The Journey [Greyson Chance L...

sekartiktik द्वारा

73.1K 4.5K 737

Aku percaya bahwa aku bisa bertahan melalui waktu gelap. Ketika semuanya hilang dan aku harus memulainya dari... अधिक

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 30
NEW JOURNEY!

Part 29

1.8K 133 24
sekartiktik द्वारा

"Elsa, kau dimana?" teriak Greyson dari arah ruang tamu. Aku yang sedang asyik bercocok tanam terpaksa menghentikan pekerjaanku, "Aku disini," sahutku. Dengan terburu-buru Greyson melangkah kearahku. Ia baru saja pulang dan ekspresi wajahnya terlihat tidak bersahabat.

"Apa yang kau lakukan? Masuk kedalam dan beristirahatlah," Memutar kedua bola mataku, aku mendengus kecil lalu masuk kedalam rumah melewatinya yang berdiri dengan tampang sangar. Semenjak aku hamil, Greyson menjadi lebih protektif dan cerewet. Disisi lain, aku bahagia melihat reaksi suamiku yang benar-benar menjaga kondisiku demi kebaikan bayi kami, namun terkadang aku merasa jengkel bila ia terus-terusan menyuruhku beristirahat. Aku juga manusia, yang bisa dilanda kebosanan kapan dan dimana saja.

"Mengapa kau memutar kedua bola matamu dihadapanku, hm?" tanyanya sambil kedua lengannya mendekapku dari belakang. Aku sedang mengunyah buah anggur dan terpaksa memutar tubuh kearahnya, "Jangan memerintahku seolah aku ini bayi,"

"Aku hanya khawatir dengan kandunganmu. Ayolah, ini pertama kalinya aku menjaga istri yang sedang hamil," Aku tersenyum kecil lalu mendaratkan ciuman singkat pada bibirnya.

Melerai kedua tangannya, aku berlalu kearah ruang jahitku untuk mengambil kemeja yang tempo hari ku buat untuknya.

"Ku harap kau suka," ujarku sambil menyodorkan kemeja berwarna hitam dengan warna gradasi merah dan ungu. Greyson tersenyum lebar dan segera mencobanya. Aku tersenyum puas ketika melihat kemeja itu pas ditubuhnya.

"Terima kasih. Kau membuatku bisa berhemat hehe dengan ini aku tidak perlu membeli kemeja baru untuk kekantor," Greyson memeluk ku erat dan menciumi kening serta pipiku.

"Halo—ugh kenapa aku selalu datang diwaktu yang tidak tepat," Niall muncul tiba-tiba dari arah ruang tamu. Aku dan Greyson terkekeh mendengar umpatannya.

"Hey, kemejamu sama dengan ku?" Greyson menatap Niall dan aku secara bergantian.

"Aku membuat kemeja yang sama untuk kalian berdua. Lihat, kalian cocok memakainya," ku sandarkan dagu diatas pundak Greyson.

"Well, tak ada salahnya memiliki kemeja yang sama denganmu," ujar Niall santai, "Lagi pula ini keren. Aku suka,"

Malam harinya, sesudah makan malam aku bersiap untuk pergi tidur. Greyson belum pulang karena pekerjaannya di karnaval yang berakhir sekitar pukul sepuluh malam. Ku ganti pakaianku dengan pakaian yang nyaman. Setelah membersihkan diri, ku raih buku favoritku lalu merangkak masuk kedalam selimut. Mematikan lampu dan menyalakan lampu tidur.

Suara pintu kamar terbuka, aku mengintip dari balik buku ku. Greyson sudah pulang. Ia segera masuk ke dalam kamar mandi dan naik keatas tempat tidur lalu masuk kedalam selimut. Diam-diam ia mengusap perutku dengan gerakan naik turun dan perlahan ia menaikan kausku keatas lalu memandangi perutku yang kini mulai membesar. Pemandangan seperti ini tidak mau ku lewatkan. Ku tutup buku ku lalu diam memperhatikan Greyson yang kini meletakan telinganya tepat diatas perutku. Senyuman diwajahnya melukiskan betapa bahagianya ia saat ini, begitu juga denganku. Ku raih ponselku lalu dengan sengaja memotret wajahnya yang sedang memejamkan mata sambil mendengar isi perutku.

