Don't Ever Say Goodbye

Autorstwa angeliinexf

304K 10.2K 168

Ketika kau menginginkan mereka, mereka tidak menginginkanmu. Ketika kau berhenti menginginkan mereka, mereka... Więcej

Heart Beat
You're All That I Think
Uninvited Feelings
One Step Closer
Love Rain
First Kiss
I Miss You
Jealous?
My brother's Wedding
I Don't Wanna Lose You
Failed Surprise
Monster Day!
Monster Day (2)
End Of Monster Day
New Job!
Rian?
Secret
Secret (2)
The Truth
Sadness
Where Are You?
I'm Here! Breathe!
Damn You!
Damn You! (2)
Truth Or Dare?
Nightmare
Reality
Our Pain ( AlviNe )
Gimme A Chance
Last Exam
Before I Go
Someone, Help!
Scare Night?
The Secret Of That Night
Goodbye~
After 4 Years
Wait Me ~ (1)
Wait Me ~ (2)
Love In London
Marry Me?
I'm Coming, Jakarta!
Rico Frederick
Find Me, Alvin.
One Last Kiss
Reunion
The Wedding
New Families
Epilog
Extra Part
SEQUEL IS OUT !!!
Love Players !
AUTHOR'S COME BACK

Hardest Choice

4.3K 155 1
Autorstwa angeliinexf


Vira POV

Capek banget weekend malah bantu-bantu di bakery. Malah nyokap belum pulang lagi. Gue mutusin buat ke supermarket bentar buat beli beberapa softdrink dan cemilan.
Gue sampe ke supermarket dan ngeliat sosok yang gue kenal lagi makan pop mie di depan supermarket. Supermarket ini memang menyediakan meja dan kursi di luar untuk sekedar menyesap kopi, makan mie atau nongkrong. Kak Doni.

Hati gue tiba-tiba berdebar banget. Karna sekarang dia lagi gak dalam penampilan nerd-nya. Bahkan dia lebih kece dari Mike! Dengan baju lengan panjang biru muda pas badan yang memperlihatkan badannya yang terpahat sempurna yang biasanya tertutup kemeja kebesaran dan dikancing sampai atas, rambutnya yang biasa disisir kebawah sekarang disisir rapi ke atas, dan mata yang biasa tertutupi kacamata besar kini terekspos seakan menyihir semua wanita untuk menatapnya.

"Gue gak habis pikir. Wajah dan badan bak pangeran sekaligus model gitu kenapa gak mau nikmati kekayaan ortunya aja." Gumam gue. Gue cepet-cepet bergegas masuk ke dalam supermarket pura-pura gak liat dia dan mengambil apa yang pengen gue beli. Setelah itu gue bayar ke kasir. Pas gue di kasir , gue liat ke luar. Dia masih di sana. Kayanya ada yang lagi dia pikirin. Ah masa bodoh..

Gue emang pernah deket sama Kak Doni. Tapi setelah gue tau kalo ternyata dia itu anak pemilik sekolah sekaligus putra sulung pemilik perhotelan terbesar nomor satu di Jakarta, dia jauhin gue.

Apa mungkin dia pikir gue cuma cewe matre yang pengen uang dia?
No.
Gue bukan pengen uang dia.
Gue cuma gak mau image gue dan keluarga gue rusak hanya karna gue ngejalin hubungan sama orang yang bisa dibilang gak punya apa-apa.
Gue emang dari kecil hidup dengan serba berkecukupan. Gue sendiri jelas gak mau jadi gembel atau gelandangan.
Tapi kalo dia terus-terusan jadi nerd dan jadi penjaga perpus doank. Ya gue males lah.

Tapi hati ini khianati gue.
Sekian lama hati gue genggam dia. Sialan!

Pilihan untuk hidup susah sama dia? Bukankah itu pilihan tersulit yang pernah gue ambil? Apa gue siap hidup susah? Tapi.. Hati gue..

Gue berusaha menjauh dari dia. Semoga aja dia gak ngeliat gue. Gue cuma gak mau aja hati gue nantinya makin khianati gue. Gue anti patah hati!!

"Hei!"

Dia manggil gue? Ha? Apa gue gak salah denger? Holly shit!
Gue balik badan dan liat dia. Gue ngerutin dahi gue.

"Siapa ya?"

"Sok pura-pura gak kenal. Duduk."

Astaga! Dia engga megang perusahaan aja, aura kekuasaannya terpampang banget. Beda 360° dari Doni nerd si penjaga perpus.

"Ada apa, Kak?"

"Gapapa. Pengen ditemenin aja."

"Lo kira gue cewe apaan?"

"Haha bukan gitu maksud gue. Gue cuma lagi bingung aja."

"Kenapa?"

"Apakah gue bisa dan pantes nerusin perhotelan bokap gue atau gak. Mau gimanapun, dia tetap bokap gue. Gue juga gak tega sama nyokap gue."

Dia curhat?

