So Over You

By AuliaLim

43.3K 703 23

[21+] [Cerita Dewasa] “KUKIRA pernikahan akan berakhir hanya pada kematian, bukan di meja persidangan.” *** H... More

PROLOG
BAB 2 - Arseila

BAB 1 - HAIDAR

13.7K 225 4
By AuliaLim

"HAIDAR!"

"Ya?"

"Kalau kamu nggak mengerti cara kerja di dalam tim ini, sebaiknya jangan mengacau atau saya akan lempar kamu ke tim lain."

Aku tertegun sejenak setelah mendengar penuturannya. Arseila, berdiri di hadapanku dengan tatapan tajamnya dan bibir yang terkatup rapat. Wajahnya memerah, bukan karena merona malu. Tapi karena marah padaku.

Berbeda sekali dengan Arseila yang ada di memoriku. Waktu itu, di satu malam berbulan-bulan yang lalu, senyum selalu ada di wajahnya dan tawa tak sungkan ia bagi.

"Mengacau seperti apa yang kamu maksud?" tanyaku seraya menaruh tas laptopku di atas meja dan menyandarkan tubuhku di sekat kubikelku dengan Arkian. "Aku hanya melakukan sedikit perubahan pada struktur dasar. Arkian dan Theo sudah setuju."

"Kepala tim di sini siapa?" Arseila bersedekap dada. "Kamu konfimasi ke Arkian dan Theo, oke. Tapi kenapa nggak konfirmasi ke saya lagi? Kalau saya nggak cek malam tadi, bisa-bisa saya presentasi tentang hal yang nggak saya ketahui, Haidar."

"Kamu pasti tahu, Ars." Aku selalu suka ketika ia mengucapkan namaku dengan penuh penekanan, sebagaimana aku menyukai 'Ars' sebagai panggilanku untuknya. "Hanya perubahan di sistem menuju database-nya. Di detik ketiga kamu menyadari perubahan tersebut, kamu akan tahu detail perubahannya. Kamu jenius, dan hal seremeh itu nggak perlu kujelaskan."

Arseila mendengus kesal, yang anehnya terlihat manis di mataku. "Bukan perubahannya yang saya bahas di sini, tapi kelancangan kamu karena melanggar SOP yang saya terapkan pada tim ini."

"Aku minta maaf, oke?"

"Apa menurutmu dengan meminta maaf semuanya kembali seperti semula, Haidar?"

Suara denting lift yang samar-samar membuatku sadar, bahwa Arseila datang sepagi ini ke kantor hanya untuk membicarakan hal ini.

"Maaf memang nggak mengembalikan semua seperti semula, itu sebabnya ada polisi, bukan?"

Arseila tidak menjawab pertanyaan retorisku. Ia menatapku tajam, seakan memberi peringatan melalui tatapannya.

"Ingat SOP yang berlaku, Haidar. Kita terbiasa bekerja sistematis—tanpa melangkahi satu jajaran pun."

Kalimat itulah yang menjadi penutup perbincangan 'seru' kami pagi ini. Kemudian ia melangkah menuju ruangannya, menyapa Arkian dan Theo yang baru datang hanya dengan sapaan 'selamat pagi'.

"Kena semprot?" tanya Theo ketika pintu ruangan Arseila sudah tertutup.

"Cuma ngomongin masalah kemarin."

Aku beranjak menuju kursiku dan segera menyalakan komputer. Arkian yang kubikelnya bersebelahan denganku tertawa.

"Haidar lagi PDKT dengan cara anti mainstream, Bro."

"Kalau lo mau PDKT sama Arseila, lo kerjain semua project setahun ini sendirian. Gue jamin, dia bakal naksir lo."

Arkian mengamini usul tidak manusiawi Theo. "In relationship sama programmer adalah hal paling menguntungkan, apalagi kalau project setahun bisa langsung selesai."

Kami bertiga tertawa, tahu bahwa usul tersebut bukanlah usul paling brilian untuk seorang laki-laki yang ingin mendekati perempuan. Tahu apa sih dua orang ini tentang perempuan? 20 jam dalam satu hari hanya mereka habiskan untuk duduk di depan komputer.

Membuat dan mengembangkan program, bukan menjalin hubungan, tentunya.

***

"Tumben datang siang."

"Iya, Kak. Tadi tidur jam enam, niatnya mau bangun jam tujuh biar langsung ke kantor. Malah keterusan sampai jam satu."

Aku terkekeh menatap Gisel. Di antara tim kami—Arseila, Arkian, Theo, dan aku—Gisel adalah yang termuda. Baru lulus kuliah enam bulan yang lalu. Dan tidak heran kalau semangat kerjanya masih meluap-luap.

"Butuh kopi?" tawarku sambil mengedikkan dagu kea rah coffee machine di pantry ini.

"Minum kopi malah bikin ngantuk." Gisel mengangkat cangkir tehnya. "Aku duluan, Kak. Mau laporan progress dulu ke Bu Arseila."

Aku mengangguk, membiarkan Gisel dan harum jasmine tea-nya meninggalkan pantry. Jam dinding menunjukkan pukul tiga sore. Kemungkinan Gisel bisa menemukan Arseila di tempatnya tidaklah besar. Biasanya, Arseila melewatkan jam makan siang dan menggantinya di jam tiga sampai empat sore.

Delivery dari restoran langganannya yang berjarak 100 meter dari gedung ini. Lalu ia keluar dari ruangannya hanya untuk membuat secangkir kopi di pantry dan kembali mengurung diri di ruangannya sampai, minimal, jam sembilan malam. Kalau ada presentasi, setelah makan siang ia akan keluar dan tidak kembali lagi ke kantor.

Kenapa aku begitu hafal jadwalnya?