"Elsa," aku menjawab dengan gumaman, "Suara perutmu bergemuruh. Apa kau lapar?" Aku diam bersamaan dengan kedua pipi ku yang menghangat, "Ku rasa,"

"Tunggu sebentar," ia merangkak turun dari tempat tidur dan melesat keluar. Aku menunggunya beberapa saat sampai akhirnya ia kembali dengan sekotak pizza berukuran sedang. Aku memandangnya dengan wajah kelaparan karena ia membawakan pizza dengan toping favoritku.

"Monster sedang kelaparan," ejeknya yang sedang sibuk menyobek kotak pizzanya.

Kami akhirnya makan berdua didalam kamar. Seolah bernostalgia pada waktu aku dan ia masih kuliah. Kami sering menghabiskan waktu bersama didalam kamar fratku.

"Sebenarnya," ucapannya terhenti karena kunyahan, "Aku ingin mengajak mu mengunjungi keluargaku besok,"

Aku mengerutkan kedua alis ku, "Besok?"

"Ya. Aku ingin memberitahukan kabar gembira ini pada keluargaku terutama Ibuku." Mendengar nama itu membuatku menghentikan aktivitasku. Sudah lama sekali Greyson tidak berbicara mengenai keluarganya.

"Kita harus membuat Ibu ku menerimamu di keluarga kita. Aku tidak mau ia membencimu terus menerus dan ku harap dengan adanya kehamilan mu ini ia bisa berubah pikiran," Aku menatap Greyson sejenak. Kata-katanya seolah memberiku harapan besar terhadap Ibunya.

"Baiklah, kita berangkat besok,"

***

Pagi-pagi sekali kami berangkat karena Greyson mengambil jam penerbangan pertama. Ia menggendong tas ransel besar serta satu koper milikku. Aku menawarkan diri untuk membantunya namun ia menolak dengan alasan aku tidak boleh lelah.

Tiga jam sudah kami mengudara, akhirnya aku tiba di OKC. Sudah lama sekali aku tidak datang kesini.

Tanner rupanya datang untuk menjemput kami. Ia memeluk ku erat lalu membantu Greyson membawa koper dan ransel. Tanner banyak bercerita mengenai pengalaman bekerjanya di Texas.

Setibanya kami dirumah, keluarga Chance datang menyambutku. Mereka memeluk ku satu persatu dan mempersilahkan ku masuk kedalam.

Aku tidak melihat keberadaan Mrs. Chance sejak aku tiba disini. Rasa penasaran ku terhadap reaksinya begitu menyita perhatianku saat ini. Aku benar-benar sudah lelah bermusuhan dengan Ibu mertuaku sendiri.

Alexa keluar muncul bersama dengan Mrs. Chance. Ia terlihat kurang sehat.

Entah ini rencana siapa, tiba-tiba Alexa menyuruh Mrs. Chance duduk disebelahku. Kecanggungan mulai merasuki ku. Beruntung masih ada Greyson yang berada disisiku dan senantiasa mengusap lembut punggung tanganku. Menghantarkan sensasi nyaman yang membuatku sedikit tenang.

"Aku senang kau akhirnya mengunjungi kami," ujar Mr. Scott sambil menyesap tehnya. Aku dan Greyson tersenyum malu, "Kedatangan ku kemari karena ingin menyampaikan sesuatu," Seketika ekspresi mereka menjad tegang, "Ada apa?" tanya Alexa penasaran.

"Apa telah terjadi sesuatu yang buruk?" timpal Nenek Elsie

"Whoa tidak," Greyson terkekeh, "Ini kabar gembira untuk ku dan untuk kalian semua,"

"Apa itu?" Mereka semua mencondongkan tubuhnya kearah kami kecuali Mrs. Chance.

Greyson menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan, "Well, kalian tahu tentang Elsa, bahwa ia tidak bisa hamil dan aku selalu percaya dengan mukzizat Tuhan," Greyson menatapku, "Tuhan menjawab doaku. Elsa sekarang tengah mengandung,"

Mereka langsung bersorak bahagia, Tanner memeluk Greyson dan menepuk-nepuk pundaknya. Pemandangan seperti ini yang selalu ku tunggu. Mereka bahagia karena berita ini.