"Gini ya, gue sih cuma bisa kasih saran. Lo terima, syukur. Gak terima, yaudah. Lagian gue bukan siapa-siapa lo kan? Lo cerita ke gue, berarti lo percaya sama gue.

Menurut gue, nerusin bisnis bokap lo itu udah kewajiban lo sebagai putra sulung Gunawan. Seharusnya lo jadi Doni Gunawan, putra sulung pemilik sekolah gue dan perhotelan terbesar di Jakarta. Bukan jadi Doni nerd penjaga perpus di sekolah bokapnya sendiri.

Lo harus bisa jadi diri lo sendiri. Gue sendiri aja bakal nerusin perusahaan bokap gue. Karna gue sadar, guelah harapan mereka."

"Tapi.. Masih ada Mike. Dan.. Bokap n nyokap lebih sayang ke dia. Dia bahkan bebas. Dia bisa kuliah dengan jurusan yang dia suka. Gak kaya gue."

"Lo itu putra sulung. Lo yang paling diharepin. Gue harap lo bisa ngerti dengan apa yang gue omongin. Gue berharap besar lo bisa balik ke diri lo sendiri. Gue tau lo mau mandiri dan hidup tanpa tetek bengek keluarga lo. Tapi bokap n nyokap lo pasti butuh lo. Dengan lo yang kaya gini, apa lo gak kangen sama nyokap lo?"

"Ada Mike."

"Mike.. Mike dan Mike. Sebenarnya gue tau kalo lo iri sama dia. Dia lebih bebas dari lo. Tapi inget, itu hanya persepsi lo. Bisa aja Mike juga ngerasa hal yang sama kayak lo. Gue ngerti kenapa Mike sering ke perpus kita buat nyari referensi yang kita tau jelas kan gak mungkin di kampusnya gak ada perpus? Dia hanya pengen ketemu, tau keadaan lo dan deket sama lo,"

"Sok tau."

"Terserah deh. Gue mau ngomong sampe batman berubah jadi kuning, kalo lo tetap bersikeras sama pendapat lo juga percuma. Gue balik dulu."

"Thanks."

Gue mengerlingkan mata gue ke dia.
Dia percaya sama gue.
Dia cerita sama gue. Astaga! Gue hebat! Hebat bisa sedingin itu sama dia padahal hati gue lagi usaha ngekhianatin gue.
How amazing I am ??!

Gue ngelanjutin perjalanan gue ke rumah. Gue emang gak bawa mobil. Karna jarak rumah ke supermarket itu dekat. Tapi gue ngerasa aneh. Jalanan juga udah sepi. Gue ngerasa ada yang merhatiin gue. Bulu kuduk gue juga berdiri. Sial! Gue harus cepet sampe rumah.

Bugh!

Tiba-tiba ada suara pukulan di belakang gue.

"Vira awas!"

Gue liat pake ujung mata gue, ada yang bakal nyerang gue.
Bugh!

Satu tendangan gue berhasil mendarat sempurna di tulang keringnya. Jangan salah. Gue pernah belajar karate.

Gue liat Kak Doni lagi ngehajar dua orang lagi. Astaga! Keren banget sumpah! Sampe-sampe gue lupa di depan gue ada preman yang berusaha berdiri buat nyerang gue lagi.

Bugh!

"Aw!" Pekik gue. Sialan gue ditinju. Sudut bibir gue berdarah.
Sial!
Gue langsung serang dia balik dan gue kunci tangannya sampe dia gak bisa gerak. Sedangkan dua preman yang dihajar Kak Doni udah lari pontang-panting. Kak Doni berjalan ke arah gue dengan garang dan mendaratkan pukulannya ke wajah preman yang tangannya lagi gue kunci.

Bugh!
Akhirnya gue lepas tangan preman itu dan dia langsung meluk gue erat banget.

Dia?
Kak Doni?
Meluk gue?

Gue terpaku.
Dia ngelepas gue dan usap bibir gue pake jempol dia.
"Pulang. Gue obatin."

Gue hanya bisa ikut dia.
Astaga!
Kayanya gue tau harus gimana.
Gue harus milih perjuangin rasa gue ke dia sekalipun dia hanya penjaga perpus yang nerd!
Gue milih pilihan tersulit itu. Gue udah mantapin itu. Pelukan tadi serasa rumah yang hangat buat gue. Dan gue sangat-sangat ngerasa terlindungi.

----****----

Doni POV

Gue ketemu dia lagi.
Dia.
Yang udah nyuri hati gue.
Dia yang udah buat gue mikir buat nyudahin samaran gue dan kembali ke diri gue.
Kembali ke Doni Gunawan, putra sulung pemilik sekolah dan perhotelan terbesar di Jakarta.
Dan dia.
Semua yang dia bilang malem ini ke gue serasa ngehipnotis gue.
Dia..
Vira Devina.
Putri sulung pemilik showroom mobil terbesar di Jakarta.

