I'm Yours

By putrilagilagi

24.7M 846K 54.7K

Letta sangat membenci Aldi, cowok mesum, manipulative, dan sok keren di sekolah, yang jelas bukan tipikal cow... More

Satu (baca note paling atas ya)
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua belas
Tiga belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan belas
Sembilan belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Empat
Dua puluh Lima
Dua Puluh Enam
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan
Dua Puluh Sembilan
Tiga Puluh
Tiga Puluh Satu
Tiga Puluh Dua
Tiga Puluh Tiga
Tiga Puluh Empat
Tiga Puluh Lima
Tiga Puluh Enam
Tiga Puluh Tujuh
Tiga Puluh Delapan
Tiga Puluh Sembilan
Empat Puluh
Empat Puluh Satu
Empat Puluh Dua
Empat Puluh Tiga
Empat Puluh Empat
Empat Puluh Lima
Empat Puluh Enam
Empat Puluh Tujuh
Empat Puluh Delapan

Dua Puluh Tiga

398K 19.1K 2.1K
By putrilagilagi

Sepulang sekolah, Aldi langsung mengungsi ke apartemen Radit. Memaksa ketiga sahabatnya untuk ikut dengannya. Masa bodoh dengan Vino yang ada janji menemani Kezia ke mal. Masa bodoh dengan rencana Andre ke dokter hewan karena Molly sakit. Masa bodoh juga dengan Radit yang harus menunda pekerjaannya demi menemani sahabatnya yang sedang galau ini.

Vino memperhatikan sekeliling. Baru ditinggal ke kamar mandi sebentar, segala macam makanan ringan, minuman bersoda, dan bantal kecil semua berserakan di atas karpet bulu berwarna merah yang mereka duduk sekarang ini. Vino memilih duduk di sebelah Radit sembari menyandar pada tempat tidur Radit yang ada tepat di belakangnya.

Radit menghela napas jengkel melihat Aldi yang terus-menerus meneguk minuman soda dengan shot glass, seolah-olah minuman itu adalah sejenis bir.

Radit menyenggol bahu Vino. "Eh, Vin. Jangan-jangan si Aldi gila, otaknya geser kali ya gara-gara ditampar Letta. Tuh, liat! Shot glass gue dipake buat minum Coca-Cola, anjir," bisiknya.

"Udah biarin aja. Orang patah hati mah dunianya beda ama kita," ujar Vino. Beberapa detik kemudian handphone-nya berdering.

Kezia is calling...

"Bini gue nelepon," ujar Vino lalu pindah ke atas, merebahkan dirinya pada ranjang empuk milik Radit, lalu sibuk sendiri dengan handphone-nya, merayu Kezia yang sekarang sedang ngambek karena acara kencan mereka gagal total karena ulah Aldi. Eh, ulah Letta dong! Kalau Letta nggak nolak Aldi, Aldi nggak bakal galau-galauan gini dan maksa gue buat nemenin dia di sini, pikir Vino kritis.

Awalnya mereka bertiga heran melihat Aldi lebih memilih minuman soda itu ketimbang Red Label, Bacardi, Martini, ataupun Jackdaniels di etalase minuman milik Radit. Sampai tiba-tiba Aldi berkata, "Gue mau berubah buat Letta. Letta gadis baik, pasangannya cowok baik-baik juga."

Sadis! pikir Andre. Cinta dapat mengubah hidup dan pandangan seseorang dalam seketika.

"Sumpah gue nggak nyangka respons Letta bakal seanarkis itu. Seharusnya 'kan dia meluk gue kayak yang Kezia lakuin ke Vino waktu itu," rengek Aldi. Bibirnya mengerucut, sedang kedua alisnya hampir tertaut.

"Lo sih kagak kreatif amat pake nyontek caranya si Vino. Sabar ya, Nyet. Mungkin lo lagi kena azab dari yang mahakuasa," ejek Andre sok prihatin dengan muka sok sedih yang dibuat-buatnya.

Kalau bukan temannya, rasanya Aldi ingin sekali menendang muka imut Andre itu hingga terpental.

"Kan udah gue bilang! Cara semacam itu nggak akan mempan buat cewek kayak Letta. Lo sih nekat! Oon dasar!" timpal Radit.

"Gue pikir Letta bisa luluh. Mana gue tahu kalau dia bakal nampar gue kayak tadi."

"Si bego," ejek Andre.

"Cot!" Aldi melotot ke arahnya.