Aku menatap kearah wajah Mrs. Chance. Ia hanya diam dan tiba-tiba membalas tatapan ku. Buru-buru ku alihkan tatapan ku dan langsung menjawab ucapan selamat dari mereka.

"Adik ku memang hebat. Ternyata sperma mu subur," ujar Tanner yang disusul pukulan kecil pada dadanya.

Kami semua larut dalam canda tawa sampai akhirnya aku merasa mual dan terpaksa berpamitan keluar mencari udara segar.

"Aku ikut," Greyson berdiri dan hendak meraih tanganku, "Tidak. Kau disini temani keluargamu,"

"Bagaimana kalau kau di culik lagi seperti waktu itu?"

"Greyson, aku hanya mencari udara segar dihalaman belakang rumahmu," Ia akhirnya menyerah dan membiarkan ku sendirian dihalaman belakang rumahnya.

Pemandangan kolam ikan yang luas memanjakan penglihatanku. Aku duduk ditepian kolam sambil memandangi pergerakan ikan-ikan kecil didalam sana.

Suara hentakan kaki terdengar, aku menoleh dan mendapati Mrs. Chance berjalan kearahku. Ada rasa takut dan panik karena terakhir kali ia datang menghampiriku hanya untuk memberikan tamparan keras pada pipiku.

Ia duduk disampingku, ikut memandangi ikan yang ada didalam kolam.

"Seharusnya aku sadar," suaranya membuatku menolehkan kepala, "Ia memang tidak pernah salah memilih pasangan." Mrs. Chance menatapku, "Maafkan sikap ku selama ini. Aku dibutakan dengan rasa cemburu karena selama ini hanya Greyson yang selalu berada disampingku dan ketika ia mulai jatuh cinta padamu, memusatkan seluruh perhatiannya padamu, itu membuatku terbakar emosi. Ditambah lagi ketika mengetahui bahwa kau terjebak dalam kasus pembunuhan. Elsa, maafkan aku,"

Kami berdua sama-sama menangis terharu. "Aku merestui pernikahan kalian. Ampuni aku karena sudah membencimu." Aku memberanikan diri untuk menggenggam tangan Mrs. Chance.

"Mrs. Chance, Aku—"

"Ibu nak. Panggil aku Ibu," Aku menangis dan segera memeluknya. Ia membalas pelukan ku sambil mengusap rambutku.

Terima kasih, Tuhan.

Kami melepaskan pelukan dan saling menatap satu sama lain, "Sudah berapa bulan kau mengandung?"

"Satu, dan aku sama sekali tidak menyadarinya,"

Ibu menatapku heran lalu tersenyum, "Ayo masuk kedalam. Ku buatkan makanan enak untuk mu dan calon cucuku,"

Greyson's POV

Pemandangan yang selama ini ku nantikan. Diam-diam aku menitikan air mata melihat mereka berdua berpelukan.

"Dasar cengeng," suara Tanner muncul dari balik punggungku. Aku memasang raut wajah tidak senang, "Sudah lama sekali aku menantikan momen ini," Tanner merangkulku. Ia menarik ku kemini bar dan menyodorkan sekaleng bir.

Aku menerimanya dan kami bersulang bersama.

"Aku masih tidak percaya,"

Aku mengernyit, "Tidak percaya apa?"

"Kau menghamili Elsa." Tanner terkekeh, "Aku ragu janin itu adalah bayimu,"

"Apa maksudmu?"

"Well lil shit yang payah dapat berkembang biak," Tanner terbahak namun itu sama sekali tidaklah lucu bagiku. Ucapannya membuatku berpikir apakah benar janin itu adalah darah dagingku? Mengingat kelakuan Elsa yang buruk dulu. Perkataan Tanner langsung mengganggu pikiranku.

Matahari sudah terbenam, semua orang sudah tertidur kecuali aku. Sekarang ini aku dan Elsa sedang beristirahat didalam kamarku. Pikiranku masih melayang-layang, mempertanyakan janin yang ada didalam perut Elsa. Sisi tempat tidur ku bergerak bersamaan dengan dekapan hangat pada area pinggangku.