Gue gak mungkin bersanding sama dia dengan identitas Doni si nerd penjaga perpus. Gue gak pantas.
Dia yang buat gue mikir dua kali atas penyamaran gue selama ini.
Gue punya alasan atas semua yang gue lakuin.
Tetek bengek Gunawan itu cuma buat gue serasa di penjara. Gue gak pernah bebas dan gue sama sekali gak berniat untuk ikut campur dalam urusan bisnis bokap gue.
Sebenarnya gue pengen kalau aja dari awal gue bebas. Gue tau megang bisnis bokap itu tanggung jawab gue juga sebagai Putra Sulung keluarga.
Tapi bokap gue sendiri yang buat gue benci sama semuanya. Sampe pada akhirnya gue keluar dari rumah dan hidup mandiri dan sederhana seperti sekarang ini.

Terlihat bodoh gue jadi nerd dan jadi penjaga perpus di sekolah milik bokap gue sendiri. Tapi apa daya? Bokap gue yang berkuasa itu nutup semua lowongan pekerjaan.
Mungkin sekarang mereka lebih ngandelin Mike yang sebentar lagi bakal wisuda.
Vira bener. Gue iri sama Mike.
Dia bebas. Bebas nentuin apa yang dia mau.

Bayang-bayang Vira dan kalimatnya berputar terus di kepala gue.
Gue jauhin dia setelah dia tau siapa gue sebenarnya.
Semua cewe itu sama. Matre. Tapi setelah gue tau dia juga anak dari salah satu pengusaha terbesar, gue yakin dia beda dari cewe yang lain.
Entah kenapa semua yang dia bilang itu nyadarin gue kalo dengan jadi nerd gini itu bukan pilihan yang baik buat gue.

Gue punya tanggung jawab sebagai anak bokap gue. Dan gue harus nunjukkin kalo gue bisa berguna.
Tapi di sisi lain gue capek hidup gue di kekang. Gue pengen bebas.
Disinilah gue harus milih.
Akan tetap hidup seperti ini dan mungkin mati sebagai Doni nerd miskin yang gak punya apaapa dan siapa-siapa atau hidup dengan nerima garis takdir gue sebagai ahli waris utama untuk nerusin bisnis bokap gue di bidang perhotelan itu.

Gue enggak mau karna gue gak berguna, Mike bakal kena imbasnya kaya gue.
Vira..
Dia yang ngubah gue.
Meski keputusan terbaik itu ada dalam pilihan tersulit. Gue akan tetapin diri gue. Disamping itu, biar gue pantas ngedapetin Vira.

Sekarang ini gue lagi ngikutin dia dari jauh. Gue juga heran kenapa dia gak naik mobil? Tapi setelah gue pikir-pikir jarak supermarket dan rumah dia emang gak jauh. Dia gak berubah.

Dia masih terlihat cantik dan terlalu sexy untuk ukuran anak SMA. Bentuk tubuhnya sangat menyerupai model. Matanya yang bulat.. Bibir dengan lekukan yang indah dan hidungnya yang mancung..
Malam ini ia memakai baju kaos channel hitam ketat yang memperlihatkan bentuk tubuhnya dan hotpans putih yang memperlihatkan kakinya yang jenjang. Rambutnya diikat asal ke atas.

Gue dari jauh ngikutin dia. Tiba-tiba mata gue nangkep tiga preman keluar dari gang kecil dan ngikutin dia. Gue sadar Vira mempercepat langkahnya. Gue tau dia juga ngerasain ada yang gak beres dan pastinya dia ketakutan.

Gue mempercepat langkah gue dan melayangkan tendangan di punggung dua orang preman dalam sekali gerakan.

Bugh!

"Vira awas!"

Bugh!

Vira menendang tulang kering preman itu. Sedangkan gue sibuk melawan dua preman yang terus nyerang gue.

Bugh!

"Aw!" Pekiknya.

Sialan! Apa yang dia lakuin sampe-sampe bisa diserang lagi?!

Bugh!

Ia menghajar preman itu dan mengunci tangannya. Sedangkan preman yang tadi gue lawan udah lari entah kemana. Gue berjalan garang ke arah preman yang dipegang oleh Vira.

Berani-beraninya ia menyentuh Vira bahkan melukainya?!

Bugh!

Bogeman terkuat gue melayang ke wajahnya dan akhirnya ia terjatuh. Tanpa pikir panjang gue langsung meluk Vira. Gue tau dia ketakutan.
Dia cuma terpaku.
Gue lepas pelukan gue dan ngelus sudut bibirnya yang berdarah.
"Pulang, Gue obatin."

Setelah sampai dirumahnya. Gue meletakkan belanjaanya di meja. "Kotak P3K dimana? Rumah kosong?"

Dia hanya mengangguk. "Mama ke Bali. Di lemari kedua."

Gue langsung nyari kotak P3K dan pelan-pelan ngobatin lukanya. Sesekali ia meringis. Gue natap dia. Dia langsung diem.
"Masih sakit?"

