Don't Make Me Let You Go

ScarlettDeanna

550K 22.2K 1.5K

Caitlyn Hunter sudah tahu perasaannya pada Conrad Shelton, sahabatnya sendiri tidak akan pernah terbalas. Ia... Еще

Don't Make Me Let You Go - Chapter One
Don't Make Me Let You Go - Chapter Two
Don't Make Me Let You Go - Chapter Three
Don't Make Me Let You Go - Chapter Four
Don't Make Me Let You Go - Chapter Five
Don't Make Me Let You Go - Chapter Six
Don't Make Me Let You Go - Chapter Seven
Don't Make Me Let You Go - Chapter Eight
Don't Make Me Let You Go - Chapter Nine
Don't Make Me Let You Go - Chapter Ten
Don't Make Me Let You Go - Chapter Eleven
Don't Make Me Let You Go - Chapter Twelve
Don't Make Me Let You Go - Chapter Thirteen
Don't Make Me Let You Go - Chapter Fourteen
Don't Make Me Let You Go - Chapter Fifteen
Don't Make Me Let You Go - Chapter Sixteen
Don't Make Me Let You Go - Chapter Seventeen

Don't Make Me Let You Go - Chapter Eighteen

29.6K 1.6K 364
ScarlettDeanna


Don't Make Me Let You Go - Chapter Eighteen


Mom menatapku dan Drake secara bergantian. Aku bisa merasakan otaknya sedang bekerja, memperkirakan sesuatu, dan aku takut untuk mencari tahu. Entah apa yang ia lihat sekarang. Anak kandung dan anak tirinya yang tidak pernah terlihat akur tiba-tiba berada di satu ruangan yang sama. Rambutku berantakan, wajahku juga pasti terlihat kacau. Posisi Drake yang berdiri di belakangku juga sama sekali tidak membantu. Aku merasakan firasat yang sangat buruk ketika melihat ibuku mengernyit.

"Aku mendengar suara teriakan dari luar. Apa kalian bertengkar lagi?" tanya Mom sambil melipat lengan di depan dada. Matanya menyipit. "Apa yang kalian lakukan?"

"A-aku..."

"Kami baik-baik saja. Hanya berbeda pendapat mengenai sebuah film," potong Drake. Aku berbalik dan melihatnya menyunggingkan senyum terbaiknya pada Mom. Aku tahu senyum itu. Senyum terkutuk itu selalu berhasil membuatnya mendapatkan apapun yang ia inginkan.

Mom balas tersenyum. Rupanya tidak imun. Tatapannya pada Drake seketika melembut dan aku yakin ia akan mempercayai apapun omong kosong yang Drake katakan selanjutnya. "Apa yang kalian tonton?" tanya Mom. Ia menurunkan tangannya dari dada dan tertawa pelan. "Oh, biarkan aku menebak. Pasti sejenis film horor? Kau tahu Caitlyn sama sekali tidak menyukai genre film seperti itu."

Drake menyeringai. "Aku tahu. Karena itu aku memilihnya."

Pria brengsek. Aku menatapnya, masih marah. Situasi ini sama sekali tidak membantu perasaanku

Aku merasakan tangan Drake di bahuku. Ia meremasnya pelan, memberikan rasa panas di daerah yang ia sentuh. "Ada apa, Jesse?" tanyanya.

"Oh, aku hampir lupa," kata Mom. "Tadinya aku ingin memberitahu Caitlyn terlebih dahulu, tapi karena Drake sudah ada disini...," Mom menatap Drake dengan gugup. Lalu pada tangan Drake di bahuku. Ia mengelus perutnya yang rata, tampak tak yakin.

"Aku akan pergi kalau kau menginginkannya," kata Drake mengerti. Satu hal yang kusadari dan kuhargai tentangnya: sejak dulu ia tidak pernah kasar pada ibuku.

"Tidak, tidak apa-apa. Begini...," Mom terus mengelus perutnya dan entah kenapa aku firasat burukku belum lenyap. Ia tersenyum. Binar di mata birunya. "Caitlyn, Drake, kalian akan memiliki adik."

Aku terkesiap.

Sentuhan tangan Drake di bahuku tiba-tiba menghilang.