"Kenapa belum tidur?" bisik Elsa dengan suara serak.

"Hanya memikirkan sesuatu,"

"Apa ada masalah?" wajahnya kini berada diatas dadaku. Aku mendongak kebawah, "Tidak. Tidurlah," ujarku sambil mengusap kepalanya.

Hembusan nafas Elsa yang hangat berhembus menerpa kulitku. Aku bingung bagaimana caranya menanyakan hal ini padanya. Aku tidak mau membuatnya sakit hati atau malah membuatnya berpikir bahwa aku tidak mempercayainya, namun disisi lain aku merasa tidak nyaman dengan pemikiran ku sendiri.

"Elsa..."

"Hmm?"

"Aku ingin bertanya,"

"Apa?"

Tangan ku masih bergerak mengusap-usap kepalanya, "Apa selama kita menikah, kau pernah tidur dengan laki-laki lain?" tanyaku dengan nada suara serendah mungkin.

Elsa langsung mengubah posisinya, kini ia menatapku dengan kondisi mata sayu, "Apa kau mengira anak ini bukanlah darah dagingmu?" tanyanya dengan kedua mata menyipit.

"Aku...aku hanya ingin tahu,"

Sorot matanya melembut, ia mengubah posisi menjadi duduk menghadapku, "Aku memang bajingan, aku pergi mabuk dengan pria lain bahkan pernah membalas ciuman laki-laki lain," Hatiku bagai tertohok pisau mendengar perkataannya, "Tapi, aku tidak pernah tidur dengan laki-laki lain. Hanya kau, suamiku, orang yang tidur dengan ku,"

Sudut bibir ku membuat sebuah senyuman kecil, aku menariknya kedalam dekapanku dan mencium keningnya sambil memejamkan mata, "Maaf telah meragukan mu,"

Lima bulan kemudian...

Aku dan Elsa saat ini sedang berada dirumah sakit. Kami akan melakukan pemeriksaan rutin untuk kandungan Elsa.

"Mrs. Chance, anda terlihat mengagumkan," ujar Dokter Sivan.

"Terima kasih," dengan keadaan perut yang semakin membesar, Elsa semakin kesusahan untuk bergerak.

Atas persetujuan ku, Dokter Sivan mengangkat keatas kaus Elsa hingga dada. Lalu ia meletakan alat diatas perut Elsa dan terlihatlah gambar anak kami didalam layar monitor.

"Kembar?" tanyaku kaget. Selama ini aku dan Elsa tidak pernah melakukan USG karena Elsa yang meminta. Ia bilang, agar bentuknya lebih jelas ketika usia kandungannya menginjak enam bulan.

"Selamat. Anak kalian kembar," Elsa tersenyum lebar dengan keadaan mata berkaca-kaca.

"Apa jenis kelaminnya, Dok?"

"Umm, posisi bayi anda sedang meringkuk. Sedikit sulit untuk melihat jenis kelaminnya,"

"Biarkan ini menjadi kejutan untuk kita," ujar Elsa. Aku menjawabnya dengan senyuman, setelah itu membiarkan Dokter Sivan memeriksa kesehatan Elsa.

Setelah melakukan pemeriksaan, aku dan Elsa kembali kerumah. Karena usia kandungan Elsa yang sudah menginjak enam bulan, Ibu ku memutuskan untuk tinggal dirumah. Beliau memaksa ingin menjaga Elsa selama aku bekerja.

Hari-hari ku semakin membaik semenjak kehamilan Elsa. Seolah, kehamilannya membawa keberuntungan bagiku. Aku sudah naik jabatan menjadi manager di perusahaan asuransi, sekarang hanya satu pekerjaan yang ku jalani. Mengingat Elsa sering uring-uringan jika aku pulang larut. Semenjak mengandung juga, suasana hati Elsa tidak stabil. Ia bisa gampang marah dan sering merajuk.

Malam ini ia tidur bersama ku setelah beberapa malam aku diusir tidur diruang tamu bersama Whiskey sedangkan ia tidur dengan Ibuku.

