The Good Girl's Bad Boys: The...

By loud-tranquility

75.8K 3.1K 451

"Ini sungguh sederhana sebetulnya," Bennett memberitahuku. "Kau akan menjadi cewek baik kami," ucap Declan. J... More

Pesan dari Penulis
Bagian Satu
Prolog
Bab Satu: Kubilang Tinggalkan Aku Sendiri
Bab Dua: Kontrak Starbucks
Bab Tiga: Apakah Kita Melupakan Sesuatu?
Bab Lima: Satu untuk Semua, dan Semua untuk Satu
Bab Enam: Serangan Satu, Serangan Dua
Bab Tujuh: Serangan Tiga, Kau Keluar
Bab Delapan: Bukan, Nomi Bukan Aku
Bab Sembilan: Karna Aku Teman Cowokmu, Nomi
Bab Sepuluh: Meter Persegi
Bab Sebelas: Tidak Kecuali Kami Menculikmu
Bab Dua Belas: Kurasa Aku Akan Ngompol
Bab Tiga Belas: Topiknya Tidak Pernah Diungkit
Bab Empat Belas: Bisakah Kalian Pergi Saja?
Bab Lima Belas: Kembali Kepadamu Gena dan Roger
Bab Enam Belas: Kami Sangat Menyesal
Bab Tujuh Belas: Bisakah Kau Menjanjikanku Ini?
Bab Delapan Belas: Bukankah Dia Pria Pendek Itu?
Bab Sembilan Belas: Ini Jennett, Beclan, dan Dordan.
Bab Dua Puluh: Mereka Mengikuti Kami

Bab Empat: Siapa yang Mengundang si Kutu Buku?

2.8K 176 27
By loud-tranquility

Pakaiannya Naomi kira-kira kayak gitu ^, tapi baju dalam yang putih diganti sama yang hitam.



Aku mulai putus asa saat ini.

"Jadi apa yang akan dipilih?" Aku bertanya pada diriku sendiri dalam suara pembawa acara permainan. "Pakaian nomor satu? Pakaian nomor dua? Atau pakaian nomor tiga?"

Aku melompat ke tempat seberang dari yang kuhadap. Aku mengusap daguku dan mengetukkan kakiku, terlihat seperti aku sedang merenung pada diriku sendiri.

"Aku tidak tahu. Mereka semua terlihat seperti pilihan-pilihan bagus. Aku rasanya hanya tidak bisa memilih."

Kalian bisa melihatnya sekarang. Halaman depan: Gadis yang Berbicara Pada Dirinya Sendiri Akan Dikirim Ke Bangsal Psikopat. Tapi sebelum aku dijatuhkan hukuman ke tempat seperti itu, aku perlu memilih pakaian terlebih dahulu. Tiap pakaian berbeda dalam caranya sendiri, dalam kombinasi yang berbeda. Jins dengan atasan lucu, celana pendek dengan atasan lucu lain, dan rok dengan atasan yang lebih lucu lagi. Aku punya atasan lucu. Ada pilihan keempat yaitu sebuah gaun, tapi aku mempertimbangkannya kembali dan tidak memilih itu. Jadi mungkin rok atau pakaian nomor dua keluar.

Aku duduk di tempat tidurku dan memandangi pakaian-pakaian itu. Anak-anak di sekolahku selalu membuat ini salah satu alasan untuk mengolok-olokku, gaya berpakaianku. Bukannya aku punya gaya berpakaian yang jelek. Aku tahu desain-desain bagus ketika aku melihatnya, apa yang sedang tren dan yang tidak. Aku tahu kombinasi apa yang bagus untuk pakaian, dan aksesori yang pas dengan itu. Tapi walaupun mereka tahu itu, mereka tidak akan peduli. Mereka akan selalu menemukan cara untuk menghinaku, walaupun hinaan-hinaan itu tidak benar. Betapa gendutnya aku bahkan ketika aku tidak gendut, betapa jeleknya aku walaupun aku tidak, di mataku maksudku, dan betapa pintarnya aku- Oh tunggu, lupakan, aku tidak begitu peduli soal itu. Jadi aku hanya mengenakan pakaian-pakaian sederhana, kebanyakan jins dan sebuah atasan, sesuatu yang aku tidak akan keberatan menjadi kotor jika aku jatuh ke lantai atau tidak sengaja ada makanan tumpah ke aku. Jadi ini sedikit seperti sebuah siklus. Mereka mem-bully-ku, aku mengenakan pakaian sederhana, dan mereka mem-bully-ku untuk itu.

