.

Dan hal pertama yang aku dapat adalah diriku yang dalam posisi duduk, telanjang, dan  penuh dengan cairan bewarna merah.

Tubuhku bergetar dan nafasku berat.  Aku termegap dan tak mampu menghentikan tangisku ketika mendapati tempat ini menjadi ladang pembantaian. Potongan daging berserakan dan darah berhamburan. 

Semuanya menjadi mencekam saat mataku jatuh pada tubuh Jeremmy dan teman-temannya. Atau apapun yang tersisa dari mereka.

Aku yang melakukannya

Air mataku kembali jatuh.

Aku yang membunuh mereka semua

Tubuhku benar-benar bergetar dan aku tidak bisa menghentikan isakanku.

Aku seorang monster

Dan tiba-tiba saja sesuatu jatuh dari langit.

Aku hanya mampu mengamati sepasang sayap putih yang terbuka lebar sebelum mendengar sebuah suara  memanggil namaku.

"Damon"

Dan untuk kedua kalinya semua menjadi gelap.

Namun kali ini, aku black out.

____________________________________
____________________________________
____________________________________
____________________________________
Pict: Damon Blake

(A/N): and Shit is getting real....

holla everyone! Kalian pasti terkejut dengan cepatnya aku update. But the only reason kenapa ini bisa cepat karena aku sudah menyelesaikan 50% chapter ini ketika memulai chapter sebelumnya. Like i said before, chapter kemarin itu sebenarnya tidak pernah direncanakan tapi setelah membaca salah satu komentar dari kalian, tiba-tiba saja aku jadi terinspirasi dan itu salah satu alasan kenapa lamanya updatean ku sebelumnya. Dan ini artinya, chapter selanjutnya tidak akan secepat ini.

Anyway. Aku sudah berjanji untuk memberikan dedikasi buat para pembaca dengan komentar yang menarik. But sampai saat ini aku tidak bisa mengakses satupun  komputer/laptop tanpa perang darah dengan adik-adikku sebelumnya. (Punyaku rusak, itulah alasan kenapa aku menulis lewat hp). Dan jarak warnet terdekat ada di dua kompleks dari rumahku. Dan aku terlalu malas untuk kesana. Hell, the only reason aku keluar rumah adalah pokemon go! Tapi aku akan tetap melaksanakan janjiku setelah menemukan caranya.

Btw, bagaimana menurut kalian chapter ini?

Vote & comment jika kalian menyukainya.

Aku berusaha keras untuk membuat scene terkahir less gory. Tapi semenjak aku adalah penggemar berat The Walking Dead, so you know where i came from. Lagi pula scene terakhir itu adalah maksud dari judul chapter ini. Aku ingin menunjukkan sisi gelap Damon. Dan sedikit petunjuk dengan apa yang akan terjadi kedepannya.

Finally, Thank you for reading, voting, and commenting my book. Kalian tidak tahu  Ini sangat berarti untukku.

#funfact: Chapter ini sebenarnya aku rencanakan rilis minggu depan agar aku punya start yang bagus untuk chapter selanjutnya. Namun setelah melihat bahwa I am The Luna berada di peringkat #37 kategori Werewolf, aku jadi tidak sabar untuk merilis chapter ini lebih awal dari biasanya (anggap ini sebagai hadiah karena  aku lagi senang-senangnya)

Once again thank you so much guys...

I Love U

(P.S: seperti biasa jika kalian menemukan typo atau error apa pun yang cukup menggangu, tolong beri tahukan. Dan jika kalian punya rekomendasi cerita yang menurut kalian sangat luar biasa bagusnya, tolong komen disini. Aku kehabisan bahan bacaan sekarang. Dan aku akan memberikan dedikasi untuk chapter selanjutnya kepada siapapun yang bisa menemukan  Justin Bieber's reference dari chapter ini. Ok bye!)

edit : didekasikan buat  karena komennya bikin mood aku naik lagi....

Continue Reading

You'll Also Like

805K 60.5K 57
"Werewolf lemah! Tak berguna! Kau seharusnya tidak lahir ke dunia ini!" Aku sering mendengar kalimat itu tertuju untukku. Menyakitkan memang, tapi it...
36.3K 2.6K 111
A love story between lion and wolf.
649K 57.5K 91
Rate 18+!!! Bagaimana perasaan mu dikejar-kejar oleh pria-pria aneh dan bertemu dengan pria tampan yang ternyata bukan lah manusia. Dan tinggal dirum...
95.3K 18.1K 31
⚠️Boys Love Mac, Seorang Manusia serigala dengan gelar Alpha yang keluar dari dunianya dan bertemu manusia, seorang pria manis dengan mata sipit, hid...