Wedding Conspiracy [Conspirac...

By melizacaterin

273K 10.3K 758

Wedding Conspiracy By : Meliza Caterin Sinopsis : Judith Abbigail Sullivan harus menerima tradisi dalam kelua... More

Prolog
Bab [1]
BAB [2]
BAB [3]
BAB [4]
BAB [6]
BAB [7]
BAB [8]
BAB [9]
BAB [10]
BAB [11]
BAB [12]
BAB [13]
BAB [14]
Bab [15]
BAB [16]
BAB [17]
BAB [18]
BAB [19]
BAB [20]
BAB [21]
Last Share
Open PO.
Promo PO.
Ready di penerbit
Surrender To Destiny
Open PO dua.
Versi Ebook di google play
Tersedia Full Story
PROMO 100k DAPAT SERIES LENGKAP!!!

BAB [5]

12.9K 754 26
By melizacaterin

"Sir," Andrew bergerak gelisah di atas tumpuan kakinya, dia gelisah saat melihat wajah Adam yang biasanya terlihat kasar dan keras, maka saat ini wajah itu telihat mengerikan, Adam terus menunjukan tatapan menusuk dengan tubuh sekaku batu. Demi Tuhan, Andrew tidak suka berada di dekat Adam jika suasana hati pria itu sedang tidak baik.

"Aku akan menemui langsung semua wanita tidak tahu diri itu!" Andrew hanya bisa mendesah pasrah, dia membukakan pintu dan mengekor di belakang Adam saat atasannya itu menuju lantai utama. Andrew masih menumpuk empat wanita yang berani menghina Judith di dalam bagasi yang terbuka, tangan dan kaki mereka terikat, sementara kain yang dia temukan dari mobil anak buahnya digunakan untuk menyumpal mulut mereka.

Andrew berharap kalau para wanita sialan itu tidak mati karena mencium bau busuk dari kain tersebut, hanya Tuhan dan anak buahnya yang tahu bekas apa saja kain-kain tersebut. "Mereka masih ada di depan loby, Sir."

Andrew memberitahu posisi tahanannya, Adam melangkah dengan sorot mata tajam. Begitu pintu lift terbuka semua orang langsung menundukan kepala, semua orang tahu akan sangat mengerikan kalau menyapa Adam di saat pria itu sedang marah.

Sesampainya mereka di bagian luar gedung, Adam melihat dua honda Accord dengan cup bagasi yang terbuka, dua mobil itu diparkir dengan bagian belakang menghadap ke dalam gedung, sehingga Adam sudah bisa melihat beberapa wanita yang menggeliat di dalam bagasinya.

Adam berjalan mendekat, sementara semua wanita yang ada di dalam bagasi meronta sambil menunjukan tatapan ngeri. "Buka penutup mulut mereka," perintah Adam dengan suara dingin, beberapa anak buahnya bergerak cepat untuk melaksanakan perintah. Adam mencondongkan tubuh sambil menunjukan tatapan menusuk, tatapan yang biasa dia gunakan untuk memarahi anak buahnya jika tidak bekerja dengan benar.

Bahkan seorang pria bisa gemetar jika ditatap seperti itu, dan sekarang entah perasaan seperti apa yang sedang semua wanita itu rasakan. "Apa benar kalian berani menghina calon Istriku?" Adam menatap semua wanita itu satu persatu. "Jawab!" Lalu dia membentak saat mereka hanya diam dengan tubuh gemetar.

Andrew bahkan meringis saat mendengar Michael—si pemilik mobil—mengumpat pelan ketika melihat air yang merembes keluar dari mobilnya. Well, sepertinya sebentar lagi para wanita itu akan membuat bagasi menjadi basah dengan air seni mereka.

"Jawab atau aku akan menembak kalian!" Adam sudah meletakan tangannya di pinggang dan meyentuh gagang pistol yang menyembul dari balik jasnya yang tersingkap.