Tapi mungkin ini kesempatan bagiku untuk menunjukan kepada mereka. Untuk membuktikan mereka salah bahwa aku sebenarnya punya gaya berpakaian. Pandangan di wajah mereka saat aku mempunyai pakaian yang lebih bagus daripada mereka. Aku menyeringai, oh saat waktunya tiba... Aku melempar pakaian-pakaian keluar dari tempat tidurku dan mengeluarkan sesuatu dari lemari pakaianku. Para cewek, kalian tahu satu pakaian itu yang menurutmu sempurna dan entah selalu memakainya, atau menyimpannya untuk acara khusus? Well aku punya yang sempurna.

Aku mendengar suara klakson yang keras dari luar rumah.

"Naomi! Ada mobil menunggu diluar untukmu!" teriak ibuku dari lantai bawah.

Mataku melebar, itu para cowok. Aku membeku, tidak seharusnya aku segembira ini. Atau mungkin aku harus. Mereka menepati janji mereka dan datang menjemputku. Dari semua perlakuan yang kudapat di sekolah, aku menyangka mereka untuk meninggalkanku. Tapi mereka di sini, dan menunggu untukku.

"Ya!"

Aku berlari keluar dari kamarku, dan bergegas turun tangga.

"Oh Naomi, aku suka pakaianmu!" kata ibuku dengan lembut.

Aku tersenyum. "Sungguh?"

Aku melihat ke bawah ke pakaianku. Malam ini akan dingin, jadi aku memutuskan untuk mengenakan jegging tujuh per delapan, yang artinya jins dan legging. Dan aku memasangkannya dengan atasan renda putih yang sedikit lebar di bagian atasnya, jadi atasannya turun ke bahuku, dan lengan yang mencapai sikuku. Di bawahnya aku mengenakan kaus tanpa lengan yang warnanya berlawanan dengan warna atasanku.

"Iya, sekarang bersenang-senanglah. Kembali pukul 10, dan jika kau ingin pulang lebih larut itu juga tidak apa-apa. Telepon saja kami."

"Oke. Dan pastikan untuk melakukan sesuatu saat aku diluar rumah." kataku, sebelum menambahkan. "Tapi bukan sesuatu yang akan membuatku trauma selamanya. Makan malam saja atau sesuatu."

Orang tuaku memandang satu sama lain, pandangan nakal yang aneh. Kemudian mereka menatapku kembali.

"Oke sayang, dah!"

Aku pergi dengan ponselku, dompet dan kunci di kantungku. Aku tidak suka membawa tas kecil, aku suka tanganku tidak ada apa-apanya saat berjalan. Bennett mengklakson mobilnya lagi dan aku melambai pada mereka.

"Aku disini, aku disini!" seruku.

Aku menyeberang jalan dan naik ke mobil. Aku memasang sabuk pengaman, lalu sadar kami belum jalan. Aku menoleh dan melihat cowok-cowok memandangiku dengan mata lebar dan rahang jatuh. Mereka masih mengenakan pakaian yang mereka pakai beberapa jam lalu, dan aku tahu mereka tidak bersusah payah untuk ganti. Mata mereka menyapu badanku tanpa malu, seperti mereka akhirnya sadar aku lawan jenis. Aku harap ini akan menjadi reaksi yang sama pada anak-anak di pesta. Tapi pandangan mereka mulai menjadi sedikit tidak nyaman.

Aku berdeham dan berkata. "Bagian Lima Belas, Pasal 5, ingat anak-anak?"

Mata mereka langsung berpaling, terkejut pada pengingat itu. Bagian Lima Belas, Pasal 5 adalah bagian bahwa cowok-cowok terlarang bagiku disetujui. Aku hanya ingin mengingatkan mereka itu.

"Ya, ya, maaf," Bennett berkata, berpaling.

"Tapi wow, Naomi, waktu kau bilang kau akan ganti, kau akan-" Bennett memukul Declan di belakang kepalanya.

Aku tersenyum begitu lebar. "Tidak apa-apa, makasih."