Jangankan jadwalnya, warna manik mata kanannya yang berbeda dengan yang kirinya saja aku sudah hafal di pertemuanku yang ketiga.




Semua itu berawal di sebuah malam, di mana DragonFly ramai seperti biasanya.

Club itu tidak pernah sepi, apalagi jika DJ malam itu adalah Ferro—lulusan hukum yang beralih profesi jadi DJ. Katanya, menjadi notaris minim bertemu dengan perempuan cantik.

Aku sendiri bukanlah orang yang suka pergi ke club seperti Ferro. Aku lebih suka berada di ruang kerjaku, duduk dengan komputer yang menyala dan jari yang mengetik dengan lincah hingga programku bebas dari bug.

Seperti biasa, ketika Ferro sedang beraksi, aku menunggu di bar dengan Anton si barista andal yang menyodorkan minuman gratis. Sambil menyesap Chivas-ku, aku menahan tawa melihat Ferro yang sedang kesenangan karena dikelilingi gadis-gadis.

Yeah, tabiatnya sejak SMA tidak berubah juga ternyata.

"Kahlua Cream seperti biasa, Arseila?"

Pertanyaan Anton diiringi dengan satu sosok yang baru saja duduk di bar stool, di sebelahku. Aku mengalihkan pandanganku, menatap perempuan yang duduk membelakangiku. Suaranya tetap dapat kudengar walaupun musik upbeat yang dimainkan Ferro rasanya hampir memecahkan gendang telinga.

"Martini Bianco, Anton. Kamu tahu kan kalau aku nggak pernah suka untuk bertahan pada satu minuman saja?"

Anton tertawa. Ia segera menyiapkan minuman untuk perempuan di sampingku ini. "As you wish, Lady. Ternyata seleramu terhadap minuman itu sama seperti seleramu terhadap laki-laki, ya?"

Perempuan itu hanya mengibaskan tangannya di udara. "Kamu terlalu sering mengamatiku, Anton."

Setelahnya, aku terlalu fokus pada perempuan yang duduk membelakangiku ini. Rambutnya yang panjang menutupi punggungnya yang terbuka. Gaun yang ia pakai ternyata backless, sehingga menampilkan punggungnya yang mulus tepat di depan wajahku.

Aku tak lagi memperhatikan Ferro. Sambil menyesap Chivas keduaku, aku mengamati bagaimana perempuan ini berinteraksi dengan Anton dan terus menerus menambah minumannya.

Apa dia kuat minum?
"Sepertinya tugasku menemanimu sudah selesai, Arseila. Kekasihmu sudah datang," kata Anton sambil menyerahkan segelas lagi Martini untuk perempuan ini.

Tepat setelah ia menerima gelasnya, ia berganti posisi. Dari yang tadinya membelakangiku yang sekarang duduk menyamping, jadi berhadapan denganku. Saat lampu DragonFly yang remang-remang menyorot ke arahnya, aku bisa melihat warna manik matanya yang berbeda. Yang sebelah kanan berwarna cokelat tua, mungkin hitam. Yang sebelah kirinya berwarna cokelat muda. Cerah sekali.

Aku baru bisa memastikan bahwa warnanya cokelat tua—bukan hitam—saat pertemuanku yang keempat kali dengannya.

"Hai, Baby."

Seorang laki-laki dengan setelan kerja yang masih melekat segera memeluk perempuan itu dengan erat. Bahkan setelahnya mereka berciuman dengan panas, dengan tangan laki-laki itu yang sudah menjelajah entah ke mana.

"Naksir perempuan yang tadi?" tanya Anton seraya menyerahkan gelas Chivas-ku yang kelima. Tepat saat perempuan di sebelahku tadi sudah pergi dengan lelakinya entah ke mana.

"Kenapa kau bilang begitu?"

"Kau menatapnya seakan ingin mengajaknya ke kamar." Anton terkekeh sendiri karena leluconnya. "Kalau kau mau jadi salah satu pria yang mendapatkan kesempatan untuk kencan dengannya, kau sudah kupastikan tidak lolos seleksi, Kawan. Kau kurang 'tua' untuknya."




"Pindah ruang kerja, Haidar?"

Pertanyaan itu membuat lamunanku tentang Arseila buyar. Sekarang, sosok yang tadi aku bayangkan sudah berdiri di depanku dengan tatapan datarnya seperti biasa.

"Mau kopi?"

Aku tahu pertanyaanku sama sekali tidak ada korelasi dengan pertanyaannya.

"Hari ini saya nggak minum kopi."

"Apa kamu memang nggak bisa tahan hanya dengan satu macam, Ars?"

Lipatan di kening Arseila bertambah seiring waktu ia memikirkan kata-kataku. "Sepertinya kamu butuh lebih banyak kopi, Haidar. Omonganmu sejak tadi selalu melantur."

Setelah mendapatkan sisa jasmine tea Gisel di poci teh tadi, Arseila langsung keluar dari pantry.

Aku menyesap kopiku yang mulai mendingin. Mungkin dulu Arseila tak sedingin ini. Mungkin dulu Arseila adalah perempuan yang hangat dan menyenangkan—seperti yang kulihat di DragonFly waktu itu.

Hanya saja, seseorang telah membiarkan Arseila sendiri terlalu lama hingga hatinya mendingin seperti saat ini.

Iya, kan?

***

Terima kasih untuk dukungannya. Akhirnya, bisa posting juga BAB 1-nya. Semoga kalian menikmati perjalanan Haidar dan Arseila yang baru saja mau dimulai ini.

BTW, kalian bisa follow akun twitter-ku: missaulialim :)



Continue Reading

You'll Also Like

1.6M 80.7K 54
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
2M 19.4K 25
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
2.9M 23.4K 45
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
1.3M 61.7K 68
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...