Tubuhnya pun sudah berubah, yang dulunya seksi seperti gitar Spanyol kini berubah seperti Baymax—bulat gendut.

"Jadi..."

"Jadi?" aku mengulang kalimatnya.

"Anak kita kembar, kau mau beri nama siapa?"

Senyuman lebar terpancar diwajahku, "Quinn dan Elizabeth," ujarku percaya diri.

"Memangnya kau yakin anak kita nantinya perempuan?" tanya Elsa sambil memicingkan mata. Aku menyengir garing.

"Aku mau anak laki-laki," gerutunya.

"Aku mau perempuan,"

"Laki-laki, Greyson!"

"Perempuan, Elsa!"

"Aku mau laki-laki!!" Ia mencubit perutku dengan gerakan memutar, membuatku mengaduh kesakitan, "Aku mau laki-laki dan akan ku beri nama Alexander dan Zachary,"

Aku meringis mengusap-usap bekas cubitannya, "Yasudah. Tapi jika anak kita nanti perempuan, aku mau menamai Quinn dan Elizabeth,"

"Ok," Elsa mengangguk semangat lalu merubah posisi tidur menjadi memunggungiku.

**

Matahari sudah terbit dari ufuk timur, aku, Elsa dan juga Ibuku sedang sarapan bersama. Elsa terlihat tidak bersemangat. Ia hanya mengaduk-aduk sup nya yang masih mengepulkan asap itu. Aku mengunyah sambil melirik kearah Ibuku, barangkali ia tahu penyebab perubahan sikap Elsa. Namun, Ibu hanya menjawab dengan hendikan bahu.

"Kau sakit?" tanyaku akhirnya. Elsa menghela nafas lalu berhenti mengaduk sup, "Aku bosan,"

"Bosan?"

"Aku sedang ngidam,"

Aku berhenti mengunyah dan refleks langsung melotot kearahnya. Ini mengingatkan ku pada bulan lalu dimana Elsa sedang mengidam sesuatu yang aneh. Elsa meminta ku diam dikamar sampai siang hari. Ia memintaku untuk melepaskan celana dan dengan leluasa ia bermain dengan milikku alhasil, aku telat masuk kekantor.

"Apa yang kau inginkan sayang?" tanya Ibu.

Elsa diam sambil mengulum senyum. Aku tahu, dibalik senyuman polosnya terdapat tawa iblis jahat.

"Aku baru saja menonton film kartun dan kurasa akan sangat lucu jika..." ia menyengir lebar, "Jika Greyson mau mengecat rambut Niall menjadi warna merah jambu,"

"ASTAGA,"

Ibu berusaha menahan gelak tawanya.

"Ku mohon Grey. Ini permintaan anak kita,"

"Elsa, bagaimana caranya aku mengatakan ini pada Niall?!" tanyaku frustasi.

"Kau membentak ku?"

"Elsa, aku.. maaf... sayang dengarkan aku dulu," ia melangkah cepat menuju kamarnya tanpa mengucapkan apa-apa. Ibu tersenyum iba padaku.

"Bersabarlah. Semua wanita hamil memang seperti itu,"

"Tapi bagaimana caranya aku membujuk Niall agar rambutnya mau di warnai jadi merah jambu?"

"Coba bicara baik-baik atau jika perlu, belikan ia sesuatu,"

Aku diam sejenak sambil berpikir. Menyogok Niall adalah satu-satunya cara saat ini. Tanpa banyak bicara aku segera melangkah menuju rumah Niall.

Ku ketuk beberapa kali pintunya rumahnya sampai akhirnya Mrs. Horan datang untuk membukakan pintu.

"Greyson, silahkan masuk," ujarnya ramah.

"Apa Niall ada dirumah?" tanyaku langsung pada intinya.

"Niall sedang berada di toko roti. Ada yang bisa ku bantu?"

"Oh umm aku hanya perlu bantuan putramu. Kalau begitu aku permisi,"

Dengan langkah terburu-buru aku kembali kedalam rumahku untuk mengeluarkan moses dari dalam garasi. Aku harus bergegas menemui Niall karena nanti siang aku harus kembali ke kantor untuk mempersiapkan laporan keuangan. Hari ini aku mendapat giliran masuk siang, jadi sebisa mungkin waktu luang yang ku punya ku gunakan dengan baik.