"Bagaimana orang tuamu membiarkanmu pergi dengan berpenampilan seperti itu?" tuntut Jordan, lengan tersilang.

"Kenapa? Apa ini jelek?"

"Tidak, itu terbuka! Lihat itu! Kembali ke kamarmu dan pakai switer!"

Aku memandang ke dua lainnya. "Tolong beritahu aku dia sedang bercanda."

"Sangat," jawab Bennett. "Sangat serius."

"Kau bukan ibuku! Lagipula, mereka menyukai pakaianku!"

"Well, aku tidak, sekarang pergi ke kamarmu sekarang juga wanita muda dan-"

Aku memandang ke Bennett. "Jalan."

Kemudian dia melaju di jalan, Jordan terhuyung ke belakang ke kursinya, memotongnya dari ceramahnya.

Kami sampai di pesta dalam beberapa menit. Rumahnya berada beberapa blok jauhnya dari rumahku. Aku tidak tahu seorang Rider atau Rodney yang tinggal di dekatku. Tapi tempatnya terlihat akrab, seperti aku pernah ke sana atau sesuatu. Tapi ini sedang gelap, jadi mungkin hanya imaginasiku saja.

Rumahnya adalah benda paling terang di lingkungannya. Di semua jendelanya terdapat cahaya memancar keluar. Kau bisa mendengar musik techno menghantam keluar dari rumah. Sebenarnya aku bisa merasakan getarannya dari mobil. Kami keluar dari mobil dan berjalan menuju cahaya. Ada sampah dan macam-macam barang di halaman berumput, seperti botol-botol, pakaian, perabotan, dan sebuah dudukan toilet.

"Ayo Naomi, jangan jadi terlalu lambat."

"Ya oke."

Aku tidak berani menanyakan kepada mereka apakah itu sebuah bra di atas kotak surat.

Ada pasangan-pasangan di luar rumah. Beberapa sedang melakukan narkoba, berciuman atau lebih dari itu. Aku memalingkan pandanganku ke lantai dan tetap berada di dekat cowok-cowok.

Bennett dan Declan berada di depan, mencoba untuk mengintimidasi siapapun yang ingin melihat. Jordan tepat berada di belakangku, menggerutu tentang pakaianku dan betapa terbukanya itu. Seorang cowok mabuk yang duduk di beranda sedang memandangiku dan Jordan memberinya tatapan yang mematikan sampai para cowok berjalan ke arah lain. Pipiku memanas, aku sedikit senang mereka, biarkan aku mengulanginya, aku sangat bersyukur.

Kami menaiki tangga dan baru mau masuk saat seseorang menghalangi jalan kami. Dia tidak sebesar para cowok, tapi bertingkah seperti dia sebesar mereka. Lengannya tersilang dan dia tersenyum lebar. Dia terlihat dan mungkin merasa profesional di hal ini. Dia sedang memandangi pesta, tidak bersusah payah untuk melihat ke kami seakan-akan melihat wajah-wajah yang kecewa akan membuatnya mengasihani kami.

"Maaf kawan-kawan, kau tidak bisa masuk, pesta ini-"

"Kau tahu siapa kami, tukang pukul?" geram Declan.

"Hah?" Dia melihat kembali, matanya melebar. "K-Kau adalah Declan-"

"Lynch, ya aku tahu."

Matanya mengamati wajah-wajah kami, well wajah para cowok maksudku. Mereka semua lebih tinggi dariku, jadi dia tidak bersusah payah untuk melihat ke bawah. Rahangnya jatuh, tapi pandangannya tidak berada padaku.

"Dan kalian Bennett Frazier dan Jordan Wallace..."

"Sekarang bagaimana jika kau biarkan kami masuk sebelum aku melakukannya dengan paksa?"

"T-tentu saja."

Kami berjalan melewati pintu depan. Aku berjalan melewati si tukang pukul dan matanya akhirnya mendarat padaku.

"Hei, apa itu..."

Jordan menggeram padanya dan matanya langsung berpaling.

