Achieve Happiness

By Cherin_che

1.3M 13.5K 167

Shofa adalah gadis yang terus mempertanyakan janji dan pertolongan Allah yang tak kunjung datang untuk dirin... More

[١] ; Teras Kisah
[٢] ; Hembusan Sendayung
[٣] ; Kasih Tiada Tanding
[٥] ; Kepergian
[٦] ; Nikah?

[٤] ; Ditinggalkan

33.6K 2.2K 43
By Cherin_che

"Jadi, gimana teman-teman baru di sana?" Shofa bertanya penasaran.

"Ya gitu, ada yang asik buat diajak tukar pendapat dan ada juga yang kelihatannya kurang enak untuk diajak ngobrol"

"Tapi, cowok di sana ganteng-ganteng lho Shof!" Ismi cerita menggebu-gebu, semua bahasa tubuhnya dikeluarkan. Bercerita seakan tak ingin masa-masa seperti kemarin terlupakan dengan mudah, mengingat perjuangan Ismi yang panjang dan super sulit untuk mencapai mimpinya itu.

"Ah, pokoknya aku seneng banget!" Ismi memeluk erat Shofa saking bahagianya.

"Eh, heboh banget" Farhan datang merusak suasana.

"Cerita terus dari kemaren, gak berenti-berenti"

"Biarin, yee" Ismi menjulurkan lidahnya lalu membuang wajahnya jauh jauh dari Farhan. Dua orang yang bersahabat namun sebenarnya tidak pernah bisa disatukan, Farhan yang selalu jahil, dan Ismi yang terlalu sensitif.

"Perempuan memang gitu, gak mau berhenti bicara kalau lagi bahagia." tiba-tiba Malik datang entah darimana.

"Tapi memilih untuk diam seribu bahasa kalau lagi kecewa," lanjut Malik, Farhan menepuk-nepuk pundak Malik, sependapat dengan apa yang baru saja Malik katakan.

"Hih, sudah sana kalian balik ke kursi masing masing." Ismi mengibaskan tangannya agar mereka cepat cepat menjauh. Farhan dan Malik justru tertawa kecil dan pergi kembali ke kursinya masing-masing.

"Asyifa belum masuk juga, Han?" Shofa bertanya pada teman sebangkunya, Farhan. Ia hanya mengangkat pundaknya dan menurunkannya kembali. "Udah hampir seminggu, dia belum juga kasih kabar?"

"Belum"

Shofa sudah mencoba untuk menghubungi Asyifa, tapi belum juga mendapat balasan tentang kabarnya.

Jam istirahat sudah selesai, Pak Ghani guru kimia sekaligus Wali Kelas ini masuk ke dalam kelas. "PR Minggu kemarin, tolong kumpulan di depan" titah Pak Ghani seraya mengetuk-ngetuk meja, mengisyaratkan agar siswa cepat mengumpulkan buku di mejanya.

Semua siswa beranjak dari tempat duduknya dan maju untuk mengumpulkan tugasnya, tapi tidak dengan Rizal dia masih duduk mencari sesuatu dari dalam tasnya.

"Rizal, kamu nggak ngumpulin?" Rizal menoleh mendengar pertanyaan dari Shofa.

"Aku lupa bawa bukunya" Jawabnya, lalu Malik datang menepuk pundak Rizal sembari menggelengkan kepala.

"Makanya, kalo malam itu belajar jangan chating-an terus sama Sakila" ledek Malik, kemudian duduk di kursinya, tepat di sebelah Rizal.

"Ada yang tidak mengerjakan PR?" pertanyaan Pak Ghani berhasil membuat wajah Rizal semakin gusar.

"Sa- saya, Pak" akunya Gugup, dan mengacungkan tangan ke atas.

"Rizal?" Pak Ghani sedikit tidak percaya.

"Iya, saya Pak" ucapnya memberi jeda.

"Saya sudah kerjan kok, Pak, cuma bukunya saja ketinggalan di Rumah" lanjutnya. Maklum, seumur-umur Rizal tak pernah seceroboh ini sampai meninggalkan buku pelajarannya di Rumah.

"Rizal, kamu sadar gak? Kalau nilai kamu di semester ini menurun." Ucap Pak Ghani sedikit kecewa.

"Yasudah, sebagai hukumannya kamu hari ini belajar sambil berdiri di depan temani saya" Rizal berdiri tanpa menolak apapun, lalu maju ke depan kelas. Semua mata tertuju padanya dengan tatapan heran.

"Akhir-akhir ini Rizal memang kelihatan sedikit berbeda, ya?" ujar Ismi, Shofa mengangguk menanggapi ucapan Ismi.

Pak Ghani mulai menerangkan pembahasan materi kimia di depan kelas, semua siswa sangat menyukainya karena caranya mengajar yang sangat simple dan mudah dipahami oleh siswa.