"Eh, eh! Cewek kalo lagi ngambek diapain ya?" sela Vino sambil tangan kirinya menjauhkan handphone yang ada di genggamannya, takut Kezia mendengarkan.

"Putusin aja. Kalau nggak bahagia mah lepasin!" celetuk Radit asal. Vino mengernyit.

"Idih, dasar sarap! Susah emang kalo nanya sama orang yang anti banget sama status," sindir Vino, lalu memeletkan lidahnya. Radit berdecak, memutar bola matanya sebal.

"VINO, KAMU DENGERIN AKU NGGAK SIH?!!!!!" teriak Kezia. Mahadahsyat, suaranya jelas sekali terdengar oleh mereka padahal Vino sedang tidak mengaktifkan loudspeaker-nya.

"Eh, gila! Itu mulut apa speaker buat dangdutan?" celetuk Andre.

"SIAPA TUH YANG NGOMONG?" tanya Kezia menggertak.

"Vino, Kez," teriak Andre.

"Si Monyet! Lempar batu sembunyi tangan." Vino memiting sembari menjitak kepala Andre gemas. Saat Vino lengah, Andre mengambil handphone-nya yang kini tergeletak di karpet.

"Kezia, tolong! Gue dianiaya sama Vino. Ini KDRT. Please, hentikan semua ini! Aku tak sanggup!" ujar Andre dramatis. Vino melotot lantas mengambil handphone-nya dari genggaman Andre.

"Beb, sumpah tadi yang ngomong si Andre," ujar Vino seraya melangkah ke arah balkon.

"Prihatin gue ngeliat lo berdua," ujar Radit sebelum akhirnya merebahkan tubuhnya di karpet berbulu halus itu.

"Siapa?" tanya Aldi.

"Elo sama Vino-lah. Ngurusin satu cewek aja ribet banget."

"Lo belom aja ngerasain, Dit. Nanti juga tiba saatnya, di mana lo ngerasain kayak apa yang gue sama Vino rasain," ujar Aldi. Radit bergidik ngeri. Seumur-umur ia tidak pernah membayangkan akan jatuh dan terikat pada satu makhluk menyebalkan bernama wanita.

"Ih, jangan sampe deh! Sampai sekarang aja gue nggak ngerti jalan pikiran cewek. Kezia yang suka ngambekin Vino gara-gara hal sepelelah, Letta yang tiba-tiba nampar Aldi-lah, dan cewek-cewek lainnya yang hobi banget belanja baju padahal udah nggak ada celah lagi di lemari bajunya. Semua perilaku aneh mereka tuh nggak ada yang gue ngerti," ujar Radit.

"Cewek emang begitu, sulit tapi ingin dimengerti," celetuk Andre. Keduanya mengangguk setuju pada pemikiran Andre barusan.

"Tapi ya, Ndre, Letta tuh emang udah keterlaluan. Gue udah kepalang kesel lihat kelakuan Letta tadi. Kalau gue jadi lo mah mending gue jauhin. Apa-apaan cewek kayak begitu. Nggak tahu diri banget. Nggak bisa ngehargain usaha orang lain. Masih untung ada yang mau sama dia. Kalau nggak bahagia mah lepasin," ujar Radit kesal, mengulangi kata keramat yang selalu ada di benaknya, 'Kalau nggak bahagia mah lepasin!' Andre melotot, mengisyaratkam Radit untuk diam. Radit yang tak terima langsung berdecak sebal, lalu membuang muka menatap televisi yang sedari tadi menonton mereka.

"Pasti ada alasan yang logis kenapa Letta ngelakuin itu, Di," ujar Andre. Aldi tertunduk sejenak. Tiba-tiba ingatannya kembali ke saat di mana Letta melemparkan bom ke arahnya.

Salah rasanya jika gue memulai hubungan baru dengan perasaan kayak gini. Dan kalaupun gue mau, itu pun bukan sama lo. Karena apa? Kelakuan lo sama Raka itu sebelas dua belas!

"Karena gue sebelas dua belas sama Raka," lirih Aldi. Andre menatap Aldi lekat. Wajahnya sendu dengan mata yang jelas mengisyaratkan jika cowok di hadapannya sangat terluka.

"Emang gue seberengsek itu?" tanya Aldi.

Andre terdiam sebelum akhirnya menjawab, "Bisa dibilang begitu." Jawaban Andre yang sangat jujur membuat hati Aldi makin mencelos. Bahkan Radit sampai mengalihkan pandangannya menatap aneh ke arah Andre.