"Gak kok. Thanks. Gue ambilin minum bentar ya."

Gue diem aja. Rasanya gue butuh sesuatu buat nenangin gue. Bukan minuman.

Gue langsung beranjak dari sofa dan meluk dia dari belakang.
Gue engga tau kenapa gue lakuin hal ini. Tapi ternyata gue sadar. Ini yang gue butuhin. Pelukan ini.

Ia cuma berdiri mematung.
Gue mempererat pelukan gue.
Gue semakin yakin sama pilihan gue.
Dengan kekuasaan gue nantinya, gue bakal pantas ngedampingin dia dan lindungin dia.
Meskipun ini adalah pilihan tersulit. Ibarat gue nyerahin diri gue ke penjara.

"Thanks, Ra."

"Buat apa?"

Gue nyandarin wajah gue ke lehernya. Gue hirup aroma tubuhnya. Entah kenapa hanya bayangin laki-laki lain yang ngelakuin ini ke dia aja udah buat darah gue mendidih.

"Buat gue berubah pikiran."

Dia cuma diem.

Gue ngelepas pelukan gue dan ngebalik badan dia hadap gue. Gue tangkup wajahnya.
"Gue tau lo masih suka sama gue. Gue juga sama. Gue udah milih. Buat kembali ke diri gue yang sebenernya. Demi keluarga gue dan demi lo."

"Gue?"

"Iya, Lo. Gue sendiri gak mau bersanding sama lo dengan identitas Doni si nerd penjaga perpus, miskin, sendiri dan gak punya apa-apa."

"Tapi.. Gue.. Gue gak mau dikatain matre. Bukannya lo jauhin gue pas gue tau identitas asli lo? Bukannya lo jauhin gue karna ngira gue matre?"

"Lo salah. Gue menjauh karna gue sadar gue gak pantas buat lo. Karna gue udah mutusin buat hidup susah. Dan gue tau lo gak bisa hidup susah."

"Lo serius sama apa yang lo omongin?"

"Ya. Gue bakal balik ke diri gue."

"Gue seneng dengernya. Tadinya gue mikir untuk nerima hidup susah bareng lo kalo emang pilihan lo adalah tetap jadi nerd."

"Lo gak perlu ngelakuin itu."

Gue meluk dia lagi dan mencium puncak kepalanya. Gue lepas pelukan gue dan menggenggam kedua tangannya.

"Will you be my mate?"

"U know I will."

Gue langsung mendekatkan wajah gue ke dia. Dan yang dia lakuin hanya menutup matanya. Gue kecup bibirnya perlahan.

"Gue pulang. Night."

----***----

Alvin POV

Gue ngerasa aneh sama Aline. Seharian ini dia gak bales sms, bbm atau angkat telepon dari gue. Entah kenapa gue ngerasa ganjal. Belakangan ini dia deket sama Mike.

"Bang.. Kenapa sih lo daritadi melamun mulu?"

"Hah? Apa? Kenapa?"

"Tuh kan melamun. Pasti mikirin Kak Aline deh."

"Iya nih. Kenapa perasaan gue enggak enak ya?"

"Enggak enak kenapa?"

"Ta, lo tau kan.. Gue udah nyakitin dia. Cepat atau lambat dia bakal inget rasa sakit itu. Cepat atau lambat dia bakal inget gimana cara gue ninggalin dia yang gue sadar itu sakit banget."

"Itu resiko, Bang. Lo mesti terima apa yang bakal terjadi nanti. Saat lo berpikir buat deketin dia lagi. Lo seharusnya mikir semua resiko. Satu, dia bakal inget semua termasuk rasa sakit itu. Dua, kalian gak akan bisa bersatu. Tiga, rasa sakit itu kemungkinan bakal buat dia benci sama lo."

"Gue belum siap sama semuanya, Ta."

"Tapi kita semua harus berdamai sama keadaan, Bang. Ini pilihan lo. Jalani resikonya."

"Tapi ini sulit banget."

"Kak Aline lebih sulit dibanding lo. Lo dari dulu cuma nyakitin dia, dateng dengan penyesalan, ninggalin dia, buat dia nangis, sampe dia ngelakuin terapi itu. Coba lo pikir siapa yang buat dia ngelakuin hal gak masuk akal kaya gitu? Lo sendiri bang."

"Stop nyalahin gue, Ta."

"Lo pantas disalahin. Sorry, Bang. Gue gini juga karna gue sayang sama lo. Gue gak mau kalian tersakiti untuk yang gue gak tau keberapa kalinya."

"Gue enggak tau harus gimana."

"Bang, lo hanya perlu berdamai sama keadaan. Kalo emang dia inget semua itu dan masih bersikeras pertahanin hubungan kalian yang gak pernah berstatus itu, lo beruntung. Lo gak boleh lagi sia-siain itu. Tapi kalo pun itu terjadi, ada kenyataan yang harus kalian berdua hadapi bareng. Kita ini sepupu Kak Aline. Lo inget?