Pestanya sama seperti pesta-pesta yang kutonton di film-film dan kubaca di buku-buku. Rumahnya berukuran rumah biasa, sekitar sebesar rumahku. Itulah sebabnya aku tidak percaya begitu banyak orang bisa muat ke bangunan ini. Musik membersit keluar dari stereo-stereo di seluruh tempat, memperlipatgandakan suaranya sampai kau bisa merasakan musiknya, sungguhan. Ada lampu dimana-mana, yang sedikit membutakan mata. Dan ada banyak orang yang tidak mungkin bisa cukup dalam satu rumah. Semuanya entah sedang menari, berbincang-bincang atau keduanya dimana-mana disini. Semuanya mabuk, atau mendekati mabuk dilihat dari jumlah tong-tong dan pendingin dimana-mana. Tempat ini sangat penuh hingga seorang cowok yang malang terbanting ke dinding.

Kami berempat berjalan lebih jauh ke dalam rumah. Orang-orang berhenti menggosokkan bagian intim mereka ke satu sama lain dan berpisah seperti Laut Merah. Aku dikelilingi oleh para cowok, berhati-hati supaya aku tidak terlihat. Belum. Orang-orang membisikkan nama mereka, menatap, dan menunjuk. Tapi saat sang DJ mendongak, dia memberhentikan musiknya. Semuanya langsung berhenti menari, mereka yang belum menyadarinya. Semuanya membeku, entah mereka tadinya sedang menari, atau berbincang-bincang, atau berciuman, mereka berhenti dan menatap.

"Apa itu Bennett?"

"Itu tidak mungkin Jordan."

"Bung, itu Declan, lari."

Aku melirik ke cowok-cowok, yang terlihat agak terbiasa dengan ini. Mereka sedang melihat sekeliling, mencoba menemukan orang-orang yang berani untuk melihat ke mereka. Declan melirik balik padaku dan tersenyum, mencoba untuk memastikanku ini baik-baik saja. Aku mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya, mereka adalah pengawalku dan aku harus memercayai mereka.

"Permisi. Pergi dari jalanku. Minggir, bung."

Sebuah suara berkata paling kencang dari kesunyian di rumah. Orang-orang bergerak keluar dari jalan, tapi seperti sungai Merah, bukan Laut Merah. Ada ruangan terbuka yang besar dari kami berempat, semua orang melingkari kami. Kemudian keluarlah orang terakhir yang ingin kulihat.

Raymond.

Dia tersenyum ketika dia meninggalkan kerumunan dan berjalan menuju para cowok. Semua orang memandangi tiap gerakan mereka. Ray sama besarnya dengan para cowok, tapi aku tahu dia takut sama seperti yang lain.

"Hei! Senang kau bisa datang ke pestaku." Dia mengulurkan tangannya seperti dia sedang menunggu untuk jabatan tangan.

Kemudian aku sadar. Rider, Rodney? Ini pesta Raymond! Aku akan menghajar cowok-cowok untuk tidak belajar cara membaca yang lebih baik.

"Ya, terserah," kata Bennett, tangannya berpindah ke dalam kantungnya, menolak jabatannya.

Aku menahan sebuah gelak ketika Raymond dengan canggung menurunkan tangannya.

"Jadi bagaimana kabarnya kawan-kawan?" tanya Raymond, mencoba dan aku bilang mencoba, untuk basa-basi.

Declan mengangkat bahu. "Aku tidak tahu, hampir seburuk pesta ini."

Jangan tertawa Naomi. Jangan tertawa.

"Bung, tempat ini terlihat lebih membosankan dibandingkan dengan pemakaman nenekku," Jordan bergumam.

"Berhenti," aku berbisik kepada mereka. "Kalian akan membuatku tertawa."

Senyuman di wajah mereka ketika aku mengatakannya adalah permulaan mimpi burukku.

Aku setengah menggeram, setengah berbisik lewat gigi terkatup. "Jangan. Coba. Coba."

"Aku pasti telah salah membaca undangannya. Kupikir ini pestanya Rider atau Rodney, ternyata pestamu," Declan berkata dengan tatapan kecewa di wajahnya.

"Bung, aku pikir bahkan tidak ada seorang Rider atau Rodney di sekolah kita," kata Jordan.

"Ya, aku tahu. Tapi aku bertaruh pesta mereka lebih baik dari ini."

Aku mencengkeram jaket Declan, memberitahunya untuk berhenti.

"Dan musik jenis apa yang dimainkan barusan?" tanya Jordan. "Aku punya pikiran untuk menelepon polisi tentang musiknya untuk para tetanggamu. Aku pikir genrenya melawan hukum dibandingkan dengan volumenya."