"Tadinya. Sekarang lihat diri lo! Bahkan setelah kenal Letta, gue nggak pernah tuh liat lo main cewek lagi," lanjutnya.

Aldi terpaku menyadari satu hal. Ternyata selama ini gue nggak sadar, sudah sejak awal gue jatuh cinta sama lo, Let.

"Tapi itu semua nggak akan ngerubah pandangan dia terhadap gue," ujar Aldi lesu.

"Jangan nyerah, Di. Semua yang udah lo lakuin, yang udah lo usahain, yang udah lo perjuangin mati-matian, pasti suatu saat bakal terbayar." Andre menepuk bahunya, memberi dorongan semangat kepada sahabatnya itu.

***

Tok! Tok! Tok! Tok!

Sudah satu jam suara ketukan itu mengganggunya. Satu-satunya alasan mengapa Letta kini menenggelamkan kepalanya di balik bantal pink Hello Kitty kesayangannya.

"Gue nggak akan bukain pintunya. Percuma. Pergi sana!" teriak Letta.

"Oke," ucap Aldi di seberang sana.

Setelah itu hening. Cukup lama, hingga Letta menyimpulkan bahwa Aldi sudah menyerah dan pergi dari sana. Ia lalu menelungkup, masih dengan posisi kepalanya yang berada di bawah bantal. Rasanya nyaman mengingat tak ada lagi yang mencoba mengganggunya. Letta benar-benar butuh sendiri saat ini. Sejak tadi orang-orang hanya datang untuk mengganggunya. Mereka semua nggak ngerti!

batin Letta.

Brakkk!

Letta hampir melompat hingga membuatnya terduduk begitu mendengar suara keras itu. Ada teroris dateng ke rumah gue? pikirnya.

"Hai, cantik!" sapa Aldi. Cowok itu kini bersandar pada pintu kamar yang baru saja ia dobrak. Letta mendengus kesal melihat tingkah Aldi yang seenak jidat itu.

"Gue pikir tamparan gue tadi itu bisa bikin lo ngejauhin gue," ujar Letta.

"Lo salah besar. Itu semua nggak akan buat gue menyerah, Let. Nggak akan, karena rasa cinta gue lebih kuat dari tamparan lo tadi siang," ujar Aldi. Entah kenapa saat ini Letta melihat keteduhan di matanya saat Aldi mengatakan hal itu.

"Astagaaaa. Gue harus kayak gimana lagi sih biar lo ngerti?!" Letta mengacak-ngacak rambutnya gusar. Aldi hanya tersenyum memperhatikan sambil berjalan mendekatinya dan duduk di pinggiran ranjang pink itu.

"Lo cukup ngasih gue kesempatan buat perbaikin hati lo," kata Aldi tenang. Letta gemas jika Aldi mulai sok romantis macam ini. Bukannya ia tak suka, tapi aura di sekitar mereka jadi mendadak berubah, menjadi kikuk dan membuat Letta mati gaya. Saat ini saja Letta bingung membalas ucapan Aldi.

"Let, gue nggak pernah ngerasa senyaman ini sama cewek. Bahkan lebih nyaman dibanding saat gue sama Karin. Tahu nggak? Lo udah menarik gue sejak obrolan pertama kita." Aldi memecah keheningan dan berhasil membawa Letta pada saat-saat awal mereka. Memang bukan first impression yang bagus, tapi sukses menjadi sebuah peristiwa yang mungkin tak akan pernah dilupakannya seumur hidup. Tunggu! Kalau enggak salah tadi Aldi nyebut nama orang. Siapa ya? Hmm ah! Karin! Karin?

"Karin?" lirih Letta.

"Cinta pertama gue," jawab Aldi. "Cinta pertama Raka juga," tambahnya. "Dia cewek yang lo liat di apartemen Raka beberapa hari yang lalu."

Letta tersadar akan satu hal. Sedikit banyak ia mulai mengerti permasalah yang terjadi antara Raka dan Aldi.

Aldi meraih tangan Letta. Kepalanya menerawang menghadap langit-langit kamar, menatap tempelan bulan sabit dan bintang glow in the dark di atas sana. Tak lama. Lalu pandangannya teralih lagi ke wajah Letta.