"Aku... kami... kami tidak tahu kalau wanita itu adalah calon Istri anda, Sir," wanita yang berambut pirang stoberi menjawab dengan terbata-bata.

"Tapi dia calon Istriku, sialan!" Adam tidak memperdulikan tubuh-tubuh yang mengerut karena tatapannya tersebut, "Berani sekali kalian menghina miliku."

"Kami kira dia benar-benar akan menikah dengan Ian Buchanan," wanita yang berambut coklat dengan wajah berbintik berusaha membela diri dan teman-temannya.

"Apa?" Adam menatap wanita itu dengan penuh minat, minat untuk melepaskan salah satu pelurunya jika mereka sedang membual. "Darimana kau mendapatkan omong kosong seperti itu?" Adam mulai ingin membuang pelurunya ke tubuh seseorang.

"Kami... kami membacanya di majalah, bahkan Joana Lindsey sudah dicampakan oleh Ian," mata wanita itu dipenuhi dengan teror, tatapan terus mengarah pada tangan Adam yang tidak mau lepas dari pistolnya. "Ian mengatakan pada publik kalau dia akan menikah dengan Judith Sullivan, dia juga memamerkan photo calon tunangannya pada media."

"Brengsek!" Adam menendang salah satu mobil hingga membuat wanita yang ada di bagasinya memekik ketakutan. "Andrew di mana Judith?" Adam bertanya pada Andrew tanpa memperdulikan teriakan takut dari wanita yang ada di hadapannya.

Tapi sebelum sempat Andrew menjawab Judith sudah muncul di dekat mereka sambil memekik. "Ya Tuhan apa yang akan kalian lakukan pada mereka?" Judith menatap Adam dengan pandangan menuduh, lalu dia berbalik untuk meminta bantuan Luke. "Kau harus melakukan sesuatu, wanita-wanita itu bisa mati ketakutan jika kita tidak menolongnya."

"Aku tidak akan membiarkan mereka keluar dari tanahku tanpa kenang-kenangan," suara Adam membuat Judith merinding, dia menatap calon suaminya itu dengan pandangan ngeri. "Bawa semua wanita sialan ini dari hadapanku, dan ambil rambut mereka semua sebagai kenang-kenangan."

"Astaga kau tidak boleh melakukan itu!" Judith melayangkan tangan untuk memukul bahu Adam, tapi pria itu tidak membiarkan Judith untuk memukulnya. "Demi Tuhan Luke lakukan sesuatu, mereka akan memotong habis semua rambut wanita malang itu."

Judith berharap kalau Luke akan mendengar dan mau menuruti perintahnya, tapi Luke hanya menunjukan tatapan datar sambil mengucapkan hal yang tidak terduga. "Sekalipun aku tidak suka dengan calon Suamimu, My Lady. Tapi untuk kali ini aku tidak akan menentangnya."

"Luke demi Tuhan mereka akan...."

"Aku bahkan bisa melakukan hal yang lebih mengerikan jika diberikan wewenang untuk menghukum sikap mereka," Luke memotong ucapan Judith. "Mereka hampir melukaimu My Lady, dan aku tidak akan pernah membiarkan orang yang berusaha untuk menyakitimu selamat!"

Judith merasa hawa dingin merambati tulang punggungnya. Oh sial, kali ini tidak ada satu orangpun yang mau mendengarkan permohonannya.

***

Setelah Adam memerintahkan anak buahnya untuk membawa ke empat wanita itu pergi, Judith diseret masuk oleh Adam untuk kembali ke dalam gedung. Dia masih bisa mengingat bagaimana tatapan para wanita itu, ada teror dan kengerian yang terpancar di sana. Sekalipun Judith berusaha untuk menahan semua laki-laki yang ada di sekitarnya agar tidak mencukur rambut mereka.