Dengan alasan ini kan lo ninggalin dia? Dan dengan alasan apa lo mau pertahankan hubungan kalian nanti? Rasa sayang? Bahkan lo sendiri gak tau kan apa itu rasa sayang? Dengan alasan itu juga kan lo ninggalin dia? Tapi Bang, kalo dia inget semua dan benci sama lo. Pergi dari lo. Lo mesti terima. Dia harus bahagia. Dan lo juga."

"Tapi.. Gue enggak rela dia bahagia sama orang lain. Dia harus bahagia sama gue."

"Kalo gitu, benahi dulu ego lo. Lo terlalu egois. Lo dulunya juga gitu kan? Lo sendiri bahagia sama Oliv sedangkan Aline? Hanya demi lo, dia gak deket sama cowok manapun. Karna lo. Dia enggak bahagia. Dan sebenernya lo yang terobsesi sama dia! Bukan dia."

"Gue egois. Gue emang egois. Gue gak mau dia bahagia sama orang lain, Ta."

"Bang, semua itu sekarang tergantung Kak Aline. Lo harus bisa hargain apapun keputusan dia. Itu hidup dia. Kalo dia milih untuk benci dan ninggalin lo setelah dia inget apa yang udah lo lakuin ke dia, lo mesti terima. Karna saat itu juga dia bakal mulai temuin kebahagiaan dia. Begitupun dengan lo."

"Tapi gue gak bisa."

"Lo gak akan tau hasilnya kalo lo gak coba. Lo akan tetap ditempat yang sama kalo lo gak bergerak! Lo sendiri yang nyuruh dia move-on dari lo kan sejak dulu? Tapi lo sendiri? Lo yang buat dia gak bisa move-on dengan terus-terusan datang ke hidup dia. Padahal tanpa lo sadari. Lo yang gak bisa move on. Lo egois."

"Gue egois. Gue emang egois. Karna perasaan gue, hati gue panas dan marah banget kalo liat dia sama cowok lain, Ta. Tapi gue enggak tau ini perasaan apa."
"Terkadang hal yang tersulit adalah mengalahkan ego kita sendiri, Bang."

"Jadi gue mesti gimana, Ta?"

"Gue udah bilang kan sama lo. Semua ini ditangan Kak Aline. Lo sekarang gak bisa ikut arus lo. Lo harus bisa ikut arus Kak Aline. Biarin dia milih. Biarin dia bahagia. Meskipun dengan melepas lo dari hidup dia."

Gue terdiam.
Shinta bener.
Semua yang Shinta bilang bener.
Gue-lah penyebab semua kekacauan ini.
Kebodohan gue.
Ketidaktegasan gue.

Gue sendiri mesti sadar kalo gue cuma bisa nyakitin Aline dan bikin dia nangis. Bahkan gue sama sekali gak bisa diandalkan untuk lindungin dia.
Dia di perlakuin kasar sama Rian..
Dia bahkan hampir mati ditangan Oliv karna gue..
Dan gue dimana?
Gue bahkan gak ngelakuin apapun.
Gimana kalo sampe Aline jatuh?
Gimana kalo sampe Mike dan Gilang gak ada saat itu?

Ini bener-bener pilihan yang sulit.
Gue tau..
Satu-satunya cara untuk mengakhiri semua ini adalah keluar dari hidupnya.
Bukankah satu-satunya cara untuk menyelesaikan benang kusut adalah dengN mengguntingnya?
Aline harus bahagia.
Dengan atau tanpa gue.
Karna gue sadar.
Kehadiran gue hanya nambah penderitaan buat dia.
Gue bahkan engga tau apakah gue akan menemukan kebahagiaan tanpa Aline?
Kebahagiaan yang sebenarnya hanya gue rasain sama dia?
Tapi gimana kalo dia nemuin kebahagiaannya yang bahkan lebih dari kebahagiaan yang bisa gue kasih ke dia?
Sampe saat itu tiba, apa gue sanggup liat dia bareng laki-laki lain?

Shinta bener.
Semua keputusan di tangan Aline.
Mau sekuat apapun gue berjuang, kalo Aline milih ninggalin gue atas apa yang udah gue lakuin dulu dan kalo takdir milih untuk gak ngizinin dia bahagia sama gue. Gue bisa apa?
Benar. Kita cuma manusia biasa. Dan terkadang kita harus bisa berdamai dengan keadaan.
Tapi gue janji, gue gak akan pernah ngucapin selamat tinggal ke Aline.
Never.
Gue harap kalaupun gue dan dia gak bersatu karna dipisahkan masa lalu dan takdir...
Gue harap gue dan dia tetap berhubungan baik.
Setidaknya sebagai sepupu.

Dear, Aline.
Please don't ever say goodbye.
Because say goodbye means letting go.
N letting go means Forgetting.