"Jordan," rengekku. "Berhenti."

"Dan sungguhan, berapa umur anak yang memainkan bumper untukmu? Kurasa dia ngompol."

"Aku memang ngompol!" sebuah suara berteriak di latar belakang.

Aku tidak bisa menahannya, aku langsung tertawa. Cowok-cowok tersenyum lebar dan pergi minggir untukku. Ada hembusan nafas, umpatan, dan kupikir sebuah jeritan. Tapi aku tidak peduli, aku sedang tertawa dengan sangat keras. Kurasa aku tahu mengapa para cook ingin membuatku tertawa. Mereka ingin aku menjadi tenang, bersenang-senang sedikit sebelum menyingkapkan tirainya atau apapun itu. Dan aku senang untuk itu. Jika mereka minggir sebelum aku tertawa aku pasti lari dengan ekorku di antara kakiku.

"N-Naomi?" Raymond tergagap-gagap.

Aku mengangkat satu jari untuk memberikanku waktu sejenak. Aku menenangkan diriku lalu melihat ke dia dan tertawa lagi.

"Kenapa dia disini?" tuntut Raymond, melihat sekeliling. "Siapa yang membiarkannya masuk? Siapa yang mengundangnya? Siapa yang mengundang si kutu buku?"

"Kami."

Raymond berkedip dan melihat kembali pada kami. "Apa?"

Lengan Jordan pergi ke bahuku dan menarikku lebih dekat.

"Kami yang membawa dia." Bennett menyatakan. "Ada masalah dengan itu?"

"Well iya! Itu Kutu Buku Naomi, kenapa kau mau membawa sampah seperti itu?"

Aku terbiasa dengan pembicaraan ini. Aku bisa menerimanya di sekolah, seperti ini tidak akan membuat banyak perbedaan. Tapi untuk suatu alasan aku merasa malu mereka mendengar ini. Aku ragu mereka akan mengatakan apapun, hanya menerimanya seperti yang selalu kulakukan.

"Whoa, whoa, whoa," ucap Declan. "Jadi kau memanggil kami sampah?"

Aku memandangnya. Dia mengubah caci maki kepadaku menjadi sebuah tantangan bagi mereka.

"T-Tidak. Tentu tidak," kata Raymond. "Hanya dia saja." Dia membelalak padaku.

"Ah well itu sayang sekali," kata Jordan dengan angkatan bahu.

Declan menaruh tangannya ke rambutku dan mengacaknya. "Jika dia pergi, maka kami pergi. Dan siapa yang tahu apa yang orang-orang akan pikirkan ketika mereka mendengar pesta ini sangat payah sampai Tiga Musketir alergi terhadapnya."

Aku mendengus.

Mata Raymond menyipit padaku. "Kenapa juga kau bersama mereka, Naomi?"

"Karna kami teman," Bennett memberitahunya. "Dan aku ingat di undangannya mengatakan teman dari teman diundang."

Aku sadar kepalan tangannya mengepal, tapi kemudian mereka melemas dan menyeringai.

"Jadi berapa banyak kalian membayarnya?"

Mata Bennett mengkernyit. "Apa?"

"Kau tahu, sepuluh dolar satu jam, dua kali lipat untuk dua?"

Jordan mengkerutkan dahi. "Apa yang kau- Oh dasar kau anak pistol."

Aku berkedip, apa yang dia- Tidak. Mataku memandang ke bawah ke lantai, aku tahu orang-orang bisa berpikir hal-hal seperti ini. Aku sudah menduganya. Tapi aku tidak pernah berpikir aku akan merasa sangat malu seperti ini.

"Dasar kau makhluk menjijikan-" Declan memulai tapi tidak bersusah payah untuk menyelesaikannya.

"Dari reaksi di wajahnya, kurasa aku-"

Aku melangkah maju dan menggenggam kerah bajunya.

"Sekarang dengarkan Raymond." Aku mulai. "Kupikir aku masih punya martabatku dan tidak akan berani melakukan sesuatu seperti itu. Tapi aku benar-benar tidak peduli tentang pesta ini, aku menyangkanya untuk menjadi pesta Rodney atau Rider, sayang sekali aku harapanku menjadi sia-sia. Jadi silakan saja dan usir aku. Sebenarnya, aku akan lebih dari senang untuk kau melakukannya." Sebuah senyum melebar pada wajahku. "Kurasa orang tuamu belum mampir dalam beberapa waktu ini. Bukankah akan menjadi pembuka percakapan yang bagus saat aku bertanya betapa payahnya pestamu ini?"