Tapi semua orang tidak ada yang mau mendengarkannya, bahkan Luke sekalipun. Pengawal pribadinya itu tampaknya masih marah karena salah satu wanita itu berusaha untuk menyakitinya, Luke memberikan ceramah singkat mengenai gelas yang bisa berakibat fatal jika mengenai sasaran.

Judith hanya bisa pasrah kerika tubuh mungilnya diseret Adam, ketika berada di dalam lift pria itu mencengkram tangannya dengan cukup keras, meskipun terasa menusuk Judith tetap berusaha untuk tidak meringis. Wajah Adam terlihat sekaku biasa, tapi kali ini tatapan matanya menyimpan sesuatu yang mengerikan.

Seperti amarah yang siap untuk ditumpahkan, dan Judith bersumpah kalau sampai Adam berani menyakiti dirinya, maka dia akan pergi. Tidak perduli jika di luar sana banyak hal jahat yang sedang menanti, karena Judith tidak akan pernah mau menikah dengan pria kasar yang memukul wanita.

Mereka keluar dari lift, Adam tetap melangkah sambil menarik Judith tanpa mau melihat kalau gadis itu sampai tersaruk hingga beberapa kali. "Marissa aku akan menyelesaikan beberapa hal dengan Miss. Sullivan, sebaiknya jangan menggangu sebelum aku memberitahumu kalau kami sudah selesai."

"Baik, Sir," Sekertaris Adam mengangguk lalu memberikan senyuman pengertian pada Judith, wanita itu seolah buta kalau wajah Judith saat ini sudah berubah pias.
"Kenapa kau membawaku ke ruang kerjamu? Lepaskan aku, brengsek!" Judith berusaha melepaskan diri saat Adam menariknya masuk ke dalam ruangan, sekalipun Judith memiliki tenaga yang cukup besar, tapi hal itu tidak sebanding dengan kekuatan yang dimiliki Adam. Pria itu menutup pintu dengan cara menendangnya.

"Bajingan! Lepaskan aku brengsek...," umpatan Judith selanjutnya teredam oleh bibir Adam, pria itu sudah mendorong tubuhnya ke dinding dan memberikan ciuman yang tidak terduga, mata Judith melotot dengan tubuh yang terasa kaku, tubuh pria itu menekan tubuhnya hingga seakan membuat Judith kesulitan bernapas.

Ciuman itu teras kasar di satu waktu, lalu terasa lembut di waktu berikutnya, ciuman itu dipenuhi dengan rasa frustasi dan kepemilikan yang nyata. Adam berhasil menjungkir balikan perasaan Judith, karena tanpa sadar ciuman tersebut sudah membuat jari-jari kakinya menekuk, ada getaran aneh yang merambat dalam tubuh Judith, dia merasa desiran tidak kasat mata itu mulai berputar di sekitar perutnya, lalu turun dan berada tepat di antara kakinya.

Ketika tangan Adam yang semula meremas rambut Judith bergerak turun ke arah lehernya, sentuhan tangan itu menjadi pelengkap pada sensasi asing yang tidak pernah dia ketahui. Judith merasa kalau celana dalamnya basar, dia gemetar dan lemas dengan cara yang tidak bisa dijabarkan seperti apa.

"Lepaskan aku," Judith berusaha mendorong Adam. Pria itu menarik diri sedikit, napas mereka saling memburu dengan dada yang naik turun.

"Jika sampai aku mendengarmu tidak ingin dikelilingi pengawal," Adam menyentuh sudut bibir Judith yang masih bengkak oleh ciuman mereka, "Maka aku sendiri yang akan merantai kakimu dan mengikatnya pada tanganku. Aku tidak akan pernah membiarkan siapapun menyakitimu, apa kau mengerti?"

Adam menatap Judith dengan mata birunya yang menggelap, entah karena amarah atau karena gairah. Tapi yang jelas Judith bisa merasakan kalau bukti gairah pria itu sedang menekan perutnya, mengirimkan sensasi asing lain yang terus membuat dadanya berdebar. Judith hanya meringis ketika Adam kembali mecium bibirnya, sementara tonjolan di balik celana jeans pria itu terasa semakin nyata. Besar dan keras.