Gue mutusin buat ke rumah dia sekarang. Gue harus lurusin semuanya. Sebelum semua semakin dalam. Gue harus bisa ngerelain dia bahagia.
Meskipun gue harus sakit.
Apakah ini cinta?
Gue gak pernah ngerasain sesakit ini. Bahkan ngebayangin dia bahagia sama laki-laki lain aja buat hati gue remuk.
Tapi apakah gue sadar? Dia ngalamin yang lebih dibanding yang gue pikirkan sekarang!
Alvin.
Lo harus ngelepas dia.
Karna lo gak akan pernah bisa bahagiain dia.
Lo cuma bisa sakitin dia.
Mungkin inilah pilihan tersulit yang ada dalam hidup gue.

"Ta, gue ke rumah Aline."

"Ya.. Inget, hati-hati ya. Udah sampe sana, misscall gue."

"Mmh.."

Memasuki perumahan Aline.
Jantung gue berdetak kencang.
Apa gue mampu?
Tapi gue akan tahan kalo Aline memang belum ingat semua.
Gue gak mau maksain keadaan.
Gue akan tetap ikutin arus Aline.
Gue ngerasa kangen banget. Seharian ini dia sama sekali gak baca bbm, sms dan angkat telepon gue.

Baru masuk ke blok Aline, mata gue nangkap dia lagi tertawa lepas. Tawa yang gak pernah dia tunjukkin bahkan saat sama gue.
Bahagia yang sesungguhnya.
Mike?

Gue menghentikan motor gue dan tanpa gue sadari. Airmata gue ngalir giu aja. Sakit. Itu yang gue rasain.

"Mike, Aline. Saatnya makan malam."

Lin, apakah lo secepat itu ngelupain gue dan nemuin kebahagiaan lo?

----***----

Aline POV

Hari ini gue ngerasa lepas banget. Seakan beban gue enggak ada. Gue ngerasa bahagia. Bahagia yang gak pengen gue lupain. Bahagia yang pengen gue pertahanin dengan cara apapun.
Bahkan hari ini jelas buat gue lupa sama sosok yang namanya Alvin.
Yang pernah nyakitin gue dengan cara yang benar-benar buat gue menderita.
Dan jelas gue bukan cewe bodoh yang mau ngerasain penderitaan yang sama.

Kak Mike..

Entah kenapa hati gue terbuka perlahan buat sosok yang sekarang duduk di samping gue. Kita lagi jalan menuju rumah gue. Kita berdua baru aja dari taman perumahaan gue.
Dia selalu keluarin lelucon yang bikin gue ngakak! Dan gue juga.
Bahkan perasaan ini lebih dari nyaman.
Dia juga dewasa banget.

"Kak, Thanks ya."

"Thanks buat apa?"

"Semuanya. Hehehe."

"Ihh Kok gitu. Harus ada alasannya donk."

"Kepo deh. Hehe. Kak, gue udah mutusin buat jauh dari Alvin. Akhirnya hal yang gue takutin selama ini udah terjadi. Kemarin gue mimpi. Gimana cara dia ninggalin gue dan bahkan pas gue bangun, gue ngerasain banget penderitaan itu."

"Al.."

Al.. Satu-satunya yang manggil gue gitu cuma Kak Mike. Dan entah kenapa gue suka banget denger dia manggil gue.

"Iya, Kak?" Jawab gue dengan seulas senyum. Dia menghadap gue. Kedua tangannya berada di sisi bahu gue. Gue liat dia. Meskipun rasa sakit itu memaksa masuk lagi. Tapi saat gue liat Kak Mike. Gue liat matanya. Rasa sakit itu hilang entah kemana.

Tatapan dia. Beda dari tatapan Alvin. Tatapan Kak Mike. Seakan rumah buat gue. Rumah yang ngelindungin gue dari apapun yang mencoba nyakitin dan hancurin gue.

Love is when u see someone, your pain just go away.

Love?
Cinta?
Apa ini yang gue rasain ke Kak Mike?
Apa secepat ini?
Bahkan sedikitpun wajah Alvin gak terlintas di pikiran gue.

"Gue yakin lo bisa hadapi ini semua. Keputusan ditangan lo. Mungkin menjauh dari dia adalah pilihan tersulit buat lo. Tapi demi hidup dan masa depan lo lagi. Lo masih punya perjalanan yang panjang. Jangan sia-siain waktu lo buat orang yang salah."

"Gue emang udah mutusin buat menjauh dari dia. Tapi gue engga tau gimana caranya."

Gue teringat perkataan Kak Jo kalo Kak Mike tau apa yang harus dia lakuin buat bantuin gue. Tapi dia nunggu gue mulai?
Apa gue yakin?
Tapi gue engga mau manfaatin Kak Mike.

"Satu-satunya cara yaa lo deket atau relat sama cowok, Al."

Lampu hijau !!!