Tiba-tiba ia berjalan pergi meninggalkanku dan Mom. Tidak ada kata selamat dari bibirnya dan Mom terlihat takut dengan reaksi Drake. Setelah sekian lama, ibuku masih berjuang untuk dapat diterima. Selalu khawatir akan pendapat orang lain tentangnya. Aku meyakinkan ibuku bahwa semuanya akan baik-baik saja. Mengatakan bahwa Drake hanya terkejut meski aku tidak tahu apa yang Drake pikirkan sekarang.

Kekhawatiranku sekarang tertuju pada ibuku yang pucat. "Mom, berjanjilah padaku kau tidak akan meminum pil tidur lagi."

Jika mungkin, wajah ibuku semakin memucat. "Aku tidak—" ia berhenti. Air mata tergenang di matanya. Ia berhenti mengelus perutnya. "Tidak lagi setelah aku mengetahuinya."

Aku salah memilih kata. Ia merasa gagal karena tahu aku mengetahui rahasianya, namun aku tetap harus mengatakannya, demi jiwa yang ada dalam kandungannya.

"Mom, kenapa kau memakan banyak sekali pil?"

"Aku merindukan Fernando. Aku tidak bisa tidur. Kenapa ayahmu pergi begitu cepat dariku?"

"Maafkan aku, Caitlyn," bisik Mom ketika kenangan itu kembali, menyadarkanku dengan kenyataan bahwa Ibuku memiliki adiksi.

Alasan aku tidak bisa meninggalkannya sendiri.

Aku mengangguk. Kemudian bergerak untuk memeluk ibuku.

Dengan susah payah menyingkirkan memori masa kecilku.



-



Lewat tengah malam, Drake masih belum pulang.

Aku mengirim tiga pesan ke nomor Drake yang diberikan ibuku, dan sekarang aku tidur di atas ranjangku, menatap atap kamar, dengan susah payah melawan keinginanku untuk mengirim pesan yang keempat.

Tiga pesan berarti putus asa.

Yang keempat sama saja dengan menyedihkan.

Aku harap ia membalas pesanku. Atau menelepon. Atau apapun. Aku benci dengan kekhawatiran yang kurasakan sekarang. Aku hanya ingin mengetahui bahwa ia baik-baik saja.

Pada akhirnya aku memutuskan untuk menelepon Drake. Usahaku yang pertama berakhir pada kotak suara. Aku mencoba lagi, berharap kali ini ia mengangkatnya. Setelah beberapa saat menunggu, harapanku terkabul. "Drake?" panggilku pelan saat akhirnya teleponku tersambung.

Namun, bukan suara pria yang kuharapkan yang terdengar.

"Siapa ini?"

Aku terkejut ketika mendengar suara perempuan di telingaku. Apa Mom salah memberikan nomor?

"Sial, Griselda, apa aku memberimu ijin untuk mengangkat ponselku?" suara samar Drake dari seberang telepon menjawab pertanyaanku. Tidak, Mom tidak salah.

Griselda.

Bukannya segera menutup telepon, aku malah terdiam seperti orang bodoh. Dari seberang telepon aku mendengar suara gerakan, pertengkaran, kemudian diakhiri dengan suara pintu yang dibanting dengan keras. Aku tidak tahu apa yang terjadi dan aku tidak mengerti. Ini tidak adil. Sepanjang hari aku memikirkannya, berusaha meyakinkan diriku sendiri bahwa ia baik-baik saja, namun kenyataannya apa yang sedang ia lakukan? Mengabaikanku untuk bersenang-senang? Aku memijat pelipisku. Berjanji tidak akan menyerahkan diri sendiri pada drama.

"Apa?" Tidak ada kata halo atau sapaan dari Drake. Ia terdengar dingin, jauh.

"Apa dia masih bersamamu?"

"Tidak."

"Kau ada dimana?" tanyaku pelan. Ada berbagai pertanyaan lain yang ingin kutanyakan, namun aku menahan diri. Aku tidak ingin terdengar menuntut.

"Dengar, sekarang bukan saat yang tepat."

Lagi-lagi ia membuatku terdiam. Apa yang sedang ia lakukan? Aku memejamkan kedua mataku, berusaha menenangkan diri. "Aku khawatir padamu," bisikku akhirnya.

"Aku baik-baik saja."

Bagus. Drake sudah mengatakannya. Baik-baik saja. Tindakan yang tepat sekarang adalah menutup telepon karena tujuanku sudah tercapai. Aku tahu itu, namun aku tidak bisa menahan pertanyaanku selanjutnya. "Apa kau sedang bersama dengan Griselda Reynolds?"