"Aku harus pergi," Judith tidak berhasil untuk membuat suaranya terdengar normal, dia merasa kalau wajahnya terasa panas, sementara rambut coklatnya sedikit acak-acakan bekas remasan jari Adam. "Dan aku tidak ingin diatur."

"Jangan melawanku," kali ini tatapan Adam terlihat tegas, sementara suaranya terdengar sedingin es beku dengan ujung runcing yang sewaktu-waktu bisa menancap dalam tubuhnya.

"Brengsek!" Judith mengumpat.

"Terima kasih."

"Bajingan, aku tidak suka kau bersikap seolah dirimu berhak atas diriku!" Judith mendorong dada pria itu, namun tubuh Adam tidak bergerak sedikitpun, melainkan Judith menemukan tangannya yang sulit untuk ditarik; setelah menemukan dada bidang yang terasa kokoh di balik turtleneck warna hitam yang dikenakan Adam.

"Aku memang berhak atas dirimu, kucing kecil," meskipun perkataan Adam terdengar menggoda, tapi tatapan serta ekspresi wajah pria itu tetap datar seperti biasanya.

"Sialan kau! Apa kau tidak berpikir kalau reputasimu akan hancur? Ketika kau memerintah semua anak buahmu untuk mengambil rambut ke empat wanita itu," Judith menggelengkan kepala dengan prihatin. "Ada banyak pasang mata yang menyaksikan, bahkan beberapa klien yang akan menggunakan jasa sistem keamananmu juga ada di sana."

Adam hanya menyimak dan tidak berniat untuk menyela, dia menatap Judith yang menarik napas sebelum melanjutkan. "Reputasimu bisa rusak dan kau bisa dicap sebagai orang yang tidak berperasaan!"

Adam menarik diri dan berbalik sambil menjawab perkataan Judith. "Aku memang sudah menyandang reputasi itu, juga aku memulai bisnis ini dengan tidak berperasaan, dan aku tidak berniat untuk mengubahnya."

"Oh katakan kalau hal itu hanya di mata para pembisnis dan bukannya di mata orang-orang di sekitar sini?" Judith mulai merasa ngeri.

Adam menoleh dan menyadari kekhawatiran di mata calon Istrinya. "Berpuluh-puluh blok dari gedung yang sedang kau injak ini," dia memelankan suaranya sambil menunjukan sorot mata yang terlihat geli, "Aku memang dikenal dengan pria yang tidak berperasaan, aku akan melakukan hal yang mengerikan jika ada yang berani menyentuh miliku."

Seketika Judith merasa lemas, kata miliku diucapkan dengan nada posesif, sepertinya bagi Adam semua orang yang bekerja padanya disamakan dengan semua harta benda yang dia miliki. Dan demi Tuhan Judith tidak ingin tergabung dalam hal yang disebut Adam sebagai propertinya.

***

Adam menatap layar komputer di hadapannya sambil mengerutkan kening, berita yang terpampang di sana membuatnya muak. Tidak ada satupun kebenaran yang tersisa, yang ada hanya omong kosong karena Ian sudah membual pada pers mengenai rencana penikahannya dengan Judith, sementara Joana Lindsey juga tidak kalah heboh dengan mantan tunangannya yang brengsek itu.

Joana menjadi wanita yang patah hati dan meminta perhatian publik dengan menangis di depan umum, semua orang menyalahkan Judith atas kandasnya hubungan sejoli itu. Adam membaca semua berita tersebut sambil bertanya-tanya, dia sedang memikirkan dengan cara apa menyiksa dua orang bodoh yang memuakan itu.