Di tengah penjelasan pak Ghani tiba-tiba pintu kelas terbuka Sedikit keras. Terlihat lelaki paruh baya dengan jas yang rapi berdiri di depan pintu kelas, raut wajahnya menunjukkan kepanikan yang luar biasa.

"Maaf Pak, sedikit mengganggu" ucapnya. Iya adalah Om Ridwan, Abi dari Rizal.

Pupil mata Rizal membesar. Untuk apa Abi datang ke Sekolah?

Hati Rizal terus bertanya-tanya sambil meneguk air liurnya, Kerinduan melirik anaknya aku selalu menghampiri pak Ghani di mejanya. Mereka seperti membicarakan hal yang sangat serius, pak Gani terlihat mengangguk seperti mengiyakan sesuatu yang sudah disepakati.

"Shofa, kamu pulang dulu sebentar, ya" ajak Om Ridwan, shofa kaget setelah mendengar ajakan yang tertuju padanya.

"Iya Shof, kamu sudah diizinkan untuk pulang duluan," sambung pak Ghani, ini benar-benar membuat sofa kebingungan, Bukankah anaknya itu Rizal?

Tanpa ada tanya lagi, Shofa mengemasi barang-barangnya nya ke dalam tas. "Ada apa?" tanya Ismi pada shofa yang sudah berdiri di depannya.

"Aku nggak tau" jawab sofa lalu menghampiri Om Ridwan di depan kelas, shofa terus membuntuti langkah Om Ridwan, sampai akhirnya shofa masuk ke dalam mobil sport berwarna putih milik Om Ridwan. Shofa Belum berani untuk berkata apapun, Om Ridwan terlihat sendu nggak seperti biasanya. Kalau raut wajahnya seperti ini, sangat mirip dengan Rizal, nyaris tak ada pembeda.

"Om ada apa?" Akhirnya shofa memberanikan diri untuk menanyakan hal ini, tapi om Ridwan sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. Sesekali Om Ridwan menarik dan membuang nafasnya perlahan, namun kasar, seperti ingin menenangkan sesuatu yang ada di dalam dirinya. Om Ridwan benar-benar akan membawa Sgofa pulang ke rumah, karena ini memang benar jalan menuju ke rumahnya. Akhirnya M Ridwan menghentikan mobil beberapa meter dari depan rumah shofa, ia dapat melihat di depan rumahnya ada keramaian. Shofa mengerutkan dahinya, ia semakin bingung.

Saat mobil benar-benar berhenti, Om Ridwan langsung turun dari mobil lalu disusul oleh shofa. Langkah Om Ridwan mulai menjadi pelan, membuat sofa semakin mudah untuk menghapus jarak di antara mereka.

Mata shofa membesar, kakinya seperti tidak punya kuasa lagi untuk menopang tubuhnya. Shofa melihat beberapa Bendera Kuning terpasang di gerbang rumahnya, entah semua yang ada di hadapannya ini nyata atau hanya mimpi.

"Om, sebenarnya ada apa?" tanya Shofa, tangannya gemetar menunjuk bendera-bendera itu. Shofa sudah tidak bisa lagi berpikir jernih, dia sudah tidak bisa lagi menepis pikiran pikiran negatif yang bermunculan di otaknya.

Om Ridwan masih diam, tidak bisa menjawab pertanyaan yang shofa ajukan beribu kali, tatapan Om Ridwan berubah menjadi berkaca-kaca melihat shofa yang sudah mencoba mencari jawaban dari matanya.

"Ayah kamu-" ucap Om Ridwan terputus.

"Kenapa? Ayah kenapa, Om?" Shofa menaikkan sedikitnya nada pertanyaan.

"Ayahmu mengalami kecelakaan pagi tadi, kecelakaannya cukup parah, dan sekarang Ayahmu sudah meninggal..." Bak disambar petir, shofa diam membeku di tempat. Otaknya masih belum bisa mencerna dengan baik ucapan Om Ridwan barusan, dada yang terasa sakit seperti ditusuk oleh 10 anak panah dalam satu waktu. Waktu bener-bener terasa berhenti, tak ada Oksigen yang bisa dihirup shofa. Ayah benar-benar meninggalkan ku juga? sama seperti ibu?

"Gak, nggak mungkin Om!" Sofa menolak mempercayai ucapan Om Ridwan beberapa detik yang lalu, ia berlari masuk ke dalam rumah yang sudah ramai dipenuhi kerabat Sang Ayah untuk melihat dan membuktikan dengan mata kepalanya sendiri.

Air mata yang berusaha shofa Bendung akhirnya pun pecah, meluncur dengan deras membasahi pipinya. Wajah Ayahnya tak lagi Sama seperti tadi pagi, tidak lagi Sama seperti saat mereka tertawa bersama di hari kemarin. Yang ada di hadapannya saat ini hanyalah wajah yang pucat, jauh seperti yang biasa shofa nikmati senyumanya.