"Kenapa? Kau cemburu, Kitten?" tanyanya, tertawa pelan.

"Tidak lucu," desisku dari sela-sela gigi. Aku terkejut karena ia benar, namun aku tidak akan memberikannya kepuasan dengan menjawab.

"Tidak, aku sendirian sekarang."

Sekarang? Apa yang ia lakukan sebelumnya? Asumsi yang kubuat sendiri di pikiranku membuatku mual. Aku tahu hal itu bukan urusanku. Kita berdua belum membicarakan tentang hubungan eksklusif, namun aku tetap tidak bisa menahan diri untuk bertanya.

"Apa kau tidur dengannya?"

Drake terdiam selama beberapa saat. "Tidak." Akhirnya ia menjawab dan aku bisa merasakan senyum dalam suaranya. Aku menghembuskan napas yang sejak tadi kutahan. 

"A-apa kau menciumnya?" tanyaku lagi. Lebih gugup dari sebelumnya.

"Aku ingin menciummmu, Kitten."

Perutku bergelanyar, mengkhianatiku. "Kau tidak menjawab pertanyaanku."

"Tidak."

Aku menghembuskan napas panjang. "Baiklah."

"Apakah kau sudah selesai?" tanya Drake, jelas ingin mengakhiri pembicaraan.

"Kenapa kau tidak menjawab pesanku?" Oh sial, apakah aku terdengar seperti merengek?

"Aku sedang berada di tengah-tengah sesuatu."

"Apa kau tidak ingin memberitahuku?" Hentikan, Cailtyn. Hentikan sekarang! Kau mulai terdengar menyedihkan. Kau tidak pernah peduli dengan apa yang Drake lakukan sebelumnya.

Apa yang mengubahku?

"Tidak sekarang."

Sekujur tubuhku bergetar marah karena mendengar jawabannya. Merasa bodoh, aku mengakhiri telepon tanpa mengucapkan selamat tinggal. Tidak, aku tidak ingin peduli lagi. Aku ingin kembali menjadi diriku sendiri. Ia tidak ingin bicara denganku? Baiklah. Aku masih bisa hidup tanpanya. Aku tidak akan memasuki suatu hubungan dimana ia akan meletakkan posisiku di belakang. Dengan keyakinan dan harga diri yang masih terpasang, aku mencoba untuk tidur.

Beberapa menit kemudian tiba-tiba ponselku berdering.

Aku mematikan ponselku ketika melihat nama Drake Hunter muncul di layar ponsel.



-



Panas.

Aku mengerang ketika merasakan rasa panas di punggungku. Aku meronta, berusaha menjauh, namun rasa panas itu malah menjerat tubuhku. Merengkuhku. Memberikan tekanan pada tubuhku.

"Ssh, Kitten."

Mendengar suara beratnya, aku terbangun dengan mata terbuka lebar. "Drake?" bisikku tak percaya. Apa-apaan? Aku yakin aku mengunci pintu kamarku sebelumnya. Aku melihat jam di dekatku yang menunjukkan baru 2 jam berlalu setelah aku menelepon Drake. "Bagaimana kau bisa masuk?"

Ia tidak menjawab. Aku bisa mendengar suara dengkuran pelan dan aku merasa seperti baru diguyur dengan fakta bahwa Drake Hunter sedang berada di atas ranjangku. Tertidur sambil memelukku dari belakang. Oh Tuhan, aku bisa merasakan suara detak jantungnya di punggungku. Kehangatannya. Wanginya yang seperti sabun sandalwood.

Aku takut karena terlalu menyukainya.

"Drake, kau memelukku terlalu erat," protesku. Aku memberikan lengannya sedikit dorongan, meronta ingin bebas, namun ia tetap tidak melonggarkan pelukannya. "Aku masih marah padamu," geramku.

Drake mencium atas rambutku, ia bergumam, "Aku tahu."

"Apa kau tidak ingin menjelaskannya padaku?"