Pandangan di wajah Raymond ketika aku mengatakannya. Warna pada wajahnya hilang, matanya melebar dalam takut. Dia mengumpat pelan.

"Tapi," aku menambahkan, melepaskan kerahnya dan memperbaikinya untuknya ketika aku tersenyum polos. "Jika pestanya tidak sepayah kelihatannya dan kita bisa tetap di sini, aku mungkin lupa siapa yang menjadi tuan rumah pesta ini..."

Raymond menggertakkan giginya. "Baik." Dia menambahkan sesuatu yang lain dengan pelan tapi aku memutuskan untuk mengabaikannya.

Aku menyeringai. "Bagus, sekarang bagaimana kalau kau bersenang-senang seperti anak manis yang orang tuamu kira?"

"Dasar kau-"

"Ya?" Aku bertanya dengan polos, cowok-cowok dengan ajaib muncul tepat di belakangku.

"Tidak apa-apa," dia memaksa keluar.

Kemudian dia berjalan kembali ke kerumunan. Ya, kembalilah ke lubang apapun darimana kau berasal. Semua orang masih membeku dari seluruh percakapan yang kami lakukan barusan. Mungkin masih tercengang bagaimana aku, Kutu Buku Naomi, baru saja memeras kapten tim rugby tentang pesta yang tidak mengundangku. Aku memandang kembali ke para cowok yang mempunyai senyum sama lebarnya pada wajah mereka.

"Tadi itu lucu sekali!"

"Apa yang barusan kau katakan! Jenius!"

"Aku seharusnya merekam ini!"

Aku tersenyum. "Bagaimana kalau kita tinggalkan pesta payah ini?"

Mereka tersenyum lebar. "Tepat apa yang kami pikirkan."

Kami meninggalkan pesta secepat kami datang. Dan bahkan ketika kami pergi, musiknya tidak mulai lagi. Kami masuk ke mobil dan pergi, tertawa bersama. Pada akhirnya aku tidak pergi ke pesta, dan aku senang. Sebagai gantinya kami pergi mengelilingi kota, mendengarkan musik dan hanya melihat-lihat. Kami makan ketika kami lapar, yang sangat banyak. Jordan adalah yang paling senang dari empat karena kami tidak tinggal di pesta. Dia masih tidak menyukai pakaian terbukaku, bahkan mencoba untuk membelikanku sebuah switer, tapi jangan khawatir aku meninjunya cukup keras untuk membungkamnya. Kami menonton sebuah film yang sejujurnya lebih baik dari pesta itu walaupun filmnya adalah film cewek klise yang sudah pernah kutonton. Aku pulang sekitar tengah malam, tentu saja menelepon orang tuaku aku akan pulang terlambat sebelumnya. Dan kau tahu apa hal terbaiknya?

Aku kemudian mengetahui kalau semua orang langsung pergi meninggalkan pesta setelah sadar betapa payah pestanya.




Continue Reading

You'll Also Like

22.5K 1.9K 14
Saat selesai memberi makan seekor kucing dipinggir jalan,Gavin tertabrak motor sehingga para warga membawanya kerumah sakit. saat terbangun,dia dibua...
201K 22K 22
Secuil kisah ajaib bin menarik dari keluarga mapia Papi Rion Kenzo dan Mami Caine Chana beserta tuyul-tuyulnya. YES THIS STORY CONTAIN BXB!
20.7M 1.8M 91
[CHAPTER MASIH LENGKAP, EXTRA CHAPTER TERSEDIA DI KARYAKARSA] Sembari menunggu jadwal wisuda, Sabrina memutuskan menerima tawaran bekerja sementara d...
13.5M 1.8M 71
[ ๐™‹๐™š๐™ง๐™ž๐™ฃ๐™œ๐™–๐™ฉ๐™–๐™ฃ! ๐˜พ๐™š๐™ง๐™ž๐™ฉ๐™– ๐™จ๐™š๐™จ๐™–๐™ฉ! ] . Amanda Eudora adalah gadis yang di cintai oleh Pangeran Argus Estefan dari kerajaan Eartland. Me...