"Ayah, ayo bangun!" Ucap sofa dengan nafas yang masih Terengah-engah, air matanya terus membasahi wajah cantiknya, Memang tak ada orang yang menyukai sebuah kepergian ataupun sebuah perpisahan, Terlebih lagi dengan orang yang dicintainya.

"Ayah gak boleh ninggalin Shofa sendiri kayak gini, Yah" tangan suka gemetar saat mencoba menyentuh pipi Sang Ayah yang begitu dicintainya.

"Ayah bangun yah! Ayah tega ninggalin aku sendiri disini, Yah?" Shofa menangis sejadi-jadinya.

"Shofa, yang sabar ya, Nak" dengan penuh kelembutan Tante Zainab memeluk shofa berusaha menenangkannya.

"Ayah Tan, Ayah" ucap sofa terpenggal karena tangisannya.

"Udah Shofa, jangan nangis lagi, Tante yakin Shofa kuat. Kita harus ikhlas ya" Tante Zaenab mengusap air mata shofa, walau terkesan percuma karena shofa akan menangis lagi dan itu akan membuat pipi Shofa terus basah.

"Tapi Ayah, Tan-" Shofa benar-benar tidak bisa lagi mengendalikan dirinya, dia sangat terpukul dan merasa hidupnya tak akan pernah sama lagi dengan yang dulu, tidak akan pernah berwarna lagi. Tiba-tiba tubuh Shofa melemah dipelukan Zainab, semuanya menjadi gelap lalu hilang.

###

Bel sekolah berbunyi 3 kali, tandanya sudah pulang sekolah. Rizal memijat-mijat kakinya yang pegal karena berdiri hampir 1 jam di depan kelas. Entah, akhir-akhir Ini pikiran Rizal menjadi kacau sampai-sampai mengganggu pelajaran di sekolah.

"Shofa Kenapa pulang duluan? Terus tadi yang jemput bokapnya?" Malik mendekatkan wajahnya pada Rizal.

"Mana gue tau," jawab Rizal asal, lalu mengalihkan pandangannya ke buku-buku yang masih berantakan di atas mejanya.

"Yee, Masa lo nggak denger? Lo kan tadi di depan" tanyanya lagi, kali ini terkesan mendesak Rizal untuk menjawabnya.

"Gue nggak tau kenapa dia pulang duluan," jawab Rizal tanpa menjawab pertanyaan "siapa" yang mengajak yang pulang, karena Rizal sangatlah tau kalau itu adalah Abinya.

"Yaudah, gue balik duluan ya, Zal" Malik keluar dari kursinya lalu meninggalkan Rizal yang masih mencari kunci motornya.

Sebelum memutuskan untuk pulang ke rumah, Rizal mencoba untuk menelpon Abinya, Rizal ingin menanyakan ke mana perginya mereka.

"Nomor yang anda tuju sedang sibuk Cobalah beberapa saat lagi"

Rizal mengerutkan dahinya, "tumben". Rizal langsung bergegas pulang ke rumahnya.

"Assalamualaikum,"

1 detik

2 detik

3 detik

Belum ada jawaban dari salamnya.

"Ummi"

"Fatimah" tak ada balasan sama sekali.

"Apa lagi nggak ada di rumah?" Rizal merasa aneh, merasa ada yang tak beres.

Rizal mengeluarkan ponselnya dan mencoba untuk menelpon Umminya. "Alhamdulillah nyambung" syukurnya dalam hati saat terdengar nada terhubung dari ponselnya.

"Assalamualaikum, Ummi dimana?"

"Waalaikumsalam, lagi di rumah Shofa, Nak"

"Ngapain Mi?"

"Om Rifai meninggal"

_____________________________________________________

A/N :

Gimana sama chapter yang ini? Nyambung ga sih? Huhu
Maklum kan penulis amatir yaa wkwk

Jangan lupa vote ya, comment jika ada yang ingin di coment,

Terimakasih ya:*; )

Continue Reading

You'll Also Like

Alika By Hilang

Spiritual

2.4M 29.1K 6
Dia hadir layaknya seorang pangeran yang mengubah duniaku menjadi lebih berwarna. Meskipun sebelumnya yang ku tau dia adalah pria menyebalkan yang me...
7.4K 162 22
Teruntuk kmu yng sedang tersenyum itu. Hanya kepada angin kusampaikan rindu yng menderu didlam hatiku untuk mu.Lalu berharap desau angin yng menyapu...
639K 19.6K 10
[Cerita akan di update ulang sampai tamat] Faizan, ketua OSIS dingin yang katanya banyak di gemari para gadis di sekolah. Namun, tidak ada yang beran...
319K 13.9K 70
Azizan dingin dan Alzena cuek. Azizan pintar dan Alzena lemot. Azizan ganteng dan Alzena cantik. Azizan lahir dari keluarga berada dan Alzena dari ke...