Drake tidak menjawab. Kesal, aku mencoba untuk mendorong lengannya menjauh lagi, namun ia malah semakin menarikku mendekat, menyurukkan kepalanya di leharku dan mendesah saat ia menangkup—

Ia menangkup payudaraku, meremasnya pelan, membuatku diam tidak bergerak. Aku ingin protes, namun setiap detik yang terlewat membuatku tidak benar-benar ingin keluar dari lengannya. Seharusnya aku marah, aku mencoba untuk mengingatkan diriku sendiri sampai akhirnya aku menyerah dan membiarkannya. Aku bergerak merapat ke tubuhnya karena ia terasa hangat, bukan karena aku menyukai bagaimana ia mengeratkan lengannya di sekitarku atau erangan panas yang ia keluarkan saat aku melakukannya. Baiklah, sejujurnya lebih karena alasan terakhir.

Aku memutar kepalaku untuk menatapnya dari balik bahu. Kepala kami berdua sejajar dan napasku tercekat saat melihat wajahnya dari dekat. Dengan mata terpejam, aku bisa melihat bulu matanya yang terlalu panjang untuk seorang pria. Ada memar kebiruan di pipi kanannya. Aku ingin bertanya kenapa ia selalu terluka, namun ia tampak lelah dan aku tidak lagi ingin membangunkannya.

Aku mengulurkan sebelah tanganku untuk menyentuh wajahnya, berhati-hati agar tidak menyentuh lukanya. Telapak tanganku merasakan kasar bayangan janggut di sekitar rahangnya. Panas napas dari hidungnya. Bibirnya yang terbuka dan mengeluarkan suara desahan pelan, memberikan tanda bahwa ia tidak sepenuhnya tertidur. Detak jantungku memasuki irama baru. Perlahan aku bisa melihat kelopak matanya mulai terbuka. Mata peraknya kemudian menatapku, mempelajariku. Dan aku balas menatapnya. Benar-benar menatapnya saat ini. Tidak ada pertahanan. Tidak ada dinding yang menghalangiku untuk mempelajari segala tentangnya. Ia mengijinkanku untuk menatapnya kali ini, dan ia indah. 

Drake kembali memejamkan matanya, menekan wajahnya ke telapak tanganku, ia mendesah pelan. "Maafkan aku," bisiknya. "Setelah apa yang dikatakan Jesse..., aku tidak tahu, Caitlyn. Hanya saja terlalu menyakitkan berada di dekatmu tadi."

Perutku terasa teremas-remas. Aku mengangguk mengerti. Kesadaran bahwa kita berdua memiliki hubungan keluarga—meski tidak sedarah—membuat rasa bersalah di dadaku muncul ke permukaan. Meski Drake berkata bahwa ia tidak peduli, aku tahu dia juga sadar bahwa hubungan yang terjadi di antara kita berdua hanya akan berakhir pada bencana. Terlahirnya satu anggota keluarga baru yang memiliki hubungan darah dengan kami berdua membuatku semakin tidak ingin memikirkan akhirnya. 

"Apa kau pikir kita harus berhenti?" Drake bertanya pelan. Suaranya gemetar, seolah ia berharap jawabanku adalah tidak, namun ia merasa tetap harus bertanya padaku.

"Tidak," bisikku jujur, meski tahu bukan jawaban yang bijaksana.

Ia menghela napas panjang. Kedengaran lega, namun aku tidak begitu pasti. "Aku tidak bisa melepasmu pergi," gumamnya.

Aku tidak menjawab. Kebisuanku entah kenapa membuat mata Drake berubah sedih. Tidak tahan melihatnya, aku kembali berbalik membelakanginya. Saat ini aku merasa begitu egois. Aku sadar ia tidak berkata bahwa ia mencintaiku, namun tanpa kata, aku bisa merasakannya. Ia mencintaiku sementara aku tidak tahu apakah aku bisa mencintai orang lain lagi setelah kepergian Conrad.

Drake mengeratkan pelukannya. Berbisik di telingaku, "Suatu saat, Kitten."

Aku memejamkan kedua mataku. Membiarkan setetes air mata menetes di pipiku.

Maafkan aku. 



- to be continued

Thanks for your support :)


Продолжить чтение

Вам также понравится

little ace 🐮🐺

Подростковая литература

484K 38.7K 26
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
Paradise (Segera Terbit) piiiiiiuu

Подростковая литература

2.4M 131K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...
Monster Tyrant Nursida122004

Подростковая литература

587K 62.4K 38
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
ALZELVIN Diazepam

Подростковая литература

3.8M 226K 28
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...