"Tapi, Kak.. Gue gak gampang buat nyaman sama orang. Apalagi sama cowok. Sampe saat ini gue cuma nyaman sama Alvin, Gilang n Kakak."

Dia menaikkan sebelah alisnya. "Yaudah sama Gilang aja."

Yaampun gue pengennya sama elo, Kak Mike!!

"Gilang udah balikan sama Rika. Gak mungkin kan?"

"Sama gue?"

"Ha? Sama Kakak? Gak berani deh. Tar pacar kakak marah lagi."

Dia hanya tertawa dan mengacak-acak rambut gue. "Kode mainstream banget, Al. Gue belum punya pacar."

"Ha? Ah masa sih.."

"Iya.. Kan gue nungguin elo."

What?? Gue? Maksudnya apa nih?

"Gue?"

"Enggak. Bercanda doank. Mau gak nih?"

"Tapi enggak enak sama Kakak. Gue gak mau manfaatin lo, Kak buat jadi pacar pura-pura gue hanya untuk menjauh dari Alvin."

"Yaudah gausah pura-pura."

"Maksudnya?"

"Gak. Gapapa. Lagian, gue gak masalah kok. Selagi itu bisa bantu lo. Gimana?"

"Seriusan?"

"Kenapa engga?"

"Hehe thanks banget ya, Kak."

Gue ngelanjutin jalan sama Kak Mike. Sesekali ia melontarkan humor. Gue hanya bisa ketawa ngakak. Dia bahkan lebih humoris dari Alvin.
Entah kenapa..
Rasa sakit itu berkurang.
Bahkan saat gue bareng Kak Mike, gue lupa kalo gue pernah sakit hati.

Dear, Vin.
I'm sorry.
But, u'll always be my first.
And I'll never say goodbye to you.
U give me the best lesson to get new hope n new happiness for my future.
Thanks, past.

Terkadang kita memang harus melepaskan masa lalu.
Melepaskan apa yang membuat kita sakit.
Setidaknya, setelah ini.
Gue akan bangun hubungan yang baru antara kita.
Sebagai saudara.
Gue udah bisa berdamai dengan kenyataan.
Gue harap gue bisa dapat kebahagiaan tanpa Alvin dan sebaliknya.
Karna gue yakin, apa yang terjadi sama gue n Alvin hanyalah pembelajaran supaya kami kuat menghadapi cinta baru yang memang ditakdirkan untuk kami.

"Mike, Aline. Saatnya makan malam."

"Tuh kan udah dipanggil. Yuk, Al."

Kak Mike juga cepet banget akrab sama yang lain.
Seakan keluarga gue bener-bener lengkap.

----***----
Mike POV

Aline Gressia Chiara..
Nama yang selama hampir tiga tahun gue pendam.
Siapa Aline?
Cewe SMA yang pingsan karna dihukum hormat tiang bendera..
Cewe SMA yang suka nguping di Perpustakaan sekolah..
Cewe SMa bodoh yang rela ngelakuin terapi hipnotis hanya untuk lupain orang yang udah nyakitin dia.
Cewe SMA yang berkaki pendek..
Cewe SMA dengan suara luar biasa..
Dan Cewe SMA terkuat yang pernah gue temui setelah nyokap gue.
Gue tau semua penderitaan dia.
Gue suka sama dia karna dia lemah. Dengan begitu, gue bisa lindungin dia.

Dia berbeda.

Hari ini gue diajak weekend bareng sama keluarganya. Dan sekarang gue lagi jalan berdua sama dia menuju rumahnya. Kami baru aja dari taman perumahan. Ada perasaan berbeda yang gue rasain saat jalan sama dia berdua.
Gue ngerasa bebas. Kebebasan yang udah lama engga pernah gue rasain. Sama dia, gue bisa balik ke diri gue yang dulu. Yang humoris dan easy talker. Bukan gue yang dingin dan ngirit ngomong ke siapapun.
Sama dia, gue selalu aja ada alasan buat ketawa.
Setelah sekian lama gue gak ketawa.
Mungkin aneh bagi semuanya. Tapi kenyataan.
Gue adalah orang yang paling sulit ketawa sejak hotel kakek gue diambil alih sama bokap gue.

Sejak Kak Doni pergi dan ninggalin rumah.
Gue ngerasa sendiri di rumah.
Gue selalu sendirian.

Tapi hidup gue terasa berwarna sejak ada Aline. Dia ibarat pelangi buat gue.
Sayangnya, hatinya udah dimiliki orang yang sangat gak tau diuntung.
Yang ngakunya sayang n cinta tapi rela ninggalin dan bikin menderita.

"Kak, Thanks ya." Suaranya membuyarkan lamunan gue.

"Thanks buat apa?"

"Semuanya. Hehehe."

"Ihh Kok gitu. Harus ada alasannya donk."