"Let, sejak awal lo pacaran sama Raka, gue nggak suka. Ada perasaan risih setiap gue ngeliat kalian. Tadinya gue pikir semua itu karena gue masih dendam sama Raka karena dia ngerebut Karin dari gue, dan dengan gampangnya dia ngelupain Karin gitu aja. Tapi setelah ngelihat Raka jalan bareng Karin waktu itu, perasaan gue biasa aja. Gue baru sadar ternyata selama ini elo yang jadi penyebabnya.

"Dan sadar nggak sadar, selama ini gue selalu ada di sebelah lo saat hal-hal buruk nimpa lo. Entah lo sadar hal itu apa enggak."

Letta hanya diam mendengarkan. Tapi jauh di lubuk hati yang terdalam, ia membenarkan hal itu. Ia jadi menyesal menampar Aldi tadi siang.

"Lucu yaa. Dulu gue sempet mikir tunangan sama lo itu sebuah bencana. Tapi sekarang, itu adalah hal yang paling gue syukuri, karena dengan begitu lo nggak bisa ke mana-mana lagi." Genggaman Aldi makin erat di tangannya, tapi tak sampai menyakitinya. Aldi hanya ingin menekankan sesuatu.

"Jangan lari lagi, Let. Karena gue juga gak akan berhenti ngejar lo. Dan kalau lo udah mulai capek, lo bisa berhenti sejenak. Kita akhiri permainan kejar-kejaran ini." Aldi tersenyum, lalu melepaskan genggaman tangannya. Tadi itu adalah monolog terpanjang yang pernah ia ucapkan.

"Tidur ya. Udah malam." Aldi mengusap puncak kepala Letta sebelum akhirnya meninggalkan gadis itu sendirian.

Letta kini termenung. Ucapan Aldi terlalu nyata membekas di pikirannya. Membuatnya mengingat segala hal yang pernah mereka lalui. Tapi itu tak menjadi alasan untuk Letta menerima Aldi. Nggak semudah itu mengingat Aldi pun punya potensi membuatnya patah hati lagi.

Di, lo emang nggak pernah sadar seberapa bahayanya jatuh cinta sama orang sejenis lo, batin Letta.

***

Sejak beberapa hari ini ada yang kurang di hidupnya. Ya, gadis yang selalu duduk di pinggir lapangan, menontonnya dan terus melemparkan senyum ke arahnya. Sungguh! Raka merindukan gadis itu. Gadis yang kini tidak pernah muncul lagi di depan pintu kelasnya. Gadis yang tak pernah lagi merengek memaksanya untuk memasak sepulang sekolah. Gadis manis itu kini sudah menghilang dari peredarannya.

Setelah latihan basketnya selesai, Raka duduk di tempat biasa Letta duduk saat menunggunya selesai latihan. Tidak sendiri, ada Kevin di sebelahnya.

"Vin, kok sekarang gue nyesel ya putus sama Letta? Gue nggak bisa berenti mikirin dia," katanya. Kevin hampir saja tersedak air mineral yang sedang diteguknya.

"Uhuukkk...." Sial! Nih orang ngoceh nggak liat sikon banget, batin Kevin.

"Lah terus, cewek yang di apartemen lo gimana?" tanya Kevin sambil menyeka air di sela bibir dan dagu dengan tangannya. Raka mengangkat bahunya. Dia juga bingung jika ditanya seperti itu. Karin adalah masa lalu yang amat sulit dilupakannya, bahkan ketika ia bersama Letta. Tapi kepergian Letta membuatnya merasa seperti ada yang hilang dari hidupnya. Raka jadi tak mengerti siapa yang sebenarnya ia cintai.

"Mungkin lo butuh berdamai sama Letta. Lo bisa manfaatin keadaan karena Aldi udah nggak sama Letta lagi akhir-akhir ini," ujar Kevin. Ini ada benarnya juga menurut Raka.

Jika kemarin ada Aldi yang menghalanginya, sekarang sudah tak ada lagi. Raka jadi tersenyum sendiri mengingat kejadian tiga hari yang lalu, saat Letta menampar Aldi di depan orang banyak. Sepertinya itu pukulan telak untuk Aldi.

"Okay! Gue bakal coba. Mungkin dengan begitu bakal jelas gimana perasaan gue sebenarnya," ujar Raka yakin.

Continue Reading

You'll Also Like

413K 5K 10
"Because man and desire can't be separated." ๐Ÿ”žMature content, harap bijak. Buku ini berisi banyak cerita. Setiap ceritanya terdiri dari 2-4 bab. Hap...
4.9M 182K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
381K 43.8K 43
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
1.6M 76.8K 53
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...