Judith tidak layak mendapatkan hinaan seperti ini, seluruh dunia akan tahu keburukan yang bahkan tidak pernah dilakukan gadis itu. Dan Adam bersumpah kalau dia akan membuat Ian membayar sikapnya dengan sangat mahal, dia tidak akan melepaskan bajingan itu meski dia memohon dan menjilati sepatunya. Tidak ada kata ampun bagi orang-orang yang lancang seperti mereka. Karena bagi Adam semua hal yang akan menjadi miliknya harus dia lindungi dengan baik.

Begitu pula dengan keluarga Mr. Sullivan beserta properti dan anak perusahaannya, Adam akan menjaga mereka semua seperti ia menjaga diri sendiri. Adam mengetuk-ngetukan jarinya di meja, dia terus membaca sementara kerutan tidak pernah hilang dari dahinya. Setelah satu jam menelaah semua berita yang muncul, akhirnya Adam mengambil keputusan dan memanggil Andrew untuk menghadapnya.

Sepuluh menit kemudian Andrew sudah datang sambil menatapnya dengan penuh minat. "Apa ada yang harus saya lakukan, Sir?"

Adam mendongak sambil menatap Andrew dengan serius, "Sejauh mana persiapan pesta ulang tahun perusahaan kita?"

"Sejauh ini masih berjalan sesuai rencana," Andrew duduk tanpa dipersilahkan, dia menyeringai ketika Adam menatapnya dengan pandangan menegur. "Dua minggu lagi semuanya akan selesai tepat waktu."

"Percepat persiapannya."

"Apa?" Andrew tidak menyembunyikan rasa terkejutnya. "Apa kau ingin aku meminta mereka untuk bekerja lembur?"

"Panggil aku Sir! Kita sedang dikantor," tegur Adam.

"Terserahlah," Andrew menunjukan senyuman anak-anak miliknya, senyuman yang bisa membuat banyak wanita rela merangkak di atas pecahan kaca demi mendapatkan senyuman tersebut. "Apa kau serius?" Andrew meringis saat Adam tidak melepaskan tatapan tajamnya. "Oh baiklah My Lord, apakah kau ingin hamba meminta semua orang untuk bekerja lebih keras lagi?"

"Aku ingin semuanya siap dalam minggu ini, jangan lupa siapkan undangan untuk para kuli tinta sialan itu," Adam mengabaikan olokan Andrew mengenai posisinya.

Dasar bocah nakal. Dengusnya dalam hati.

"Oh... Uh baiklah jika itu yang My Lord inginkan, maka hamba akan segera menyampaikan perintah."

Lalu Andrew bangkit, dia menyempatkan diri untuk membungkuk ala pelayan kerajaan. Jika saja suasana hati Adam tidak sedang buruk, mungkin saat ini dia sudah melempar pria itu dengan asbak dan meladeni candaannya. Tapi sayangnya Adam sedang tidak berniat untuk bercanda, tidak di saat nama baik calon Istrinya sudah dirusak oleh seseorang.

***

Hai selamat malam selasa. Terima kasih buat yang masih setia ngikutin kisah mereka. Semoga gak bosen ya

(21 September 2015)

Continue Reading

You'll Also Like

846K 71.1K 51
[COMPLETED] Romance/Action/Humor/Family ♣︎ Rhys Giovinco Rhys memejamkan kedua matanya. Meresapi kekosongan menyerang inti jiwanya. Bosan. Kata itu...
380K 17.5K 24
[tamat-sebagian part sudah di unpublish secara acak!] Take Me To Your Heart series #2 Harvey Almanzo menikahi Layla Shevalonica semata-mata demi bisa...
ROSE (on Going) By murly

General Fiction

222K 20K 76
Wajib Follow, vote n comment No plagiat, no copy my story.. Perceraian membuat Edward, pria berusia 37 tahun, harus maksimal membagi waktu dan tubuhn...
318K 18.2K 13
Kupikir, jalan hidupku biasa-biasa saja seperti orang normal pada umumnya. Bertemu dengan seorang pria, menikah dengannya, dan hidup bahagia dalam ke...