"Kepo deh. Hehe. Kak, gue udah mutusin buat jauh dari Alvin. Akhirnya hal yang gue takutin selama ini udah terjadi. Kemarin gue mimpi. Gimana cara dia ninggalin gue dan bahkan pas gue bangun, gue ngerasain banget penderitaan itu."

Akhirnya..
Dia buat keputusan.
Keputusan yang gue harapin.
Keputusan yang gue tunggu.
Bukan karna gue jahat. Tapi gue hanya gak mau dia ngerasain sakit hati lagi bahkan kalau harus ngelakuin terapi itu hanya untuk lupain Alvin dan rasa sakitnya.
Bukan hal mudah ngelakuin hal itu.
Gue bisa bayangin gimana keadaan dia saat ngelakuin terapi itu.
Gue salut sama Aline.
Tapi cukup.
Cukup sampe disini penderitaan dia.
Gue gak tega mesti liat menderita lagi. Nangis lagi. Hanya karna Alvin, cinta pertamanya.

"Al.."

Al.. Nama panggilan gue ke dia.
Semua manggil dia dengan 'Lin'
Tapi karna dia beda. Gue juga mau jadi satu-satunya orang yang perlakuin dia dengan beda.
Bahkan hanya memanggil dia dengan dua huruf itu aja buat hati gue menghangat.

"Iya, Kak?"

Gue buat badan dia ngehadap ke gue dan kedua tangan gue sekarang di kedua sisi bahunya. Dia natap gue lurus. Gue juga. Dan tiba-tiba gue ngerasa ada getaran aneh saat gue tatap mata dia. Seakan gue pulang ke rumah idaman.

"Gue yakin lo bisa hadapi ini semua. Keputusan ditangan lo. Mungkin menjauh dari dia adalah pilihan tersulit buat lo. Tapi demi hidup dan masa depan lo lagi. Lo masih punya perjalanan yang panjang. Jangan sia-siain waktu lo buat orang yang salah."

"Gue emang udah mutusin buat menjauh dari dia. Tapi gue engga tau gimana caranya."

Gue tau gimana caranya, Al. Just be mine.

Tapi sayangnya mulut gue terlalu kelu untuk ngeluarin kata-kata itu.
"Satu-satunya cara yaa lo deket atau relat sama cowok, Al."

"Tapi, Kak.. Gue gak gampang buat nyaman sama orang. Apalagi sama cowok. Sampe saat ini gue cuma nyaman sama Alvin, Gilang n Kakak."

Apa ini lampu hijau buat gue?

"Yaudah sama Gilang aja,"

Gue mau liat reaksi dia apa.

"Gilang udah balikan sama Rika. Gak mungkin kan?"

I got it.
"Sama gue?"

"Ha? Sama Kakak? Gak berani deh. Tar pacar kakak marah lagi."

I've waiting for u to be my girl.

"Kode mainstream banget, Al. Gue belum punya pacar."

"Ha? Ah masa sih.."

"Iya.. Kan gue nungguin elo."

Mulut sialan!

"Gue?"

"Enggak. Bercanda doank. Mau gak nih?"

"Tapi enggak enak sama Kakak. Gue gak mau manfaatin lo, Kak buat jadi pacar pura-pura gue hanya untuk menjauh dari Alvin."

Gue rela.
Al, berpura-puralah mencintai gue demi lupain dan jauhin Alvin. Sampe saatnya nanti lo lupa kalo lo lagi pura-pura. Sampe lo bener-bener cinta sama gue. Meskipun gue belum yakin yang gue rasain ini cinta. Tapi gue pengen buat lo cinta sama gue dan ngambil alih semua hati, pikiran dan hidup lo.

"Yaudah gausah pura-pura."

"Maksudnya?"

Dasar bodoh!
Gue hanya terkekeh.

"Gak. Gapapa. Lagian, gue gak masalah kok. Selagi itu bisa bantu lo. Gimana?"

"Seriusan?"

"Kenapa engga?"

"Hehe thanks banget ya, Kak."

Anything for you.

Tanpa gue dan dia sadari, kita udah di depan rumah Aline.

"Mike, Aline. Saatnya makan malam."

"Tuh kan udah dipanggil. Yuk, Al."

Mulai sekarang, gue gak peduli kita pura-pura atau gak. Tapi gue janji. Gue bakal lindungin lo. Gue gak bakal biarin lo sakit, menderita dan nangis lagi.

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

53.3K 4.2K 54
[ C O M P L E T E D ] Bukan hanya perihal pertemuan, bagaimana jika waktu juga memimpin kita pada sebuah perpisahan? --- Copyright ©...
2.7M 198K 74
"Ketika orang yang paling dibenci, berubah menjadi orang yang paling disayang." Dia yang tidak kamu sukai. Dia yang masuk ke dalam daftar orang-orang...
1.9M 28K 44
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
100K 2.8K 67
"Setiap luka memiliki kisahnya sendiri, entah itu karena pahitnya patah atau terlalu dalam memaknai rasa" Hanya kumpulan kata untuk kamu yang merasa...