Bocah pirang itu sedang melayani para pembeli dan ketika aku masuk kedalam, cengiran diwajahnya semakin melebar.

"Hi, Dad," sapanya riang.

"Sejak kapan kau jadi anakku?" ujarku sambil mengacak rambutnya, "Apa kau sibuk?"

"Aku baru saja selesai. Ada apa?"

"Temani aku makan es krim,"

Kedua alis Niall menukik tajam, "Tumben,"

Cengiran diwajahku semakin lebar, sebisa mungkin ku sembunyikan wajah gugupku dari hadapannya.

Untuk menghilangkan kegugupanku, aku sedikit berbasa basi dengan Niall sampai akhirnya kami tiba di Baskin Robbins. Niall memesan tiga skup es krim coklat sedangkan aku hanya memakan satu skup es krim vanila.

"Enak?" tanyaku pada Niall yang dari tadi sibuk makan.

"Sangat! Sering-seringlah mentraktirku,"

Aku mengangguk kecil, "Sebenarnya, aku butuh bantuanmu,"

Niall tergelak, "Aku sudah tahu niatmu. Kau pasti butuh sesuatu hingga harus mentraktirku begini."

"Dasar bocah," aku terkekeh kecil, "Apa kau menyayangi, Elsa?"

"Mengapa kau bertanya demikian? Tentu aku menyayangi Elsa. Ia sudah seperti kakak kandungku sendiri,"

"Kalau begitu bantu aku menuruti permintaannya,"

"Apa itu?"

"Ia ingin mengecat rambutmu jadi merah muda,"

Sendok es krim yang sedang Niall pegang tiba-tiba terlepas, "Kau gila, Greyson."

"Ayolah, Ni ku mohon. Akan ku belikan cat rambut yang cepat hilang,"

"Bagaimana jadinya aku disekolah? Rambut pirang ku berubah jadi merah muda? Warna yang sama dengan celana dalam wanita disekolahku,"

Eh "Dari mana kau tahu celana dalam wanita disana berwarna merah muda?"

"Aku sering mengintip,"

Jitakan pelan melayang diatas kepalanya, membuatnya mengaduh kecil.

"Jika kau mau menuruti permintaanku, maka aku akan menuruti permintaanmu,"

"Benarkah?"

"Aku janji,"

"Ok. Ku turuti kemauan mu."

Setelah menghabiskan es krim, kami berdua mampir sebentar ke salon untuk membeli cat rambut yang tidak permanen.

Elsa girang bukan main ketika mengetahui Niall bersedia ia poles. Aku dan Ibuku hanya bisa menyengir ngeri melihat Niall yang pasrah di poles oleh Elsa.

Perutnya yang besar membuatnya kesusahan bergerak dan itu membuatku sedikit khawatir.

"TADAA!! Bagus 'kan?" Elsa menyisir rambut Niall yang kini sudah berubah warna menjadi merah muda. Aku dan Ibu ku berusaha mengatur nafas kami karena kesulitan menahan gelak tawa.

"Apa aku terlihat mengerikan?"

"Tidak hfft kau terlihat tampan,"

Niall berlari menuju cermin. Ia terkejut melihat pantulan dirinya namun dalam sekejap ia menyeringai, "Bagus juga warna rambut merah muda,"

Elsa terus menerus memainkan rambut merah muda milik Niall, sedangkan aku hanya diam sambil memandanginya. Tiga bulan lagi. Aku harus bersabar sampai akhirnya anggota keluarga kami hadir. Aku tidak sabar ingin segera memberikan nama terakhir ku pada anak-anak ku nanti.

***TBC***

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

Rain Moonlight Star द्वारा

सामान्य साहित्य

108 67 7
Namanya Rain pemuda yang suka dengan hujan
301K 22.9K 104
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
AMETHYST BOY AANS द्वारा

फैनफिक्शन

458K 46.1K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
Adopted Child k द्वारा

फैनफिक्शन

227K 34.2K 62
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...